Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

NYERI AKUT

OLEH :

GRACE SELA WAHYUNI DEVI

NIM. PO.62.20.1.19.013

POLITEKNIK KEMENKES PALANGKA RAYA

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

REGULER XXIIA

2021
1. PENGERTIAN
Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi setelah
cedera akut, penyakit atau intervensi bedah, dan memiliki awitan yang
cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) serta
berlangsung singkat (kurang dari enam bulan) dan menghilang dengan atau
tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Nyeri akut
biasanya berlangsung singkat. Pasien yang mengalami nyeri akut biasanya
menunjukkan gejala perspirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan
darah meningkat serta pallor.

2. ETIOLOGI
a. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)
b. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

3. TANDA DAN GEJALA


• Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif : Tampak meringis, Bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri), Gelisah, Frekuensi nadi meningkat, Sulit tidur

• Gejala dan Minor


Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif :Tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, Menarik diri, Berfokus pada diri
sendiri, Diaforesis

4. PATOFISIOLOGI
Nyeri akut akan menimbulkan perubahan-perubahan didalam tubuh.
Impuls nyeri oleh serat afferent selain diteruskan ke sel-sel neuron nosisepsi
di kornu dorsalis medulla spinalis, juga akan diteruskan ke sel-sel neuron di
kornu anterolateral dan kornu anterior medulla spinalis.
Nyeri akut pada dasarnya berhubungan dengan respon stres sistem
neuroendokrin yang sesuai dengan intensitas nyeri yang ditimbulkan.
Mekanisme timbulnya nyeri melalui serat saraf afferent diteruskan melalui
sel-sel neuron nosisepsi di kornu dorsalis medulla spinalis dan juga
diteruskan melalui sel-sel dikornu anterolateral dan kornu anterior medulla
spinalis memberikan respon segmental seperti peningkatan muscle spasm
(hipoventilasi dan penurunan aktivitas), vasospasm (hipertensi), dan
menginhibisi fungsi organ visera (distensi abdomen, gangguan saluran
pencernaan, hipoventilasi). Nyeri juga mempengaruhi respon
suprasegmental yang meliputi kompleks hormonal, metabolik dan
imunologi yang menimbulkan stimulasi yang noxious. Nyeri juga berespon
terjadap psikologis pasien seperti interpretasi nyeri, marah dan takut. Impuls
yang diteruskan ke sel-sel neuron di kornua antero-lateral akan
mengaktifkan sistem simpatis. Akibatnya, organ-organ yang diinervasi oleh
sistem simpatis akan teraktifkan.
Nyeri akut baik yang ringan sampai yang berat akan memberikan
efek pada tubuh seperti :
a. Sistem respirasi
Karena pengaruh dari peningkatan laju metabolisme,
pengaruh reflek segmental, dan hormon seperti bradikinin dan
prostaglandin menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen
tubuh dan produksi karbondioksida mengharuskan terjadinya
peningkatan ventilasi permenit sehingga meningkatkan kerja
pernafasan. Hal ini menyebabkan peningkatan kerja sistem
pernafasan, khususnya pada pasien dengan penyakit paru.
Penurunan gerakan dinding thoraks menurunkan volume tidal
dan kapasitas residu fungsional. Hal ini mengarah pada
terjadinya atelektasis, intrapulmonary shunting, hipoksemia, dan
terkadang dapat terjadi hipoventilasi.
b. Sistem kardiovaskuler
Pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. Terjadi
gangguan perfusi, hipoksia jaringan akibat dari efek nyeri akut
terhadap kardiovaskuler berupa peningkatan produksi
katekolamin, angiotensin II, dan anti deuretik hormon (ADH)
sehingga mempengaruhi hemodinamik tubuh seperti hipertensi,
takikardi dan peningkatan resistensi pembuluh darah secara
sistemik. Pada orang normal cardiac output akan meningkat
tetapi pada pasien dengan kelainan fungsi jantung akan
mengalami penurunan cardiac output dan hal ini akan lebih
memperburuk keadaanya. Karena nyeri menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen myocard, sehingga nyeri dapat
menyebabkan terjadinya iskemia myocardial.
c. Sistem gastrointestinal
Perangsangan saraf simpatis meningkatkan tahanan sfinkter
dan menurunkan motilitas saluran cerna yang menyebabkan
ileus. Hipersekresi asam lambung akan menyebabkan ulkus dan
bersamaan dengan penurunan motilitas usus, potensial
menyebabkan pasien mengalami pneumonia aspirasi. Mual,
muntah, dan konstipasi sering terjadi. Distensi abdomen
memperberat hilangnya volume paru dan pulmonary
dysfunction.
d. Sistem urogenital
Perangsangan saraf simpatis meningkatkan tahanan sfinkter
saluran kemih dan menurunkan motilitas saluran cerna yang
menyebabkan retensi urin.
e. Sistem metabolisme dan endokrin
Kelenjar simpatis menjadi aktif, sehingga terjadi pelepasan
ketekolamin. Metabolisme otot jantung meningkat sehingga
kebutuhan oksigen meningkat. Respon hormonal terhadap nyeri
meningkatkan hormon-hormon katabolik seperti katekolamin,
kortisol dan glukagon dan menyebabkan penurunan hormon
anabolik seperti insulin dan testosteron. Peningkatan kadar
katekolamin dalam darah mempunyai pengaruh pada kerja
insulin. Efektifitas insulin menurun, menimbulkan gangguan
metabolisme glukosa. Kadar gula darah meningkat. Hal ini
mendorong pelepasan glukagon. Glukagon memicu peningkatan
proses glukoneogenesis. Pasien yang mengalami nyeri akan
menimbulkan keseimbangan negative nitrogen, intoleransi
karbohidrat, dan meningkatkan lipolisis. Peningkatan hormon
kortisol bersamaan dengan peningkatan renin, aldosteron,
angiotensin, dan hormon antidiuretik yang menyebabkan retensi
natrium, retensi air, dan ekspansi sekunder dari ruangan
ekstraseluler.
f. Sistem hematologi
Nyeri menyebabkan peningkatan adhesi platelet,
meningkatkan fibrinolisis, dan hiperkoagulopati.
g. Sistem imunitas
Nyeri merangsang produksi leukosit dengan lympopenia dan
nyeri dapat mendepresi sistem retikuloendotelial. Yang pada
akhirnya menyebabkan pasien beresiko menjadi mudah
terinfeksi.
h. Efek psikologis
Reaksi yang umumnya terjadi pada nyeri akut berupa
kecemasan (anxiety), ketakutan, agitasi, dan dapat menyebabkan
gangguan tidur. Jika nyeri berkepanjangan dapat menyebabkan
depresi.
i. Homeostasis cairan dan elektrolit
Efek yang ditimbulkan akibat dari peningkatan pelepasan
hormon aldosterom berupa retensi natrium. Efek akibat
peningkatan produksi ADH berupa retensi cairan dan penurunan
produksi urine. Hormon katekolamin dan kortisol menyebabkan
berkurangnya kalium, magnesium dan elektrolit lainnya.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Nyeri merupakan suatu keluhan (symptom). Berkenaan dengan hal
ini diagnostik nyeri sesuai dengan usaha untuk mencari penyebab terjadinya
nyeri. Langkah ini meliputi langkah anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan kalau perlu pemeriksaan radiologi serta
pemeriksaan imaging dan lain-lain. Dengan demikian diagnostik terutama
ditujukan untuk mencari penyebab. Dengan menanggulangi penyebab,
keluhan nyeri akan mereda atau hilang. Pemeriksaan laboratorium spesifik
untuk menegakkan diagnosa nyeri tidak ada.
a. Anamnesis yang teliti
Dalam melakukan anamnesis terhadap nyeri kita harus
mengatahui bagaimana kualitas nyeri yang diderita meliputi
awitan, lama, dan variasi yang ditimbulkan untuk mengetahui
penyebab nyeri. Selain itu, kita juga harus mengetahui lokasi
dari nyeri yang diderita apakah dirasakan diseluruh tubuh atau
hanya pada bagian tubuh tertentu. intensitas nyeri juga penting
ditanyakan untuk menetapkan derajat nyeri. Tanyakan pula
keadaan yang memperberat atau memperingan nyeri. Tanyakan
pula tentang penyakit sebelumnya, penggobatan yang pernah
dijalani, dan alergi obat.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang benar sangat diperlukan untuk
menguraikan patofisiologi nyeri. Pemeriksaan vital sign sangat
penting dilakukan untuk mendapatkan hubungannya dengan
intensitas nyeri karena nyeri menyebabkan stimulus simpatik
seperti takikardia, hiperventilasi dan hipertensi. Pemeriksaan
Glasgow come scale rutin dilaksanakan untuk mengetahui
apakah ada proses patologi di intracranial. Pemeriksaan khusus
neurologi seperti adanya gangguan sensorik sangat penting
dilakukan dan yang perlu diperhatikan adalah adanya
hipoastesia, hiperastesia, hiperpatia dan alodinia pada daerah
nyeri yang penting menggambarkan kemungkinan nyeri
neurogenik.
c. Pemeriksaan psikologis
Mengingat faktor kejiwaan sangat berperan penting dalam
manifestasi nyeri yang subjektife, maka pemeriksaan psikologis
juga merupakan bagian yang harus dilakukan dengan seksama
agar dapat menguraikan faktor-faktor kejiwaan yang menyertai.
Test yang biasanya digunakan untuk menilai psikologis pasien
berupa the Minnesota Multiphasic Personality Inventory
(MMPI). Dalam menetahui permasalahan psikologis yang ada
maka akan memudahkan dalam pemilihan obat yang tepat untuk
penaggulangan nyeri.
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk
mengatahui penyebab dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan
seperti pemeriksaan laboratorium dan imaging seperti foto
polos, CT scan, MRI atau bone scan.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berbagai modalitas pengobatan nyeri yang beraneka ragam dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Modalitas fisik
Latihan fisik, pijatan, vibrasi, stimulasi kutan (TENS), tusuk jarum,
perbaikan posisi, imobilisasi, dan mengubah pola hidup.
b. Modalitas kognitif-behavioral
Relaksasi, distraksi kognitif, mendidik pasiern, dan pendekatan
spiritual.
c. Modalitas Invasif
Pendekatan radioterapi, pembedahan, dan tindakan blok saraf.
d. Modalitas Psikoterapi
Dilakukan secara terstruktur dan terencana, khususnya bagi merreka
yang mengalami depresi dan berpikir ke arah bunuh diri
e. Modalitas Farmakoterapi
Mengikuti ”WHO Three-Step Analgesic Ladder” yaitu :
1. Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat
seperti NSAID atau COX2 spesific inhibitors.
2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka
diberikan obat-obat seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara
intermiten.
3. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah
opiat yang lebih kuat.
Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri paada
proses transduksi dapat diberikan anestesik lokal dan atau obat anti
radang non steroid, pada transmisi inpuls saraf dapat diberikan obat-
obatan anestetik lokal, pada proses modulasi diberikan kombinasi
anestetik lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan pada persepsi
diberikan anestetik umum, narkotik, atau parasetamol.
7. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan yang terdiri dari adalah suatu bagian dari
komponen proses keperawatan sebagai suatu usaha perawat dalam
menggali permasalahan yang ada di pasien meliputi pengumpulan
data tentang status kesehatan pasien yang yang dilakukan secara
sistematis, menyeluruh atau komprehensif, akurat, singkat dan
berlangsung secara berkesinambungan. Terdiri dari :
• Identitas : nama, umur, jenis kelamin, Pendidikan, pekerjaan,
alamat, nomor registrasi, diagnose medis.
• Riwayat kesehatan : keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang-
dahulu-keluarga serta riwayat nyeri
• Kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual : makan, minum,eliminasi,
aktivitas.
• Pemeriksaan fisik : keadaan umum, keadaan fisik, dan gejala
kardinal

Pada pasien dengan nyeri akut dalam kategori fisiologis dengan


subkategori nyeri dan kenyamanan, perawat harus mengkaji data mayor dan
minor yang tercantum dalam buku Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (2017).
Tanda dan gejala mayor diantaranya yaitu subyektif (mengeluh
nyeri), objektif (tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi
menghindari nyeri)), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Tanda
dan gejala minor diantaranya yaitu objektif (tekanan darah meningkat, pola
nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik
diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.
Untuk membantu klien dalam mengutarakan masalah/keluhannya
secara lengkap, pengkajian yang bisa dilakukan oleh perawat untuk
mengkaji karakteristik nyeri bisa menggunakan pendekatan analisis
symptom.
Numerical Rating Scale (NRS)
Pasien dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada
skala verbal (misal: tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau
sangat hebat; atau 0-10; 0= tidak ada nyeri, 10= nyeri sangat hebat),
nomor yang menerangkan tingkat nyeri yang dipilih oleh pasien
akan mewakilkan tingkat intensitas nyerinya. Tingkatan nyeri yang
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
• Skala 1 : tidak ada nyeri
• Skala 2-4 : nyeri ringan, dimana klien belum mengeluh
nyeri, atau masih dapat ditolerir karena masih dibawah
ambang rangsang.
• Skala 5-6 : nyeri sedang, dimana klien mulai merintih
dan mengeluh, ada yang sambil menekan pada bagian yang
nyeri
• Skala 7-9 : termasuk nyeri berat, klien mungkin
mengeluh sakit sekali dan klien tidak mampu melakukan
kegiatan biasa
• Skala 10 : termasuk nyeri yang sangat, pada tingkat ini
klien tidak dapat lagi mengenal dirinya.

Analisis Symptom Pengkajian Nyeri


• P: Propokatif atau paliatif
Apakah yang menyebabkan gejala? Apa saja yang dapat mengurangi
dan memperberatnya?
• Q: Kualitas atau kuantitas Bagaimana gejala (nyeri) dirasakan,
sejauh mana Anda merasakannya sekarang?
• R: Regional/area/terpapar/radiasi Dimana lokasi nyeri
dirasakan?Apakah menyebar?
• S: Skala keparahan Seberapa keparahan dirasakan (nyeri dengan
skala berapa)? (1-10)
• T: Timing atau waktu Kapan mulai timbul? Seberapa sering gejala
terasa? Apakah tiba-tiba atau bertahap?

Sebagai contoh : Nyeri pada ulkus diabetik kaki kanan setelah amputasi.

P : Nyeri pada ulkus diabetik kaki kanan

Q : Nyut-nyut pada kaki kanan

R : kaki kanan

S : Skala 5

T : Hilang Timbul

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN : Nyeri akut b.d agen pencedera fisik

(SDKI Edisi I Cetakan III Tahun 2017; Nyeri Akut D.0077 hal 172)

9. INTERVENSI
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam,
tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil (SLKI, L.08066 hal 145) ;
1. Keluhan nyeri menurun dengan skor 5
2. Meringis menurun dengan skor 5
3. Gelisah menurun dengan skor 5
4. Kesulitan tidur menurun dengan skor 5
5. Frekuensi nadi membaik dengan skor 5
6. Pola napas membaik dengan skor 5
7. Tekanan darah membaik dengan skor 5

(SIKI Edisi I Cetakan II Tahun 2017; Manajemen Nyeri I.08238 hal


201)

No Intervensi Rasional
1 Observasi: 1. Untuk mengetahui
1. Observasi dan kondisi, tingkat dan
identifikasi skala rasa nyeri
karakteristik dan 2. Teknik relaksasi nafas
skala nyeri (P, Q, R, dalam dapat
S, T). mengurangi nyeri yang
dirasakan dan membuat
Terapeutik : pasien lebih tenang
1. Lakukan teknik 3. Meningkatkan
relaksasi nafas pengetahuan dan
dalam. kemampuan pasien
dalam mengelola nyeri
Edukasi : dengan teknik nafas
1. Informasikan dan dalam
ajarkan teknik 4. Untuk proses
relaksasi nafas dalam penyembuhan pasien
kepada pasien jika dengan pemberian
nyeri timbul analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
analgetik.
10. EVALUASI
Evaluasi formatif meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP ; Subjektif, Objektif, Analisis Data dan Perencanaan.
Hasil evaluasi sesuai tujuan intervensi yang ingin dicapai yaitu;
Nyeri berkurang/hilang, wajah tenang, dan pasien tampak rileks, apabila
masalah belum teratasi lanjutkan intervensi.
Sebagai contoh :
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Nyeri akut b.d agen pencedera S:
fisik Pasien mengatakan nyeri
sedikit berkurang karena
intensitas timbulnya nyeri
sedikit berkurang

O:
P: Nyeri pada ulkus diabetik
kaki kanan
Q: Nyut-Nyut pada kaki
kanan
R: Kaki kanan
S: Skala 4
T: Hilang timbul

Keadaan umum pasien;


lemah,
Kesadaran; composmentis,
pasien nampak tidak gelisah
namun kadang wajah pasien
masih meringis,
Nampak pasien belum
paham dengan cara teknik
nafas dalam yang benar
(pasien sesekali
menghembuskan nafas tidak
melalui mulut, tetapi melalui
hidung)

TTV; TD : 170/90 mmHg


Suhu; 35,8ºC
Nafas; 20x/menit
Nadi; 80x/menit

A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi.
-lanjutkan identifikasi skala
nyeri
-lanjutkan teknik relaksasi
nafas dalam.
-Lanjutkan kolaborasi dalam
pemberian obat analgetik

11. DAFTAR PUSTAKA


Wilkinson, J.M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC. Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan
Klasifikasi.

Anda mungkin juga menyukai