Anda di halaman 1dari 21

ETIKA UTILITARIANISME DALAM BISNIS

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Etika Bisnis Islam
Dosen Pengampu: Ulin Nuha, M.S.I.

Disusun Oleh:
Kelompok 5-B5MBR
1. M. Abdul Majid 2020310048
2. Sepfia Enggar D 2020310049
3. Umi Siti Khotimah 2020310050

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIIS SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah .........................................................................................2

C. Tujuan ...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................3

A. Kriteria dan Prinsip Utilitarianisme ..............................................................3

B. Nilai Positif Etika Utilitarianisme .................................................................5

C. Utilitarianisme Sebagai Proses dan Sebagai Standar Penialian ....................7

D. Analisis Keuntungan dan Kerugian ..............................................................8

E. Kelemahan Etika Utilitarianisme ................................................................13

F. Jalan Keluar .................................................................................................14

G. Pandangan Islam Tentang Utilitarianisme ..................................................15

BAB III PENUTUP ...............................................................................................17

A. Kesimpulan .................................................................................................17

B. Saran............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan realiti bisnis baik sebagai aktivitas maupun entitas,


telah aada dalam sistem dan stukturnya yang baku. Bisnis berjalan seabgai
proses yang telah menjadi kegiatan manusia sebagai individu atau masyarakat
untuk mencari keuntungan dan memenuhi keingin dan kebutuhan hidupnya.
Sementara itu etika telah dipahami sebagaia disiplin ilmu yang mandiri
karenanya terpisah dari bisnis. Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi
tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. moralitas selalu berkaitan dengan
apa yang dilakukan oleh manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu
bidang perilaku manusia yang penting. Selain itu etika bisnis juga merupakan
penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam
perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah – maslah etis
dalam mealakukan kegiatan setiap hari.

Menurut paham utilitarianisme, bisnis adalah etis, apabila kegiatan yang


dilakukannya dapat memberikan manfaat yang besar pada konsumen dan
masyarakat. Jadi dapat diakatakan bahwa kebijaksanaan atau tindakan bisnis
yang baik adalah kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, buakn
sebaliknya malah memberi kerugian. Etika bisnis dan utilitarisanime didalam
bisnis sangat dibutuhkan dan berdampak besar untuk bisnis karena konsumen
merasa loyal dengan pelayanan yang dilakukan oleh pelaku bisnis, namun
memiliki kelemahan yaitu merelakan kepentingan minoritas untuk kepentingan
yang lebih besar.

Dimana dalam makalah ini akan dibahas mengenai kriteria dan prinsip
etika utilitarianisme, nilai positif etika utilitarianisme, utilitarianisme sebagai
proses dan sebagai standar penilaian, analisis keuntungan dan kerugian,
kelemahan etika utilitarianisme, dan jalan keluar.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kriteria dan prinsip etika utilitarianisme?


2. Apa nilai positif etika utilitarianisme?
3. Bagaimana utilitarianisme sebagai proses dan sebagai standar penilaian?
4. Bagaiaman analisis keuntungan dan kerugian etika utilitarianisme?
5. Apa kelemahan etika utilitarianisme dan bagaimana jalan keluarnya?
6. Bagaimana pandangan Islam tentang utilitarianisme?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui kriteria dan prinsip etika utilitarianisme.


2. Untuk mengetahui nilai positif etika utilitarianisme.
3. Untuk mengetahui utilitarianisme sebagai proses dan sebagai standar
penilaian.
4. Untuk mengetahui analisis keuntungan dan kerugian etika utilitarianisme.
5. Untuk mengetahui kelemahan etika utilitarianisme.dan jalan keluarnya
6. Untuk mengetahui pandangan Islam tentang utilitarianisme

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kriteria dan Prinsip Utilitarianisme


Etika utilitarianisme berasal dari bahasa Latin, utilitas yang berarti
kegunaan. Paham ini menilai baik atau tidaknya sesuatu ditinjau dari segi
kegunaan yang didatangkannya. Dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan
muridnya John Stuart Mill pada abad ke 19 sebagai kritik atas dominasi hukum
alam. Teori ini juga disebut sebagai teori 21 kebahagiaan terbesar (the greatest
happines theory) dan teori teleologis.1

Konsep dasar teori ini adalah suatu perbuatan yang secara moral adalah benar,
jika:

1. Membuat hal yang terbaik untuk banyak orang.


2. Mampu memberi manfaat bagi setiap orang.
3. Mendapatkan manfaat terbaik dari manfaat-manfaat dari kemungkinan yang
dipertimbangkan.

Teori utilitarianisme dibagi menjadi 2:

1. Utilitarianisme Klasik

Berasal dari tradisi pemikiran moral Inggris. Diawali dari pemikiran David
Hume (1711-1776) yang kemudian dikembangkan oleh Jeremy Bentham
(1748-1832). Dimaksudkan sebagai dasar etis untuk memperbaharui hukum
di Inggris khususnya hukum pidana, Bentham juga mengadopsi prinsip
hedonisme karena menurutnya perbuatan dinilai baik jika dapat
meningkatkan kesenangan dan sebaliknya.

1
Anak Aguang Dwi Widyani, Etika Bisnis Perspektif Teori dan Praktis (Badung Bali: CV.
Noah Alethia, 2020), 23.

3
Prinsip utilitarianisme (the greatest happines theory) menuai banyak kritik
dan kesalahpahaman, namun diluruskan oleh John Stuart Mill. Kelebihan
prinsip ini ialah menggunakan prinsip yang jelas dan rasional serta
mempertimbangkan hasil perbuatan. Kritiknya adalah sama seperti
hedonisme, hanya saja tidak memuat egoisme etis, prinsip yang digunakan
tidak selamanya benar dan tidak memberi jaminan bahwa kebahagiaan
dibagi secara adil, tidak memberi tempat pada “hak” dan Utilitarianisme
sebagai sistem moral yang tidak menerapkan keadilan.

2. Utilitarianisme Aturan

Dikemukakan oleh filsuf Inggris-Amerika, Stephen Toulmin. Prinsip


dasarnya adalah kegunaan tidak harus diterapkan atas salah satu perbuatan
yang kita lakukan, melainkan atas aturan moral yang mengatur perbuatan
yang kita terima bersama. Filsuf Richard B. Brandt mengusulkan agar
bukan aturan moral satu demi satu, melainkan sistem aturan moral sebagai
keseluruhan diuji dengan prinsip kegunaan. Bisa dikatakan kelebihan
utilitarianisme aturan ini adalah dapat terbebas dari kesulitan utilitarisme
perbuatan. Kritiknya adalah ketika dihadapkan pada dua aturan moral,
sehingga akan terjerumus pada utilitarianisme perbuatan.

Etika Utilitarianisme dikembangkan pertama kali oleh Jeremi Bentham


(1748 -1832). Etika Utilitarianisme adalah tentang bagaimana menilai baik
buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi dan legal secara
moral. Teori utilitarisme yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham ini
terdapat beberapa prinsip dasar yang merupakan ciri khas, diantaranya:

a) Bahwa alam telah menempatkan manusia di bawah tuntunan dua guru,


yaitu kelezatan (pleasure) dan kesakitan (pain). Manusia adalah
makhluk yang mencari kelezatan (pleasure seekink) dan menghindari
rasa sakit (pain avoiding). Prinsip tersebut menurutnya harus ditetapkan
secara kuantitatif agar dapat memberi etika kemanfaatan atas dasar
ilmiah (Titus, Smith Nolan, 1984: 149).

4
b) Kesenangan atau kebahagiaan - ia memakai kata-kata ini sebagai sebuah
sinonim - yang buruk adalah penderitaan. Oleh karena itu, suatu keadaan
jika mencakup kesenangan yang lebih besar daripada penderitaan,
penderitaan yang lebih kecil daripada kesenangan, adalah lebih baik
daripada keadaan lain. Di antara semua keadaan yang mungkin itu, yang
paling terbaik adalah mencakup kesenangan yang lebih besar daripada
penderitaan.
c) Bahwa kebaikan - kebaikan adalah kebahagiaan pada umumnya, akan
tetapi juga bahwa setiap individu senantiasa memburu apa yang menurut
keyakinannya merupakan kebahagiaannya sendiri. Oleh sebab itu,
menurutnya, tugas 23 legislator adalah menghasilkan keserasian antara
kepentingan publik dan kepentingan pribadi (Russel, Ibdi: 1008).

Jadi Ulilitarisme adalah paham atau aliran dalam filsafat moral yang
menekankan prinsip manfaat atau kegunaan sebagai prinsip moral yang paling
dasar. Tindakan yang secara moral benar adalah tindakan yang berguna. Suatu
tindakan dinilai berguna kalau akibat tindakan tersebut mencakup secara
keseluruhan, dengan memperhitungkan semua pihak yang terlibat dan tanpa
membeda-bedakan orang, membawa akibat baik berupa keuntungan atau
kebahagianan yang semakin besar bagi semakin banyak orang. The greatest
good to the greatest number merupakan diktum yang selalu didengungkan oleh
utilitarisme. Paham ini menyatakan bahwa diantara semua tindakan yang di
ambil atau diantara semua peraturan yang sejauh dapat diperhitungkan akan
paling memajukan kepentingan banyak orang atau paling membawa
kebahagiaan mereka.

B. Nilai Positif Etika Utilitarianisme

Ciri umum Utilitarisme adalah bersifat kritis, rasional, teleologis dan


universal. Utilitarisme sebagai teori etika normatif merupakan suatu teori yang
kritis karena menolak untuk taat terhadap norma-norma yang berlaku begitu
saja. Utilitarisme menuntut agar diperlihatkan mengapa sesuatu dilarang atau

5
sebaliknya diwajibkan yang memberi nilai moral terhadap tindakan-tindakan
atau peraturan tersebut adalah akibat-akibatnya. Contohnya, para penganut
aliran Ulilitarisme tidak dapat menerima begitu saja bahwa hubungan seks
diluar perkawinan, sebagaimanapun juga pada dirinya sendiri tidak pernah
dapat dibenarkan secara moral. Mereka akan bertanya mengapa tidak boleh
melakukan hubungan seks diluar perkawinan, mereka akan menuntut agar dapat
diberikan alasan-alasan yang masuk akal. Dengan demikian, rasionalitas
penilaian moral atas tindakan ataupun pemberlakuan suatu peraturan moral
ditentukan oleh lebih banyaknya akibat baik yang ditimbulkan dibandingkan
dengan akibat buruknya.2

Menurut Keraf (1998:96) terdapat tiga nilai positif etika utilitarianisme, yaitu:

1. Rasionalitas
Prinsip moral yang diajukan etika utilitarianisme tidak didasarkan pada
aturan-aturan kaku yang tidak dipahami atau tidak diketahui
kebasahaannya. Etika utilitarianisme memberikan kriteria yang objektif dan
rasional.
2. Otonom
Etika utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral
untuk berpikir dan bertindak dengan hanya memperhatikan tiga kriteria
objektif dan rasional seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Tidak ada
paksaan bahwa orang 24 harus bertindak dengan cara tertentu yang tidak
diketahui alasannya.
3. Universal
Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan
bagi banyak orang. Suatu tindakan dinilai bermoral apabila tindakan
tersebut memberi manfaat terbesar bagi banyak orang. Secara universal
semua pebisnis dunia saat ini berlomba-lomba mensejahterakan masyarakat
dunia, selain membuat diri mereka menjadi sejahtera. berbisnis untuk

2
Anak Aguang Dwi Widyani, Etika Bisnis Perspektif Teori dan Praktis (Badung Bali: CV.
Noah Alethia, 2020), 23.

6
kepentingan individu dan di saat yang bersamaan mensejahterakan
masyarakat luas adalah pekerjaan profesional sangat mulia. Dalam teori
sumber daya alam dikenal istilah Backwash Effect, yaitu di mana
pemanfaatan sumber daya alam yang terus menerus akan semakin
merusakan kualitas sumber daya alam itu sendiri, sehingga diperlukan
adanya upaya pelastarian alam supaya sumber daya alam yang terkuras
tidak habis ditelan jaman.

C. Utilitarianisme Sebagai Proses dan Sebagai Standar Penialian


Secara umum etika utilitarianisme dapat dipakai dalam dua wujud yang
berbeda. Pertama etika utilitarianisme dipakai sebagai proses mengambil
sebuah keputusan, kebijaksanaan ataupun untuk bertindak. Dengan kata lain
etika utilitarianisme dipakai sebagai prosedur untuk mengambil keputusan. Ia
menjadi untuk tidak mengambil sebuah keputusan yang tepat tentang tindakan
atau kebijaksanaan yang akan dilakukan. Dalam wujud yang pertama ini etika
utilitarianisme dipakai untuk perencanaan, untuk mengatur sasaran dan target
yang hendak dicapai. Artinya kriteeria etika utilitarianisme menjadai dasar
utama dalam penyususan program atau perencanaan, khususnya dari kegiatan
yang menyangkut kepentingan banyak orang. Kriteria etika utilitarianisme lalu
berfungsi juga sebagai kriteria seleksi bagi setiap alternatif yang bisa diambil.
Artinya, semua alternatif yang ada lalu dipilih berdasarkan sejauh mana
alternatif itu punya kemungkinan untuk mendatangkan manfaat terbesar bagi
sebanyak mungkin orang.
Kedua, etika utilitarianisme juga dipakai sebagai standar penilaian bagi
tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan. Dalam hal ini, ketiga kriteria
di atas lalu be nar-benar dipakai sebagai kriteria untuk menilai apakah suatu
tindakan atau kebijaksa naan yang telah dilakukan memang baik atau tidak.
Ketiganya menjadi standar menge nai baik atau tidaknya suatu tindakan. Dalam
hal ini, prosedur atau metode tindakan dan kebijaksanaan lalu menjadi tidak
penting. Yang paling pokok adalah menilai tindakan atau kebijaksanaan yang
telah terjadi berdasarkan akibat atau konsekuensinya, yaitu sejauh mana ia
mendatangkan hasil terbaik bagi banyak orang. Itu berarti, bisa saja
pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk bertindak bukanlah pertim
bangan utiliter. Juga bisa saja hasil tersebut bukanlah sasaran atau target yang
ingin dicapai. Tapi, terlepas dari semua itu tindakan tersebut baik atau tidak
hanya dinilai berdasarkan hasil yang dicapai, yaitu berdasarkan manfaat
terbesar yang dicapai bagi banyak orang, atau sebaliknya kalau tindakan itu

7
dinilai jelek secara moral, berdasarkan kerugian terbesar yang ditimbulkannya
bagi banyak orang. Ini berarti, pada wujud yang kedua, etika utilitarianisme
sangat tepat untuk evaluasi kebijaksanaan atau proyek yang sudah dijalankan.
Terlepas dari apa pun per timbangan yang dipakai dalam menjalankan
kebijaksanaan atau proyek tertentu, krite ria etika utilitarianisme menjadi
pegangan utama dalam evaluasi mengenai berhasil tidaknya, baik tidaknya,
suatu kebijaksanaan atau program tertentu.
Dalam banyak hal sesungguhnya kedua wujud tersebut digunakan secara
bersa maan karena keduanya berkaitan erat satu sama lain. Dalam membuat
perencanaan, kriteria etika utilitarianisme dapat dipakai juga sebagai standar
penilaian. Hanya saja apa yang dinilai baru merupakan bakal tindakan atau
kebijaksanaan. Maka, hasil atau akibat dari bakal tindakan atau kebijaksanaan
itu baru merupakan kemungkinan atau dugaan-dugaan kuat dan juga sangat
mungkin masuk akal atau bisa terjadi. Dalam wujud ini, etika utilitarianisme
sebagai standar penilaian dapat dipakai untuk mencari jalan keluar atau
pemecahan atas akibat negatif tertentu yang tidak diinginkan yang diduga akan
terjadi sehubungan dengan bakal tindakan atau kebijaksanaan yang akan
diambil itu. Ia lalu dapat berpengaruh untuk mengubah atau merevisi
kebijaksanaan itu dari awal. Dengan kata lain, dalam membuat perencanaan,
kriteria etika utilita rianisme sebagai tujuan dapat digunakan sekaligus sebagai
standar penilaian bagi bakal kegiatan sebagai perealisasian rencana tersebut
sebagai baik atau tidak.
Sebagai penilaian atas tindakan atau kebijaksanaan yang sudah terjadi,
kriteria etika utilitarianisme dapat juga sekaligus berfungsi sebagai sasaran atau
tujuan ketika kebijaksanaan atau program tertentu yang telah dijalankan itu
akan direvisi. Pada tingkat ini, etika utilitarianisme sebagai standar penilaian
berfungsi sekaligus sebagai sasaran akhir dari sebuah kebijaksanaan atau
program yang ingin direvisi.3

D. Analisis Keuntungan dan Kerugian

Etika utilitarianisme sangat cocok dan sering dipakai untuk membuat


perencanaan dan evaluasi bagi tindakan atau kebijaksanaan yang berkaitan
dengan kepentingan banyak orang. Karena itu, ia banyak dipakai, secara sadar
atau tidak, dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan politik, ekonomi, sosial, dan
semacamnya yang menyangkut kepentingan umum. Dalam pengembangan
industri, peningkatan ekspor, bahkan pemberian monopoli, dan banyak
kebijaksanaan serupa sering secara disadari atau tidak selalu digunakan dasar

3
Sonny Keraf, Etika Bisnis (Yogyakarta: PustakaFilsafat, 1998), 98-99.

8
pemikiran kepentingan banyak orang. Kepentingan banyak orang ini
dirumuskan dalam berbagai bentuk sesuai dengan lingkup kebijaksanaan itu:
peningkatan devisa negara, penciptaan lapangan kerja, penurunan harga, dan
sebagainya.
Dalam bidang ekonomi, etika utilitarianisme punya relevansi yang kuat dan
dapat ditemukan dalam beberapa teori ekonomi yang populer. Sebut saja
misalnya prinsip optimalitas dari Pareto, yang menilai baik buruknya suatu
sistem ekonomi. Suatu sistem ekonomi akan dinilai lebih baik kalau dalam
sistem itu paling kurang satu orang menjadi lebih baik keadaannya dan tidak
ada orang yang menjadi lebih bu ruk keadaannya dibandingkan dengan sistem
lainnya. Berdasarkan prinsip ini, pasar misalnya dianggap paling baik karena
memungkinkan konsumen memperoleh keuntungan secara maksimal. Dengan
kata lain, suatu sistem dinilai lebih baik karena mendatangkan manfaat lebih
besar (paling kurang satu orang menjadi lebih baik keadaannya dan tidak ada
orang yang menjadi lebih buruk keadaannya) dibandingkan dengan sistem
alternatif lainnya.
Dalam ekonomi, etika utilitarianisme juga relevan dalam konsep efisiensi
eko nomi. Prinsip efisiensi menekankan agar dengan menggunakan sumber
daya (input) sekecil mungkin dapat dihasilkan produk (output) sebesar
mungkin. Dengan mengguna kan sumber daya secara hemat harus bisa dicapai
hasil yang maksimal. Karena itu, semua perangkat ekonomi harus dikerahkan
sedemikian rupa untuk bisa mencapai hasil terbesar dengan menggunakan
sumber daya sekecil mungkin. Ini prinsip dasar etika utilitarianisme.
Dalam bidang bisnis, etika utilitarianisme juga mempunyai relevansi yang
sangat kuat. Secara khusus etika ini diterapkan, secara sadar atau tidak, dalam
apa yang dikenal dalam perusahaan sebagai the cost and benefit analysis
(analisis biaya dan keuntungan). Yang intinya berarti etika ini pun digunakan
dalam perencanaan dan evaluasi (atau reevaluasi) kegiatan bisnis suatu
perusahaan; dalam segala aspek: produksi, promosi, penjualan, diversifikasi,
pembukaan cabang, penambahan tenaga, penambahan modal, dan seterusnya.
Satu hal pokok yang perlu dicatat sejak awal adalah bahwa baik etika
utilitarian isme maupun analisis keuntungan dan kerugian pada dasarnya
menyangkut kalkulasi manfaat. Karena itu, etika utilitarianisme sangat sejalan
dengan hakikat dan tujuan bisnis untuk mencari keuntungan. Hanya saja, apa
yang dikenal dalam etika utilita rianisme sebagai manfaat (utility), dalam bisnis
lebih sering diterjemahkan secara lurus sebagai keuntungan. Maka, prinsip
maksimalisasi manfaat ditransfer menjadi mak simalisasi keuntungan yang
tidak lain diukur dalam kerangka finansial. Sasaran akhir yang hendak dicapai
lalu tidak lain adalah the greatest net benefits atau the lowest net costs. Intinya,
kebijaksanaan ataupun tindakan apa pun yang akan diambil oleh sebuah

9
perusahaan harus punya sasaran akhir: dalam batas-batas yang bisa diukur,
mendatang. kan keuntungan keseluruhan paling besar dengan menekan biaya
keseluruhan sekecil mungkin. Sebaliknya, suatu kebijaksanaan atau tindakan
yang telah diambil perusahaan dinilai baik kalau dan hanya kalau kebijaksanaan
atau tindakan itu mendatangkan ke rugian keseluruhan sekecil mungkin.
Persoalan pokok baru timbul menyangkut pertanyaan tujuan keuntungan
untuk siapa? Sering kali analisis keuntungan dan kerugian terlalu
menitikberatkan keuntungan bagi perusahaan. Bahkan bagi De Geroge ini yang
menjadi inti perbedaan antara eti ka utilitarianisme dan analisis keuntungan dan
kerugian yang dipakai dalam bisnis. Dalam analisis keuntungan dan kerugian,
manfaat dan kerugian selalu atau terutama dikaitkan dengan perusahaan.
Sedangkan pada etika utilitarianisme, manfaat dan kerugian itu dikaitkan,
dengan semua orang yang terkait. Tentu saja sebagaimana telah dikatakan, ini
tidak salah. Namun, kalau kita boleh menggunakan kembali argumen-argumen
yang telah dikatakan pada bab sebelumnya, termasuk pendekatan stakeholder,
kini analisis keuntungan dan kerugian tidak lagi semata-mata tertuju langsung
pada keuntungan bagi perusahaan. Atau, kalaupun betul bahwa sasaran pokok
dalam analisis keuntungan dan kerugian adalah meningkatkan dan
mempertahankan keuntungan perusahaan dan meminimalisasi kerugian sebisa
mungkin, ada beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian, terutama
jika analisis keuntungan dan kerugian ini ditempatkan dalam kerangka etika
bisnis.
Pertama, keuntungan dan kerugian, costs and benefits, yang dianalisis
jangan se mata-mata dipusatkan pada keuntungan dan kerugian bagi
perusahaan, kendati benar bahwa ini sasaran akhir. Yang juga perlu mendapat
perhatian adalah keuntungan dan kerugian bagi banyak pihak lain yang terkait
dan berkepentingan, baik kelompok primer maupun sekunder. Jadi, dalam
analisis ini perlu juga diperhatikan bagaimana dan sejauh mana suatu
kebijaksanaan dan kegiatan bisnis suatu perusahaan membawa akibat yang
menguntungkan dan merugikan bagi kreditor, konsumen, pemasok, penyalur,
karyawan, masyarakat luas, dan seterusnya. Ini berarti etika utilitarianisme
sangat sejalan dengan apa yang telah kita bahas sebagai pendekatan stakeholder.
Kalau dipikirkan secara mendalam, pertimbangan ini bukan hanya demi
kepen tingan kelompok terkait yang berkepentingan, melainkan justru pada
akhirnya demi kepentingan (keuntungan) perusahaan itu sendiri. Karena, bisa
saja suatu kebijaksanaan dan kegiatan bisnis terlihat sangat menguntungkan
bagi perusahaan tetapi ternyata merugikan pihak tertentu, yang pada akhirnya,
dengan satu dan lain cara, khususnya dalam jangka panjang, akan secara negatif
mempengaruhi keuntungan dan kelangsungan bisnis perusahaan tersebut.
Karena itu, tetap dalam semangat etika utilitarianisme, adalah hal yang niscaya

10
bahwa analisis keuntungan dan kerugian itu dilakukan dalam semangat kriteria
ketiga: bagi sebanyak mungkin pihak terkait yang berkepentingan, yang berarti
juga bagi keuntungan dan kepentingan perusahaan tersebut.
Kedua, sering kali terjadi bahwa analisis keuntungan dan kerugian
ditempatkan dalam kerangka uang (satuan yang sangat mudah dikalkulasi).
Tentu saja ini tidak ada salahnya. Namun dari segi etika dan demi kepentingan
bisnis yang berhasil dan tahan lama, kecenderungan ini tidak memadai. Yang
juga perlu mendapat perhatian serius adalah bahwa keuntungan dan kerugian di
sini tidak hanya menyangkut aspek finansial, melainkan juga aspek-aspek
moral: hak dan kepentingan konsumen, hak karyawan, kepuasan konsumen, dan
sebagainya. Jadi, dalam kerangka klasik etika utilitarianisme, manfaat harus
ditafsirkan secara luas dalam kerangka kesejahteraan, kebahagiaan, keamanan
sebanyak mungkin pihak terkait yang berkepentingan.
Ketiga, bagi bisnis yang baik, hal yang juga mendapat perhatian dalam
analisis keuntungan dan kerugian adalah keuntungan dan kerugian dalam
jangka panjang. Ini penting karena bisa saja dalam jangka pendek sebuah
kebijaksanaan dan tindakan bisnis tertentu sangat menguntungkan, tetapi
ternyata dalam jangka panjang merugikan atau paling kurang tidak
memungkinkan perusahaan itu bertahan lama. Karena itu, benefits yang
menjadi sasaran utama semua perusahaan adalah long term net benefits.
Biasanya unsur kedua dan ketiga sangat terkait erat. Aspek moral biasanya
baru terlihat menguntungkan dalam jangka panjang, sedangkan dalam jangka
pendek di rasakan sebagai merugikan. Membangun nama, reputasi. citra, brand
memang tidak hanya didasarkan pada aspek keunggulan finansial, tapi terutama
juga aspek moral. Ini biasanya tidak terjadi dalam semalam, tetapi melalui
sebuah sejarah yang panjang. Hanya dalam jangka panjang menempatkan
kejujuran, mutu, pelayanan, disiplin, dan semacamnya sebagai keunggulan
suatu perusahaan baik ke dalam maupun ke luar, masyarakat lalu mempercayai
perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang hebat dan punya nama yang
dipertaruhkan. Semua ini pada akhirnya bermuara pada satu hal: keuntungan
yang akan datang dengan sendirinya karena kepentingan dan hak semua
kelompok terkait yang berkepentingan diperhatikan, karena aspek-aspek moral
diperhatikan, dan karena yang diutamakan adalah kepentingan jangka panjang
dan bukan keuntungan sesaat. Untuk apa mengeruk keuntungan sesaat dengan
menekan gaji karyawan di bawah standar yang wajar, tetapi pada akhirnya
seluruh produk per usahaan itu diboikot dalam pasar internasional, karena
diproduksi dengan mengeks ploitasi manusia, yaitu buruh? Untuk apa
merugikan kepentingan konsumen dengan menawarkan barang yang tidak
sesuai dengan apa yang diiklankan, kendati mendatang kan keuntungan besar,
tapi dalam jangka panjang diprotes oleh konsumen, tidak hanya dalam negeri

11
tetapi juga secara internasional? Demikian pula, lebih baik membayar gaji dan
menjamin hak-hak karyawan secara maksimal, dengan akibat mereka bisa
berkonsentrasi penuh demi mengembangkan perusahaan, daripada menekan
gaji dan hak karyawan demi keuntungan sesaat, tapi malah membuat karyawan
tidak punya komitmen yang baik dan karena itu bekerja seenaknya yang malah
akan merugikan perusahaan.
Dalam kaitan dengan ketiga hal tersebut di atas (keuntungan bagi semua
pihak terkait, keuntungan dalam kaitan dengan aspek-aspek moral, dan
keuntungan jangka panjang), menjadi jelas bagi kita bahwa kendati etika
utilitarianisme dapat membenar kan tindakan menipu dalam bisnis, melalui
iklan misalnya, hanya karena menipu mendatangkan keuntungan besar bagi
perusahaan, etika utilitarianisme tidak membe narkan semua dan segala macam
tindakan menipu dalam bisnis. Karena, pada akhirnya harus dipersoalkan
apakah manfaat dari tindakan menipu itu juga untuk semua pihak terkait.
Apakah tidak satu pun stakeholders, primer dan sekunder, tidak dirugikan?
Kalau ternyata keuntungan itu hanya bagi perusahaan, tindakan menipu tersebut
tidak bisa dibenarkan berdasarkan kriteria sebanyak mungkin pihak terkait
harus mendapat manfaat dari tindakan itu. Kedua, apakah manfaat atau
keuntungan itu juga menyangkut aspek-aspek moral ataukah hanya finansial?
Kalau ternyata tindak an itu hanya menguntungkan secara finansial tetapi
merugikan secara moral pihak tertentu, tindakan itu akan ditolak oleh etika
utilitarianisme. Ketiga, apakah dalam jangka panjang tindakan itu juga
menguntungkan, tidak hanya bagi semua pihak ter kait, tapi juga bagi
perusahaan tersebut? Kalau seandainya tindakan menipu itu, kendati dalam
jangka pendek menguntungkan perusahaan, dalam jangka panjang merugikan
perusahaan secara jauh lebih besar, maka dari sudut pandang etika
utilitarianisme akan tidak diterima sebagai tindakan yang baik dan etis. 4
Sehubungan dengan ketiga hal tersebut, langkah konkret yang perlu
dilakukan dalam membuat sebuah kebijaksanaan bisnis adalah mengumpulkan
dan mempertim bangkan alternatif kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sebanyak-
banyaknya. Semua alternatif kebijaksanaan dan kegiatan itu terutama
dipertimbangkan dan dinilai dalam kaitan dengan manfaat bagi kelompok-
kelompok terkait yang berkepentingan - atau paling kurang, alternatif yang
tidak merugikan kepentingan semua kelompok terkait yang berkepentingan.
Kedua, semua alternatif pilihan itu perlu dinilai berdasarkan keuntungan yang
akan dihasilkannya dalam kerangka luas menyangkut aspek-aspek moral.
Ketiga, neraca keuntungan dibandingkan dengan kerugian, dalam segala aspek
itu, perlu dipertimbangkan dalam kerangka jangka panjang. Kalau ini bisa

4
Sonny Keraf, Etika Bisnis (Yogyakarta: Pustaka Filsafat, 1998), 102-103.

12
dilakukan, pada akhirnya ada kemungkinan besar sekali bahwa kebijaksanaan
atau kegiatan dilakukan suatu perusahaan tidak hanya menguntungkan secara
finansial, melainkan juga baik dan etis.
Ini berarti setiap kebijaksanaan atau kegiatan bisnis yang pada akhirnya dala
jangka panjang akan merugikan salah satu kelompok terkait yang berkepenting
dan yang juga - kendati secara finansial menguntungkan - diperkirakan dalam
jang panjang merugikan perusahaan tersebut secara keseluruhan, harus
dihindari. Timb pertanyaan, bagaimana dengan kebijaksanaan atau kegiatan
yang ternyata dalam jangka panjang tidak hanya menguntungkan perusahaan
tersebut melainkan juga sebagian besar kelompok terkait yang berkepentingan;
tapi merugikan sebagian kecil atau satu kelompok terkait? Jawaban atas
pertanyaan ini akan diberikan di bawah ini dalam kaitan dengan jalan keluar
atas berbagai kelemahan etika utilitarianisme ini. 5

E. Kelemahan Etika Utilitarianisme


Kelemahan etika utilitarianisme (Keraf, 1998), antara lain adalah
pertama, manfaat merupakan konsep yang begita luas sehingga dalam
kenyataan praktis malah menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit. Karena,
manfaat bagi manusia berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Kedua,
persoalan klasik yang lebih filosofis sifatnya adalah bahwa etika utilitarianisme
tidak pernah mengganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan
hanya memperhatikan nilai satu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
Ketiga, dalam kaitan dengan itu, etika utilitarianisme tidak pernah
mengganggap serius kelemahan atas motivasi baik seseorang. Keempat.
variable yang dinilai tidak semuanya bisa dikuantifikasi mengukur dan
memperbandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variable yang
ada. Kelima seandainya. ketiga kriteria dari etika utilitarianisme saling
bertentangan, ada kesulitan cukup besar untuk menentukan prioritas di antara
kegiatannya. Keenan, kelemahan paling pokok dari etika utilitarianisme adalah

5 Sonny Keraf, Etika Bisnis (Yogyakarta: Pustaka Filsafat, 1998), 104.

13
bahwa utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertera
dikorbankan demi kepentingan mayoritas (kriteria ketiga). 6

F. Jalan Keluar
Tanpa ingin memasuki secara lebih mendalam persoalan ini, ada
baiknya kita secara khusus mencari beberapa jalan keluar yang mungkin
berguna bagi bisnis dalam menggunakan etika utilitarianisme yang memang
punya daya tarik istimewa ini. Yang perlu diakui adalah bahwa tidak mungkin
mungkin kita memuaskan semua pihak secara sama dengan tingkat manfaat
yang sama isi dan bobotnya. Hanya saja, yang pertama-tama harus dipegang
adalah bahwa kepentingan dan hak semua orang harus diperhatikan, dihormati,
dan diperhitungkan secara sama. Namun, karena kenyataan bahwa kita tidak
bisa memuaskan semua pihak secara sama dengan tingkat manfaat yang sama
isi dan bobotnya, dalam situasi tertentu kita memang terpaksa harus memilih di
antara alternative yang tidak sempurna itu. Dalam hal ini, etika utilitarianisme
telah menberi kita Kriteria paling objektif dan rasional untuk memilih diantara
berbagai alternative yang kita hadapi, kendati mungkin bukan paling sempurna.
Karena itu, dalam situasi di mana kita terpaksa mengambil
kebijaksanaan dan tindakan berdasarkan etika utilitarianisme, yang
mengandung beberapa kesulitan dan kelemahan tersebut di atas, beberapa hal
ini kiranya perlu diperhatikan.

a) Dalam banyak hal kita perlu menggunakan perasaan atau intuisi moral kita
untuk mempertimbangkan secara jujur apakah tindakan yang kita ambil itu,
yang memenuhi kriteria etika utilitarianisme diatas, memang manusiawi
atau tidak.

6 Euis Nurkholivah, “Islamisasi Etika Bisnis”. Prosidding Konfrensi Integrasi Interkoneksi


Islam dan Sains 2, (2020) diakses pada tanggal 22 Oktober, 2022 -
http://sunankalijaga.org/prosiding/index.php/kiiis/article/view/433/408

14
b) Dalam kasus konkret di mana kebijaksanaan atau tindakan bisnis tertentu
yang dalam jangka panjang tidak hanya menguntungkan perusahaan tetapi
juga banyak pihak terkait. termasuk secara moral tetapi ternyata ada pihak
tertentu yang terpaksa dikorbankan atau dirugikan secara tak terelakkan,
kiranya pendekatan dan komunikasi pribadi akan merupakan sebuah
langkah yang punya nilai moral tersendiri. 7

G. Pandangan Islam Tentang Utilitarianisme

Utilitarianisme adalah pemikiran moral yang sangat memaksakan atau


menekankan fungsi atau manfaat, dalam menilai sesuatu tindakan sebagai
prinsip moral yang paling dasar untuk menentukan bahwa suatu perilaku baik
jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyaraka

Utilitarianisme menganggap bahwa manusia memilki kecenderungan


untuk selalu menginginkan kebahagiaan/kepuasan dan selalu ingin menghindari
penderitaan/sakit. Konsep yang lahir pada pertengahan abad ke-17 sampai 18
ini berasumsi bahwa manusia selalu memiliki perilaku tersebut. Utilitarianisme
berangkat dari hasil pemikiran dua tokoh pemikir besar yaitu Jeremy Bentham
dan John Stuart Mill.

Di dalam Islam terdapat anjuran untuk mengeluarkan zakat atau


sedekah. Berkaitan dengan kepuasan dan kebahagiaan Islam mengatur
bagaimana seharusnya memposisikan kebahagiaan. Jika di dalam
utilitarianisme menyatakan bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dengan
keinginan selalu bahagia dan keinginan terhidar dari penderitaan. Maka ini
sejalan dengan pemahaman Islam dan bahkan agama lainnya. Sebagaimana di
atas utilitarianisme selalu mengarahkan kepada keadilan yang berasal dari
redistribusi pendapatan. Mereka yang memiliki pendapatan besar harus
mensubsidikan kepada mereka yang memiliki pendapatan kecil. Konsep ini
juga dapat dikatakan sejalan dengan Islam. lebih dari itu Islam mengajarkan

7 Sonny Keraf, Etika Bisnis (Yogyakarta: Pustaka Filsafat, 1998), 107-108.

15
bukan hanya kepada yang kaya namun juga yang miskin juga harus
mensubsidikan sebagian dari pendapatannya.

Teori utilitarian mengatakan bahwa suatu kegiatan bisnis adalah baik


dilakukan jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau
masyarakat. Sesuai dengan ajaran Islam, Islam sendiri sangat menganjurkan
sesuatu hal yang dapat memberikan manfaat pada orang lain.

Pandangan utilitarianisme pada dasarnya merupakan suatu paham etis-


etika yang menempatkan tindakan-tindakan yang dapat dikatakan baik adalah
yang berguna, memberikan faedah (manfaat), dan menguntungkan, sedangkan
tindakan-tindakan yang tidak baik adalah yang memberikan penderitaan dan
kerugian.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan teori etika utilitarianisme, suatu perbuatan adalah baik jika


membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua
orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran
utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan
adalah "the greatest happiness of the greatest number", kebahagiaan terbesar
dari jumlah orang yang terbesar.

Dalam etika utilitarianisme, terdapat tiga kriteria objektif yang dapat


dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai suatu kebijaksanaan
atau tindakan, antara lain manfaat, manfaat terbesar, dan untuk siapa manfaat
terbesar itu. Secara padat ketiga prinsip itu dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bertindaklah sedemikian rupa sehingga tindakanmu itu mendatangkan
keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang.

Menurut Keraf, terdapat tiga nilai positif dalam etika utilitarianisme, yaitu
rasionalitas, otonom, dan universal. Etika utilitarianisme dapat digunakan
sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan, kebijaksanaan, ataupun
tindakan. Etika utilitarianisme juga dipakai sebagai standar penilaian atau
evaluasi bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilaksanakan. Dalam
dunia bisnis, etika utilitarianisme mempunyai relevansi yang kuat. Etika ini
diterapkan secara sadar atau tidak dalam the cost and benefit analysis (analisis
biaya dan keuntungan).

Terdapat beberapa kelemahan dalam penilaian menggunakan etika


utilitarianisme. Oleh karena itu, dalam menggunakan etika utilitarianisme perlu
menggunakan perasaan atau intuisi moral kita untuk mempertimbangkan secara
jujur apakah tindakan yang kita ambil itu, yang memenuhi kriteria etika
utilitarianisme atau tidak. Dalam kasus konkret di mana kebijaksanaan atau
tindakan bisnis tertentu yang dalam jangka panjang tidak hanya menguntungkan

17
perusahaan tetapi juga banyak pihak terkait, termasuk secara moral, tetapi
ternyata ada pihak tertentu yang terpaksa dikorbankan atau dirugikan secara tak
terelakkan, kiranya pendekatan dan komunikasi pribadi akan merupakan sebuah
langkah yang punya nilai moral tersendiri.

B. Saran

Demikian makalah yang kami susun semoga bisa bermanfaat dan


menambah pengetahuan kita tentang Etika Utilitarianisme dalam Bisnis. Dalam
pembuatan makalah ini kami sadar masih banyak kekurangan apabila ada saran
dari pembaca kami sangat berterima kasih.

18
DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Sonny. Etika Bisnis. Yogyakarta: Pustaka Filsafat. 1998.

Nurkholivah, Euis. “Islamisasi Etika Bisnis”. Prosidding Konfrensi Integrasi


Interkoneksi Islam dan Sains 2, (2020) - 22 Oktober, 2022 -
http://sunankalijaga.org/prosiding/index.php/kiiis/article/view/433/408

Widyani, Anak Aguang Dwi. Etika Bisnis Perspektif Teori dan Praktis. Badung
Bali: CV.Noah Alethia. 2020

19

Anda mungkin juga menyukai