Anda di halaman 1dari 13

Panduan Praktik Klinis

Pemfigus vulgaris

Kode ICD-10: L10.0

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang


2019

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang ii


Versi Dokumen

Draft PPK versi ke- 2

Last updated pada tanggal: Februari 2019

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang ii


Lembar Pengesahan

Panduan Praktik Klinis


Pemfigus Vulgaris

telah membaca dan menyetujui

Kepala Departemen Kepala Divisi


Dermatologi dan Venereologi Dermatologi Alergo Imunologi

DR. Dr. Yuli Kurniawati, Sp.KK(K), Dr. Nopriyati, Sp.KK, FINSDV,


FINSDV, FAADV FAADV

telah disahkan di Palembang, pada tanggal 4 Februari 2019


oleh:

dr . Mohammad Syahril, SpP, MPH


Direktur Utama

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang ii


Tim Penyusun

Pengarah
Direktur Utama dr . Mohammad Syahril, SpP, MPH
Direktur Medik dan Keperawatan dr. Hj. Zubaidah, SpP, MARS
Tim Penyusun dan Telaah
Ketua Divisi Dr. Nopriyati, Sp.KK, FINSDV, FAADV
Dermatologi Alergo Imunologi

Staf Divisi Prof. DR. Dr. M. Athuf Thaha, Sp.KK (K) FINSDV,
FAADV
Dr. Sarah Diba, Sp. KK, FINSDV

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang iii


Daftar Isi

Lembar Pengesahan..........................................................................................................................iii
Tim Penyusun .................................................................................................................................... iii
Daftar Isi.............................................................................................................................................iv
Daftar Singkatan...................................................................................................................................v
Pendahuluan.......................................................................................................................................1
Metode Penyusunan...........................................................................................................................2
Isi..........................................................................................................................................................3
1. Definisi....................................................................................................................................3
2. Anamnesis..............................................................................................................................3
3. Pemeriksaan fisik...................................................................................................................3
4. Pemeriksaan penunjang........................................................................................................3
5. Penatalaksanaan.....................................................................................................................3
6. Diagnosis banding.................................................................................................................4
7. Edukasi....................................................................................................................................4
8. Prognosis.................................................................................................................................5
9. Kepustakaan...........................................................................................................................5
Lampiran 1..........................................................................................................................................7

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang iv


Daftar Singkatan

C3 Complemen 3
IgG Immunoglobulin G
I.v Intravena

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang v


Pendahuluan

Pemfigus berasal dari bahasa Yunani pemphix yang berarti bula atau gelembung.
Pemfigus merupakan sekelompok penyakit bula kronis dimana didapatkan autoantibodi
terhadap permukaan sel keratinosit yang menyebabkan hilangnya adhesi antara
keratinosit satu dengan lainnya melalui proses akantolisis. Pemfigus dibagi menjadi 3
bentuk yaitu: pemfigus vulgaris, pemfigus foliaseus dan pemfigus paraneoplastik.
Pemfigus Vulgaris (PV) adalah bentuk pemfigus tersering, mencakup kurang lebih 70%
dari seluruh kasus pemfigus. Penyakit ini insidennya cukup jarang, diperkirakan
mengenai 0,1 - 0,5 pasien per 100.000 populasi per tahunnya di seluruh dunia. 1 Laki - laki
dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita pemfigus. Etiologi PV
tidak diketahui, penyakit ini dapat timbul sebagai hasil interaksi antara faktor genetik
host dan faktor pencetus dari lingkungan seperti obat-obatan, diet, sinar ultraviolet (UV),
virus dan yang lainnya. Pengobatan PV bertujuan menekan terjadinya peradangan akibat
pembentukan autoantibodi. Pemberian kortikosteroid merupakan terapi lini pertama
pada PV. Sebelum digunakannya steroid sebagai terapi, angka kematian PV sebesar 50%
pada 12 bulan pertama yang disebabkan oleh kaheksia, sepsis dan ketidakseimbangan
elektrolit. Infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada PV diakibatkan
kerusakan barier epidermis.

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 1


Metode Penyusunan

Panduan praktik klinis (PPK) ini disusun berdasarkan acuan pada Pedoman nasional pelayanan
kedokteran (PNPK) yang terbaru dan telah disahkan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.

Apabila PNPK tidak tersedia, maka PPK dapat dibuat berdasarkan Clinical Practice Guidelines
(CPG) terbaru dari negara/institusi kesehatan tertentu atau organisasi profesi Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI) dan kolegium Dermatologi dan Venereologi,
serta diadaptasi mengikuti kaidah evidence-based CPG. Apabila PNPK/CPG tidak tersedia, maka
PPK dapat didasarkan pada summaries of review yang berbasis Evidence-based Medicine (EBM)
seperti yang terdapat pada Dynamed®.

Jika semua acuan di atas tidak tersedia, maka penyusunan PPK dapat didasarkan pada
dokumen berikut, dengan mencantumkan sumber sitasi pada pernyataan yang terkait:
1. Systematic Review (lampirkan strategi pencarian dan telaah kritis)
2. Primary studies (lampirkan strategi pencarian dan telaah kritis)
3. Konsensus, pedoman, atau panduan yang dikeluarkan resmi oleh organisasi profesi

Penyusunan PPK ini dilakukan dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia di
RSMH meliputi:
1. Alat medis (diagnostik dan terapeutik) dan kompetensi yang tersedia di RSMH
2. Ketersediaan dan restriksi obat di Formularium RSMH dan Formularium Nasional
3. Pagu pembiayaan BPJS untuk RSMH

PPK ini akan ditinjau kembali dan diperbaharui (jika diperlukan) sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun sejak disahkan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran.

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 2


IIsi

1. Definisi

Pemfigus merupakan penyakit autoimun kronik akibat autoantibodi IgG terhadap


desmoglein di intraepidermal.1-2 Penyakit ini menyebabkan terbentuknya bula pada kulit
dan membran mukosa.2

2. Anamnesis1,2,3

1. Umumnya terjadi pada usia 40-60 tahun.

2. Umumnya diawali lesi pada membran mukosa mulut berupa erosi yang terasa nyeri.

3. Perjalanan klinis dapat berulang, sering diperlukan terapi seumur hidup

3. Pemeriksaan fisik2
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu:
1. Keadaan umum buruk
2. Erupsi kulit berupa bula kendur yang mudah pecah sehingga cepat menjadi erosi
dan dapat meluas ke seluruh tubuh
3. Predileksi terdapat bula kendur, lentikular sampai numular, di atas dasar kulit
normal atau eritematosa. Isi mula-mula jernih kemudian menjadi keruh
4. Tanda Nikolsky positif

4. Pemeriksaan penunjang2,4

1. Pemeriksaan histopatologik HE: terdapat bula intraepidermal suprabasal, akantolisis,


row of tombstones.

2. Pemeriksaan imunofluoresens direk: didapatkan deposit IgG dan C3 di interselular,


epidermis baik pada lesi kulit maupun perilesi (“chicken wire apperance”).

3. Pemeriksaan serologik: kadar IgG di dalam serum meningkat (titer IgG, autoantibodi
terhadap desmoglein 3, biasanya berkorelasi dengan aktivitas penyakit; oleh
karenanya respons klinis dapat dimonitor dengan titer antibodi).

4. Pemeriksaan darah, urin, feses rutin dilakukan. Pada pemberian kortikosteroid


jangka panjang perlu diperiksa fungsi ginjal dan fungsi hati, kadar gula darah,

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 3


reduksi urin dan kadar kortisol

5. Penatalaksanaan
1. Prinsip2,4 (D,5*)
 Mengatasi keadaan umum
 Pemantauan efek samping terapi kortikosteroid atau sitostatik jangka panjang
iiiDermato-Alergo-Imunologi
 Kerjasama dengan bagian penyakit dalam, alergi-imunologi, dan departemen
lainiyang terkait.

2. Topikal5,6
Topikal kortikosteroid (A,1)
3. Sistemik
 Terapi lini pertama: kortikosteroid sistemik, dimulai dengan dosis 1 mg/kgBB/hari
(A,1). Tapering dapat dilakukan bila telah terdapat respon klinis yang baik.5,6(A,1)
 Pada keadaan klinis yang berat dapat diberikan kortikosteroid terapi denyut. Cara
pemberian kortikosteroid secara terapi denyut (pulsed therapy): metilprednisolon
sodium suksinat i.v. selama 2-3 jam, 500-1000 mg. Atau injeksi deksametason atau metil
prednisolon i.v 1 g/hari selama 4- 5 hari.2,3(C,4)
 Bila diperlukan dapat diberikan terapi ajuvan sebagai steroid sparing agent:2,3,4
- Mikofenolat mofetil 2-2,5 g/hari 2 kali sehari (B,3)
- Azathioprin 1-3 mg/kgBB/hari atau 50 mg setiap 12 jam namun disesuaikan
dengan kadar TPMT (B,2)
- Siklofosfamid (50-200 mg/hari)
- Dapson 100 mg/hari (C,4)
- Imunoglobulin intravena 1,2-2 g/kgBB terbagi dalam 3-5 hari yang diberikan
setiap 2-4 minggu untuk 1-34 siklus (B,3)
- Rituximab (0,4 g/kgBB/hari selama 5 hari dan dapat diulang sebagai monoterapi
setiap 21 hari) (C,3)

6. Diagnosis banding1,2,6
1. Dermatitis Herpetiformis Duhring
2. Pemfigoid bulosa

7. Edukasi1,5 (A,1)
1. Menjelaskan kepada pasien dan atau keluarga mengenai penyebab, terapi dan

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 4


prognosis penyakit.
2. Memberi edukasi cara merawat lesi kulit yang lepuh.
3. Menghindari penggunaan obat-obat tanpa sepengetahuan dokter.
4. Meminimalisir trauma pada kulit karena dapat memperluas lesi
5. Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini merupakan penyekit kronis dan mudah
sekali kambuh
6. Menjelaskan kepada pasien mengenai dosis obat dan gejala toksisitas obat sehingga
mereka dapat melaporkan kepada dokter dengan segera
7. Menjelaskan kepada pasien mengenai pentingnya perawatan lesi yang eksudatif

8. Prognosis1,5 (A,1)
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam

9. Kepustakaan
1. Payne AS, Stanley JR. Pemphigus. In: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH,
Margolis DJ, Mcmichael AJ, Orringer JS, editors. Fitzpatrick’s Dematology in general
medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill; 2019.h. 909-933.
2. Harman KE, Albert S, Black MM, et al. British Association of Dermatologists’ guidelines
for the management of pemphigus vulgaris 2017*. Br J Dermatol. 2017;177:p.1170-1201.
3. Porro AM, Filho GH, Santi CG. Consensus on the treatment of autoimmune bullous
dermatoses: pemphigus vulgaris and pemphigus foliaceus - Brazilian Society of
Dermatology. An Bras Dermatol. 2019; 94(2 Suppl 1): 20–32.
4. Murrell DF, Peña S, Joly P, Marinovic B, Hashimoto T, Diaz LA, et al. Diagnosis and
Management of Pemphigus: recommendations by an International Panel of Experts. J
Am Acad Dermatol. 2018;9622(18):1-35.
5. Yamagami J. Recent advances in the understanding and treatment of pemphigus and
pemphigoid. F1000Res. 2018; 7:1-8.
6. Amagai M. Pemphigus. In: Bolognia JL, Schaffer JV, Cerroni L, editors. Dermatology.
Edisi ke-4. US: Elsevier;2018.h. 492-509.

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 5


Lampiran 1.

Level of evidence
Derajat Jenis evidence
Ia Evidence merupakan hasil meta-analisis atau sistematik review dari berbagai

uji klinik acak dengan kontrol/kelola (randomized controlled trials)


Ib Evidence berasal dari minimal satu uji klinik acak dengan kontrol/kelola

(randomized controlled trials)


IIa Evidence berasal dari paling sedikit satu uji klinik dengan pembanding, tetapi

tanpa randomisasi
IIb Evidence berasal dari paling sedikit satu hasil penelitian dengan rancangan

quasi-experimental
III Evidence berasal dari penelitian deskriptif non eksperimental seperti misalnya

studi komparatif, studi korelasi, dan studi kasus


IV Evidence berasal dari laporan komite ahli atau opini ataupun pengalaman

klinik dari ahli yang diakui

Sumber: sign (scottish intercollegiate guideline network)

Kategori dari rekomendasi

(US. Preventive Service Task Force)


Level A Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik lebih baik dengan

risiko sedikit
Level B Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit lebih baik

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 6


dengan risiko sedikit
Level C Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit, dimana

perbandingan antara manfaat dan risiko sama


Level D Suatu penelitian yang tidak mempunyai bukti cukup, kualitas jelek

atau banyak pertentangan

Level of Evidence dan Peringkat Rekomendasi

LEVEL LITERATUR REKOMENDASI


Ia. Meta-analisis Randomized Clinical Trial A
Ib. Minimal satu Randomized Clinical Trial
IIa. Minimal satu non- Randomized Clinical Trial B
IIb. Studi kohort dan atau kasus kontrol
IIIa. Studi cross – sectional C
IIIb. Seri kasus dan laporan kasus
IV Konsensus dan pendapat ahli

Panduan Praktik Klinis – RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 7

Anda mungkin juga menyukai