Email: indra.kusuma@gadjahmada.edu
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya manajemen laba pada peristiwa
pergantian Direktur Utama (CEO). Pergantian CEO dalam penelitian ini meliputi baik
pergantian rutin maupun pergantian non-rutin berdasarkan informasi yang diperoleh dari
risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa (RUPS). Sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan terdaftar di Bursa
Efek Indonesia yang mengalami pergantian CEO pada periode penelitian tahun 2000
sampai 2009. Terjadinya praktek manajemen laba diukur menggunakan akrual diskresioner
dengan Modified Jones Model dan Rowchordory’ of Real Earnings Management. Hasil
penelitian membuktikan bahwa pada peristiwa pergantian CEO non-rutin, CEO yang baru
menjabat melakukan manajemen laba dengan menggunakan akrual diskresioner untuk
menurunkan laba pada tahun pergantian. Bukti terjadinya manajemen laba pada peristiwa
pergantian CEO konsisten dengan teori bahwa CEO baru akan meminimalkan laba yang
dilaporkan pada tahun pergantian jabatan mereka dengan cara ‘earning bath’. Namun
demikian, penelitian ini tidak berhasil membuktikan terjadinya manajemen laba pada
peristiwa pergantian CEO rutin. Selain itu, CEO lama dalam peristiwa pergantian CEO
non-rutin tidak melakukan manajemen laba pada tahun terakhir sebelum pergantian. Oleh
karena itu, manipulasi laba bukan argumen untuk pergantian CEO non-rutin.
Kata kunci: Manajemen laba, akrual diskresioner, pergantian CEO rutin dan non-rutin
ABSTRACT
This study investigates earnings management of CEO changes in Indonesia. CEO change
is classified either as routine or non-routine based on RUPS (General Shareholders Meeting)
and RUPSLB (Extraordinary General Shareholders Meeting) information. The samples are
listed company undergoing CEO changes in the Indonesian Stock Market observed from 2000
to 2009. To identify the earnings management practice, modified Jones model of discretionary
accruals and Rowchordory’ of real earnings management are employed. The study provides
evidence of non-routine incoming CEO undertaking earnings management by minimizing the
earnings in the year of CEO change. The evidence shows that reporting minimum earnings is
consistent with the notion of new CEO’s engagement in an ‘earnings bath’. However, this study
does not support the theory of management compensation contracts during routine CEO
changes. In addition, the incumbent CEO in the non-routine changes does not practice
earnings management in the final year before the change. Therefore, manipulating earnings is
not the argument to a non routine change of CEO.
67
68 JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2011: 67-79
CEO memiliki tanggung jawab utama pada tambahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan-
pelaporan keuangan perusahaan. Perilaku mana- nya sendiri.
jemen laba CEO yang muncul pada saat periode Berbagai bentuk manajemen laba seperti
akan diganti atau ketika menggantikan CEO pada taking a bath, perataan laba (income smoothing),
suatu perusahaan merupakan hal yang menarik maksimalisasi atau minimalisasi pendapatan
untuk diteliti mengingat tanggung jawab CEO dapat dilakukan oleh pihak manajemen dengan
terhadap pelaporan keuangan perusahaan. Pene- memanfaatkan peluang yang ada dalam standar
litian yang menguji apakah CEO yang baru ber- akuntansi seperti penerapan kebijakan akuntansi
henti dan CEO yang baru saja diangkat di per- atau pemilihan metoda akuntansi yang diguna-
usahaan Indonesia melakukan manajemen laba kan. Adanya kemungkinan manipulasi ini karena
belum banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian fleksibilitas yang diberikan oleh standar akun-
ini berusaha memberikan bukti indikasi mana- tansi.
jemen laba ketika terjadi pergantian CEO di Gumanti (2000) menjelaskan bahwa mana-
Indonesia. jemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh
Penelitian ini bertujuan untuk menguji se- manajer atau para pembuat laporan keuangan
cara empiris apakah terjadi manajemen laba di dalam proses pelaporan keuangan suatu organi-
sekitar tahun pergantian CEO. Secara spesifik sasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat
penelitian ini menguji indikasi adanya manajemen dari tindakan yang dilakukan. Penjelasan Gumanti
lama pada periode sebelum pergantian, pada saat (2000) menekankan manajemen laba tidak harus
pergantian, dan periode setelah pergantian CEO dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data
baik yang rutin maupun yang tidak rutin. atau informasi akuntansi namun berkaitan dengan
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pemilihan metoda akuntansi untuk mengatur
manajemen laba di Indonesia sebagian besar me- keuntungan yang dapat dilakukan karena memang
lihat praktik manajemen laba dari perspektif diperkenankan menurut standar akuntansi (account-
kinerja pasar. Penelitian ini berbeda dari pene- ing regulations).
litian-penelitian terdahulu tentang manajemen Healy dan Wahlen (1999) mendefinisikan mana-
laba karena penelitian ini melihat perilaku mana- jemen laba sebagai berikut:
jemen laba pada saat pergantian CEO di Indo- "Manajemen laba terjadi ketika manajemen
nesia. Oleh karena itu, penelitian ini dapat ber- menggunakan pertimbangan (judgment) dalam
manfaat untuk mengisi kesenjangan literatur pelaporan keuangan dan dalam penyusunan
tentang manajemen laba. transaksi untuk mengubah laporan keuangan
baik dengan tujuan untuk menyesatkan bebe-
Manajemen Laba rapa pemangku kepentingan tentang kinerja
ekonomi perusahaan atau untuk mempe-
Kerangka dasar penyusunan laporan keuang- ngaruhi hasil kontrak (contractual outcomes)
an PSAK (2009) menyatakan bahwa tujuan lapor- yang bergantung pada angka akuntansi yang
an keuangan adalah untuk menyediakan infor- dilaporkan."
masi mengenai posisi keuangan, kinerja serta per-
Dechow dan Skinner (2000) kemudian me-
ubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
ngemukakan bahwa istilah manajemen laba mun-
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
cul pada saat peneliti, khususnya peneliti akun-
pengambilan keputusan ekonomi. Berdasarkan
tansi, mencoba menghubungkan antara suatu
pernyataan ini, dapat dijabarkan bahwa laporan
variabel ekonomi tertentu dan upaya-upaya mana-
keuangan adalah alat komunikasi yang digunakan
jer untuk mengambil manfaat atas variabel ter-
untuk menghubungkan pihak-pihak yang memi- sebut.
liki kepentingan terhadap perusahaan. Selain
sebagai alat komunikasi, laporan keuangan juga Pergantian CEO dan Manajemen Laba
merupakan alat bagi manajer untuk memper-
tanggungjawabkan (stewardship) pengelolaan CEO di Indonesia lebih dikenal dengan istilah
sumber daya yang telah dipercayakan kepadanya. direktur atau dewan direksi. Direktur merupakan
Untuk mencapai tujuannya, laporan keuang- penyebutan secara umum terhadap pemimpin
an disusun atas dasar akrual. Roychowdhury (2006) suatu perusahaan dalam Perseroan Terbatas (PT).
menyatakan bahwa dasar akrual ini dapat men- Di Indonesia pengaturan terhadap direktur (CEO)
jadi celah bagi CEO untuk melakukan manajemen terdapat dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang
laba. Akses yang dimiliki CEO terhadap informasi Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007 Bab
dalam laporan keuangan, memampukan CEO VII mengatur fungsi, wewenang, dan tanggung
untuk menentukan bentuk dan isi informasi jawab direksi.
70 JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2011: 67-79
Seorang direktur atau dewan direksi dalam Teori agensi menjelaskan bahwa sebagai
jumlah direktur dalam suatu perusahaan (mini- agen, CEO harus dievaluasi dengan suatu ukuran
mal satu), yang dapat dicalonkan sebagai direktur, yang mampu menyediakan informasi tentang
dan cara pemilihan direktur ditetapkan dalam kinerja dan kemampuan CEO tersebut. Hasil
anggaran dasar perusahaan. Pada umumnya penelitian Balsam (1998), Dechow dan Skinner
direktur memiliki tugas antara lain: (2000), Bergstresser dan Philippon (2006), menun-
1. Memimpin perusahaan dengan menerbitkan jukkan bahwa ketika kompensasi CEO diberikan
kebijakan-kebijakan perusahaan berdasarkan laba perusahaan, maka CEO akan
2. Memilih, menetapkan, mengawasi tugas dari
memilih metoda akuntansi yang dapat meningkat-
karyawan dan kepala bagian (manajer)
kan laba perusahaan sehingga kompensasi yang
3. Menyetujui anggaran tahunan perusahaan
4. Menyampaikan laporan kepada pemegang saham diterimanya juga meningkat. Jadi dapat disimpul-
atas kinerja perusahaan kan bahwa manajemen laba dilakukan oleh CEO
karena baik dari teori maupun bukti-bukti empiris
Kritik yang berkembang tentang pemberian menunjukkan bahwa laba telah dijadikan sebagai
kompensasi berbasis kinerja yang berkaitan dengan suatu target dalam proses penilaian prestasi usaha
pelaporan keuangan adalah, terciptanya dorongan seorang CEO maupun perusahaan.
bagi CEO untuk terlibat dalam perilaku opor- Penelitian mengenai manajemen laba akrual
tunistik dengan mengorbankan perusahaan (Dechow dan aktivitas real yang terjadi saat pergantian
dan Sloan, 1991; Dikolli et al, 2009). CEO yang CEO rutin di negara lain memiliki hasil yang
kinerjanya dinilai berdasarkan laba tentu akan mendukung teori ini. Dalam management compen-
berusaha mencapai laba yang ditargetkan. Tetapi sation contracts, CEO yang berencana untuk
ada saatnya laba yang dicapai lebih rendah dari berhenti dari perusahaan memiliki dorongan
laba yang ditargetkan. Apabila hal ini terjadi, untuk memanipulasi laba guna memperoleh bonus
maka CEO akan berhadapan dengan risiko pe- yang lebih tinggi dan meningkatkan reputasi (job
nilaian buruk atas kinerjanya. Untuk mengatasi security).
risiko ini, CEO akan berusaha memperoleh tambah- Dukungan atas management compensation
an laba dengan cara manipulasi metoda akuntansi contracts nampak pada hasil penelitian Dechow
dan non-akuntansi.
dan Sloan (1991), Balsam (1998), Bergtresser dan
Penelitian mengenai pengaruh kompensasi
Philippon (2006) yang memberikan bukti bahwa
CEO terhadap manajemen laba telah dilakukan
antara lain oleh Cheng dan Warfield (2005), Berg- CEO pada umumnya mengelola laba berjalan
stresser dan Philppon (2006). Kedua penelitian ini pada akhir masa jabatan mereka dengan mengor-
menemukan bahwa ada hubungan positif antara bankan kinerja masa depan. Berdasarkan teori
kompensasi CEO stock-based (khususnya option- dan hasil-hasil penelitian tersebut, maka hipotesis
based) dengan manipulasi laba. pertama yang diajukan adalah:
HI: Pada periode sebelum pergantian CEO rutin,
Pergantian CEO Rutin terjadi manajemen laba untuk meningkatkan
laba.
Pergantian CEO rutin didefinisikan sebagai
proses yang terencana, yang diketahui oleh CEO Pergantian CEO Non Rutin
yang akan berhenti dari jabatannya dan CEO baru
yang akan menggantikan (Wells 2002). Dari defi- Pergantian CEO non rutin dideskripsikan
nisi tersebut dapat diketahui bahwa pergantian ini sebagai tindakan yang relatif tidak direncanakan
sudah diantisipasi, baik oleh CEO lama maupun dan perusahaan memiliki waktu yang sedikit
CEO pengganti. untuk memilih CEO pengganti yang cocok (Wells
Wells (2002) selanjutnya mengemukakan pada 2002). Pada pergantian CEO non rutin, sedikit
pergantian CEO rutin, CEO yang berhenti dan kemungkinan bahwa CEO pengganti adalah orang
CEO yang akan menjabat biasanya sudah saling dalam perusahaan dan CEO yang dihentikan
mengenal satu dengan yang lain dan mereka masuk dalam dewan komisaris.
sudah memiliki tujuan yang sama. Salah satu
Contoh situasi pergantian CEO non rutin
contoh pergantian CEO rutin adalah saat CEO
adalah CEO dipecat dari jabatannya karena
lama berhenti dari jabatannya dan menjabat
sebagai anggota dewan komisaris, sementara CEO kinerjanya yang buruk, atau karena CEO ter-
baru direkrut dari kalangan internal perusahaan. tangkap tangan melakukan manajemen laba.
Konsekuensi dari relasi ini adalah CEO yang baru Ketika CEO lama ini dipecat, perusahaan akan
mungkin akan menggan melakukan manajemen merekrut CEO baru (ada kemungkinan berasal
laba sehingga memberikan atribut yang baik bagi dari luar perusahaan) dalam waktu yang relatif
pendahulunya. singkat.
Adiasih: Manajemen Laba pada Saat Pergantian CEO di Indonesia 71
Desai (2006) mengamati pada tahun 1996 Singkatnya, CEO baru pada pergantian non
sampai dengan tahun 2003 penelitian-penelitian rutin diharapkan untuk melakukan melakukan
mengenai manajemen laba di Amerika menunjuk- manajemen laba untuk penurunan laba atau
kan bukti yang kuat bahwa manajemen laba yang mengambil apa yang disebut big bath di tahun
terjadi di perusahaan disebabkan karena motivasi pergantian CEO. Penurunan laba ini akan men-
insentif. Kuatnya bukti perilaku oportunistik ini jadi yang paling menonjol untuk CEO baru sebagai
justru diiringi oleh kurangnya penelitian mengenai bagian dari pergantian non rutin. Dampak mana-
konsekuensi yang seharusnya diterima oleh CEO jemen laba pada tahun perubahan akan berbalik
ketika melakukan manajemen laba. Penelitian pada periode berikutnya, berkaitan dengan harap-
yang dilakukan oleh Desai et al (2006) mengenai an memperoleh insentif berdasarkan kinerja.
manipulasi laba di Amerika Serikat menunjukkan Balsam (1998) menemukan bahwa CEO
bahwa CEO menghadapi pemecatan jika per- menggunakan metoda akuntansi untuk dapat
usahaan mereka menyatakan kembali laba atau meningkatkan kompensasi yang diterimanya ber-
dikenai sanksi disiplin oleh Securities and Ex- dasarkan kinerja. Hasil pengujian Bergstresser
dan Philippon (2006) membuktikan bahwa ada
change Commission untuk pelanggaran keuangan.
hubungan langsung antara manajemen laba
Hazarika et al (2009) kemudian meneliti
dengan insentif keuangan yang diterima oleh
hubungan pemecatan CEO dengan manajemen
CEO. Laba yang dapat ditangguhkan oleh CEO
laba. Penelitian Hazarika membuktikan bahwa
baru pada periode pergantian memiliki dampak
pergantian CEO non rutin berhubungan positif
positif pada kompensasi baik melalui kontrak
dengan akrual abnormal. Berdasarkan teori dan eksplisit atau imbalan implisit sehingga diharap-
penelitian mengenai penyebab pergantian CEO kan pada pergantian non rutin, CEO baru akan
non rutin, maka hipotesis yang diajukan adalah: melakukan manajemen laba untuk meningkatkan
H2: Pergantian CEO non rutin terjadi karena ada laba di periode setelah pergantian.
manajemen laba pada tahun sebelum per- H4: Pada tahun setelah pergantian CEO non
gantian rutin, manajemen laba digunakan untuk
meningkatkan laba yang dilaporkan.
Berbeda dengan motivasi manajemen laba
yang dilakukan saat pergantian CEO rutin, pada METODE PENELITIAN
pergantian CEO non rutin manajemen laba justru
dilakukan oleh CEO baru. CEO baru justru akan Sampel dan Data
meminimalkan laba yang dilaporkan pada tahun
pergantian masa jabatan mereka dengan cara big Metoda pengambilan sampel dalam peneliti-
bath (Wells 2002). an ini adalah purposive sampling. Sampel awal
Menurut kontrak kompensasi formal, penye- adalah semua perusahaan yang pengumuman
bab minimalisasi laba oleh CEO baru pada tahun RUPS dan RUPSLB tersedia di database Bursa
pertama masa jabatan mereka karena CEO baru Efek Indonesia (BEI) dan data keuangannya ter-
tidak bertanggung jawab atas kinerja buruk CEO sedia di Indonesian Capital Market Directory
sebelumnya. Laba buruk yang dilaporkan pada (ICMD) pada periode tahun 2000–2009. Sampel
tahun pertama masa jabatan CEO baru dapat awal ini kemudian berkurang dengan dikeluar-
dikatakan secara eksplisit adalah akibat dari kannya perusahaan-perusahaan industri keuang-
buruknya kinerja CEO sebelumnya. Minimalisasi an. Klasifikasi industri yang digunakan adalah
klasifikasi pada ICMD.
laba dilakukan dengan cara menangguhkan laba
Sampel dipilih sesuai dengan kriteria ter-
untuk periode berikutnya. Laba yang dapat di-
tentu untuk mendapatkan sampel yang represent-
tangguhkan untuk periode berikutnya akan me-
tatif. Kriteria pemilihan sampel adalah sebagai
miliki dampak positif pada kompensasi baik me-
berikut:
lalui kontrak eksplisit atau imbalan implisit.
1. Perusahaan yang melakukan pergantian CEO
Penelitian Wells (2002) dan Dikolli et al pada tahun 2000 sampai tahun 2009.
(2009) membuktikan bahwa terjadi minimalisasi 2. Perusahaan yang dijadikan sampel adalah per-
laba pada tahun pertama masa jabatan CEO baru usahaan dalam kelompok industri manufaktur,
pada pergantian non rutin dan meningkatnya laba jasa, dan dagang, bukan dari kelompok per-
pada tahun kedua masa jabatan. Berdasarkan usahaan perbankan, asuransi, atau kelompok
teori dan hasil penelitian tersebut, hipotesis yang lembaga keuangan lainnya.
diajukan adalah: 3. Menerbitkan laporan keuangan secara lengkap
H3: Pada periode pergantian CEO non rutin, dan berturut-turut dari tahun 2000 sampai
manajemen laba digunakan untuk mengu- dengan tahun 2009 yang merupakan periode
rangi laba yang dilaporkan. amatan dalam penelitian ini.
72 JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2011: 67-79
Berdasarkan kriteria di atas, akhirnya pene- pulasi akrual dan pengeluaran diskresioner abnor-
litian ini mendapatkan sampel 18 perusahaan mal untuk manipulasi aktivitas real. CEO dapat
yang melakukan pergantian CEO non rutin, dan melakukan manajemen laba dengan dua cara,
39 perusahaan yang melakukan pergantian CEO yaitu manipulasi akrual dan manipulasi faktor
rutin. real (Roychowdhury, 2006; Cohen et al, 2008).
Secara sederhana manipulasi akrual dapat
Definisi Operasional Variabel Pergantian didefinisikan sebagai judgment CEO yang diguna-
CEO dan Manajemen Laba kan secara sengaja untuk memanipulasi catatan
akuntansi dengan tujuan untuk menampilkan
Pergantian CEO kondisi keuangan tertentu kepada stakeholders
(Healy dan Wahlen, 1999). Akrual merupakan
Variabel pertama penelitian ini adalah per- „alat‟ yang alamiah bagi CEO untuk memindahkan
gantian CEO. Informasi mengenai data pergantian kos dari satu periode ke periode lainnya. Mani-
CEO diperoleh dari laporan keuangan tahunan pulasi akrual dilakukan oleh CEO untuk menyem-
(annual report) perusahaan yang terdaftar di BEI bunyikan kinerja yang buruk dan atau menunda
dari tahun 2000 sampai dengan 2009, yaitu dari bagian dari laba tahun sekarang untuk ditambah-
www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market kan pada tahun yang akan datang (Gul et al,
Directory (ICMD). Untuk menentukan apakah 2003).
pergantian CEO terpaksa atau sukarela, peneliti- Pada umumnya ada beberapa alasan yang
an ini mengikuti aturan yang digunakan oleh menyebabkan CEO menggunakan manipulasi
Hazarika et al (2009). Pergantian CEO diklasifi- akrual. Pertama, tujuan dari manipulasi akrual
kasikan sebagai pergantian non rutin jika: adalah untuk mengelola laba dalam laporan laba
a. CEO dipecat, dipaksa keluar dari posisinya, rugi (Roychowdhury 2006). Kedua, manajemen
karena perbedaan kebijakan yang tidak spe- laba dapat dilakukan secara mudah karena hanya
mengubah kebijakan akuntansi perusahaan dan
sifik, atau
tidak memerlukan kreativitas untuk membuat
b. CEO pensiun berusia kurang dari 60 tahun
transaksi bisnis baru (Gul et al 2003). Kebijakan
dan tidak ada pengumuman bahwa CEO ter-
akuntansi perusahaan yang dirubah adalah pemi-
sebut meninggal, meninggalkan perusahaan
lihan metoda, unsur-unsur perkiraan (misal: umur
karena kesehatan yang buruk, atau menerima
ekonomis, perkiraan piutang tidak tertagih), dan
posisi lain, atau
unsur-unsur transaksi (misal: mengubah struktur
c. CEO "pensiun" tapi meninggalkan pekerjaan
sewa guna usaha dari operating lease menjadi
dalam waktu enam bulan dari pengumuman
capital lease).
“pensiun". Penelitian ini menggunakan manipulasi
d. Jika CEO tetap bekerja sebagai anggota dewan akrual dan manipulasi faktor real karena menurut
komisaris, penelitian ini akan mengklasifikasi- Cohen et.al (2008), setelah adanya Undang
kan sebagai pergantian CEO sukarela. Undang Sarbanes Oxley (SOX) diterapkan di ling-
kungan bisnis, terutama Amerika, terjadi per-
Secara teknis, di Indonesia, klasifikasi per- ubahan cara melakukan manajemen laba. CEO
gantian CEO dapat diketahui melalui pengumum- merubah cara manajemen laba dari manipulasi
an Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang akrual menjadi manipulasi aktivitas real. Pene-
diterbitkan oleh perusahaan. Namun karena litian Cohen et al (2008) menyatakan bahwa
dalam RUPS yang diterbitkan seringkali tidak perubahan cara manajemen laba disebabkan
dicantumkan alasan pergantian CEO, maka karena setelah SOX diterapkan fokus utama
penelitian ini mendefinisikan bahwa pergantian eksternal auditor ketika mengaudit laporan
CEO rutin terjadi apabila perusahaan memberi- keuangan perusahaan adalah mendeteksi terjadi-
kan informasi pergantian tersebut dalam RUPS. nya mistatement kebijakan akuntansi.
Pergantian CEO non rutin terjadi apabila per- Data mengenai penghitungan manipulasi
usahaan memberikan informasi pergantian ter- akrual dan aktivitas real adalah total aktiva,
sebut dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar aktiva tetap, piutang, pendapatan, laba bersih,
Biasa (RUPSLB) dan CEO yang digantikan tidak pengeluaran diskresioner, dan arus kas dari ope-
menjabat sebagai anggota dewan komisaris per- rasi. Data mengenai pergantian CEO, data untuk
usahaan. menghitung manipulasi akrual dan aktivitas real
diperoleh dari laporan keuangan tahunan (annual
Manajemen Laba report) perusahaan yang terdaftar di BEI dari
tahun 2000 sampai dengan 2009, yaitu dari
Manajemen laba sebagai variabel kedua di- www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market
proksikan dengan akrual diskresioner untuk mani- Directory (ICMD).
Adiasih: Manajemen Laba pada Saat Pergantian CEO di Indonesia 73
Gambar 2. Deskripsi Studi Peristiwa Periode Gambar 4. Deskripsi Studi Peristiwa Periode
Sebelum Pergantian CEO Non Rutin Setelah Pergantian CEO Non Rutin
Statistik Deskriptif
tahun t-1 t0 t+1 tahun Melalui statistik deskriptif dapat diketahui
2000 2009
bahwa sebelum melakukan pergantian, perusaha-
an yang melakukan pergantian CEO rutin adalah
Gambar 3. Deskripsi Studi Peristiwa Periode
Pergantian CEO Non Rutin
perusahaan yang memiliki rata-rata aset di atas
Adiasih: Manajemen Laba pada Saat Pergantian CEO di Indonesia 75
Rp 2 triliun. Perusahaan yang melakukan per- Laba bersih dan penjualan periode sebelum
gantian CEO non rutin, pada periode sebelum pergantian CEO menunjukkan jumlah yang paling
pergantian memiliki rata-rata aset sebesar Rp 1,9 rendah bila dibandingkan dengan laba pada
triliun. periode pergantian dan setelah pergantian. Hal ini
Tabel 1 menyajikan statistik deskriptif sampel ditunjukkan dengan rata-rata laba sebelum per-
pergantian CEO non rutin selama tiga tahun dari gantian sebesar Rp 344 miliar dan rata-rata pen-
variabel masing-masing model. Pada perusahaan jualan sebesar Rp 2,4 triliun, sedangkan pada
yang melakukan pergantian CEO non rutin, periode pergantian, laba menunjukkan rata-rata
statistik deskriptif sebelum pergantian menunjuk- sebesar Rp 414 miliar.
kan bahwa besar rata-rata laba bersih adalah Rp
189 milyar dengan rata-rata penjualan sebesar Rp Tabel 1. Pergantian CEO Non Rutin (dalam jutaan
1,8 triliun. Rata-rata akrual total sebesar Rp 5 rupiah)
miliar mengindikasikan bahwa tidak terjadi (n = 18)
manajemen laba, seperti yang dihipotesiskan pada Rata-rata
hipotesis 2. Statistik deskriptif pada masa sebelum (Deviasi Standar)
Variabel
pergantian menunjukan bahwa manajemen laba Sebelum Setelah
Pergantian
bukanlah penyebab pergantian CEO non rutin. pergantian pergantian
Ada kemungkinan pergantian CEO disebabkan 189.466 72.961 457.972
Laba bersih (374.372) (281.677) (1.468.673)
oleh buruknya kinerja perusahaan pada masa
CEO tersebut memimpin. 1.908.126 2.748.546 3.386.073
Saat periode pergantian CEO non rutin, laba Assetit-1 (3.468.509) (4.855.524) (6.098.251)
bersih mengalami penurunan dengan rata-rata
sebesar Rp 72 miliar. Penurunan laba bersih ini 1.542.319 1.767.393 1.783.969
juga diikuti dengan penurunan akrual total, dari PPEit (3.842.370) (4.121.593) (4.046.227)
rata-rata akrual senilai Rp 5 milyar menjadi
minus Rp 264 milyar. Penurunan laba bersih yang 1.862.797 2.468.791 2.308.459
seiring dengan penurunan total akrual dapat Salesit (2.288.720) (3.240.903) (4.128.909)
menjadi indikasi terjadinya manajemen laba
untuk meminimalkan laba (Cohen et al, 2008), 221.968 269.065 316.097
Biaya diskresioner (265.514) (360.553) (390.261)
seperti yang dinyatakan pada hipotesis 3, karena
rata-rata penjualan justru meningkat menjadi Rp
1.259.433 1.688.001 1.618.187
2,4 triliun. Biaya produksi (1.433.341) (1.911.380) (1.993.697)
Periode setelah pergantian CEO menunjuk-
kan peningkatan rata-rata laba bersih yang cukup 184.349 337.043 598.042
tinggi dengan sebesar Rp 457 miliar. Akrual total Arus kas (753.590) (878.465) (1.636.732)
pada periode setelah pergantian juga menunjuk- perasional
kan peningkatan dengan rata-rata menjadi minus 5.117 -264.082 -140.070
Rp 140 miliar. (500.472) (746.742) (242.147)
Kenaikan laba bersih dan akrual total ini Akrual total
tidak diikuti dengan peningkatan penjualan.
Setelah pergantian CEO, penjualan justru Nilai rata-rata akrual total yang minus
mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar sebesar Rp 38 miliar pada periode sebelum per-
Rp 2,3 triliun. Pola kenaikan laba, kenaikan gantian menunjukkan bahwa ada indikasi mana-
akrual dan penurunan penjualan pada Tabel 1 jemen laba pada periode sebelum pergantian CEO
dapat menimbulkan dugaan terjadinya mana- (Cohen et al 2008). Pada masa pergantian, nilai
jemen laba yang digunakan untuk menaikkan minus rata-rata akrual total meningkat menjadi
laba, seperti yang dinyatakan dalah hipotesis 4. Rp 55 miliar. Peningkatan nilai minus ini meng-
Melalui statistik deskriptif pada Tabel 1 indikasikan bahwa pada periode pergantian CEO
dapat diduga, bahwa pada perusahaan sampel rutin juga terjadi manajemen laba yang digunakan
pergantian CEO non rutin terjadi manajemen laba untuk menurunkan laba. Indikasi ini diperkuat
untuk minimalisasi laba pada tahun pertama dengan kenaikan rata-rata biaya diskresioner
masa jabatan CEO baru dan meningkatkan laba menjadi Rp 341 miliar dan penurunan rata-rata
pada tahun kedua masa jabatan. arus kas operasional menjadi Rp 457 miliar pada
Tabel 2 menunjukkan deskriptif statistik periode setelah pergantian.
sampel perusahaan yang melakukan pergantian Pola akrual total pada pergantian CEO rutin
CEO rutin. Perusahaan sampel yang melakukan memiliki kesamaan dengan pola akrual total pada
pergantian CEO rutin menunjukkan kinerja laba pergantian CEO non rutin. Persamaan pola ter-
bersih, penjualan, dan arus kas operasi yang sebut adalah pada periode pergantian, rata-rata
meningkat dari tahun ke tahun. akrual total selalu lebih kecil dari periode sebelum
76 JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2011: 67-79
pergantian dan setelah pergantian. Rata-rata kan bahwa ada indikasi walaupun CEO memiliki
akrual total yang selalu lebih kecil pada kedua kesempatan untuk memaksimumkan penilaian
periode pergantian ini mengindikasikan bahwa kinerja, yang diukur dengan laba pada akhir masa
pada periode pergantian terjadi manajemen laba jabatannya, CEO tidak menggunakan kesempatan
untuk menurunkan laba. tersebut. Hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata
residual akrual diskresioner, arus kas abnormal,
Tabel 2. Pergantian CEO Rutin (dalam jutaan biaya diskresioner abnormal, dan biaya produksi
rupiah) abnormal yang semuanya secara stastistik tidak
(n = 39) berbeda dari nol.
Rata-rata Salah satu kriteria yang mendasari perganti-
Variabel
(dalam jutaan rupiah)
an CEO rutin adalah bila CEO yang „pensiun‟
Sebelum Setelah
pergantian
Pergantian
pergantian
tetap berada di dalam perusahaan dan menjabat
344.100 414.844 570.334 sebagai anggota dewan komisaris. Kriteria peng-
Laba bersih (931.283) (914.204) (1.829.979) golongan ini dapat menjelaskan mengapa per-
gantian CEO rutin pada penelitian ini menimbul-
2.233.562 3.868.066 2.963.516 kan dampak yang baik bagi kinerja perusahaan,
Assetit-1 (3.383.983) (8.540.189) (4.606.530) walaupun terjadi penurunan aset. CEO lama
masih terlibat dalam memonitor dan mengawasi
1.142.873 1.329.701 1.597.341 operasional perusahaan (Wells 2002). Pada sta-
PPEit (2.311.156) (2.824.603) (3.474.143) tistik deskriptif dapat dilihat bahwa setelah per-
gantian CEO, perusahaan mengalami kenaikan
2.461.104 3.201.449 3.902.974
Salesit (3.431.879) (4.548.696) (6.129.501) laba dan arus kas.
Penemuan ini memang tidak konsisten
230.721 327.567 341.793 dengan management compensation contracts dan
Biaya diskresioner (419.431) (563.258) (568.766) mayoritas penemuan pada penelitian manajemen
laba dan pergantian CEO di Amerika (lihat
1.643.759 2.346.605 2.600.292 Bergstresser dan Phillipon 2006). Mayoritas pene-
Biaya produksi (2.180.282) (3.254.215) (4.471.301)
muan mengenai manajemen laba pada pergantian
382.888 470.496 457.065 CEO mendukung pernyataan bonus plan hypo-
Arus kas (935.670) (906.778) (1.120.165) thesis. Meskipun tidak konsisten dengan bonus
operasional plan hypothesis, penemuan ini konsisten dengan
-38.792 -55.652 113.269 temuan Murphy dan Zimmerman (1993). Murphy
(262.767) (443.854) (1.133.774) dan Zimmerman juga tidak menemukan bukti
Akrual total bahwa CEO yang memasuki periode pensiun
melakukan manipulasi laba untuk memenuhi ke-
Pergantian CEO Rutin dan Manajemen Laba pentingan pribadinya (misal, memperoleh bonus).
Selain itu, hasil penelitian Murphy dan
Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa pada
Zimmerman (1993), Scott (2000) menjelaskan
periode sebelum pergantian CEO rutin (t-1),
alternatif penyebab tidak ditemukannya mana-
terjadi manajemen laba untuk meningkatkan laba
diuji dengan menggunakan uji rata-rata one jemen laba pada pergantian CEO rutin. Scott
sample t-test. Hasil uji untuk model Modified Jones (2000) mengemukakan bahwa ketika dewan komi-
manajemen laba real menunjukkan bahwa rata- saris mengetahui masa jabatan CEO akan ber-
rata akrual diskresioner periode t-1 pergantian akhir, maka dewan komisaris akan secara khusus
CEO secara statistis tidak berbeda dari nol, memonitor aktivitas variabel real perusahaan
sehingga uji statistis menyatakan bahwa H1 tidak seperti biaya riset dan pengembangan, sehingga
terdukung (lihat Tabel 3). manajemen laba yang bersifat oportinistik dapat
segera dideteksi.
Tabel 3. Manajemen Laba pada Periode Sebelum
Pergantian CEO Rutin Pergantian CEO Non Rutin dan Manajemen
(n = 39) Laba
Rata- Simpang-
Variabel t p-value
rata an Baku Manajemen Laba untuk Menurunkan Laba
Akrual diskresioner 0,0133 0,0155 0,858 0,396
Arus kas abnormal -0,0260 0,0231 -1,127 0,267
Biaya diskresioner abnormal 0,0048 0,0313 0,155 0,878
Hipotesis 2 menyatakan bahwa pergantian
Biaya produksi abnormal -0,0020 0,0432 -0,048 0,962 CEO non rutin terjadi karena ada manajemen laba
pada sebelum pergantian CEO. Hasil uji hipotesis
Tabel 3 menyajikan hasil uji rata-rata one 2 untuk uji rata-rata one sample t-test model
sample t-test untuk model Modified Jones dan Modified Jones dan manajemen laba real sebelum
manajemen laba real. Hasil uji statistis menunjuk- pergantian CEO disajikan pada Tabel 4.
Adiasih: Manajemen Laba pada Saat Pergantian CEO di Indonesia 77
Tabel 4. Manajemen Laba pada Periode Sebelum yang paling rendah yaitu sebesar Rp 72 milyar
Pergantian CEO Non Rutin namun terjadi kenaikan rata-rata penjualan se-
(n = 18) besar Rp 2,6 triliun. Hasil uji hipotesis ini mem-
Rata- Simpang- p- berikan indikasi bahwa CEO baru menggunakan
Variabel t
rata an Baku value
akrual diskresioner untuk manajemen laba.
Akrual diskresioner 0,0252 0,0312 0,809 0,430
Arus kas abnormal 0,0005 0,0368 0,015 0,988
Biaya diskresioner - 0,0395 -0,010 0,992
Manajemen Laba untuk Menaikkan Laba
abnormal 0,0004 0,0634 0,237 0,815
Biaya produksi abnormal 0,0150 Penelitian Wells (2002) dan Dikolli et al
(2009) membuktikan bahwa terjadi minimalisasi
Rata-rata akrual diskresioner, rata biaya dis- laba pada tahun pergantian masa jabatan CEO
kresioner abnormal, arus kas abnormal, dan biaya baru pada pergantian non rutin dan meningkat-
produksi abnormal secara statistis tidak berbeda nya laba pada tahun pertama masa jabatan yang
dari nol menunjukkan bahwa tidak terdapat disebabkan oleh manajemen laba. Tabel 8 me-
indikasi manajemen laba pada periode sebelum nunjukkan hasil uji one sample t test dari akrual
pergantian CEO non rutin. Hasil uji statistis diskresioner, arus kas abnormal, biaya diskresio-
untuk hipotesis 2 menunjukkan bahwa hipotesis 2 ner abnormal, dan biaya produksi abnormal
tidak terdukung. sebagai proksi manajemen laba.
Melalui temuan ini dapat disimpulkan bahwa Hasil uji dari keempat variabel tersebut
penyebab pergantian CEO bukan karena CEO me- menunjukkan rata-rata tidak berbeda dari nol.
lakukan manajemen laba dan tertangkap tangan Jadi, hasil uji dari one sample t test untuk hipotesis
oleh pemangku kepentingan, namun karena sebab 4 menyatakan bahwa hipotesis ini tidak ter-
lain. Temuan ini konsisten dengan penelitian dukung, walaupun pada periode ini, laba per-
DeFond dan Hung (2004) yang menyatakan usahaan naik dengan rata-rata sebesar Rp 457
bahwa pergantian CEO di negara yang termasuk miliar. Kenaikan laba ini justru diikuti dengan
dalam kriteria weak law performance tidak ber- rata-rata penurunan penjualan sebesar Rp 2,3
hubungan dengan perlindungan investor. triliun.
Berbeda dengan pergantian CEO rutin, pada Menurunnya penjualan namun diiringi dengan
pergantian CEO non rutin manajemen laba justru meningkatnya laba sebenarnya merupakan satu
dilakukan oleh CEO baru. CEO baru akan indikasi terjadinya manajemen laba. Tapi pada
meminimalkan laba yang dilaporkan pada tahun penelitian ini indikasi manajemen laba tidak
pergantian jabatan mereka dengan cara big bath terbukti secara statistis.
(Wells 2002). Minimalisasi laba ini karena CEO
Tabel 6. Manajemen Laba pada Periode Setelah
baru tidak bertanggung jawab atas kinerja buruk Pergantian CEO
CEO sebelumnya, sehingga laba buruk yang di- (n = 18)
laporkan pada tahun pertama masa jabatannya Rata- Simpang- p-
dapat diartikan secara implisit adalah akibat dari Variabel t
rata an Baku value
buruknya kinerja CEO sebelumnya. Akrual diskresioner 0,0094 0,0426 0,221 0,827
Arus kas abnormal -0,0011 0,0670 -0,016 0,987
Tabel 5. Manajemen Laba pada Periode Perganti- Biaya diskresioner 0,0008 0,0333 0,025 0,980
an CEO Non Rutin abnormal
Biaya produksi abnormal -0,0471 0,6770 -0,696 0,495
(n = 18)
Rata- Simpang- p-
Variabel t Hampir serupa dengan hasil uji hipotesis 1,
rata an Baku value
Akrual diskresioner -0,0436 0,0232 -1,8790,077* hasil uji hipotesis 4 tidak konsisten dengan mana-
Arus kas abnormal 0,0005 0,0325 0,017 0,987 gement compensation contracts Namun, penemuan
Biaya diskresioner -0,0004 0,0356 -0,012 0,991 ini konsisten dengan temuan Laux dan Laux
abnormal 0,0150 0,0634 0,237 0,815 (2009). Penemuan Laux dan Laux (2009) menjelas-
Biaya produksi abnormal kan bahwa kurang ada keterkaitan antara
*) signifikan pada tingkat = 10% manajemen laba dengan insentif CEO.
laba. Penelitian ini menemukan beberapa hal secara keseluruhan. Pengaruh ini mungkin juga
mengenai manajemen laba pada peristiwa per- menjadi penyebab gagalnya pengujian menangkap
gantian CEO, yaitu: manajemen laba yang terjadi.
1. Fenomena manajemen laba pada saat perganti-
an CEO, baik pergantian rutin maupun non Saran
rutin, banyak tidak terdukung pada perusaha-
an sampel Indonesia dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan model Modified
2. Pergantian CEO rutin antara lain didefinisikan Jones dan Roychowdhury (2006) untuk mendeteksi
sebagai masih terlibatnya CEO lama sebagai manajemen laba pada pergantian CEO. Hasil dari
komisaris perusahaan. Terjadinya kenaikan penggunaan kedua model ini adalah hanya model
kinerja laba dan penjualan dapat menjadi Modified Jones yang mampu mendeteksi terjadi-
indikasi bahwa CEO yang „pensiun‟ masih nya manajemen laba pada pergantian CEO non
terlibat memonitor kinerja perusahaan. rutin. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan
3. Pada peristiwa pergantian CEO non rutin, untuk dapat menggunakan model lain seperti
CEO yang baru menjabat melakukan mana- model Healy, DeAngelo, Jones, atau Industry
jemen laba dengan menggunakan akrual dis- (Dechow et al, 1995). Jika memungkinkan, dunia
kresioner untuk menurunkan laba pada tahun akademis juga dapat mengembangkan model
pergantian. untuk mendeteksi manajemen laba dengan
4. Model yang berhasil mendeteksi adanya mana- konteks Indonesia.
jemen laba dalam penelitian ini adalah
Modified Jones yang mengasumsikan akrual DAFTAR PUSTAKA
total (total accrual) sebagai sumber manipulasi.
Salah satu asumsi dasar pelaporan keuangan Ardiati, Aloysia Yanti (2005), “Pengaruh Manaje-
adalah basis akrual. Penyimpangan akrual men Laba Terhadap Return Saham pada
memiliki keunggulan bahwa manajemen laba Perusahaan yang Diaudit oleh KAP Big 5 dan
dapat dilakukan melalui metoda-metoda yang KAP Non Big 5”, Jurnal Riset Akuntansi
tidak melanggar standar akuntansi. Indonesia 8 (3), 235-249.
5. Tidak adanya indikasi bahwa dalam perganti- Balsam, Steven (1998), “Discretionary Accounting
an CEO rutin, CEO yang akan pensiun akan Choices and CEO Compensation”, Contempo-
menggunakan kesempatan untuk melakukan rary Accounting Research 15 (3), 229-252.
manajemen laba demi kepentingan pribadi Bergstresser, Daniel dan Thomas Philippon (2006),
(misal, memperoleh bonus atau bagian dari “CEO Incentives and Earnings Management”,
saham perusahaan). Simpulan ini memang Journal of Financial Economics 80 (3), 511-
masih harus diteliti lebih lanjut karena masih 529.
banyak alternatif penjelasan mengenai tidak Cheng, Q. dan T.D. Warfield (2005), “Equity
signifikannya indikasi manajemen laba pada Incentives and Earnings Management”,
The Accounting Review 80 (2), 441-476.
pergantian CEO rutin (misal, fenomena ter-
Cohen, D.A., A. Dey, dan T.Z. Lys (2008), “Real and
sebut memang jarang ada di Indonesia).
Accrual-Based Earnings Management in the
Pre- and Post-Sarbanes-Oxley Periods”, The
Keterbatasan
Accounting Review 83 (2), 757-787.
Dechow, Patricia M. dan Richard G. Sloan (1991).
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam
“Executive Incentives and the Horizon Problem”,
hal sedikitnya sampel yang diuji. Total perusaha-
Journal of Accounting and Economics 14, 51-
an yang menjadi sampel adalah 57 perusahaan
89.
dari 113 perusahaan yang memiliki peristiwa Dechow, Patricia M., R.G Sloan, dan A.P. Sweeney
pergantian CEO. Salah satu penyebab tidak (1995), “Detecting Earnings Management”,
digunakannya sampel perusahaan yang memiliki The Accounting Review 77 (2), 193-225.
peristiwa pergantian CEO adalah tidak tersedia- Dechow, Patricia M. dan Douglas J. Skinner (2000),
nya data RUPS dan RUPSLB secara lengkap dan “Earnings Management: Reconciling the
terstruktur di portal BEI. Terbatasnya ketersedia- Views of Accounting Academics, Practitioners,
an informasi, khususnya, berita RUPS dan and Regulators”. Accounting Horizons 14 (2),
RUPSLB, dapat menjadi masukan bagi regulator 235-250.
untuk membuka informasi tersebut bagi masya- DeFond, Mark L. dan Mingyi Hung (2004), “Inves-
rakat. tor Protection and Corporate Governance:
Terbatasnya sampel pada penelitian ini men- Evidence from Worldwide CEO Turnover”,
jadikan penambahan satu perusahaan dalam Journal of Accounting Research 42 (5), 269-
sampel akan mempengaruhi hasil uji statistisk 312.
Adiasih: Manajemen Laba pada Saat Pergantian CEO di Indonesia 79
Desai, Hemang, Chris E. Hogan, Michael, S. Wil- Mc Nichols, Maureen F. (2000), “Research Design
kins (2006), “The reputational Penalty for Issues in Earnings Management Studies”, Jour-
Aggressive Accounting: Earnings Restate- nal of Accounting and Public Policy 19, 313-
ments and Management Turnover”, The 345.
Accounting Review 81 (1), 83-112. Murphy, K.J. dan J.L. Zimmerman (1993), “Financial
Dikolli, Shane S., Susan L. Kulp, Kareen L. Performance Surrounding CEO Turnover”,
Sedatole (2009), “Transient Institutional Owner- Journal of Accounting and Economics 16, 273-
ship and CEO Contracting”, The Accounting 316.
Review 84 (3), 737-770. Raharjono, Dominikus Agus Budi (2005), Hubung-
Gul, Ferdinand A., Charles J.P. Chen, Judy S.L. an Manajemen Laba Menjelang IPO dengan
Tsui (2003), “Discretionary Accounting Accruals, Nilai Awal Perusahaan dan Return Saham
Managers‟ Incentives, and Audit Fee”, Contem- Setelah IPO, Tesis, Universitas Gadjah Mada.
porary Accounting Research 20 (3), 441-464. Roychodhury, Sugata (2006), “Earnings Manage-
Gumanti, Tatang Ary (2000), “Earnings Manage- ment Trough Real Activities Manipulation”.
ment: Suatu Telaah Pustaka”, Jurnal Akun- Journal of Accounting and Economics 42, 335-
tansi & Keuangan 2 (2), 104-115. 370.
Gumanti, Tatang Ary (2001), “Earnings Manage- Sutanto, Intan Imam (2000), Indikasi Manajemen
ment dalam Penawaran Saham Perdana di Laba (Earnings Management) Menjelang IPO
Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi oleh Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia 4 (2), 165-183. Jakarta, Tesis, Universitas Gadjah Mada.
Hazarika, Sonali, Jonathan M. Karpoff, Rajarishi Syaiful (2002), Analisis Hubungan Antara Manaje-
Nahata (2009), Earnings Management and men Laba (Earnings Management) Dengan
Forced CEO Turnover: Empirical Evidence. Kinerja Operasi dan Return Saham di Sekitar
Working Paper, New York University. IPO, Tesis, Universitas Gadjah Mada.
Healy, Paul M. dan James M. Wahlen (1999), “A Schipper, Katherine (1989), “Commentary on Ear-
Review of the Earnings Management Litera- nings Management”, Accounting Horizons 3
ture and Its Implications for Standard (4), 91-102.
Setting”, Accounting Horizons 13 (4), 365-383. Scott, William R. (2000), Financial Accounting
Ikatan Akuntan Indonesia (2009), Pernyataan Theory, Edisi Kedua, Prentice-Hall Canada
Standar Akuntansi Keuangan: Kerangka Inc.
Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Sholihin, Mahfud dan Ainun Na‟im (2004), “Ethical
Keuangan. Salemba Empat. Jakarta. Judgement Manajer Terhadap Praktik Ear-
Kalyta, Paul (2009), “Accounting Discretion, Horizon nings Management”, Jurnal Riset Akuntansi
Problem, and CEO Retirement Benefits”, The Indonesia 7 (2), 179-191.
Accounting Review 84 (5), 1553-1573 UU no. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Ter-
Laux, Christian dan Volker Laux (2009), “Board batas, diakses dari www.sisminbakum.go.id/
Committees, CEO Compensation, and Earnings peraturan/Data/UU_no_40_th_2007.pdf pada
Management”, The Accounting Review 84 (3), tanggal 21 Agustus 2010.
869-891. Wahyudi, Yuyun (2006), Manajemen Laba dan
Lin, Che Wei (2004), Adam Smith dan Pelajaran Kandungan Informasi Pada Saat Pengumum-
Berharga dari Skandal Keuangan di AS. di- an Pergantian Manajemen, Tesis, Universitas
akses dari www.freewebs.com/elibrary-iai/ Gadjah Mada.
Adam Smith dan Pelajaran Berharga dari Wells, Peter (2002), “Earnings Management Surro-
Skandal Keuangan di AS.html. pada tanggal unding CEO Changes”, Accounting and Fi-
17 Desember 2010. nance 42, 169-193.
Lo, Kin (2008), “Earnings Management and Ear- Widiastuty, Erna (2004), Pengaruh Manajemen Laba
nings Quality”, Journal of Accounting and Terhadap Return Saham, Tesis, Universitas
Economics 45, 350-357. Gadjah Mada.