Anda di halaman 1dari 11

Nama : Lidia Benitasari Purba

NPM : 199110072

Jurnal Serunai Bahasa Indonesia Vol.15, No.2, Agustus 2018 e-ISSN


2621-5616

ANALISIS SEMIOTIK PADA PESTA PERKAWINAN ADAT KARO


Nama jurnal. Tahun, halaman,
LANGKAT (KAJIAN SEMIOTIKA SOSIAL)
nomor, judul jurnal, penulis.
Sri Ulina Beru Ginting Muhammad Ali Sadikini

STKIP Budidaya Binjai

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna semiotik


pada wacana perkawinan adat Karo Langkat, Mulai dari
pelaksanaan Ngembah Belo selambar (meminang perempuan
Karo), Nganting Manuk, Pesta adat dan acara ngobah tutur atau
yang dikenal dengan Mukul.Semua makna yang dipakai dan yang
digunakan mempunyai makna tertentu dalam proses menjalankan
adat. Dimana perlengkapan yang digunakan ose kedua belah
pengantin dan keduah pihak orang tua pengantin, Luah (kado) dari
singalo bere bere(Paman) berupa Penjayon (alat alat rumah
tangga) tikar dan bantal, lampu telpok , beras priuk, ayam, telur
Abstrak
ayam, kuali, piring , gelas, dan cerek.Metode penelitian yang
digunakan adalah metode deskriptif, dimana akan dibuat deskripsi
yang sistematis dan akurat mengenai data yang diteliti. Metode
deskriptif dipilih karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk
menggambarkan makna makna yang terdapat pada perlengkapan
wacana perkawinan adat Karo . Makna yang terdapat dalam
wacana perlengkapan Perkawinan adat Karo langkat dikaji secara
semiotik menentukan bagaimana kedudukan seseorang tersebut
pada saat proses berjalan adat. Apakah ia duduk diposisi, anak
beru, Kalimbubu, sembuyak/senina atau teman meriah.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode interpretatif
kualitatif menggunakan teori Charles Sanders Pierce. Populasi yang
diambil dalam penelitian ini adalah komunitas Etnis Karo yang
terlibat langsung dalam pesta perkawinan adat Karo di Desa
Purwobinangun Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat.
Metode Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara
dan dokumen serta studi pustaka. Dalam penelitian ini metode
pengumpulan dat simbol verbal dan nonverbal dalam upacara
perkawinan adat Karo dilakukan melalui pengamatan dan
pengindraan peneliti secara langsung pada upacara perkawinan
adat Karo Langkat.
Pesta perkawinan adat Karo pada suku Karo Langkat biasanya
dilaksanakan di Jambur, dimana jambur merupakan satu bangunan
berbentuk rumah besar dimana selalu digunakan sebagai tempat
Hasil dan pembahasan
bermusyawarah masyarakat desa, selain itu juga digunakan
sebagai tempat pesta adat perkawinan atau kematian. Pada mata
kerja perkawinan adat karo Langkat banyak mengandung makna
semiotik.
Semiotik makna pada perlengkapan perlengkapan Mata Kerja
pesta perkawinan adat Karo pada suku Karo Langkat dapat kita
analisis sebagai berikut. Pada hari yang telah ditentukan diadakan
pesta perkawinan, hari itu semua sangkep ngeluh dalam kedua
belah pihak pengantin hadir untuk memuliakan dan memeriahkan
perkawinan tersebut. Didaerah Karo Langkat setiap posisi yang ada
diadat baik itu Kalimbubu, Senina/Sembuyak maupun Anak Beru
masing masing membawa luah untuk diberikan kepada pengantin.
Menurut adat luah Kalimbubu singalo bere-bere tersebut adalah:
1. Tendang Sumagam (Lampu Teplok )
 nerangi si gelap  ukur sigelap  pengenen si gelap  terang
pengenen kusider bertengna la situngkat galuhna. Tendang
Sumagam (Lampu Teplok) memaknai agar menerangi kehidupan
yang gelap, hati yang gelap dan pengelihatan yang gelap serta
tidak membedakan pengelihatan didalam keluarga baik keluarga
dari suami dan keluarga dari istri tidak ada ketimpangan dalam
pengelihatan.) Semiotik Makna yang terdapat pada tendang
(lampu) dalam keadaan menyala maknanya agar keluarga yang
didirikan pengantin menjadi terang kepada semua orang banyak,
dalam hal ini pegangan lampu yg tertutu dibuka dimaknai agar
kedua penganting tidak bersebelahan memandang keluarga.
2. Kudin dan ukat (Priuk dan sendoknya), semiotik makna yang
terdapat setelah dianalisis adalah modal, agar berusaha sekuat
tenaga untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, priuk tidak
boleh kosong, jika kosong akan terjadi masalah dalam keluarga
tersebut.
3. Pinggan Pasu (piring), Pinggan pasu merupakan piring lebar
selebar talam dimana ini memaknai kebersamaan dalam mencapai
tujuan yang sudah tercapai. piring ini dipungsikan pada pengantin
baru saat makan memberi nakan pegegeh biasanya dilasanakan
pada saat sesorang sudah lulus kuliah, pengantin baru dan
seseorang yang baru mendapatkan pekerjaan , menduduki jabatan
yang baru. semiotik makna yang terdapat pinggan pasu ini adalah
agar keluarga baru ini menerima doa restu yang baik baik dari
pihak kalimbubu, anak beru dan sembuyak/senina (Pasu-Pasu).
4. Beras Meciho (beras page situnggang) Memaknai bekal awal
yang akan dipergunakan dalam rumah tangga yang baru, agar lebih
kuat mencari rejeki dan dapat memberi kesejahteraan bagi
keluarga yang baru dalam mangkok dan telur ayam, Semiotik
makna dari beras mesiho ini adalah bermaknakan agar keluarga
baru tersebut serasi dan menerima kemuliaan.
5. Manuk pinta-pinta (ayam untuk dipelihara). semiotik
maknanya agar keluarga tersebut mau memelihara ayam tersebut
jika datang keluarga dapat dipotong dan makan bersama.
6. Amak dabuhen/Amak tayangen (tikar tidur ditambah bantal)
semiotik maknanya bermakna tempat tidur, memikirkan hal-hal
yang baik menjadi tempar bermusyawarah menjelang istrahat
malam.
7. Gula Tualah ( Gula merah dan kelapa) Gula Tualah memberi
makna kemanisan hidup dalam berumah tangga menyeimbangkan
antar keberpihakan kepada keluarga istri dan keluarga suami
jangan berpilih kasih tetapi harus sama manisnya.
Semiotik Makna pada Perlengkapan-Perlengkapan Mata Kerja
Pesta Perkawinan Adat Karo Pada Suku Karo Langkat
1. Ose (Pakaian)Wanita
 Tudung : Kelam Kelam, Beka Buluh Tudung merupakan
salah satu mahkota kencantikan pada wanita Karo
yang dipakai/dijunjung dikepala. Tudung merupakan
satu ciri kedudukan pada perempuan Karo didalam
adat, yang wajib mengenakan tudung pada saat
prosesi adat berlangsung adalah Kalimbubu (Wanita
yang dituakan di adat ), senina sipemeren (ibu beradik
kakak),yang berperan didalam adat biasanya sebelum
pesta adat beberapa hari sebelumnya sudah diketahui
siapa yang harus memakai tudung.
 Abit (Kain) : Sungkit, Uis Julu/Jungkit, Uis Nipes Abit
(kain ) abit yang disarungkan pada perempuan Karo
memaknai kesopanan dalam berbusana, dimana aura
paha kebawah harus ditutup dengan abit (kain)
 Sertali Emas emas. Sertali Emas emas adalah
perhiasan khas Karo yang dipakai umtuk memperindah
penampilan perempuan Karo dimana menandakan
kemegahan dalam suatu pesta biasanya sudah kerja
sintua yang sudah ose er emas emas pesta yang besar.
tudung dihiasi dan dikalungkan dengan sertali.
 Kampil (tas kecil berisi sirih, kapur, gambir dan
tembakau) : memaknai bentuk kehormatan kepada
kerabat yang datang, dimana kita wajib menawarkan
sirih meski kerabat tersebut tidak makan sirih.
2. Ose (Pakaian) Pria
 Uis arinteneng Uis arinteneng yang dipakai dalam ose
pria Karo menandakan kewibawaan si pria dalam proses
menjalankan adat, dan memaknai posisi didalam adat.
 Bulang Bulang ( kain yang di pundak pria) : Bekabuluh
Bulang bulang (kain bekabuluh yang dipakai pria sebagai
penutup kepala) yang dipakai oleh pria karo memaknai
kegagahan dalam kedudukannya dan tugas tanggung
jawab yang harus ia junjung dalam kedudukannya.
 Lange-lange : Lange lange ( kain beka Buluh yang di
sangkutkan pada bahu pria Karo) : Memaknai beban tugas
dan tanggung jawab yang harus di pikul berdasarkan
kedudukan dalam posisi di adat.
 Sertali Emas Emas. Sertali emas emas yang dipakai pria
dalam pesta adat menandakan kemegahan pesta yang
besar di osei lengap.
Perlengkapan-perlengkapan Ose (pakaian adat lengkap)
pengantin terdiri atas:
1. Kain adat Uis Beka Buluh : Kain yang dipakai pengantin
laki dan bapak pengantin sebagai topi dan yang diletak
dibahu. dan lapisan tudung (mahkota pengantin) sebelah
atas yang dipakai pengantin wanita dan ibu pengantin
Memaknai: Uis beka buluh memaknai bahwa tugas dan
tanggung jawab yang di pikul dan di junjung harus benar
benar dijalankan didalam adat,sesuai dengan kedudukan
masing masing didalam adat seperti Kalimbubu,Senina,
dan anak beru dimana ke tiga posisi ini silih berganti kita
dapatkan sesuai dengan pelaksanaan adat Karo.
2. Uis Nipes : Kain adat yang dipakai pengantin wanita dan
ibunya yang di pakaikan di pinggang yang berwarna
merah. Memaknai Kemehagaan (Kehormatan), uis nipes
merupakan kain adat yang dipakai dalam upacara adat
baik suka dan duka. Memaknai kemahagaan sebagai
perempuan Karo yang identik dengan Uis nipes.
3. Sertali( Perhiasan ) yang digunakan di tudung dan di
bulang bulang dan yang dikalungkan kedua pengantin.
Memaknai: Sertali atau hiasan yang dikalungkan dan yang
diletakkan di tudung dan di bulang bulang merupakan
suatu tanda dan makna yang terdapat didalam pesta.
apakah pesta yang besar (sintua), pesta yang sedang
(sintengah) atau pesta yang sederhana (singuda). biasanya
yang sudah menggunakan perhiasan sertali sudah masuk
kategori pesta yang besar dan mewah.
4. Kampil, pada pesta perkawinan adat Karo Langkat
pengantin wanita selalu membawa kampil dimana kampil
tersebut berisi sirih, kapur, tembakau, pinang dan gamber.
Pada perkawinan adat Karo Langkat Luah (kado) dari pada
perbibin/Anak Beru ( Kakak/Adik Perempuan dari Bapak
perempuan) dan luah Senina/Sembuyak (sepupu dimana
ibu atau bapak pengantin beradik kakak) biasanya berupa:
a. Kain Panjang. b. Uis Nipes (kain tenun yang dipakai
wanita Karo dibahunya)Kampuh (kain Sarung) a. Kain
panjang, dalam perkawinan adat Karo Langkat kain
panjang merupakan luah (kado) yang wajib diberi pada
pengantin sesuai dengan perannya baik Kalimbubu,
senina/sembuyak dan anak beru. Memaknai: Pada
pemberian kain panjang selalu diikuti dengan kata enda
luah kami nakku kain panjang murah dimana memaknai
Agar perkawinan panjang dan langgeng sampai anak cucu,
dan murah rejeki dalam rumah tangga yang baru
Jurnal Komunikasi & Administrasi Publik

Analisis Semiotika Terhadap Prosesi Pernikahan Adat Jawa “Temu


Manten” di Dolok Ilir I Kecamatan Dolok Batu Nanggar
Nama jurnal. Tahun, halaman,
nomor, judul jurnal, penulis.
Sri Nurhayati; Ahmad Fadlan; Ainul Hakim Syukri; Hassan Sazali;
Maulana Andinata

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan


menganalisis makna dari Pernikahan Adat Jawa “Temu Manten” di
Dolok Ilir I, Kec. Dolok Batu Nanggar. Jenis penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif interpretatif, dan
Abstrak menggunakan metode penelitian semiotika yaitu sebuah metode
analisis untuk mengkaji sebuah tanda dan makna pada objek yang
sedang diteliti berdasarkan fakta dilapangan yaitu mengenai
Prosesi Pernikahan Adat Jawa “Temu Manten” di Dolok Ilir I, Kec.
Dolok Batu Nanggar.

Dalam penelitian ini menggunakan salah satu jenis penelitin yaitu


Kualitatif Interpretatif. Dimana penelitian ini meakukan sebuah
pengamatan secara menyeluruh pada prosesi penikahan adat Jawa
Temu Manten di Dolok Ilir I, Kec. Dolok Batu Nanggar. Setelah data
Metode terkumpul dan data sudah dikelompokkan maka dilakukanlah
analisis data dengan menggunakan data semiology Roland Barthes
yang dikembangkannya menjadi dua tingkatan yaitu menjadi
Denotasi dan Konotasi untuk memahami makna yang terkandung
didalam prosesi adat Jawa Temu Manten.
Hasil dan pembahasan Temu Manten
Denotasi : Prosesi “Temu Manten” atau biasa disebu “Panggih” ini
yang awalnya dilakukan datagnya keluarga mempelai laki-laki yang
membawa “Sanggan” yang isinya 1 tangkep pisang raja atau 2 sisir
yang telah dimasak, berukuran besar dan bersih. Karena, pisang
raja merupakan salah satu pisang yang memilki rasa yang enak,
harum dan tahan lama meskipun kulitnya sudah mongering tetapi
rasanya tetap enak dan massih harum.
Konotasi : Pisang raja juga dapat dimaknai sebagai sebuah harapan
kehidupan kedua mempelai nantinya agar mereka dapat hdup
bahagia seperti seorang raja dan seorang pemaisuri yang dapat
memberikan kebahagiaan terhadap orang lain. Sedangkan pisang 2
sisir itu melambangkan perkataan anatara calon orang tua dari
kedua mempelai bahwa mereka telah siap menikahkan anak laki-
laki dan anak perempuannya.
Lempar Sirih
Denotasi : Pada prosesi lempar sirih ini adalah bertemunya kedua
mempelai dan saling berhadapan dengan jarak sekitar 3-5 langkah
dan saling melempar ikatan daun sirih yang telah digenggam satu
sam lain. Dimana mempelai pria melempar iaktan daun sirih
tersebut tepat pada bagian jantung mempelai wanitanya dan
mempelai wanitanya melempar tepat kearah kaki mempelai pria.
Kedua mempelai juga didampingi oleh kedua orang tuanya tepat
dibahgian kakan dan kiri serta kerabat ataupu keluarga tepat
berada dibelakangnya. Konotasi: Untuk acara ini daun sirih yang
digunakan adalah daun sirih yang memiliki ruas saling menyatu
atau biasa disebut dengan “temu ros” yang diartikan bahwa
bertemunya dua pemikiran yang saling berberda dan akan menjadi
satu. Arti dari lemparan sirih wanita kea rah kaki mempelai pria itu
mengartikan bahwa didalam berumah tangga nantinya istri harus
selalu taat, tunduk, dan menghormati suami, sedangkan arti dari
mempelai pria yang melempar kerah bagian jantung wanita itu
mengartikan bahwa hal tersebut merupakan bentuk (lambang)
kasih sayangnya suami kepada istrinya.
Wiji D adi (Injak Telur)
Denotasi: Dalam prosesi ini mempelai pria diwajibkan untuk
membuka alas kaki yang digunakan untuk prosesi menginjak telur,
didepan memplai pria juga sudah disediakan wadah untuk
dilakukannya prosesi injak telur dan wadah tersebut berisi air dan
kembang. Telur yang digunakan merupakan telur ayam kampung.
Dan telur tersebut harus di injak menggunakan kaki kanan hingga
telur tersebut benar-benar pecah.
Konotasi: prosesi ini memiliki makna bahwa mempelai pria siap
untuk memulai hidup dan dunia dunia yang baru. Melepas alas
kaki memiliki arti bahwa didalam kehidupan berumah tangga pria
lah yang menjadi kepala rumah tangga dan harus memilki jiwa
yang kuat dalam menjalani suka duka yang dirasakan seperti
menginjak telur tanpa alas kaki. Telur ayam kampung memiliki arti
agar kedua mempelai nantinya dapat dengan cepat dikarunia
seorang momongan dan juga dijadikan simbol pemecah selaput
darah dari seorang wanita oleh seorang pria.
Sinduran (Gendong Manten)
Denotasi: Dalam hal ini ayah dari mempelai wanita berada di
depan kedua mempelai, mempelai wanita berada tepat disamping
sebelah kiri dan mempelai prianya berada di sebelah kanan dan
sang ibu dar mempwlai wanita memasangka kain panjang untuk
menutupi kedua pundak kedua mempelai. Ujung kain tersebut di
pegang oleh ayah dari mempelai wanita dan membawa kedua
mempelai kekursi pelaminan serta ibu dari mempelai wanita
menuntun dan memegangi kain dari belakang.
Konotasi: kedua mempelai yang sudah sah menjaddi pasangan
suami istri telah diterima oleh keluarga besar mempelai wanita
tanpa adanya perbedaan anak dan menantu. Untuk kain yang
digunakan memiliki makna sebagai lambang untuk
mempersatukan jiwa raga suami dan istri. Untuk seorang ayah
yang berjalan didepan kedua mempelai memiliki makna untuk
menunjukkan jalan bagi kedua mempelai agar kedepannya rumah
tangga mereka tidak ada hambatan yang besar dalam berumah
tangga, serta semua rintangan dan hambatan tidak akan membuat
rumah tangga mereka menjadi goyah dan tidak melemahkan
keyakinan mereka terhadap perjuangan mereka dalam berumah
tangga yang harmonis. Makna dari ibu mempelai wanita yang
berada dibelakang kedua mempelai adalah seoramg ibu
mendukung anaknya agar kedepannya dapat menciptakan rumah
tangga yang harmonis.
Timbangan
Denotasi: Prosesi dilakukan kedua mempelai duduk di pangkuan
ayah dari mempelai wanita dan tangan ayahnya merangkul dan
memeluk kedua mempelai serta apabila ayah dari mempelai
wanita sudah tiada prosesi tersebut dapat digantikan oleh ibu dari
mempelai wanita. Dalam hal ini ayah ataupun ibu mempelai
wanita juga melakukan percakapan : Ibu : abot endi bapake?
(berat yang mana pak?) Ayah : podo, podo abote (sama beratnya)
Konotasi: Pada prosesi memiliki makna bahwa tidak adanya
perbedaan antara anak kandung dan menantu, kasih dan saying
yang diberikan sama tidak berat sebelah.
Kacar Kucur
Denotasi : Pada prosesi ini mempelai pria menuangkan beras,
beras ketang, kacang tanah, jagung, rempah-rempah, bunga dan
uang logam yang di satukan dalam satu wadah dan akan diterima
oleh mempelai wanita dengan selendang kecil setelah itu slendang
diikat dan diberikan kepada ibu dari mempelai wanita itu sendiri.
Konotasi: Dalam prosesi ini kacar kucur memiliki makna
memberikan nafkah kepada istri. Karena suami adalah kepala
rumah tangga yang memilki kewajiban untuk menghidupi dan
memeberi nafkah kepada isteri dalam bentuk apa saja dan isteri
menerima dengan sepenuh hati serta mengelola ataupun
mengatur penghasillan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Mitos Pada prosesi pernikahan “Temu Manten” adat jawa ini
dilakukan dengan penuh harapan bahwa nantinya setelah kedua
mempelai mengikuti prosesi tersebut, kedua mempelai dapat
menjalankan rumah tangga yang harmonis, rukun, damai dan tidak
ada masalah apapun dalam rumah tangga mereka kedepannya.
Suku Jawa meyakini kebenaran yang ada pada makna dibalik
prosesi yang dilakukan, jadi setelah menikah mereka sangat
berharap memiliki rumah tangga yang damai, harmonis, rukun dan
dapat menyelesaikan suatu pemasalah yang ada didalam rumah
tangga mereka dengan baik dan berkepala dingin tanpa adanya
campur tangan dari orang lain
SIMBOLISASI HUBUNGAN ANTAR MANUSIA DALAM UPACARA
PESTA PERNIKAHAN BATAK TOBA (Analisis Semiotika Pesta
Marunjuk)
Nama jurnal. Tahun, halaman,
nomor, judul jurnal, penulis. Oleh: SHERLY FERONIKA SITANGGANG

Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,


Universitas Brawijaya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pesan yang


disampaikan dengan mencari makna dari simbol yang digunakan
dalam menggambarkan hubungan antar manusia yang terdapat
dalam upacara adat pesta pernikahan Batak Toba marunjuk.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif, yang
dilakukan dengan cara menganalisis prosesi pelaksaan upacara
Abstrak
adat pesta pernikahan Batak Toba marunjuk yang telah
didokumentasikan kedalam bentuk video. Video ini kemudian
dianalisis menggunakan metode analisis semiotika model Roland
Barthes, sehingga diketahuilah makna denotasi terlebih makna
konotasi yang terkandung dalam setiap prosesi upacara
pernikahan Batak Toba.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


Metode penelitian kualitatif deskriptif. Model semiotika yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model semiotika Roland Barthes.

Hasil dan pembahasan Minum Aek Sitio – Tio


Makna Denotasi
Sebelum memulai rangkaian acara pesta pernikahan, terlebih
dahulu kedua pengantin melakukan persiapan dengan pihak
keluarga, acara persiapan ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut, kedua orangtua dari mempelai pria berdiri dihadapan
kedua mempelai, orangtua tersebut terlihat meletakkan tangannya
diatas kepala mempelai, dan terdapat gelas berisi air mineral. Air
mineral merupakan cairan yang jernih dan bertujuan untuk
menghilangkan rasa haus. Air mineral yang dipegang oleh orangtua
mempelai diisi hingga penuh kedalam sebuah gelas, kemudian
kedua mempelai yang sedang melangsungkan upacara pernikahan
diberi minum dengan air mineral tersebut oleh orangtua mempelai
pria.
Makna Konotasi
Dalam upacara pernikahan dalam suku Batak Toba, sebelum acara
dilangsungkan terdapat persiapan yang dilakukan berupa
pemberian berkah dan doa yang disampaikan oleh orangtua
mempelai pria kepada kedua mempelai, adapun hal ini ditandai
dengan tindakan yang dilakukan orangtua mempelai dengan
meletakkan tanggannya diatas kepala mempelai yang bermakna
bahwa orangtua tersebut memberi restu serta doa kepada kedua
mempelai.
4.2.2 Marnialap
Makna Denotasi
Dalam sebuah pesta pernikahan, secara umum pastilah melibatkan
dua keluarga, pihak keluarga mempelai pria dan keluarga
mempelai wanita. Dalam masyarakat Batak Toba, orangtua serta
keluarga dari mempelai wanita disebut sebagai pihak hula – hula.
Upacara pesta pernikahan marunjuk diadakan di kediaman
keluarga mempelai pria, pada saat hari pelaksanaan pesta
marunjuk, pihak hula – hula dijemput untuk menghadiri pesta
marunjuk atau hal ini sering juga disebut dengan marnialap. Ketika
menghadiri upacara, semua menyumbangkan tari diiringi dengan
irama somba – somba atau sembah – sembah yang dimainkan oleh
pemain musik. Pihak hula – hula dengan gerakan dimana telapak
tangan menghadap kebawah, serta pengantin dengan pihak
keluarga mempelai pria atau yang disebut dengan pihak boru
menyambut dengan gerakan kedua telapak tangan disatukan.
Makna Konotasi Dalam bagian upacara ini, para penari
menyatakan hubungan yang terjalin diantara mereka melalui
gerakan yang ditarikan. Adapun hula – hula adalah pihak keluarga
mempelai wanita yang datang menghadiri undangan pihak
mempelai pria. Gerakan tarian yang dilakukan oleh pihak hula –
hula ketika menghadiri acara marunjuk adalah dengan cara
mengangkat tangan dengan telapak tangan menghadap kebawah,
hal ini memiliki makna bahwa mereka datang dan memberikan
berkat atas upacara pernikahan yang dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan prinsip hidup orang Batak Toba yang tertuang
dalam Dalihan na tolu yang salah satu nya berbunyi “ Elek marboru
“ yang berarti menyayangi atau membujuk pihak boru. Dari
gerakan tari yang dilakukan dalam bagian acara ini kita dapat
melihat penggambaran posisi Hula – hula dalam menjalankan
peran mereka sebagai pihak hula –hula yaitu menunjukan kasih
sayang mereka melalui berkah yang mereka berikan lewat gerakan
tari mereka.
ANALISIS SEMIOTIKA PADA SIMBOL UPACARA NYORONG DALAM
Nama jurnal. Tahun, halaman, PERKAWINAN ADAT SAMAWA
nomor, judul jurnal, penulis.
Hasida

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah makna


simbol-simbol dalam upacara nyorong perkawinan adat Samawa di
Kecamatan Alas Kabupaten Sumbawa menggunakan kajian
semiotika Charles Sanders Peirce. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian kualitatif etnografi, karena penelitian ini mengankat
objek tentang budaya. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode dokumentasi, wawancara, rekam, dan
teknik catat. Metode analisis data dalam penelitian ini
Abstrak menggunakan teoti segitiga makna Charles Sanders Peirce yang
terdiri atas ikon, indeks, dan simbol. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa diangkat empat simbol dalam upacara
nyorong perkawinan adat Samawa, yaitu loto kuning, pita, lawang
rare dan bunga rampe. Semua simbol yang digunakan dalam
upacara nyorong itu merupakan wujud harapan dan doa-doa
kepada kedua mempelai agar dapat menjalin rumah tangga yang
sakina, mawaddah, dan warohma serta mendapatkan ridho dari
Allah SWT.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


pendekatan etnografi karena berkaitan tentang budaya. Penelitian
Metode kualitatif etnografi ini digunakan untuk memperoleh deskripsi
tentang makna simbol dalam upacara nyorong perkawinan adat
Samawa di Kecamatan Alas Kabupaten Sumbawa Besar.

Hasil dan pembahasan 1. Simbol loto kuning


Tanda sekaligus simbol yang pertama adalahloto kuning.Loto
kuning merupakan beras yang diwarnai dengan warna kuning yang
digunakan pada saat upacara nyorong. Beras kuning dicampur
dengan bete pade (brondong beras) dan kiping. Berdasarkan
bagan triadik di atasloto kuning dalam prosesi upacara nyorong
adalah lambang kebahagiaan yang dirasakan oleh pihak wanita
atas penerimaan pihak laki-laki dan diharapkan akan adanya
kesejahteraan atau kesuburan pada kedua mempelai saat
menjalani rumah tangga kelak.
2. Simbol Pita
Simbol kedua yang terdapat dalam upacara nyorong adalah pita.
Pita merupakan pembatas atau penutup pintu perhelatan yang
terbuat dari kertas krep dan digunakan oleh masyarakat sumbawa
pada saat upacara nyorong. berdasarkan bagan triadic pita dalam
bermakna bahwa sesuatu yang kita inginkan tidak mudah untuk
didapatkan. Kita harus melewati beberapa syarat agar kita
mendapatkannya, begitu juga dengan prosesi ini, kita harus
melewati beberapa syarat agar kita dapat mengikuti prosesi
upacara nyorong yang salah satunya perosesi dari perkawinan adat
samawa.
3. Simbol Lawang Rare
Simbol ketiga yang terdapat dalam upacara nyorong adalah lawang
rare.lawang rare merupakan merupakan pintu gerbang perhelatan
untuk menyambut kedatangan pihak laki-laki yang terbuat dari
daun kelapa yang masih muda. Berdasarkan bagan triadic, Lawang
rare bermakna sebagai nasihat kepada kedua mempelai agar kelak
dalam menjalani rumah tangga layaknya pohon kelapa yang dapat
bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.
Berdasarkan hasil analisis semiotika pada simbol upacara
nyorong dalam perkawinan adat Samawa, maka dapat diketahui
bahwa upacara nyorong itu sendiri adalah ajang silaturrahmi
sekaligus penyerahan barang yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak. Dalam upacara nyorong ini ada beberapa simbol yang
mempunyai makna masing-masing seperti simbol loto
kuning(beras kuning), pita (penutup pintu perhelatan), lawang rare
(pintu perhelatan), bunga rampe(bunga rampai).Simbol-simbol
tersebut menimbulkan makna satu kesatuan yang utuh bahwa
simbolsimbol tersebut dihadirkan sebagai wujud harapan, doa-doa
masyarakat Sumbawa agar putra-putri mereka yang akan
membangun rumah tangga selalu diberikan rezeki, kehidupan yang
penuh dengan kebahagiaan, mendapatkan keturunan yang dapat
berguna bagi orang lain, dan tidak lupa pula bahwa kehidupan
berumah tangga tidak salamanya kita akan mendapatkan
kebahagiaan, ada kalanya kita diberi ujian dalam berumah tangga
tetapi kita harus kuat untuk mempertahankan rumah tangga yang
sudah kita bangun.

Anda mungkin juga menyukai