2 Landasan Teory
Untuk menentukan lokasi SD Swasta/SD Qur’an Para Sahabat digunakan teori lokasi
dari Von Thunen yang menyimpulkan, bahwa keawetan suatu produk yang dihasilkan dan
rendahnya biaya transportasi, makin jauh dari pasar maka biaya angkutan semakin
dipertimbangkan (Djoyodiputro, 1992 : 4) dalam perkembangannya teori ini lebih dikenal
dengan teori guna lahan. Hal penting yang menentukan adalah jarak. Range of good
service merupakan jarak yang di tempuh para konsumen menuju suatu tempat untuk
mendapat pelayanan dalam hal ini pelayanan Pendidikan SD/SD Qur’an Para Sahabat
Selain jarak pertimbangan jumlah penduduk minimal yang dibutuhkan satu unit
pelayanan sebelum dapat beroperasi secara menguntungkan. Letak suatu sekolah juga
diharapkan dalam lokasi yang baik atau optimal. Menurut Daldjoeni (1992 : 61) Lokasi
optimal adalah lokasi terbaik secara ekonomi.
Guna mendukung perencanaan penggunaan lahan, diperlukan data lokasi fasilitas
publik, termasuk peta, analisis transportasi, area layanan air bersih, buangan limbah dan
sekolah yang ada di sekitar lokasi.
Letak atau sebaran sekolah dalam ruang wilayah/perkotaan dapat diketahui dengan
melakukan analisis keruangan. Minurut Bintaro, pada hakekatnya analisis keruangan adalah
analisis yang menitik beratkan pada 3 unsur geografi yaitu : jarak (distance), kaitan
(interaction) dan gerakan (movement) ( 1982 : 74)
Kebutuhan SM SD Tahun
2033
Definisi sarana menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007
adalah : Perlengkapan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pembelajaran yang dapat
dipindah-pindah yang meliputi meubiler, meubiler perpustakaan, buku teks pelajaran, buku
referensi, alat peraga, alat-alat laboratorium dan alat-alat praktek. Sedangkan prasarana
adalah fasilitas dasar yang diperlukan untuk menjalankan fungsi satuan pendidikan yang
meliputi ketersedian lahan, bangunan gedung, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium,
ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat ibadah, ruang konseling, ruang UKS,
ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi serta tempat
bermain/berolahraga.
Adapun standar yang menjadi acuan yaitu :
Standar ini merupakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 24 Tahun 2007.
Dan perubahan Perraturan menteri Pendidikan dan kebudayaan a No 34 Tahun 2014
Standar mencakup sarana dan prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA.
Ketentuan yang diatur dalam standar ini meliputi: satuan pendidikan, luas lahan,
bangunan gedung, prasarana dan sarana yang harus dimiliki fasilitas pendidikan beserta
ketentuannya. Studi ini hanya akan meninjau mengenai ketersediaan lahan dan
maksimum jumlah penduduk yang dilayani, dan area pelayanan satu fasilitas
pendidikan.
Untuk lebih jelasnya mengenai Rasio Minimun Luas Lahan Terhadap Peserta Didik
diuraikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1
Rasio Minimun Luas Lahan Terhadap Peserta Didik
Tabel 2.2
Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota Cipta Karya
Untuk Fasilitas pendidikan
Tabel 2.3
Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Pendidikan
Cipta Karya Departemen PU
2.4 LAHAN
Berbagai faktor pertimbangan yang harus dicermati, secara yuridis maupun substansi
akan mempengaruhi/menentukan pengadaan tanah dalam mendukung pembangunan
sarana pendidikan dilingkungan dinas pendidikan Kabupaten Batanghari . Tinjauan berikut
bersifat generik, dan mungkin ideal, untuk mengilustrasikan langkah-langkah pengadaan
tanah dan interaksinya dalam kegiatan pembangunan sekolah SD Swasta/ SD Qur’an Para
Sahabat
Berkaitan dengan alokasi untuk kebutuhan safeguard, patut dicatat bahwa anggaran
untuk penyiapan dan Studi Keayakan harus dialokasikan bersamaan dengan alokasi
anggaran untuk perencanaan dan desain, melalui Yayasan Pengelola SD Qur’an Para
Sahabat. Anggaran ini biasanya dialokasikan setahun sebelum investasi. Anggaran untuk
pemantauan dan pelaksanaan rencana pengelolaan perlu dialokasikan dalam anggaran
daerah selama tahap pelaksanaan maupun tahap operasi dan pemeliharaan.
Pertimbangan masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah, dan/atau pemilik
bangunan, pemilik tanaman, pemilik benda lain yang berkaitan dengan tanah, dipihak lain
merupakan pemangku kepentingan.
Menurut Permendiknas No. 24 Tahun 2007 bahwa luas minimun lahan yang
dibutuhkan untuk jenjang Sekolah Dasar adalah 2.000 m² dan lahan untuk satuan
pendidikan memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik.
Untuk satu orang siswa dibutuhkan luas lahan 0,75 m², maka 7 m x 8 m (luas lokal)= 56
m². Selanjutnya 0,75 m x 56 didapat 42 siswa per kelas. Selain itu faktor kondisi fisik lahan
sangat menentukan dalam pemilihan lokasi suatu sekolah.
Yang termasuk dalam pembahasan kondisi fisik lahan adalah:
1. kondisi topografi;
2. kondisi hidrologi
3. kondisi tanah;
4. bebas dari bencana alam.
1. Kondisi Topografi
Menurut Widyasa (2001) mengemukakan bahwa semakin landai lahan maka akan
semakin banyak aktivitas. Artinya bahwa untuk penentuan sebuah lokasi sekolah
diutamakan didirikan pada lokasi yang landai. Hal ini sejalan dengan pendapat yang
menyatakan bahwa kondisi topografi meliputi permukaan tanah yang relatif cukup
datar, lahan sekolah relatif tidak berbukit, kemiringan permukaan tanah maksimal
10 %, ketinggian lahan relatif masih wajar, lahan tidak dekat dengan lereng sungai
dan dalam lokasi tidak terdapat tebing curam. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 24 Tahun 2007 disebutkan bahwa lahan sekolah dengan kemiringan
lahan rata-rata kurang dari 15 %, tidak berada di dalam garis sempadan sungai dan
jalur kereta api. Lahan bukan merupakan daerah hutan lindung, bukan merupakan
daerah resapan air, bukan merupakan daerah cadangan air, bukan merupakan
daerah purbakala dan bukan merupakan tempat keramat.
2. Kondisi Hidrologi
Kondisi hidrologi lebih menyoroti keberadaan dan kondisi air pada lahan sekolah
tersebut. Jika kondisi air kurang baik maka akan berakibat tidak baik pada seluruh
warga sekolah. Sebab air yang ada pada lahan tersebut dipergunakan untuk MCK
dan keperluan lainnya. Selain itu lahan harus terhindar dari pencemaran air. Hal ini
sesuai dengan Permendiknas No. 24 Tahun 2007 dan PP RI No. 20 Tahun 1990
tentang Pengendalian Pencemaran Air.
3. Kondisi Tanah
Kondisi tanah perlu diperhatikan karena berkaitan erat dengan tingkat kepekaan
terhadap erosi. Ada beberapa kondisi tanah yang mempunyai kepekaan tinggi
terhadap erosi, yaitu: regosol, litosol organosol dan renzina. Kepekaan terhadap
erosi ini semakin rawan apabila tingkat kemiringan lahan makin curam karena
menyebabkan aliran air di permukaan makin deras mengalir dengan daya angkut
yang semakin banyak. Kondisi tanah yang ideal untuk lokasi sekolah adalah: berupa
tanah darat atau tanah bekas kebun/ladang; lahan yang berupa tanah rawa/sawah
atau bekas rawa/sawah harus siap bangun tanpa perlakuan khusus; lahan tidak
berupa tanah bekas kuburan atau bekas timbunan sawah atau bekas limbah kimia.
Intinya bahwa lahan untuk sekolah harus mempunyai kondisi yang memungkinkan
hidupnya vegetasi untuk kebun percobaan, kenyamanan dan keindahan. Tanah
idealnya mencukupi seperti jenis tanah berupa bebatuan, kerikil, pasir dan lempung
keras.
- Faktor aksesibilitas;
- Faktor pola distribusi;
- Faktor kondisi lingkungan;
- Lahan sekolah
- Peta pendidikan
Aksesibilitas adalah suatu faktor yang sangat mempengaruhi apakah suatu lokasi
menarik untuk dikunjungi atau tidak. Tingkat aksesibilitas merupakan tingkat
kemudahan dalam pencapaian dan menuju arah suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di
sekitarnya (Tarigan, 2006). Menurut Tarigan, tingkat aksesibelitas dipengaruhi oleh jarak,
kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk
frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.
Dalam analisa Kabupaten Batanghari yang telah ada atau rencana Kabupaten
Batanghari , di kenal standar lokasi (standart for location requirement) atau sandar jarak
(Jayadiningrat 1999:160) seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.4
Standar Jarak dalam Kabupaten Batanghari
Menurut Robinson (2003) aksesibilitas adalah kemudahan mencapai suatu wilayah dari
wilayah lain yang berdekatan. Aksesibilitas (kemudahan jarak tempuh) akan
mempengaruhi kestrategisan suatu lokasi, karena menyangkut kemudahan untuk
menuju lokasi tersebut dari berbagai lokasi yang berada disekitarnya atau wilayah
lainnya. Menurut Chiara dalam Yuliantarti (2003), aksesibilitas yang baik merupakan
salah satu faktor strategis dalam penentuan suatu lokasi sekolah karena akan
mempermudah siswa atau peserta didik dari dan ke lokasi sekolah. Selain itu
dikemukakan juga bahwa salah satu kriteria dalam pemilihan lokasi adalah tingkat daya
hubung yang baik yakni ketersediaan angkutan umum, jaringan jalan, frekuensi
keberangkatan dan jarak.
Faktor aksesibilitas ini dianalisis berdasarkan wilayah terdekat yang mampu diakses
sesuai peta jaringan jalan berdasarkan batasan jarak atau waktu minimum yang
diberikan antara tempat tinggal – sekolah. Jarak tempuh maksimal tempat tinggal -
sekolah berdasarkan standar yang berlaku di Indonesia dengan tidak membedakan
transportasi yang dipilih dan kondisi jalan yang ditempuh. Indikator yang menentukan
aksesibilitas ini, yaitu: kedekatan lokasi dengan jaringan transportasi dan kedekatan
lokasi dengan pusat Kabupaten Batanghari .
Menurut Srour (2003) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa tingkat aksesibilitas adalah
meminimumkan waktu tempuh (travel time). Dalam kondisi yang ideal bahwa suatu
aksesibilitas yang baik di suatu lokasi diukur berdasarkan seberapa baik jaringan
transportasinya pada lokasi tersebut terhubung dengan pusat-pusat kegiatan lainnya.
Pada satu sisi, secara kuantitas sekolah harus menjawab kebutuhan masyarakat
yang senantiasa tumbuh dan secara kualitas sekolah dituntut mampu memfasilitasi
kegiatan belajar dengan standar yang terus meningkat. Pada sisi lain, sekolah harus
“bersaing” dengan berbagai kepentingan dalam penggunaan lahan sebagai konsekuensi
pertumbuhan penduduk dan Kabupaten Batanghari , demografi mengalami perubahan
dan kebutuhan ruang terus meningkat. Hal ini memicu terjadinya pelanggaran master
plan dan perubahan tata guna lahan sehingga sedikit banyak mempengaruhi
lingkungan sekolah.
Menurut Coombs dalam Sa’ud dan Makmum (2007) perencanaan pendidikan adalah
suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan
dengan tujuan agar pendidikan lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan para peserta didik dan masyarakatnya. Sehingga masih menurutnya bahwa terdapat
empat hal yang dibahas dalam perencanaan pendidikan yaitu; tujuan, bagaimana sistem
pendidikan yang ada sekarang, kemungkinan pilihan alternatif kebijakan dan prioritas untuk
mencapai tujuan dan strategi pencapaian tujuan.
Perencanaan pendidikan disusun berdasarkan situasi dan kondisi suatu negara yang
bersangkutan dan mempersiapkan keputusan-keputusan atau alternatif kebijaksanaan untuk
keperluan pembangunan pendidikan di masa depan merupakan fungsi dari perencanaan
pendidikan (Enoch, 1992).
Aksesibilitas
Lokasi SD/SDIT
yang memenuhi
Azaz Kesesuaian