Anda di halaman 1dari 7

ِ ‫ وت َم َّنى َعلَى هَّللا‬,‫ َو ْال َعا ِج ُز َمنْ َأ ْت َب َع َن ْف َسه َهوا َها‬,ِ‫موت‬

ْ ‫ َو َع ِم َل لِما َبعْ دَ ْال‬,ُ‫ان َن ْف َسه‬ ٍ ‫َعنْ أبي َيعْ لَى َشدَّا ِد بْن َأ ْو‬
َ َ‫ ال َكيِّس َمنْ د‬:‫س عن ال َّنبيّ ﷺ َقا َل‬
‫ أي حاسبها‬:)‫ معني (دان نفسه‬:‫ وقال الترمذي وغيره من العلماء‬, ٌ‫ حديث َح َسن‬:‫رواه ال ِّترْ مِذيُّ وقا َل‬ ٌ

Artinya: "Orang yang cerdas adalah yang menekan nafsunya dan beramal untuk kehidupan
setelah kematian, sedangkan orang dungu adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan
mengangankan kepada Allah berbagai angan-angan." (HR At Tirmidzi).

‫صالِحً ا َواَل ُي ْش ِركْ ِب ِع َبا َد ِة َر ِّب ِه َأ َح ًدا‬ َ ‫ُوح ٰى ِإلَيَّ َأ َّن َما ِإ ٰلَ ُه ُك ْم ِإ ٰلَ ٌه َوا ِح ٌد ۖ َف َمنْ َك‬
َ ‫ان َيرْ جُو لِ َقا َء َر ِّب ِه َف ْل َيعْ َم ْل َع َماًل‬ َ ‫قُ ْل ِإ َّن َما َأ َنا َب َش ٌر م ِْثلُ ُك ْم ي‬

Artinya: "Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti
kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang
Maha Esa." Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia
mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam
beribadah kepada Tuhannya."

Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, “Hidup ini
hanyalah selintas saja, seperti seorang yang berjalan kemudian berteduh
di bawah pohon rindang kemudian berjalan lagi”.

“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. (QS. Al


Baqarah, 2 : 197)

Inilah 5 M yang harus menjadi bekal hidup:

1. Mu’ahadah (selalu mengingat perjanjian dengan Allah SWT)

Perjanjian yang telah kita lakukan ketika awal penciptaan ruh tersebut
dipahami oleh para ulama sebagai syahadat kita yang pertama.
Sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an, Allah berfirman : “Dan ingatlah
ketika Rabb mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap mereka (seraya
berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?, mereka menjawab. “Betul
(Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikianitu
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”
(QS. Al A’raf, 7 : 172)

Ini adalah sebuah perjanjian yang kita di dunia ini diuji oleh Allah, apakah
kita termasuk orang-orang yang memegang teguh perjanjian tersebut.
Kemudian juga perjanjian-perjanjian kita dalam sholat-sholat kita semisal
dalam surat Al Fatihah ayat 5 yang berbunyi, “Iyyaaka na’budu wa iyyaaka
nasta’iin”. Artinya, hanya kepada Engkau kami menyembah, dan hanya
kepada Engkau kami memohon dan meminta pertolongan. Sudahkah kita
mengabdi dan memohon pertolongan hanya kepada Allah?

2. Mujahadah (orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah)

Ibadah adalah alasan Allah menciptakan manusia. “Dan Aku tidak


menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar mereka menyembahKU.
(QS. Adz Dzariyat, 51 : 56)

Bermujahadah artinya bersungguh-sungguh dalam melaksankan


keta’atan dalam menjalankan perintah Allah. Sa’id Musfar Al Qahthani
mengatakan; Mujahadah berarti mencurahkan segenap usaha dan
kemampuan dalam mempergunakan potensi diri untuk taat kepada Allah
dan apa-apa yang bermanfaat bagi diri saat sekarang dan nanti, dan
mencegah apa-apa yang membahayakannya.

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar-


benarakan Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.
(QS. Al ‘Ankabuut, 29 : 69)

Orang yang merubah rasa malas menjadi semangat, meninggalkan


maksiat menuju keta’atan, bodoh menjadi berilmu, dari ragu kepada
yakin, adalah ciri orang yang bermujahadah. Mujahid yang selalu
berupaya bersungguh-sungguh di jalan Allah.
 

3. Muraqobah (Selalu Merasa diawasi Allah)

“Orang yang banyak berdzikir adalah orang selalu merasa diawasi oleh
Allah SWT. Dzikir terambil dari kata dzakaro yang berarti menghadirkan
sesuatu ke dalam benak. Dzikrullah adalah menghadirkan Allah ke dalam
benak. Karena itu orang yang selalu berdzikir akan menyadari betul
bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. Seperti di dalam ayat
“Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang
tersembunyi.                                  (QS. Al A’la, 87 : 7)

Dalam ayat lain: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia


dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat
kepadanya dengan urat lehernya, yaitu ketika dua malaikat mencatat
amal perbuatannya, satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di
sebelah kiri. Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di
dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf, 50 : 16-18)

4. Muhasabah (Intropeksidiri)

Terkait dengan muhasabah, Umar bin Khaththab berkata, “Hisablah


dirimu sebelum dihisab, timbanglah diri kalian sebelum ditimbang.
Sesungguhnya berintropeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan dari
pada hisab di kemudian hari” (HR. Iman Ahmad dan Tirmidzi secara
mauquq dari Umar bin Khaththab)

Hal senada juga pernah diungkapan oleh Hasan Al Basyri pernah berkata,
“Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia menghisab dirinya
karena Allah. Karena sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan
ringan bagi mereka yang telah menghisab dirinya di dunia.

5. Mu’aqobah (Memberi sanksi ketika lalai beribadah)


Sikap jika bersalah memberi sanksi diri sendiri dengan mengganti dan
melakukan amalan yang lebih baik meski berat, contoh dengan infaq dan
sebagainya. Atau dengan bersegera bertaubat dan berusaha kuat untuk
tidak mengulanginya lagi. Memberikan sanksi (‘iqob) ketika kita lalai
memang sulit. Dibutuhkan kesadaran diri yang baik dan kimanan yang
kuat. Hanya orang-orang yang sholeh yang dapat melakukannya. Seperti
salah satu kisah Nabi Sulaiman as dalam Alquran,

“(ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di


waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore, maka ia berkata:
“Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik
(kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhankusampai kuda itu hilang dari
pandangan. Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku”, Lalu ia potong
kakidan leher kuda itu.(QS. Shaad, 38 : 31-33)

Sebuah perilaku yang dapat kita jadikan contoh, juga generasi sahabat
atau parasalaf yang meng ‘iqob dirinya secara langsung ketika mereka
melakukan kekhilafan, misalnya: dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa
Umar bin Khaththab pergi kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-
orang sudah selesai melaksanakan sholat Ashar. Maka beliau berkata:
“Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah
sholat Ashar, kini kebunku aku jadikan shodaqoh untuk orang-orang
miskin.

“Jadi, kalau soal akhirat, seperti lari maraton. Tapi urusan dunia, seperti hidup
selamanya, ya tenang,” katanya saat ngaji kitab Al-Hikam yang disiarkan TVNU,
pada Jumat (9/10/2021) lalu. Menurutnya, prinsip itu berdasarkan hadits Nabi yang
berbunyi i’mal li duniâka ka annaka ta’îsyu abadan wa’mal li âkhirataka ka annaka
tamûtu ghadan (bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya.
Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok pagi).

‫س َعنْ عُمْ ِر ِه فِ ْي َما َأ ْف َناهُ َو َعنْ َش َب ِاب ِه فِ ْي َما َأ ْباَل هُ َو َعنْ َمالِ ِه مِنْ َأي َْن‬
ٍ ‫ْن آ َد َم َي ْو َم ْالقِ َيا َم ِة مِنْ عِ ْن ِد َر ِّب ِه َح َتى يُسْ َأ َل َعنْ َخ ْم‬
ِ ‫اَل َت ُز ْو ُل َق َد َما اب‬
‫ا ْك َت َس َب ُه َوفِ ْي َما َأ ْن َف َق ُه َو َم َاذا َع ِم َل فِ ْي َما َعلِ َم‬. “Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam di hari
kiamat dari sisi Tuhan-Nya, hingga dia ditanya tentang lima perkara (yaitu): tentang
umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan,
tentang hartanya dari mana ia dapatkan, dan dalam hal apa (hartanya tersebut) ia
belanjakan, dan apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu yang dimilikinya” (HR. at-
Tirmidzi No. 2416) Berdasarkan hadis tersebut, kata dia, manusia perlu mengetahui
empat item dengan lima pertanyaan. Pertama, tentang umur. Sampai detik ini,
berapa umur kita. Dari sekian tahun umur kita, sudah berapa tahunkah umur yang
sudah kita gunakan untuk mengabdi dan menghamba kepada Tuhan. “Apakah
umur kita lebih banyak menimbun harta daripada menimbun amal ibadah? Apakah
lebih banyak senda gurau daripada ibadah. Apakah lebih banyak memikirkan
duniawi atau ukhrawi. Hanya pribadi masing-masing yang mampu menjawab,"
jelasnya. Kedua, tentang masa muda seseorang. Masa muda adalah masa yang
tidak boleh dilewati sia-sia. Seyogyanya, manusia harus memanfaatkannya dengan
hal-hal yang bermanfaat kepada dirinya dan orang lain. “Apakah masa mudanya
dipakai untuk rajin ke masjid atau rajin ke tempat dugem. Masa muda dipakai
untuk mencari ilmu atau mencari duniawi. Masa muda dipakai untuk sesuatu yang
bermanfaat untuk kepentingan orang banyak atau untuk individu? Sadarlah bahwa
ketika tua nanti akan ada penyesalan jika masa mudanya tidak digunakan untuk hal
bernilai positif,” ucapnya. Ketiga, tentang ilmu yang dimiliki masing-masing
manusia. "Apakah ilmunya digunakan untuk kepentingan pribadi atau untuk
mencerahkan orang banyak. Apakah ilmunya digunakan untuk mencari harta,
tahta, dan wanita atau untuk membimbing orang banyak. Silakan introspeksi
sendiri," tandasnya. Keempat, tentang harta. Harta yang saat ini dimiliki akan
ditanya dua hal. "Yaitu darimana harta itu didapatkan dan untuk apa harta
digunakan?," ungkapnya. Menurut dosen Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum
(Unipdu) Jombang ini, pertanyaan-partanyaan yang sudah tidak jadi rahasia lagi
seharusnya menjadi peringatan bagi manusia agar senantiasa berhati-hati dalam
menjalani hidup di dunia dan keselamatannya di akhirat kelak. "Sebagai hamba
Allah, maka kita harus mengikuti apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang
dilarang. Bukan malah menuruti dan mempertontonkan hawa nafsu," pungkasnya.

Bahwa akhir dari kehidupan manusia kelak adalah akhirat, surga. 


 
“Jangan sampai kita tidak menyiapkan rumah masa depan yang
abadi untuk kita tempati,” kata Pak Nuh sebagaimana ditulis Kiai
Ma’ruf Khozin.
 
Bahwa menyiapkan bekal dan tempat di akhirat di antaranya
dengan pasif income  yakni penghasilan tetap. 
 
“Apa saja itu? Yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak
saleh yang mendoakan orang tuanya,” ungkapnya sebagaimana
sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim.
 
Selanjutnya dijelaskan, ibarat kekayaan di dunia seperti tanah luas
mencapai puluhan hektar, dapat bernilai dan menjadi aset bila
memiliki sertifikat. 

“Orang yang meninggal diikuti oleh tiga perkara, dua akan kembali dan satu lainnya akan
tetap bersamanya. Ia diikuti oleh keluarganya, hartanya dan amal perbuatannya. Maka
keluarga dan hartanya akan kembali (ke rumahnya) sedangkan amal perbuatannya tetap
bersamanya” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Namun dari amalan-amalan yang diperbuat oleh manusia terbagi menjadi dua, ada amalan
yang berhenti ketika amal ibadah tersebut selesai dilakukan, ada amalan yang tak berujung
terus mengalir walau orang yang mengamalkannya sudah wafat.

ada tujuh orang yang catatan pahalanya terus mengalir. Mereka adalah orang yang
melakukan kebaikan yang manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh dirinya, tetapi kebaikan
yang manfaatnya berkelanjutan, melampaui, dan tidak terbatas (at-ta’addi). ‫حديث َأ َنس َقا َل َقا َل‬
َ ‫ َأ ْو غ ََر‬،ً‫ َأ ْو َح َف َر ِبْئ را‬،ً‫ َأ ْو َك َرى َنهْرا‬،ً‫ َمنْ َعلَّ َم عِ ْلما‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َس ْب ٌع َيجْ ِرى ل ِْل َع ْب ِد َأجْ ُرهُنَّ َوه َُو فِي َقب ِْر ِه َبعْ دَ َم ْو ِت ِه‬
‫س‬ َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
‫ك َولَداً َيسْ َت ْغفِ ُر لَ ُه َبعْ َد َم ْو ِت ِه رواه البزار وأبو نعيم والبيهقي‬ َ ‫ َأ ْو َت َر‬،ً‫ث مُصْ َحفا‬ َ َّ‫ َأ ْو َور‬،ً‫ َأ ْو َب َنى َمسْ ِجدا‬،ً‫ َن ْخال‬  Baca Juga: Ratib Al-
Haddad; Sejarah, Penyusun dan Keutamaan Membacanya   Artinya, “Hadits sahabat Anas
bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Ada tujuh jenis amal yang pahalanya mengalir terus
kepada seseorang di alam kuburnya: (1) orang yang mengajarkan ilmu, (2) orang yang
mengalirkan (mengeruk atau meluaskan) sungai, (3) orang yang menggali sumur, (4) orang
yang  menanam pohon kurma, (5) orang yang membangun masjid, (6) orang yang
mewariskan mushaf, (7) orang yang meninggalkan anak keturunan yang memintakan
ampunan baginya sepeninggal kematiannya,’” (HR Al-Bazzar, Abu Nu’aim, dan Al-Baihaqi).
(Al-Mundziri, At-Targhib wat Tarhib, [Beirut, Darul Fikr: 1998 M/1418 H], juz III, halaman
305-306).    Selain dari tujuh amalan tersebut, masih ada amalan lain yang pahalanya tak
berujung, hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang menyebutkan tiga jenis amal yang
catatan pahalanya juga berkelanjutan meski orang yang mengamalkannya telah meninggal
dunia.   ‫عن أبي هريرة أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال إذا مات اإلنسان انقطع عمله إال من ثالثة صدقة جارية أو علم ينتفع به‬
‫ أو ولد صالح يدعو له‬    Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Bila
seseorang meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali berasal dari tiga hal, yaitu
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya,’” (HR Bukhari
dan Muslim).    Berdasarkan hal tersebut, para ulama membagi dua jenis amal ibadah dari
segi keberlanjutannya, yaitu at-ta’addi (keberlanjutan tak terbatas) dan al-qashir (terbatas). 

Anda mungkin juga menyukai