Anda di halaman 1dari 21

A.

Evolusi Invertebrata Awal


Sejarah kehidupan dibumi baru dimulai sekitar 3,5 milyar tahun
lalu dengan munculnya mikroorganisme sederhana yaitu bakteri dan
ganggang. Kemudian dilanjutkan pada masa proterozoikum sekitar 2,5
milyar – 290 juta tahun lalu mulai berkembangnya organisme bersel
tunggal menjadi bersel banyak yaitu enkaryotes dan prokaryotes.
Menjelang akhir masa proterozoikum, organisme lebih kompleks, jenis
invertebrata bertubuh lunak mulai muncul dilautan. Invertebrata tersebut
diantaranya yaitu ubur-ubur, cacing, dan koral. Masa arkeozoikum dan
proterozoikum ini dikenal sebagai masa pra-kambrium.
Kehadiran prokariot di lautan yang kaya akan bahan organik
merupakan awal dari keanekaragaman metabolisme sel-sel dan cara
makan. Prokariot merupakan organisme bersel tunggal yang paling mudah
berkembangbiak sehingga jumlah populasinya sangat banyak. Prokariot
dapat hidup pada hampir semua habitat di bumi. Selama bermilyar-milyar
tahun prokariot terus menerus berevolusi dan menjadi cikal bakal bagi
makhluk hidup bersel satu, eukariot sel hewan dan eukariot sel tumbuhan.
Sebelum munculnya tumbuhan, fungi, dan hewan, terdapat
protista, turunan eukariotik yang paling awal dari prokariot. Fosil yang
paling tertua yang diduga fosil protista adalah objek zaman prakambrium
yang disebut dengan acritarb (bahasa yunani, yang berarti “tidak jelas
asalnya” ) yang berumur 2,1 milyar tahun. Beberapa diantaranya memiliki
ukuran dan struktur yang sesuai dengan kulit sista (kapsul pelindung)
yang lepas, mirip dengan kulit pelindung yang dibuat oleh protista tertentu
saat ini.
Sebagian besar ahli sistematika setuju bahwa kingdom hewan
adalah monofiletik yaitu semua anggota dari suatu kelompok taksonomi
haruslah berasal dari satu nenek moyang. Nenek moyangnya
kemungkinan adalah suatu protista berflagella pembentuk koloni yang
hidup pada masa prakambrium yang berkerabat dengan choanoflagellata.
Choanoflagellata merupakan flagellata berkerah atau berleher yang
memiliki morfologi mirip dengan koanosit pada beberapa spons tertentu.
Hal tersebut didasarkan pada kombinasi dari bukti morfologi dan
molekular kelompok-kelompok protista yang berkerabat dekat dengan
hewan. Sehingga para saintis membuat hipotesis bahwa nenek moyang
bersama hewan yang masih hidup barangkali merupakan pemakan
suspensi yang statis, mirip dengan choanoflagellata masa kini.

Gambar 1. Salah satu bukti choanoflagellata berkerabat dekat dengan hewan.


Secara morfologis, sel-sel choanoflagellata dan sel-sel koral
(koanosit) pada spons nyaris tidak dapat dibedakan. Sel-sel koral yang
serupa telah diidentifikasi pada hewan-hewan yang lain, termasuk
knidaria, cacing pipih, dan echinodermata, tetapi tidak pernah diamati
pada protista non-choanoflagellata. Data sekuens DNA mengindikasikan
bahwa choanoflagellata dan hewan merupakan kelompok saudara. Selain
itu, gen-gen sinyal dan adhesi yang dahulu diketahui hanya dari hewan,
kini telah ditemukan pada choanoflagellata.
Dari bentuk awal yang menyerupai flagellata kemudian timbul
flagellata yang menyerupai flagellata yang ada sekarang. Hal ini sesuai
dengan teori George Cuvier yang membuktikan adanya persamaan antara
organisme yang dulu dengan yang sekarang. Organisme inilah yang
kemudian mewakili kelompok protozoa, yang kemudian dari radiasi yang
bersifat adaptatif timbullah protozoa-protozoa yang lain, yaitu kelompok
ameboid, kelompok yang bersilia, dan protozoa yang bersifat parasit.
Hewan ciliata cenderung untuk mempertahankan bentuknya dari masa ke
masa, sedangkan hewan protozoa mempunyai bentuk adaptasi antara lain
yang hidup di air tawar dan yang hidup di daratan.
Dari hewan bersel satu, terjadi perubahan yang berupa hewan
bersel banyak, diduga bahwa hewan bersel banyak mula-mula berbentuk
bola yang berongga, terdiri dari sel-sel yang hanya satu lapis saja.
Berdasarkan hipotesis, hewan tersebut disebut blastea. Nama ini diambil
dari satu bentuk esensial yang selalu dilalui oleh setiap makhluk hidup
bersel banyak dalam perkembangan embriologinya. Alga dan protozoa
sekarang ini merupakan hasil radiasi yang pertama, sedangkan blastea
tidak lagi dijumpai, kecuali dalam bentuk blastula dalam perkembangan
embrio makhluk hidup bersel banyak. Bentuk blastea merupakan bentuk
yang memungkinkan untuk berkembang lebih jauh yaitu pada radiasi
kedua dan ketiga.
1. Radiasi yang kedua
Secara hipotesis perkembangan hewan dari bentuk blastea
adalah sebagai berikut.
a. Dari tingkat blastula, embrio hewan berkembang ke arah
tingkat gastrula, sehingga terjadi 2 lapisan, yaitu lapisan
dalam (endoderma) dan lapisan luar (ektoderma). Dalam
tingkat gastrula hewan tersebut berkembang menjadi
dewasa. Contoh hewan diploblastik yang dijumpai
sekarang adalah Porifera dan Coelenterata.
b. Kemungkinan lain adalah bahwa setelah melalui tingkat
blastula dan gastrula, maka embrionya tidak berkembang
menjadi hewan dewasa, tetapi antara lapisan endoderma
dan lapisan ektoderma, terbentuklah lapisan mesoderma.
Setelah terbentuk lapisan mesoderma baru-lah berkembang
menjadi hewan dewasa. Hewan ini tidak lagi dijumpai,
namun keturunannya yang terbentuk sebagai hasil evolutif
(radiasi ketiga), dijumpai dalam berbagai bentuk.
2. Radiasi yang ketiga
Tipe-tipe triploblas dapat digolongkan dalam 4 kelompok
besar hewan hewan berikut ini karena meskipun mempunyai
mesoderma tetapi berbeda asalnya (dari bagian mana) dan
perkembangannya menjadi embrio.
a. Kelompok I
Pada kelompok I ini bagian di kanan dan kiri dari
mesoderma membentuk benjolan yang kemudian meluas
sehingga mengisi ruangan di antara ektoderma dan
endoderma. Ruang yang terbentuk disebut coelom. Karena
coelom bentuk asalnya dari endoderma maka disebut
enterocoelmata. Contohnya: Echinodermata dan Chordata.
b. Kelompok ll
Pada kelompok II mesoderma berasal dari
ektoderma. Ektoderma melepaskan keiompok-kelompok sel
dalam ruangan di antara endoderma dan ektoderma,
sehingga mesodermanya kompak dan tidak dijumpai
coelom. Hewan yang tidak memiliki coelom termasuk
dalam acoelomata. Contohnva: cacing pipih dan cacing
pita.
c. Kelompok III
Pada kelompok III ini mesoderma terbentuk dari
endoderma maupun ektoderma, hanya saja setelah
mesoderma terbentuk maka terjadi celah yang kemudian
berkembang menjadi coelom (rongga tubuh). Coelom
tersebut dinamakan schizocoel, hewan yang memiliki
schizocoel disebut schizocoelomata. Contohnya, Annelida,
Mollusca, dan Arthropoda.
d. Kelompok IV
Pada kelompok IV, mesoderma dibentuk oleh
ektoderma, hanya saja mesoderma tak memenuhi ruangan
seluruhnya, sehingga dengan demikian ruangan tidak
dibatasi oleh mesoderma tetapi oleh ektoderma. Oleh
karena itu, coelom tersebut dinamakan pseudocoel. Hewan
yang memiliki pseudocoel termasuk dalam
pseudocoelomata. Contohnya: Rotifera dan cacing gilik
atau nematoda.
B. Evolusi Invertebrata Modern
Evolusi invertebrata yang terdiri dari 30 filum dimulai dari nenek
moyang berupa protista yang hidup di laut. Protista bercabang tiga,
dimulai dari filum Porifera, filum Cnidaria, dan filum Plathyhelminthes.
Filum Plathyhelminthes bercabang menjadi tiga. Cabang pertama
bercabang lagi menjadi tiga dimulai dari filum Mollusca, filum Annelida,
dan filum Arthropoda. Cabang kedua menjadi filum Nematoda. Sedang
cabang ketiga menjadi dua, yaitu filum Echinodermata dan filum
Chordata. Dari evolusi invertebrata dapat kita ketahui bahwa evolusi
vertebrata berasal dari nenek moyang berupa Echinodermata.
Echinodermata akan berkembang menjadi Echinodermata modern
contohnya bintang laut, dan bulu babi, Hemichordata, Chordata primitif
yang terdiri dari Tunicata dan Lancelets, vertebrata modern yang terdiri
dari tujuh kelas yaitu: Agnata, Chondrichtyes, Osteichthyes, Ampibia,
Reptilia, Aves, dan Mammalia.

Gambar 2.11 Hubungan berkoloni antara kehidupan uniseluler dan


multiseluler
Organisme diatas merupakan suatu koanoflagelata, suatu protista
berkoloni yang diyakini oleh banyak ahli zoologi berhubungan dengan
nenek moyang hewan. Lebih umum lagi, organisme berkoloni dengan
jenis yang beranekaragam mungkin telah menjadi perantara dalam banyak
asal mula kehidupan multiseluler.
Sebagian besar filum hewan muncul dalam suatu rentang waktu
geologis yang relatif singkat. Hewan dalam masing-masing filum
menunjukkan suatu kombinasi ciri tubuh yang berbeda, suatu bentuk
tubuh yang unik, yang jelas berbeda dari bentuk tubuh filum lainnya.
Sebagai contoh, ciri-ciri dasar bangun tubuh filum Arthropoda (misalnya,
kepiting, laba-laba, serangga) meliputi kaki bersendi, suatu kerangka
eksternal, dan segmentasi (pengulangan bahan-bahan tubuh).
Catatan fosil dan kajian molekuler menunjukkan bahwa diverifikasi yang
menghasilkan banyak filum hewan berlangsung secara cepat pada rentang
waktu geologis yang amat panjang. Waktu evolusi yang relatif singkat
tersebut kemungkinan berlangsung sekitar 40 juta tahun (sekitar 565
sampai 525 juta tahun silam) selama akhir masa Prakambrium dan awal
masa Kambrium (yang dimulai sekitar 545 juta tahun lalu).
Para ahli paleontologi telah menamai periode terakhir masa
Prakambrium sebagai masa Ediakaran, dari nama Bukit Ediacara di
Australia, di mana fosil hewan Prakambrium pertama kali ditemukan.
Hewan yang mirip dengan hewan yang ditemukan di Ediacara dan berasal
dari masa yang sama telah ditemukan di benua lain. Sebagian besar fosil
dari masa Ediakaran tampak seperti cnidaria (hewan yang mirip dengan
hydra), tetapi moluska berbadan lunak (yang mirip dengan kelompok
modern yang disebut chiton) juga ada, dan sebagian besar lubang sarang
dan jejak yang terfosilisasi menandakan aktivitas beberapa kelompok
cacing. Para ahli paleontologi masih memperdebatkan hubungan
filogenetik antar hewan dari sisi yang berlawanan pada perbatasan masa
Kambrium.
Hampir semua bangun tubuh hewan utama tampak pada batuan
Kambrium yang telah berusia 545 sampai 525 juta tahun. Selama rentang
waktu yang relatif pendek ini, ledakan kemunculan hewan yang disebut
ledakan Kambrium (Cambrian explosion) meninggalkan suatu kumpulan
fosil yang mencakup hewan pertama dengan rangka yang keras dan
bermineral. Burgess Shale di British Columbia, Kanada, adalah hamparan
fosil paling terkenal yang membuktikan keanekaragaman hewan di masa
Kambrium. Dua situs fosil lainnya, satu di Greenland dan satu lagi di
daerah Yunnan, Cina, lebih tua 10 juta tahun daripada Burgess Shale.
Fosil Burgess Shale agak aneh kelihatannya dalam konteks hewan laut
yang kita kenal saat ini.
Didasarkan pada fosil yang dikumpulkan dari Burgess Shale di
British Columbia, Kanada. Perbedaan taksonomi mengenai fauna di masa
Kambrium terpusat pada apakah ia termasuk sebagian besar filum yang
telah punah atau sebagian besar terdiri atas variasi-variasi pada tema
anatomis filum modern.
Beberapa bentuk-bentuk pada masa Kambrium ini kemungkinan
mewakili hewan yang punah. Akan tetapi, beberapa peneliti yakin bahwa
sebagian besar fosil Kambrium, hanya sekedar variasi purba di dalam
batasan-batasan taksonomik dari filum yang masih ditemukan pada fauna
modern. Sesungguhnya, jumlah filum Kambrium secara eksklusif
kelihatannya turun drastis setelah fosil tersebut dipelajari lebih dekat dan
dikelompokkan dalam filum yang masih ada.
Pada skala waktu geologis, hewan menjadi beranekaragam
sedemikian cepatnya sehingga sangat sulit memilih urutan percabangan
filogeni hewan dari catatan fosil. Dengan demikian, ketika merekonstruksi
sejarah evolusi suatu filum hewan, para ahli sistematika banyak sekali
bergantung pada petunjuk dari perbandingan anatomi, embriologi,
genetika perkembangan, dan sistematika molekuler spesies yang masih
hidup saat ini.
Berikut ini merupakan pohon filogeni hewan. Dimana angka yang
dilingkari menandakan ada empat titik cabang utama bagi judul dan
diskusi pada teks. Sama dengan semua pohon filogenetik, pohon silsilah
ini menggambarkan hipotesis yang didasarkan pada bukti-bukti terbaru.
Cabang dengan garis putus-putus menandakan hubungan yang secara
khusus masih belum pasti.

Gambar 2.15 Pohon filogenetik hewan


Pecabangan utama pertama dalam pohon silsilah hewan
menghasilkan parazoa, yang diwakili oleh spons (Filum Porifera), dimana
hewan parazoa tidak memiliki jaringan sesungguhnya, sementara semua
hewan lain (eumetazoa) memiliki jaringan. Pada titik percabangan kedua
dalam filogeni hewan, eumetazoa memisah secara dini menjadi dua
cabang utama, yaitu radiata dan bilateria. Anggota cabang radiata adalah
ubur-ubur, anemon laut, dan kerabat-kerabatnya, bentuk tidak bererak dan
planktonic dengan simetri radial. Bilateria ditandai dengan simetri
bilateral dan sefalisasi. Perbedaan penting lainnya adalah bahwa hewan
radial adalah diploblastic (memiliki dua lapisan yaitu ektoderm dan
mesoderm), sementara hewan bilateria adalah triploblastik (memiliki tiga
lapisan yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm).
Hewan-hewan dapat dicirikan berdasarkan bagun tubuh (body plan)
a. Simetris

Gambar 2.16 Simetri tubuh


a. Bagian suatu hewan radial, seperti Hydra,tersusun seperti jari-jari
roda yang memancar dari pusat. Setia irisan imajiner melalui
sumbu tengahnya akan membagi hewan itu menjadi bayangan
cerminnya.
b. Suatu hewan bilateral memiliki sisi kiri dan sisi kanan, dan hanya
satu potongan imajiner yang akan membagi hewan itu menjadi
dua paruhan bayangan cermin.
Salah satu cara dasar menggolongkan hewan adalah dengan
melihat tipe simetris tubuhnya. Beberapa hewan menunjukkan simetrial
radial (radial symmetry). Eumatozoa dibagi menjadi dua cabang utama,
sebagian berdasarkan simetri tubuh. Anggota Filum Cnidaria (hydra, ubur-
ubur, dan kerabatnya) dan Filum Ctenophora (ubur-ubur sisir) memiliki
simetri radial dan secara keseluruhan disebut radiate. Suatu hewan radial
memiliki bagian atas dan bagian bawah, atau bagian oral (mulut) dan
bagian aboral, akan tetapi tidak ada ujung kepala dan ujung belakang dan
tidak ada kiri dan kanan. Cabang utama lain evolusi eumatazoa mengarah
ke hewan dengan simetri bilateral tidak hanya memiliki sisi dorsal (atas)
dan sisi ventral (bawah), tetapi juga ujung anterior (kepala) dan ujung
posterior (ekor) dan sisi kiri dan kanan. Hewan dari cabang evolusi itu
secara keseluruhan disebut bilateria.
Berhubungan dengan simetri bilateral itu adalah sefalisasi
(cephalization), suatu kecenderungan (tren) evolusi yang mengarah pada
pemusatan alat sensor pada ujung anterior, bagian ujung pada hewan yang
bergerak pertama kali untuk mendekati makanan, bahaya, dan rangsangan
lainnya. Simetri hewan pada umumnya sesuai dengan gaya hidupnya.
Banyak diantara hewan radial adalah sesil (melekat pada substrat) atau
plankton (bentuk akuatik yang terbawa arus atau berenang dengan
perlahan). Simetrinya membantu hewan-hewan bersentuhan dengan
lingkungan secara merata dari semua sisi. Hampir semua hewan yang
bergerak secara aktif dari satu tempat ke tempat lain adalah bilateral. Kedu
jenis simetri yang secara mendasar berbeda ini besar kemungkinan
muncul sangat awal dalam sejarah kehidupan hewan.
b. Jaringan
Bangun tubuh hewan juga bervariasi menurut organisasi jaringan
hewan. Jaringan sejati merupakan kumpulan sel-sel terspesialisasi yang
diisolasi dari jaringan-jaringan yang lain oleh lapisan-lapisan
bermembran. Spons dan beberapa kelompok yang lain tidak memiliki
jaringan sejati. Pada embrio menjadi berlapis-lapis melalui proses
grastulasi. Dengan berjalannya perkembangan itu, lapisan konsentris, yang
disebut lapisan nutfah (germ layer), membentuk berbagai jaringan dan
organ tubuh. Ektoderm, yang menutupi permukaan embrio, akan menjadi
penutup luar pada hewan, dan pada berbagai filum, menjadi sistem saraf
pusat. Endoderm, lapisan nutfah yang dalam, menutupi pipa pencernaan
yang sedang berkembang, atau arkenteron, dan menjadi lapisan saluraan
pencernaan dan organ-organ yang berasal darinya, seperti hati dan paru-
paru vertebrata. Semua eumatazoa kecuali cnidarian dan ctenofora
(radiata) memiliki lapisan nutfah ketiga, yaitu mesoderm, terletak diantara
ectoderm dan endoderm, mesoderm membentuk otot dan sebagian besar
organ lain yang berada diantara pipa pencernaan dan penutup bagian luar
pada hewan. Cnidarian dan ctenofora hanya memiliki dua lapisan nutfah
(ektoderm dan endoderm) atau memiliki suatu lapisan ketiga yang tidak
homolog dengan mesoderm hewan bilateral. Sebagai suatu kelompok,
radiata dikatakan sebagai diploblastic (memiliki dua lapisan nutfah).
c. Rongga Tubuh
Kebanyakan hewan triploblastic memiliki rongga atau ruangan di
antara saluran pencernaan dan dinding tubuh secara menyeluruh disebut
selom (coelom, dari kata Yunani koilos, rongga). Selom yang disebut-
sebut “sejati” terbentuk dari jaringan yang berasal dari mesoderm.
Lapisan-lapisan jaringan bagian dalam dan luar yang mengelilingi rongga
tersebut terhubung secara dorsal dan ventral dan membentuk struktur-
struktur yang menahan organ-organ internal. Hewan yang memiliki selom
sejati disebut sebagai selomata (coelomata).

Gambar 2.17 Rongga tubuh hewan tribloblastik


Sebagian hewan triploblastik memiliki rongga tubuh yang terbentu
dari mesoderm dan endoderm. Rongga imi disebut pseudoselom
(pseudocoelom, dari kata yunani pseudo, palsu) dan hewan tersebut
dinamakan pseudoselomata (pseudocoelomate). Terakhir, beberapa hewan
triploblastik sama sekali tidak memiliki rongga tubuh disebut aselomata
(acoelomate, dari Yunani a, tanpa)
Suatu rongga tubuh memiliki banyak fungsi. Cairan pada rongga tubuh
merupakan bantalan bagi organ yang digantungnya, yan membatu
mencegah cedera internal. Rongga itu juga memungkinkan organ internal
tumbuh dan bergerak secara independen dari dinding tubuh bagian luar.
Pada selomata bertubuh lunak seperti cacing tanah, cairan rongga tubuh
yang tidak tertempatkan berada dibawah tekanan dan berfungsi sebagai
kerangka hidrostatik yang dilawan otot agar dapat bekerja. Meskipun
selom kemungkinan muncul sebagai adaptasi untuk meliang pada hewan
berbadan lunak, selom berkembang secara independen paling tidak dua
kali, seperti yang digambarkan pada pohon filogenik, dalam protostoma
dan dalam deuterostoma.
Filum selomata dibagi menjadi dua garis evolusi yang berbeda
jelas. Hewan-hewan moluska, annelida, arthropod, dan dari beberapa
filum lain merepresentasikan satu di antara garis keturunan ini dan secara
menyeluruh disebut protostoma. Hewan-hewan Echinodermata, chordate,
dan beberapa filum lain, secara menyeluruh disebut deuterostoma, yang
menggambarkan garis keturunan yang lainnya. Protostome dan
deuterostoma dibedakan oleh beberapa perbedaan yang mendasar dalam
perkembangannya.
Perbedan antara hewan dari dua garis keturunan selomata sudah
jelas sejak awal pembelahan bagian-bagian yang mengubah zigot menjadi
suatu bola sel-sel. Banyak protostome mengalami pembelahan spiral,
dimana sumbu pembelahan sel adalah diagonal terhadap sumbu ventrikal
embrio tersebut. Seperti terlihat pada tahapan delapan sel yang dihasilkan
dari pembelahan spiral, sel-sel kecil terletak pada celah di antara sel-sel
besar yang mendasarinya.
Perkembangan Protostom dan Deuterostom

Gambar 2.18 Pembandingan perkembangan awal pada protostoma


dan deuterostoma
Pada gambar (a) protostoma memiliki pembelahan spiral determinant,
deuterostoma memiliki pembelahan radial indeterminant. (b)
pembentukan selom dimulai pada tahapan gastrula. Pada perkembangan
protostome, selom terbentuk dari pembagian mesoderm. Pada
perkembangan deuterostoma, selom terbentuk dari kantung mesodermal
yang terbentuk kearah luar pada arkenteron. (c) blastopori membentuk
mulut pada protostome, mulut terbentuk dari suatu lubang sekunder pada
deuterostoma.
Lebih jauh lagi, yang disebut pembelahan determinant
(determinate cleavage) beberapa protostome dengan kaku menetukan
nasib perkembangan setiap sel embrionik secara singkat. Suatu sel yang
diisolasi pada tahapan empat sel dari suatu protostoma, seperti keong,
akan membentuk suatu embrio yang tidak dapat hidup dan tidak memiliki
bagian-bagian yang seharusnya ada.
Berbeda dari pola protostome, zigot pada banyak deuterostoma
mengalami pembelahan radial, bidang pembelahan parallel atau tegak
lurus dengan sumbu vertical telur tersebut, seperti yang terlihat pada
tahapan delapan sel, sel-sel itu mengatur diri, secara langsun di atas sel
lainnya. Sebagian besar deuterostoma dicirikan lebih jauh oleh
pembelahan indeterminant (indeterminate cleavage), yang berarti bahwa
masing-masing sel yang dihasilkan oleh pembelahan awal
mempertahankan kemampuan untuk berkembang menjadi suatu embrio
sempurna. Jika sel-sel suatu embrio bintang laut, misalnya, dipisahkan
pada tahapan empat sel, masing-masing akan terus membentuk suatu larva
normal.
Perbedaan lain antara protostoma dan deuterostoma menjadi
semakin jelas dalam perkembangannya kemudian. Pada gastrulasi, saluran
pencernaan yang sedang berkembang pada embrio, pada mulanya
terbentuk sebagai kantong buntu, arkenteron, yang memiliki sebuah
bukaan kea rah luar yang dikenal sebagai blastopore. Setelah arkenteron
terbentuk pada protostoma, kumpula mesoderm yang sebelumnya padat
terbagi membentuk rongga selomik, inilah yang disebut perkembangan
skizoselus. Perkembangan rongga tubuh deuterostoma disebut enteroselus.
Mesoderm akan menggelembung dari dinding arkenteron dan lubangnya
menjadi rongga selomik.
Suatu perbedaan mendasr ketiga antara protostoma dan
deuterostomaadalah dalam nasib blastopori. Setelah arkeneron
berkembang, ada bukaan kedua terbentuk pada ujung yang berlawanan
dan gastrula. Akhirnya, blastopori dan bukaan kedua ini menjadi kedua
ujung saluran pencernaan (mulut dan anus). Mulut pada banyak
protostome berkembang dari lubang atau bukaan pertama, blastopori, dan
karena karakeristik inilah garis keturunan protostoma diberi nama
demikian (Bahasa Yunani protos, “pertama”, dan stoma,
“mulut”).sebaliknya mulut deuterostoma (Bahasa Yunani deuteros,
“kedua”) diturunkan dari bukaan kedua, dan blastopori umumnya
membentuk anus, bukan mulut.
C. Evolusi Protovertebrata
Protovertebrata merupakan nenek moyang dari kelas vertebrata
ataupun dinamakan dengan leluhur dari hewan jenis vertebrata. Leluhur
vertebrata (protovertebrata) telah dicari selama lebih dari 100 tahun, dan
kemungkinan menemukannya hari ini tidak jauh lebih besar daripada di
masa lalu. Hal ini dapat diasumsikan bahwa protovertebrata itu kecil dan
bertubuh lunak yang nantinya akan kita bahas lebih perdalam.
Para ahli palaentologi telah menemukan fosil invertebrata yang
menyerupai cephalochordate di Kanada. Fosil tersebut diperkirakan
berusia 545 juta tahun, atau sekitar 50 juta tahuan lebih tua dibandingkan
dengan vertebrata tertua yang telah diketahui. Banyak ahli biologi
berpendapat bahwa nenek moyang vertebrata adalah hewan yang makan
dengan mengambil suspensi, mirip dengan cephalochordate, dan memiliki
keempat ciri dasar chordata yaitu notokord, tali saraf dorsal berlubang,
celah faring, dan ekor pasca anus yang berotot. Chordata dan
vertebrata mungkin telah berevolusi dari leluhur makhluk hidup yang
sama. Perubahan gen yang mengontrol perkembangan dapat mengubah
waktu terjadinya perkembangan, seperti pematangan gonad. Perubahan ini
menyebabkan gonad matang pada fase larva sebelum metamorfosis. Jika
kondisi ini benar, maka perubahan tersebut menyebabkan hilangnya
tahapan metamorfosis.
Chordata dan vertebrata mungkin telah berevolusi dari leluhur
sesil yang sama. Perubahan gen yang mengontrol perkembangan dapat
mengubah waktu terjadinya perkembangan, seperti pematangan gonad.
Perubahan ini menyebabkan gonad matang pada fase larva sebelum
metamorfosis. Jika kondisi ini benar, maka perubahan tersebut
menyebabkan hilangnya tahapan metamorfosis.
Vertebrata masih mempertahankan karakteristik chordata primitif
tetapi memiliki spesialisasi tambahan, yaitu ciri-ciri yang diturunkan dan
dimiliki bersama yang membedakannya dari chordata invertebrata.
Umumnya ciri-ciri tersebut terkait erat dengan ukuran besar dan gaya
hidup yang aktif. Subfillum vertebrata memiliki empat karakteristik khas
yaitu pial neural (neural crest), sefalisasi (chephalization) yang nyata,
tulang punggung, dan system sirkulasi tertutup.
1. Evolusi Kordata
Dalam mempelajari evolusi vertebrata, kajian meliputi evolusi
kordata merupakan salah satu hal penting yang tidak boleh
ditinggalkan. Awal evolusi kordata dapat dijumpai pada dua makhluk
primitif yaitu Lanselet dan Tunikata, yang berarti mengkaji lanselet
serta tunikata membuat pola pikir baru sebagai landasan atau
pengantar dalam mempelajari evolusi kordata menuju vertebrata
sesungguhnya.
Lanselet menunjukan sejumlah karakter kordata ketika dewasa,
dan garis keturunanya bercabang dari dasar pohon filogenik kordata.
Ini menandakan bahwa nenek moyang kordata terlihat seperti lanselet.
Kajian tentang lanselet membuka wawasan mengenai evolusi pertama
otak dari kordata. Lanselet memiliki pembekalan kecil di ujung
anterior batang saraf dorsalnya. Namun gen-gen Hox yang sama akan
mengorganisir wilayah-wilayah utama otak depan, otak tengah, dan
otak belakang, gen hox tersebut mengekspresikan diri dalam pola yang
berkaitan pada gugus sel-sel kecil di dalam batang saraf lanselet.
(Gambar 34.6) Ini menunjukan bahwa otak vertebrata merupakan
elaborasi dari struktur nenek moyang kordata yang serupa dengan
ujung batang saraf sederhana milik lanselet.
a. Kordata Memiliki Notokord dan Batang Saraf Dorsal yang
Berongga
Vertebrata adalah anggota Filum kordata. Kordata adalah
hewan bilateral (bersimetris bilateral), dan berada di dalam
Bilateria. Mereka tergolong ke dalam klad hewan yang dikenal
sebagai Deuterostomia. Deuterostom yang paling diketahui, selain
hewan vertebrata, adalah echinodermata, kelompok yang
mencakup bintang laut dan bulu babi. Akan tetapi, seperti yang
ditunjukan pada gambar 34.3 dua kelompok deuterostomata
invertebrata, sefalokordata, dan urokordata, berkerabat lebih dekat
dengan vertebrata dibandingkan dengan yang invertebrata lain.
Bersama dengan lampere, kedua kelompok tersebut membentuk
kordata.
2. Karakter Turunan Kordata
Semua kordata memiliki serangkaian karakter turunan yang sama,
walaupun banyak spesies memiliki beberapa dari sifat-sifat ini hanya
selama perkembangan embrionik. Gambar 34.3 mengilustrasikan
empat karakter kunci kordata yaitu sebuah notocord, sebuah batang
syaraf dorsal yang berongga, celah atau sibakan faring, dan ekor
post-anal (dibelakang anus) yang berotot.
a. Notorkord
Kordata dinamai dari sebuah struktur rangka, notokord,
yang terdapat pada semua embrio kordata maupun beberapa
kordata dewasa. Notokord (notochord) adalah batang
longitudinal dan fleksibel yang terletak diantara saluran
pencernaan dan batang syaraf. Notokord tersusun dari sel-sel
besar yang tersusun atas cairan yang terbungkus dalam
jaringan berserat yang cukup kaku. Notokord memberikan
dukungan rangka disepanjang tubuh kordata. Pada larva atau
dewasa yang mempertahankan notokord, bagin ini memberikan
struktur yang kokoh namun juga lentur sebagai tempat
bekerjanya otot-otot saat hewan berenang. Pada kebanyakan
vertebrata, ragka berbkbuku yang lebih kompleks berkembang
disekeliling notokord nenek moyang, dan hewan-hewan
dewasa hanya mempertahabkan sisa notokord embronik. Pada
manusia notokord tereduksi menjadi cakram bergelatin yang
diapit diantara vertebra.
b. Batang syaraf dorsal yang berongga
Batang syaraf embrio kordata berkembang dari lempenge
ektoderm uyang menggulung menjadi sebuah tabung terletak
dorsal terhadap notokord. Batang saraf dorsal yang berongga
tersebut hanya dimiliki oleh kordata. Batang saraf embrio
kordata berkembang menjadi sistem saraf pusat
c. Celah atau Sibakan Faring
Saluran pencernaan kordata membentang dari mulut hingga
ke anus. Bagian yang tepat terletak di posterior mulut adalah
faring. Pada semua embrio kordata, serangkaian kantong yang
terpisah oleh lekukan terbentuk di sepanjang sisi faring. Pada
kebanyakan kordata, lekukan-lekukan ini disebut sibakan
faring.
d. Ekor Post Anal yang Berotot
Kordata memiliki ekor yang membentang posterior
terhadap anus, walaupun komponen ekor tersebut sangat
tereduksi selama perkembangan embrionik. Ekor kordata
mengandung unsur-unsur rangka dan otot, dan ekor tersebut
membantu mendorong gerakan kebanyakan spesies akuatik di
dalam air. Contoh dari organisme ini yaitu:
a. Lanselet

Gambar4. Lanselet
Branchiostoma

Nama hewan yang disebut lanselet (chepalokordata)


berasal dari bentuknya yang mirip bilah pisau. Ketika masih
berupa larva, lanselet mengembangkan sebuah notokorf,
sebuah batang saraf dorsal yang berongga, banyak celah
faring, dan ekor post-anal. Larva memakan planton di dalam
kolom air.Lanselet dewasa bisa mencapai 5 cm. Mereka
mempertahankan sifat-sifat kunci kordata, seperti memiliki
notokord, memiliki batang syaraf dorsal berongga.
b. Tunikata
Tunikata (Urochordata) berkerabat lebih dekat dengan
kordata yang lain dibandingkan dengan lanselet. Karakter-
karakter kordata yang dimiliki oleh tunikata terlihat paling
jelas selama tahap perkembangan larva, yang mungkin
berlangsung hanya beberapa menit.
a) Larva tunikata merupakan kecebong yang menunjukan keempat
karakter utama kordata dengan jelas
b) Pada dewasa, celah faring yang menonjol berfungsi memakan
suspensi
c) Seekor tunikata dewasa, atau sea squirt, adalah hewan sesil
3. Kraniata
Setelah mempelajari evolusi bagian tubuh dasar
kordata, yang terlihat pada lanselet dan tunikata, transisi
utama berikutnya dalam evolusi kordata adalah
kemunculan kepala. Kordata berkepala dikenal sebagai
kraniata. Asal-usul kepala (terdiri dari otak diujung

anterior batang syaraf dorsal, mata, dan organ-organ lain)


memungkinkan kraniata mengkoordinasikan gerakan dan
prilaku makan lebih kompleks.

(a)Hagfish
(b)Pteromyzontida

Pada tingkat genetik, kraniata memiliki dua gugus gen


Hox (lanselet dan tunikata hanya memiliki satu). Famili-
famili gen penting lainnya menghasilkan molekul-molekul
sinyal dan faktor-faktor trnaskripsijuga terduplikasi pada
kraniata. Kompleks genetik tambahan ini telah
memungkinkan kraniata untuk mengembangkan morfologi
yang lebih kompleks daripada lanselet dan tunikata, seperti
contohnya adalah bumbung syaraf evolusi pada bagian
sibakan faring menjadi celah insang, sistem otot yang
jauh lebih ekstensif serta daya metabolisme yang lebih
tinggi mengakibatkan kraniata jauh lebih aktif dari pada
pendahulunya yaitu lanselet dan tunikata.
Contoh organisme dari kraniata salah satunya
adalah ikan pasuk (Myxini) atau Hagfish serta lampre
(Pteromyzontida).

BUKTI EVOLUSI INVERTEBRATA


Evolusi avertebrata dimulai dari nenek moyang berupa protista yang hidup di laut. Ketika itu evolusi
biologis berlangsung semakin cepat dibandingkan dengan evolusi biologis pertama kali. Protista
bercabang tiga, dimulai dari filum Porifera, filum Cnidaria, dan filum Platyhelminthes.

Plathyhelminthes bercabang tiga, cabang pertama bercabang tiga lagi menjadi filum Mollusca, filum
Annelida, dan filum Arthropoda. Cabang kedua menjadi filum Nematoda. Sedangkan cabang ketiga
menjadi dua filum yaitu Echinodermata dan filum Chordata.

Dari evolusi invertebrata dapat diketahui bahwa evolusi vertebrata berasal dari nenek moyang berupa
Echinodermata. Echinodermata akan berkembang menjadi Echinodermata modern yang ada sekarang ini,
misalnya bintang laut, bulu babi, Hemichordata, Chordata primitif (seperti Tunicata dan Lanceleolatus).

Perkembangan hewan

Dalam sistematika awal, binatang mencakup banyak organisme bersel tunggal yang dikelompokkan
sebagai Protozoa karena sifat heterotrof dan bergerak aktif (motil). Pengelompokan ini terus dianut
hingga pertengahan abad ke-20 dan hingga sekarang masih dipakai untuk kepentingan praktis. Ketika
orang mulai menganggap bahwa organisme bersel satu tidak memiliki organisasi jaringan, dibentuklah
kelompok Protista yang menghimpun semua organisme sederhana yang berperilaku mirip binatang
(bergerak, heterotrof).

Perkembangan biologi sejak separuh akhir abad ke-20 telah menunjukkan bahwa banyak organisme
bersel satu tidak dapat lagi dipertahankan sebagai binatang. Ke dalam "binatang" dimasukkan semua
organisme bersel banyak yang sel spermanya memiliki kesamaan struktur dengan koanosit, suatu sel
generatif primitif. Selain itu, penerapan konsep evolusi dan kladistik telah mengubah banyak organisasi
sistematika hewan. Proses reklasifikasi ini sampai sekarang masih terus berjalan.

Menurut para ahli, terbentuknya hewan-hewan di muka bumi ini dimulai dari zigot bersel satu yang
mengalami pembelahan sel dan sel tersebut akan bertambah banyak yang terbentuk menyerupai bola.
Bentuk seperti bola tersebut akan mengalami perkembangan, yaitu akan melekuk ke dalam sehingga akan
terbentuk dua lapisan, yaitu ektoderm (lapisan luar) dan endoderm (lapisan dalam).

Ektoderm dalam masa perkembangannya membentuk bagian-bagian tubuh tertentu, yaitu epidermis, kulit,
dan sistem saraf, sedangkan lapisan endoderm akan berkembang menjadi sistem pencernaan dan
kelenjarnya. Ada beberapa hewan yang berkembang pada tingkat kedua lapisan ini yang dinamakan
diplobastik. Ada pun yang termasuk golongan hewan ini adalah Porifera dan Coelenterata.

Di antara kedua lapisan, yaitu ektoderm dan endoderm akan berkembang dan terbentuk lapisan
mesoderm. Lapisan mesoderm akan berkembang membentuk bagian tubuh yang menjadi otot, sistem
reproduksi, sistem sirkulasi, dan sistem ekskresi. Golongan hewan yang berkembang pada ketiga tingkat
lapisan ini dinamakan triplobastik. Golongan hewan ini adalah Platyhelminthes dan Nemathelminthes.

Dari hasil penelitian diketahui pada Platyhelminthes belum mempunyai rongga tubuh, yaitu terlihat
tubuhnya padat, tanpa rongga antara usus dan tubuh terluar sehingga digolongkan sebagai triplobastik
aselomata (selom = rongga tubuh).

Adapun pada Nemathelminthes mempunyai rongga tubuh semu, yaitu mesoderm belum membentuk
rongga yang sesungguhnya karena tampak pada mesoderm belum terbagi menjadi lapisan dalam dan
lapisan luar, yang dinamakan dengan triplobastik pseudoselomata dan yang mempunyai rongga tubuh
dinamakan triplobastik selomata karena mesodermnya sudah dipisahkan oleh rongga tubuh yang
terbentuk menjadi dua lapisan, yaitu dalam dan luar. Termasuk golongan hewan ini adalah Annelida
sampai Chordata.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terbentuknya hewan dimulai dari Protozoa kemudian Porifera,
Coelenterata, sampai pada tingkat Mamalia. Jadi, hewan tersebut mengalami perkembangan dari satu sel
menjadi banyak sel hingga terbentuk triplobastik aselomata, pseudoselomata, sampai selomata.

Hewan yang digolongkan dalam kelompok Avertebrata memiliki persamaan ciri, yaitu tidak mempunyai
ruas-ruas tulang belakang (vertebrae). Jika kita amati, golongan hewan ini memiliki pola organisasi tubuh
yang agak sederhana, dibandingkan dengan kelompok hewan Vertebrata. Dengan dasar inilah hewan-
hewan ini dianggap primitif atau merupakan bentuk-bentuk paling awal dari kehidupan yang telah
mengalami sedikit perubahan

Asal Usul Evolusi Chordata


Secara tradisional, Chordata dipercaya berasal dari nenek moyang Deuterostomia. Sebagian besar peneliti
dalam bidang ini lebih menyukai skenario di mana Urochordata berevolusi lebih dahulu, baru kemudian
Cephalochordata dan Vertebrata. Namun, penelitian yang lebih baru berdasarkan filogenetik molekuler,
genom, dan biologi evolusi, mendemonstrasikan bahwa Echinodermata dan Hemichordata membentuk
sebuah klad, lalu Urochordata, Cephalochordata, dan Vertebrata membentuk klad yang lain. Lebih jauh
pada klad Chordata, Cephalochordata terpisah lebih dahulu, lalu kemudian Urochordata dan Vertebrata
membentuk sister group. Pandangan ini telah menjadi konsensus yang didukung oleh berbagai data dan
argumen dari berbagai disiplin ilmu (perhatikan diagram di bawah ini).
Meskipun demikian, untuk mengetahui seperti apa nenek moyang Deuterostomia dari Chordata masih
menjadi perdebatan. Bukti fosil dari Chordata mula-mula tersebut sangat langka karena Chordata purba
tersebut (yang tidak bertulang belakang) tidak mempunyai tulang dan gigi. Fosil tertua dari Chordata
mungkin adalah fosil berusia sekitar 508 juta tahun yang lalu dari British Columbia, Canada, yang
bernama Pikaia gracilens. Hewan yang sudah punah ini termasuk dalam subfilum Cephalochordata.

Seperti apa nenek moyang Chordata masih menimbulkan pertanyaan, dan berbagai hipotesis yang
dikemukakan para ahli masih belum menemukan konsensus. Akan tetapi, terdapat karakteristik kunci dari
Chordata, yaitu:
● Memiliki sebuah mulut pada ujung anterior.
● Memiliki notokorda.
● Memiliki tali saraf berongga pada bagian dorsal.
● Memiliki celah insang.
● Memiliki ekor.
Cephalochordata (lancelet) menunjukkan karakteristik kunci tersebut pada hewan dewasa, dan mereka
bercabang lebih awal pada pohon filogenetik. Penemuan ini mengusulkan bahwa nenek moyang Chordata
mungkin memiliki bentuk seperti lancelet.

Anda mungkin juga menyukai