PENDAHULUAN
Fenomena manajemen laba sering terjadi di dunia nyata saat ini dan
adanya kegiatan rekayasa laporan keuangan pada PT Asuransi Jiwasraya (AJS), hal ini
dibuktikan dengan adanya manipulasi laba sebesar Rp 360,3 miliar pada tahun 2006.
Sejak 2006, laba yang terdapat pada laporan keuangan PT Asuransi Jiwasraya (AJS)
merupakan laba semu yang muncul akibat adanya rekayasa akuntansi. Ketua BPK Agung
Firman Saputra mengatakan, bahwa pada terdapat opini adverse atau dimodifikasi pada
Pada 2017, BPK menemukan adanya kecurangan dalam pencadangan laba sebesar
(cnbcindonesia.com 20 Januari 2023). Selain kasus PT. Asuransi Jiwasraya (AJS) ada
kasus-kasus lain yang juga terjadi diantaranya kasus PT. Kimia Farma pada tahun 2002,
PT. Indofarma pada tahun 2001, dan PT. Invisi Infracom pada tahun 2015.
1
2
dilakukan agar laporan keuangan perusahaan dapat terlihat baik, sehingga para
oleh manajemen dalam proses penentuan laba biasanya untuk memenuhi tujuannya
sendiri. Manajemen laba sering melibatkan window - dressing atas laporan keuangan
khususnya jumlah laba. Manajemen laba dapat berupa mempercantik laporan keuangan
jika manajer memanipulasi akrual tidak memiliki konsekuensi arus kas. manajemen laba
bisa dilakukan menggunakan dua cara. Pertama mengubah metode akuntansi yang
merupakan bentuk manajemen laba yang terlihat. Kedua mengubah estimasi dan
manajemen laba yang tersembunyi. Manajemen laba juga dapat menjadi nyata jika
manajer mengambil tindakan terkait dengan konsekuensi arus kas untuk tujuan mengelola
Manajemen laba yang dilakukan oleh manajer timbul karena keinginan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan dengan laba besar serta adanya masalah keagenan yaitu
entitas dalam mendapatkan laba pada tahun tertentu. Entitas yang mempunyai
profitabilitas di atas rata-rata menampilkan kinerja entitas tersebut telah berjalan dengan
baik serta sanggup menghasilkan laba yang bertambah setiap tahunnya (Agustia &
Suryani, 2018).
Menurut (Asyati & Farida, 2020) profitabilitas dapat menarik perhatian dan minat
para investor untuk berinvestasi di perusahaan tertentu, sehingga dapat memicu manajer
potensi akan tindakan manipulasi laba yang dilakukan manajer perusahaan dapat tercipta
Faktor lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba yaitu leverage. Menurut
(Arlita, Bone, et al., 2019) leverage ialah alat yang berguna dalam mengukur perilaku
manajer pada praktik manajemen laba. Leverage adalah rasio yang dapat digunakan pula
untuk melihat dan mengukur seberapa banyak aset yang terdapat pada perusahaan yang
telah dibiayai dengan menggunakan hutang (Agustia & Suryani, 2018), semakin tinggi
jumlah hutang yang besar. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung
untuk melakukan aktivitas manajemen laba agar dapat meningkatkan kinerjanya dan
memperoleh penilaian yang baik di mata investor, serta bertujuan agar perusahaan tetap
mendapatkan bantuan pinjaman dari kreditor (Kusumawati, 2019). Rasio leverage yang
tinggi akan mengakibatkan perusahaan menghadapi risiko yang lebih tinggi pula, hal ini
menyebabkan para investor menginginkan return atau pengembalian yang semakin besar.
Kondisi tersebut tentunya juga dapat mendorong manajer untuk melakukan aktivitas
manajemen laba sebagai salah satu upaya untuk menghindari pelanggaran perjanjian
Dalam mengukur leverage dalam penelitian ini penulis menggunakan rumus Debt
to Equity Ratio (DER) menunjukkan hubungan antara jumlah utang jangka panjang
dengan jumlah modal yang dimiliki perusahaan. Rasio ini berguna untuk mengetahui
Dalam mengukur profitabilitas pada penelitian ini juga penulis menggunakan rasio
tingkat volume usaha tertentu. Return On Assets (ROA) dapat diinterpretasikan sebagai
tingkat efesiensi perusahaan, yaitu sejauh mana perusahaan menekan biaya – biaya yang
ada di perusahaan. ROA juga merupakan tolak ukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan total aktiva. Rasio ini menunjukan tingkat efesiensi investasi
yang kelihatan pada efektivitas pengolahan modal sendiri (Sari & Devi, 2018)
Objek dari penelitian ini yaitu menggunakan perusahaan yang terdaftar di BEI sub
sektor rokok. Alasan penulis memilih sub sektor rokok dalam penelitian dikarenakan
rokok menjadi salah satu perusahaan manufaktur andalan yang berkontribusi besar
negara. Hal ini dapat tercermin dari hasil pencapaian kinerjanya dan pergerakan harga
sahamnya selama ini tercatat konsisten dan positif, baik dalam peningkatan produktivitas,
investasi, dan penyerapan tenaga kerja. Industri rokok menjadi salah satu sektor yang
beberapa sub sektor diantaranya sub sektor rokok, sub sektor makanan dan minuman, sub
sektor farmasi, sub sektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga, dan sub sektor
peralatan rumah tangga. Berikut mengenai data perusahaan manufaktur sektor industri
Gambar 1. 1
Persentase Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi
rokok adalah sebesar 10%, terdapat 5 perusahaan. Sub sektor rokok di Indonesia
merupakan salah satu sektor yang diposisikan sebagai sektor yang diunggulkan yang
menopang industri nasional sehingga berperan penting. Dapat dilihat dalam Gambar 1.2.
Gambar 1. 2
Pertumbuhan Industri Rokok
Berdasarkan data yang didapatkan melalui Badan Pusat Statistik (BPS), produk
domestik bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK) industri pengolahan tembakau
atau rokok sebesar Rp21,96 triliun pada kuartal I-2022. Nilai tersebut tumbuh 0,98%
dibanding pada periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy) sebesar Rp21,75
tembakau sebesar 6,03% (yoy) pada kuartal IV/2021. Adapun, industri pengolahan
selama lima kuartal berturut-turut. Industri tersebut pun kembali naik ke level
tertingginya sejak awal pandemi Covid-19 sebesar 6,03% (yoy). Hanya saja, pertumbuhan
kinerja industri pengolahan tembakau harus melambat pada Januari-Maret 2022. Kondisi
itu tak lepas dari meningkatnya cukai rokok sebesar 12% pada tahun ini. Adapun, industri
(Agustia & Suryani, 2018) menjelaskan bahwa ukuran perusahaan, leverage, umur
sehingga penulis bermaksud untuk meneliti kembali pengaruh profitabilitas dan leverage
terhadap manajemen laba dengan menggunakan data sampel yang baru. Untuk objek
penelitian penulis mengambil data pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk
2. Praktik Manajemen Laba tidak dilarang selama itu dalam batasan yang diperbolehkan
yang lebih.
simultan ?
1. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian guna melakukan penelitian
selanjutnya terkait Manajemen Laba dan dapat mendukung serta memberikan bukti
2. Bagi Perusahaan
dalam upaya manajemen laba apakah berdampak positif atau negatif terhadap
keuangan.
Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi dan bahan informasi dalam melakukan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Teori Agensi (Agency Theory) Menurut (G. Mayorga et al., 2016) teori
Hubungan agensi terjadi ketika salah satu pihak yang bertindak sebagai
pihak yang menyewa pihak lain (principal) untuk melaksanakan suatu jasa
perusahaan adalah sebagai agent. Elemen kunci dalam teori agensi adalah
bahwa principal dan agent memiliki preferensi atau tujuan yang berbeda,
principal dan agent atau biasa disebut dengan asimetri informasi. Salah satu
(Pradipta 2019).
adalah informasi laba, hal ini dikarenakan informasi laba dipandang dapat
Scott (2015) manajemen laba adalah pilihan yang dilakukan oleh manajer
dilakukan oleh perusahaan juga ikut berubah. Perubahan ini akan menjadi
manajer untuk mengelola laba. Manajer akan mengelola laba pada laporan
keuangan agar selalu bisa mencapai tingkat kinerja yang memberikan bonus.
laba yang dapat menaikkan laba dan pendapatan, serta cenderung melanggar
a. Motivasi Bonus
pelunasan utang).
c. Motivasi Politik
d. Motivasi Pajak
penghasilan.
e. Perpindahan CEO
akan diperolehnya.
secara luas oleh para investor dan analis untuk menilai saham. Dalam hal
1. Taking a Bath
Taking a Bath adalah pola manajemen laba yang dilakukan dengan cara
rendah (bahkan rugi) atau sangat ekstrim tinggi dibandingkan dengan laba
2. Income Minimization
menjadikan laba pada laporan keuangan menjadi lebih rendah dari pada
3. Income Maximization
menjadikan laba pada laporan keuangan menjadi lebih tinggi dari pada
4. Income smoothing
laba akuntansi relative konsisten dari periode ke periode. Dalam hal ini
14
terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih,
estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak
adalah model modifikasi jones (The Modified Jones Model), yang dihitung
15
berikut:
Keterangan:
TAit = Total akrual perusahaan i dalam periode t. NIit = Laba bersih
perusahaan i pada periode t.
CFOit = Arus kas operasi perusahaan i pada periode t
Lalu untuk menskala data, semua variabel tersebut dibagi dengan aset
Keterangan:
TAit = Total akrual perusahaan i dalam periode t.
Ait-1 = Total aset total perusahaan i pada periode t-1.
∆Revit = Perubahan penjualan bersih perusahaan i pada periode t.
PPEit = Property, plant, and equipment perusahaan i pada periode t.
α1, α2, α3 = Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi.
εit = Error term perusahaan i pada periode t.
Keterangan:
NDAit = Non discretionary accruals perusahaan i pada periode t.
Ait-1 = Total aset total perusahaan i pada periode t-1.
∆Revit = Perubahan penjualan bersih perusahaan i pada periode t.
∆Recit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode t.
PPEit = Property, plant, and equipment perusahaan i pada periode t.
α1, α2, α3 = Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi.
Nilai parameter α1, α2, dan α3 adalah hasil dari perhitungan pada
langkah ke-2. Isikan semua nilai yang ada dalam formula sehingga nilai
17
accrual) adalah akrual yang dapat berubah bukan karena kebijakan atau
manajemen laba akrual dengan cara menghitung total akrual dengan non
Keterangan:
DAit = Discretionary accruals perusahaan i pada periode
t. TAit = Total akrual perusahaan i dalam periode t.
NDAit = Non discretionary accruals perusahaan i pada periode t.
2.1.3 Leverage
tingkat hutang dalam perusahaan. Rasio hutang dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Rasio hutang
Rasio hutang merupakan gambaran dari total aset yang dimiliki oleh
perbandingan dari aset dan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Ketika
tersedia di perusahaan.
Leverage pada perusahaan ada dua macam, yaitu operating leverage dan
perusahaan. Jika rasio ini semakin besar, maka dapat dijelaskan bahwa