Pemfigus vulgaris
Pengarah
Direktur Utama dr . Mohammad Syahril, SpP, MPH
Direktur Medik dan Keperawatan dr. Hj. Zubaidah, SpP, MARS
Tim Penyusun dan Telaah
Ketua Divisi Dr. Nopriyati, Sp.KK, FINSDV, FAADV
Dermatologi Alergo Imunologi
Staf Divisi Prof. DR. Dr. M. Athuf Thaha, Sp.KK (K) FINSDV,
FAADV
Dr. Sarah Diba, Sp. KK, FINSDV
Lembar Pengesahan..........................................................................................................................iii
Tim Penyusun .................................................................................................................................... iii
Daftar Isi.............................................................................................................................................iv
Daftar Singkatan...................................................................................................................................v
Pendahuluan.......................................................................................................................................1
Metode Penyusunan...........................................................................................................................2
Isi..........................................................................................................................................................3
1. Definisi....................................................................................................................................3
2. Anamnesis..............................................................................................................................3
3. Pemeriksaan fisik...................................................................................................................3
4. Pemeriksaan penunjang........................................................................................................3
5. Penatalaksanaan.....................................................................................................................3
6. Diagnosis banding.................................................................................................................4
7. Edukasi....................................................................................................................................4
8. Prognosis.................................................................................................................................5
9. Kepustakaan...........................................................................................................................5
Lampiran 1..........................................................................................................................................7
C3 Complemen 3
IgG Immunoglobulin G
I.v Intravena
Pemfigus berasal dari bahasa Yunani pemphix yang berarti bula atau gelembung.
Pemfigus merupakan sekelompok penyakit bula kronis dimana didapatkan autoantibodi
terhadap permukaan sel keratinosit yang menyebabkan hilangnya adhesi antara
keratinosit satu dengan lainnya melalui proses akantolisis. Pemfigus dibagi menjadi 3
bentuk yaitu: pemfigus vulgaris, pemfigus foliaseus dan pemfigus paraneoplastik.
Pemfigus Vulgaris (PV) adalah bentuk pemfigus tersering, mencakup kurang lebih 70%
dari seluruh kasus pemfigus. Penyakit ini insidennya cukup jarang, diperkirakan
mengenai 0,1 - 0,5 pasien per 100.000 populasi per tahunnya di seluruh dunia. 1 Laki - laki
dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita pemfigus. Etiologi PV
tidak diketahui, penyakit ini dapat timbul sebagai hasil interaksi antara faktor genetik
host dan faktor pencetus dari lingkungan seperti obat-obatan, diet, sinar ultraviolet (UV),
virus dan yang lainnya. Pengobatan PV bertujuan menekan terjadinya peradangan akibat
pembentukan autoantibodi. Pemberian kortikosteroid merupakan terapi lini pertama
pada PV. Sebelum digunakannya steroid sebagai terapi, angka kematian PV sebesar 50%
pada 12 bulan pertama yang disebabkan oleh kaheksia, sepsis dan ketidakseimbangan
elektrolit. Infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada PV diakibatkan
kerusakan barier epidermis.
Panduan praktik klinis (PPK) ini disusun berdasarkan acuan pada Pedoman nasional pelayanan
kedokteran (PNPK) yang terbaru dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
Apabila PNPK tidak tersedia, maka PPK dapat dibuat berdasarkan Clinical Practice Guidelines
(CPG) terbaru dari negara/institusi kesehatan tertentu atau organisasi profesi Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI) dan kolegium Dermatologi dan Venereologi,
serta diadaptasi mengikuti kaidah evidence-based CPG. Apabila PNPK/CPG tidak tersedia, maka
PPK dapat didasarkan pada summaries of review yang berbasis Evidence-based Medicine (EBM)
seperti yang terdapat pada Dynamed®.
Jika semua acuan di atas tidak tersedia, maka penyusunan PPK dapat didasarkan pada
dokumen berikut, dengan mencantumkan sumber sitasi pada pernyataan yang terkait:
1. Systematic Review (lampirkan strategi pencarian dan telaah kritis)
2. Primary studies (lampirkan strategi pencarian dan telaah kritis)
3. Konsensus, pedoman, atau panduan yang dikeluarkan resmi oleh organisasi profesi
Penyusunan PPK ini dilakukan dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia di
RSMH meliputi:
1. Alat medis (diagnostik dan terapeutik) dan kompetensi yang tersedia di RSMH
2. Ketersediaan dan restriksi obat di Formularium RSMH dan Formularium Nasional
3. Pagu pembiayaan BPJS untuk RSMH
PPK ini akan ditinjau kembali dan diperbaharui (jika diperlukan) sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun sejak disahkan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran.
1. Definisi
2. Anamnesis1,2,3
2. Umumnya diawali lesi pada membran mukosa mulut berupa erosi yang terasa nyeri.
3. Pemeriksaan fisik2
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu:
1. Keadaan umum buruk
2. Erupsi kulit berupa bula kendur yang mudah pecah sehingga cepat menjadi erosi
dan dapat meluas ke seluruh tubuh
3. Predileksi terdapat bula kendur, lentikular sampai numular, di atas dasar kulit
normal atau eritematosa. Isi mula-mula jernih kemudian menjadi keruh
4. Tanda Nikolsky positif
4. Pemeriksaan penunjang2,4
3. Pemeriksaan serologik: kadar IgG di dalam serum meningkat (titer IgG, autoantibodi
terhadap desmoglein 3, biasanya berkorelasi dengan aktivitas penyakit; oleh
karenanya respons klinis dapat dimonitor dengan titer antibodi).
5. Penatalaksanaan
1. Prinsip2,4 (D,5*)
Mengatasi keadaan umum
Pemantauan efek samping terapi kortikosteroid atau sitostatik jangka panjang
iiiDermato-Alergo-Imunologi
Kerjasama dengan bagian penyakit dalam, alergi-imunologi, dan departemen
lainiyang terkait.
2. Topikal5,6
Topikal kortikosteroid (A,1)
3. Sistemik
Terapi lini pertama: kortikosteroid sistemik, dimulai dengan dosis 1 mg/kgBB/hari
(A,1). Tapering dapat dilakukan bila telah terdapat respon klinis yang baik.5,6(A,1)
Pada keadaan klinis yang berat dapat diberikan kortikosteroid terapi denyut. Cara
pemberian kortikosteroid secara terapi denyut (pulsed therapy): metilprednisolon
sodium suksinat i.v. selama 2-3 jam, 500-1000 mg. Atau injeksi deksametason atau metil
prednisolon i.v 1 g/hari selama 4- 5 hari.2,3(C,4)
Bila diperlukan dapat diberikan terapi ajuvan sebagai steroid sparing agent:2,3,4
- Mikofenolat mofetil 2-2,5 g/hari 2 kali sehari (B,3)
- Azathioprin 1-3 mg/kgBB/hari atau 50 mg setiap 12 jam namun disesuaikan
dengan kadar TPMT (B,2)
- Siklofosfamid (50-200 mg/hari)
- Dapson 100 mg/hari (C,4)
- Imunoglobulin intravena 1,2-2 g/kgBB terbagi dalam 3-5 hari yang diberikan
setiap 2-4 minggu untuk 1-34 siklus (B,3)
- Rituximab (0,4 g/kgBB/hari selama 5 hari dan dapat diulang sebagai monoterapi
setiap 21 hari) (C,3)
6. Diagnosis banding1,2,6
1. Dermatitis Herpetiformis Duhring
2. Pemfigoid bulosa
7. Edukasi1,5 (A,1)
1. Menjelaskan kepada pasien dan atau keluarga mengenai penyebab, terapi dan
8. Prognosis1,5 (A,1)
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam
9. Kepustakaan
1. Payne AS, Stanley JR. Pemphigus. In: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH,
Margolis DJ, Mcmichael AJ, Orringer JS, editors. Fitzpatrick’s Dematology in general
medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill; 2019.h. 909-933.
2. Harman KE, Albert S, Black MM, et al. British Association of Dermatologists’ guidelines
for the management of pemphigus vulgaris 2017*. Br J Dermatol. 2017;177:p.1170-1201.
3. Porro AM, Filho GH, Santi CG. Consensus on the treatment of autoimmune bullous
dermatoses: pemphigus vulgaris and pemphigus foliaceus - Brazilian Society of
Dermatology. An Bras Dermatol. 2019; 94(2 Suppl 1): 20–32.
4. Murrell DF, Peña S, Joly P, Marinovic B, Hashimoto T, Diaz LA, et al. Diagnosis and
Management of Pemphigus: recommendations by an International Panel of Experts. J
Am Acad Dermatol. 2018;9622(18):1-35.
5. Yamagami J. Recent advances in the understanding and treatment of pemphigus and
pemphigoid. F1000Res. 2018; 7:1-8.
6. Amagai M. Pemphigus. In: Bolognia JL, Schaffer JV, Cerroni L, editors. Dermatology.
Edisi ke-4. US: Elsevier;2018.h. 492-509.
Level of evidence
Derajat Jenis evidence
Ia Evidence merupakan hasil meta-analisis atau sistematik review dari berbagai
tanpa randomisasi
IIb Evidence berasal dari paling sedikit satu hasil penelitian dengan rancangan
quasi-experimental
III Evidence berasal dari penelitian deskriptif non eksperimental seperti misalnya
risiko sedikit
Level B Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit lebih baik