PENDAHULUAN
yang dirancang khusus. Kasua adaik memiliki tiga tingkatan yang masing-
tersebut meliputi warna hitam, merah maroon, hijau, dan hitam. Untuk
setiap warnanya ada yang berwarna polos dan ada yang diberi motif bunga
dan beberapa motif lainnya. Sedangkan untuk tingkatan kasua adaik dapat
terlihat pada kasua panjang, mato banta, dan kasua bunta. Kasua
1
Kasua panjang ini merupakan bagian pertama dari kasua adat yang terdiri dari 3 tingkatan
(panghulu andiko) dan 4 tingkatan (panghulu pucuak) dengan motif dan warna yang berbeda
2
Mato banta merupakan bagian kedua dari kasua adat, terdiri dari 9 buah (panghulu andiko) dan
12 buah (panghulu pucuak) dengan ragam yang berbeda disetiap barisnya, setiap baris terdiri dari
3 buah yang memiliki ragam yang sama,
3
Kasua bunta merupakan bagian terakhir dari kasua adat, yang terdiri dari 6 tingkatan (panghulu
andiko) dan 7 tingkatan (panghulu pucuak) dengan motif dan warna yang berbeda
1
Penggunaan kasua adaik ini dipengaruhi oleh struktur sosial dalam
turun”.
Untuk aturan tingkat kasua adaik tetap diatur oleh KAN. Aturan
harus tetap mematuhi aturan yang telah dibuat oleh KAN setempat.
didalam kaum. Aturan tersebut juga diberlakukan untuk semua suku yang
juga diiringi secara adat. Secara adat rangkaian upacara kematian terdiri
dari beberapa proses yaitu mayik tabujua ditangah rumah, panguburan dan
untuk orang biasa yang meninggal akan dibujurkan diatas kasur kapas
adaik dan makna yang terdapat dalam penggunaan Kasua adaik pada saat
dipakai jika penghulu yang meninggal dan tidak dipakai jika yang
sama mengkaji makna yaitu penelitian yang dilakukan oleh Reni Oktavia
masyarakat.
paling tinggi dalam adat dan mempunyai tanggung jawab besar terhadap
anak kemenakan.
terakhir bagi kepala adat. Kelima, makna songket dalam acara wisuda
4
makna simbolik dari pemakaian kain songket, sementara peneliti mengkaji
membahas tentang makna simbolik dari atribut dan aktivitas ketika mayat
meninggal. Selain itu ada juga terdapat simbol lain berupa pakaian rumah
yang terdiri dari kain tabie, kain langik-langik, banta, marawa, payuang
baradaik atau tanda orang beradat. Selain itu aktivitas induak bako yang
6
Tuti Anggraini. (2013). “Suntiang Bungo Sanggua dan Saluak dalam Upacara Kematian di
Nagari Salayo Kecamatan Kubung Kabupaten Solok”. Skripsi: Jurusan Sosiologi. Fakultas Ilmu
Sosial. Universitas Negeri Padang.
5
Penelitian di atas sama-sama mengkaji makna simbolik,
simbolik dari pemakaian suntiang bungo sanggua dan saluak pada upacara
pernikahan.
serta hal-hal lain yang berkaitan dengan kasua adaik, mulai dari bentuk,
fungsi, simbol atau lambang-lambang yang terdapat pada kasua adat, serta
kasua adaik tidak boleh sembarangan, karena sudah diatur oleh KAN
itu sanksi berupa materi maupun non materi. Kasua adaik digunakan saat
perkawinan tidak terlihat secara fisik, akan tetapi jika kasua adaik tertutup
oleh pelaminan maka niniak mamak yang diundang tidak akan naik
6
Permasalahan penelitiannya yaitu keberadaan kasua adaik yang
maka yang menjadi pertanyaan penelitian: Apa makna kasua adaik pada
C. Tujuan Penelitian
Batipuah”.
D. Manfaat Penelitian
Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi guru antropologi
E. Kerangka Teoritis
7
yang dikemukakan oleh Clifford Geertz. Geertz memulai teori
7
Clifford, Geertz. 1992. Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta. Kanisius. Hal: 17
8
Ahmad, F Saifuddin. 2005. Antropologi Kontemporer. Jakarta. Kencana. Hal: 288
9
Ibid.,hal. 319.
8
maksud dan makna. Penggunaan Kasua adaik dalam upacara-upacara
tersebut.
sekaligus objek, dari suatu sistem tanda dan simbol yang berlaku sebagai
dan nilai-nilai10.
F. Penjelasan Konsep
1. Simbol
10
Ibid. ,hal. 291.
9
simbolisasi oleh manusia adalah melalui bahasa. Tetapi, manusia juga
dalam penelitian ini simbol yang terdapat pada kasua adaik di Nagari
Batipuah.
2. Kasua adaik
11
Ahmad, F Saifuddin. 2005. Antropologi Kontemporer. Jakarta: Kencana. Hal: 290
12
Robert M Keesing (1974: 74-79) dalam Ibid. ,hal. 83-84.
10
Kasua adaik merupakan salah satu atribut yang ada di setiap
khusus. kasua adaik ini di bungkus dengan kain beludru. Warna kain
selain itu juga ada yang bermotif. Motif yang ada pada kain beludru
3. Penghulu
11
melainkan oleh kemenakannya yang bertali darah13. Namun ada
Sako itu. Namun hanya berlaku dalam kaum antara paruik yang
sama dulunya.
Sako/ gelar Panghulu itu kepada yang bertali adat, karena yang
“gadang balega”, bila tidak ada kemenakan dibawah dagu dalam suku
13
Ibrahim, Dt. Sanggoeno Diradjo. 2009. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Kristal
Multimedia. Hal: 171
14
S.T.S. Dt. Rajo Indo. 2010. Seluk Beluk Hukum Adat Minangkabau.
12
itu. Bila tidak ada kemenakan yang pantas atau bila tidak ada
yang membawa gelar itu, maka gelar pusako itu dilipek15 sementara,
jabatan penghulu dia sudah besar dan tinggi juga dalam kaumnya17.
dimaksud dalam penelitian ini yaitu panghulu pucuak dan andiko yang
ada di Batipuah.
G. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
lokasi penelitian.
15
Dilipek atau ditangguhkan
16
Amir MS. 2007. Masyarakat Adat Minangkabau. Jakarta: Citra Harta Prima. Hal: 80
17
Ibid,. 172
13
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pendekatan kualitatif.
besar.
a. Observasi Partisipasif
dan kain tersebut dihiasi dengan beberapa warna, motif dan pernak
20
Nanang, Martono. 2016. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers, hlm118
15
pernik. Setelah itu peneliti mendokumentasikan foto kasua adaik
b. Wawancara Mendalam
21
Afrizal. 2014. “Metode Penelitian Kualitatif”. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hal: 135
16
mengetahui secara detail informasi mengenai kasua adaik ini.
informasi.
di Nagari Batipuah.
c. Dokumentasi
H. Triangulasi Data
proses dan metode yang dilakukan sudah berjalan dengan baik, yaitu (1)
wawancara dan observasi, dan penulis akan memastikan apakah data yang
setelah itu dilakukan uji silang terhadap meteri catatan harian untuk
18
Data yang terkumpul selanjutknya akan diolah dan dianalisis untuk
a. Hermeneutik data
b. Menginterpretasikan data
22
Suwardi Endraswara, 2012, Metodologi Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, hal.123
19
kategori yang diperoleh dari hermeneutik data untuk
kategori.
c. Interpretatif direpresentasikan
23
Nur Syam. 2007. Mahzab-mahzab Antropologi. Yogyakarta: LkiS, hal. 94
20
skripsi, yang mengungkap makna kasua adaik pada masyarakat
Nagari Batipuah.
BAB II
NAGARI BATIPUAH DAN KASUA ADAIK
A. Gambaran Nagari Batipuah
1. Sejarah Singkat Nagari Batipuah
dan Batipuah Baruah, meskipun berbeda nama tetapi daerah ini tidak dapat
“ gantiang nan tak putuih, biang nan tak cabiak di Batipuah”. Oleh karena
memiliki wilayah dari Kapalo Koto sampai ke Ekor Koto, yang ditempati
21
oleh 14 niniak yang berasal dari Pariyangan, 7 Niniak di Kapalo Koto dan
7 Niniak di Ekor Koto. Sekitar tahun 1840 dibagi menjadi dua kewalian
yaitu Batipuah Ateh (Kapalo Koto) dan Batipuah Baruah (Ekor koto).
Niniak nan 7 di Batipuah Ateh menjadi Niniak mamak nan 12 (urang duo
kali anam) yang terdiri dari tujuh suku. Niniak mamak nan 12 menjadi
Di versi lain asal usul Batipuah pada awal nya orang terdahulu
berjalan di tengah padang dan mereka melihat kayu yang sangat bagus,
kayu itu bernama kayu ipuah, akan tetapi tidak ada jalan yang bagus untuk
menuju ke arah kayu tersebut dan konon katanya kayu itu merupakan kayu
2. Kondisi Geografi
Nagari Batipuah telah di bagi menjadi dua wilayah Nagari pada tahun
a. Batipuah Ateh
Merapi yang membujur dari arah Timur ke Barat yang dilewati oleh
satu buah sungai besar yaitu Batang Sabu sehingga Nagari Batipuah
Ateh terpotong menjadi 2 bahagian yang sampai ini belum ada sarana
Ateh salah satu nagari dari delapan nagari yang ada di Kecamatan
Batipuh dengan luas + 8230 terdiri dari 5 jorong yaitu: (1) Jorong
Balai Mato Aia (2) Jorong Jambu (3) Jorong Balai Sabuah (4) Jorong
23
Gambar 2. Peta Nagari Batipuah Ateh
Sumber:Arsip Monografi Nagari Batipuah ateh
Nagari Sabu dan Andaleh, (2) Sebelah Selatan berbatas dengan Nagari
b. Batipuah Baruah
Merapi yang membujur dari arah Timur ke Barat yang dilewati oleh
satu buah sungai besar yaitu Batang Lubuk Pinago dan beberapa
beberapa bahagian.
terdiri dari 11 jorong, yaitu: (1) Jorong Kubu Karambie, (2) Jorong
Subang Anak, (3) Jorong Lubuak Bauak,(4) Jorong Batang Gadih, (5)
Jorong Kubu Nan Limo, (6) Jorong Kubu Nan Ampek, (7) Jorong
Ladang Laweh, (8) Jorong Batu Lipai, (9) Jorong Pincuran Tujuah,
24
PETA NAGARI BATIPUAH BARUAH
25
Adapun Batas-batas Nagari Batipuah Baruah adalah, (1)
Induring.
Nagari Batipuah terbagi menjadi dua Nagari saat ini yaitu Batipuah
26
Batang Gadih 2,58 1022
Kubu Nan 5,33 852
Ampek
Ladang Laweh 5,03 1540
Pincuran 7,04 482
Tujuah
Gunuang 8,22 417
Bungsu
Payo 9,41 478
Jumlah 59,44 13.266
Sumber: Badan Pusat Statistik Tanah Datar, Batipuh Subdistrict in
Figures 2017
pada tahun 2017 sebanyak 13.266 orang. Jumlah tersebut terdiri dari
zaman dahulu oleh nenek moyang karena didukung juga oleh kondisi dan
No Pekerjaan Jumlah
B.Ateh B.Baruah Jumlah
1. Pelajar 666 1347 2013
2. Petani 998 2870 3868
3. Pedagang 590 1241 1831
4. Montir 20 39 59
5. PNS 569 1434 2003
24
Badan Pusat Statistik Tanah Datar, Batipuh Subdistrict in Figures 2017
27
6. Peternak 56 589 645
7. Tenaga Kesehatan 11 1 12
8. Buruh 345 1254 1599
9. Belum Bekerja 465 771 1236
Sumber: Kantor Wali Nagari
5. Struktur Masyarakat
dan mempunyai hak atas harta pusaka kerabat ibunya. Seorang anak laki-
laki apabila telah menikah akan bertempat tinggal di rumah istri atau
urang sumando bagi kerabat istrinya. Tempat yang sah adalah dalam garis
keturunan ibunya dimana dia berfungsi sebagai pelindung atas harta benda
dari kaumnya27
samande(se-ibu) yaitu mereka yang lahir dari ibu yang sama dengan
25
Matrilineal, memperhitungkan hubungan kekerabatan melalui garis keturunan wanita sehingga
semua kaum kerabat ibu termasuk dalam batas kekerabatannya, sehingga semua kaum kerabat
ayah berada di luar batas itu. Koentjaraningrat, 2002, Pengantar Antropologi II: Pokok- pokok
Etnografi, Jakarta: PT Rineka Cipta, hlm. 104
26
Uxorilokal merupakan adat menetap sepasang suami istri menetap dikediaman kaum kerabat
istri juga disebut dengan matrilokal. Koentjaraningrat, 2002, Pengantar Antropologi II: Pokok-
pokok Etnografi, Jakarta: PT Rineka Cipta, hlm. 106
27
Mochtar Naim. 1984. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: UGM Press.
Hlm 19
28
gabungan samande disebut jurai, kemudian gabungan jurai disebut
saparuik yang biasa dihitung sampai lima keturunan yang dipimpin oleh
tungganai. Suku terdiri dari beberapa paruik, suku merupakan unit utama
orang Minangkabau kalau tidak memiliki suku. Suku ini kemudian akan
empat buah suku. Suku asal yang terdapat di Nagari Batipuah pada
terdapat di Batipuah berjumlah tujuh suku, yaitu: (1) Koto (2) Melayu (3)
Sikumbang (4) Panyalai (5) Guci (6) Pisang (7) Jambak. Kepemimpinan
Gadang Urang Nan Ampek Baleh ini dibagi menjadi dua, 7 orang ke bukit
(kewalian Batipuah Ateh) yang diketuai oleh Dt. Sinaro Alam Nan Hitam,
juga disebut penghulu andiko yang dijabat oleh laki-laki yang dipilih oleh
segenap anggota keluarga dalam suku. Penghulu andiko ini di bantu oleh
panungkek atau bisa disebut wakil. Jadi yang mengurus segala hal yang
berkaitan dengan adat jika penghulu adiko tidak ada ialah panungkek.
jawab besar yang harus dipikul. Unit tertinggi dalam kepemimpinan suku
diselesaikan oleh Penghulu Andiko maka Penghulu Pucuk lah yang akan
dipilih oleh Niniak Mamak kaum. Dalam 1 buah suku terdapat 1 orang
Penghulu Andiko.
dibantu oleh BPRN sebagai badan legislatif Nagari dan dibantu juga oleh
Kemitraan Polisi Militer) yang di Ketuai oleh Rajudin Dt. Tan Marakan
30
B. Kasua Adaik
yang perempuan. Asal usul munculnya kasua adaik tidak ketahui oleh
mengatakan bahwa kasua adaik ini sudah ada sejak tahun 1952. Akan
tetapi data tertulis yang mengemukakan hal tersebut sudah hilang sejak
lama. Pada saat sekarang ini KAN sudah menyusun segala sesuatu yang
berhubungan dengan nagari secara rinci, namun tidak dengan kasua adaik.
Kasua adaik hanya di gambar kan secara umum dalam buku revitalisasi
zaman dahulu, jika ingin beradat, beradat ke Nagari Batipuah, dan jika
31
kepemimpinan adat di Batipuah. Hal ini terlihat tingkatan kasua adaik
fungsi kasua adaik pada upacara perkawinan. Fungsi kasua adaik pada
dipindahkan, jika tidak Niniak Mamak yang diundang tidak akan naik
kerumah, dan hal itu akan membuat keluarga malu dan keluarga yang
Warna dasar kain beludru yang terpasang pada kasua adaik memiliki
tiga warna dasar yaitu merah, hitam, dan kuning. Warna dasar tersebut
Aturan mengenai warna dan ragam kasua adaik tidak diatur secara
31
Rajudin Dt. Tan Marakan, 58 th, Penghulu Andiko, wawancara tanggal 07 juli 2018, dirumah
beliau di Balai Mato Aia, peneliti mewawancarai beliau saat hari sudah sore, karena disiang hari
bapak Rajudin pergi ke lading, dan hari minggu juga ada kegiatan berburu Babi.
32
Azizman Dt. Sinaro Nan Putiah, 59 th Wali Nagari Batipuah Baruah , Penghulu Pucuak
wawancara tanggal 14 juli 2018, dirumah beliau di Kalumpang, Jorong Subarang, peneliti disuruh
ke rumah beliau pada saat malam hari, karena beliau merupakan Wali Nagari, jadi disiang hari
beliau tidak ada waktu untuk memberikan informasi
33
jelas oleh Niniak Mamak di nagari Batipuah, akan tetapi pada
warna dan ragamnya, akan tetapi kita juga bicara tentang bentuk,
bagian, dan jenis dari kasua adaik tersebut. Kasua adaik memiliki 3
tingkatan ini sudah diatur oleh KAN setempat, baik itu mengenai
buah.
33
Mardalis Dt. Itam, 65 th, Wali Nagari Batipuah Baruah, Penghulu Pucuak, wawancara tanggal
20 Juli 2018, di kantor Wali Nagari Batipuah Ateh, peneliti agak kesulitan bertemu dengan bapak
Mardalis karena beliau merupakan Wali Nagari, beliau sering tidak berada dikantor, peneliti
menemui bapak mardalis pada jam kantor.
34
Asmawati, 50 th, Bundo Kanduang, wawancara 15 Juli 2018, dirumah beliau di bonjoe, peneliti
melakukan wawancara hari minggu, karena biasanya diahri minggu adalah waktu yang santai
untuk wawancara, saat ditemui ibuk As sangat bersedia memberikan peneliti informasi
34
Tingkatan kasua adaik pada rumah-rumah kemenakan penghulu
harus sesuai dengan aturan yang telah di buat oleh KAN. Bila terjadi
adaik lebih tinggi dari seharusnya. Karena pada aturan KAN yang
Pertama, jumlah kasua adaik yang berlebih dari biasanya, pada umumnya
apabila anak perempuannya akan menikah harus memiliki kasua adaik dan
mereka35. Namun pada dasarnya bukan seperti itu, tiap rumah kemenakan
kedudukan penghulu yang ada di rumah mereka. Namun saat sekarang ini
35
Efi Mutia, 46 th, masyarakat biasa, wawancara 03 Juli 2018, di Huller , Batipuah Baruah, pada
saat itu ibuk efi sedang menjemur di Huller, pada saat istirahat, peneliti mengajak ibuk efi
bercengkrama mengenai kasua adaik.
36
Erosen Adera St.Sati, 42 th, mantan ketua pemuda, 28 Juli 2018 , dirumah beliau di torok, pada
saat itu bapak erosen tidak keberatan memberikan informasi kepada peneliti.
35
masyarakat sudah mengetahui aturan mengenai kasua adaik tersebut
secara jelas. Sanksi yang didapat apabila melanggar terkait dengan kasua
adaik ini yaitu berupa sanksi moril dan materil, jika ada pelanggaran
denda sebanyak satu pikul beras (100 L) dan uang adat sebesar 40 riyal
(Rp.120.000,-) 37.
upacara adat, Niniak Mamak yang diundang tidak akan naik kerumah
kesalahan yang terjadi pada upacara perkawinan, jika ada yang menutup
kasua adaik dengan pelaminan, maka pelaminan harus dipindahkan saat itu
juga, kalau tidak dipindahkan Niniak Mamak yang diundang tidak akan
merupakan barang yang datang, jadi jika kasua adaik ditutup dengan
37
Rajudin Dt.Tan Marakan, 58 th, Wakil Ketua KAN B.Ateh, tanggal 18 Juli 2018, wawancara,
peneliti kembali mendatangi rumah bapak Rajudin disore hari.
38
Amrizal Dt. Sampono Kayo, 61 th, Panungkek tanggal 16 Juli 2018, wawancara, dirumah beliau
di batang arau
39
Sy. Dt. Gadang Majolelo, 78 th, Penghulu Andiko dan Anggota Dewan Pertimbangan Adat
KAN Batipuah Ateh, tanggal 3 juli 2018, wawancara, dirumah beliau di Balai Mato Aia, pada saat
ditanya beliau dengan senang hati menjawab pertanyaan penelitian yang peneliti ajukan
36
BAB III
untuk tinggi kasua adaik berkisar antara 1,5 meter sampai 2 meter.
didalam masyarakat.
Ga
mbar 4 : Kerangka Kasua Adaik
Sumber: Karya sendiri
Keterangan : Bagian 1 (Kasua Panjang)
Bagian 2 (Banta)
Bagian 3 (Kasua Bunta)
37
Penjelasan Gambar:
1. Kasua Panjang
Kasua Panjang merupakan bagian pertama kasua adaik.
hitam. Namun aturan ini tidak baku, akan tetapi masih tetap
2. Banta
Banta ini terdiri dari beberapa mato yang disebut dengan mato
warna mato banta ini hanya berwarna emas dan perak. Khusus
3. Kasua Bunta
berkaitan dengan kasua panjang dan mato banta. Kasua bunta juga
jelasnya gambar kasua adaik bisa dilihat pada gambar dibawah ini:
38
Gambar 5 : Kasua Adaik di rumah Kemenakan Penghulu
Andiko
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Simbol tingkatan kasua adaik ini melambangkan kedudukan
40
Rajudin Dt. Tan Marakan, 58 th, Wakil Ketua KAN B. Ateh tanggal 18 Juli 2018
39
Hal senada juga diungkapkan oleh Mardalis Dt. Itam41
41
Mardalis Dt. Itam, 65 th, Penghulu Pucuak dan Wali Nagari Batipuah Baruah, wawancara
tanggal 20 Juli 2018
42
Ernawati, 57 th, Masyarakat biasa, wawancara tanggal 03 Juni 2018, dirumah beliau di kubu nan
IV
40
tingkat kasua adaik maka semakin tinggi kedudukan penghulu didalam
kaumnya.
1. Penghulu Pucuk
43
A. Dt. Bagindo Ratu, 68 th, Penghulu Pucuak, wawancara 17 Juli 2018, dirumah beliau di kubu
nan IV
41
Selain itu menurut pemahaman masyarakat bahwasanya
Erosen Adera45
44
Dedi Surya, 24 th, Ketua Pemuda, wawancara 21 Juli 2018, di kedai
45
Erosen Adera St. Sati, 42 th, mantan ketua pemuda, 28 Juli 2018, dirumah beliau di torok
42
Ketiga, kasua bunta pada penghulu pucuk berjumlah 7
7 orang dan juga jumlah suku yang ada di Batipuah juga 7 buah
2. Penghulu Andiko
46
Yanti, 43 th, masyarakat biasa, 22 Juli 2018 dikedai
47
Lahmoeddin Dt. Indomo Marajo, 79 th, Dewan Pertimbangan Adat KAN dan Penghulu Andiko,
wawancara tanggal 23 Juni 2018, dirumah beliau di Balai Gadang
43
memiliki lambang bahwasanya ketika penghulu baralek maka yang
48
Asmawati, 50 th, Bundo Kanduang, wawancara 15 Juli 2018
49
Marapulai merupakan sebutan untuk mempelai laki-laki
50
Azizman Dt. Sinaro Nan Putiah, 59 th, Wali Nagari Batipuah dan Penghulu Pucuak, 14 Juli 2018
44
Semakin tinggi tingkatan kasua adaik,maka semakin tinggi pula status
didalam masyarakat.
1. Kain Biludu
Gadang Majolelo51.
2. Mato Banta
warna mato banta ini hanya berwarna emas dan perak. Untuk
mato banta ini tidak dapat dibeli ditempat lain selain di Batipuah.
53
Rosnaili, 49 th, masyarakat biasa, wawancara 12 Juli 2018 dirumah beliau di Guguak Lijau
46
memesan kain dan mato banta ini di Jorong Batang Gadih,
Batipuah Baruah.
47
filosofi dan makna bagi masyarakat Batipuah. akan tetapi tidak
pada kasua adaik. Motif yang diketahui oleh orang Batipuah yaitu
untuk menuntut ilmu dan meraih cita-cita dan ketika sudah besar
3. Mato kasua
Mato kasua merupakan hiasan yang terbuat dari emas, mato kasua
Mutia56
56
Efi Mutia, 46 th, masyarakat biasa, wawancara 03 Juli 2018
49
“ makna mato kasua nan ado di kasua panjang ko
manuruik etek malambangkan Batipuah ko punyo kekayaan
alam nan balimpah, salain itu dek kasua adaik ko talatak di
rumah kamanakan panghulu, kamanakan panghulu ko lah
nan berhak mengelola harato pusako”
Artinya:
“makna mato kasua yang ada di kasua panjang ini menurut
etek melambangkan Batipuah memeiliki kekayaan alam
berlimpah, selain itu karna kasua adaik terletak dirumah
kemenakan penghulu, kemenakan penghulu lah yang
berhak mengelola harta pusaka”
setelah itu karena letak kasua adaik berada dirumah kemenakan, maka
57
Musril, 59 th, masyarakat biasa, wawancara 07 Juli 2018
50
Gambar 8. Mato Kasua pada Kasua Panjang
Sumber: Dokumentasi pribadi
a. Kuning
disepakati. Tidak hanya itu, warna kuning juga berarti tanda Luhak
58
L. Dt. Indomo Marajo, 78 th, Penghulu Andiko dan Dewan Pertimbangan Adat KAN B.Ateh, 29
Juli 2018
59
Azizman Dt. Sinaro Nan Putiah, 59 th, Wali Nagari Batipuah dan Penghulu Pucuak, 14 Juli 2018
60
Sy. Dt. Gadang Majolelo, 78 th, Penghulu Andiko dan Dewan Pertimbangan Adat KAN B.
Ateh, wawancara tanggal 28 Juli 2018
52
Artinya:
“warna kuning ini melambangkan luhak tanah data,
luhak tanah datar ini penyabar, airnya jernih,
ikannya jinak, tapi cobalah ditangkap, tidak akan
bisa”
Makna warna kuning yang terdapat pada kasua adaik yaitu
b. Merah
61
Mardalis Dt. Itam, 65 th, Penghulu Pucuak dan Wali Nagari Batipuah Baruah, wawancara
tanggal 20 Juli 2018
53
Hal senada juga diungkapkan oleh Asmaniar62
kitabullah”.
c. Hitam
Tan Marakan63
62
Asmaniar, 68 th masysrakat biasa, wawancara tanggal 30 Juni 2018
63
Dt. Tan Marakan, 58 th, Penghulu Andiko, Wakil Ketua KAN B.Ateh dan Ketua FKPM, 29 Juli
2018
54
Hal senada juga diungkapkan oleh A. Dt. Bagindo Ratu64
64
A. Dt Bagindo Ratu, 68 th, Penghulu Pucuak, wawancara tanggal 17 Juli 2018
65
Wiwid Febriani, 32 th , staff di Kantor Wali Nagari Batipuah Baruah. Wawancara tanggal 02
Juni 2018, dirumah di Kubu Nan V
55
“ Menurut kak kasua adaik ini tanda orang Batipuah,
karena yang kak lihat, di sekitar rumah kak orang
mempunyai kasua adaik semuanya, jadi menurut kak kasua
adaik ini identitas orang Batipuah”
tanda orang Batipuah. Pada umumnya orang yang asli orang Batipuah
68
A. Dt Bagindo Ratu, 68 th, Penghulu Pucuak, wawancara tanggal 17 Juli 2018
69
Amrizal Dt. Sampono Kayo, 61 th, Panungkek, wawancara tanggal 16 Juli 2018
57
memiliki Mamak di Batipuah. Pada hakikatnya kasua adaik
di Batipuah
1. Stratifikasi Sosial
dihargai pada diri seorang penghulu. Hal ini terlihat pada tingkat-
Surya70
70
Dedi Surya, 24 th, Ketua Pemuda, wawancara 21 Juli 2018
58
ada stratifikasi di Batipuah ini, dasar pembentukan
stratifikasi nya yaitu jabatan seorang penghulu”
Penghulu Pucuak.
73
Rosnaili, 49 th, masyarakat biasa, wawancara 12 Juli 2018
60
adaik terletak dirumah nek, malu nek deknyo, raso
ndak urang Batipuah rasonyo”
Artinya:
“kasua adaik ini adalah tanda orang Batipuah, malu
kita kalau tidak ada kasua adaik di rumah kita, etek
waktu itu tidak punya kasua adaik, terus etek
berhutang untuk membuat kasua adaik”
orang pasti biacara kalau kasua adaik itu tanda orang Batipuah,
74
Yanti, 43 th, masyarakat biasa, 22 Juli 2018
75
Epi, disini peneliti tidak memasukkan buk epi ke daftar informan karena peneliti hanya
bercengkrama sesaat dengan ibuk epi pada saat peneliti naik mobil Pita Bunga Jurusan Padang
Panjang-Tanjung Mutiara saat itu bertepatan pada hari Jumat tanggal 20 Juli 2018 pukul 10.00
pagi dimana peneliti akan pergi ke kantor Wali Nagari Batipuah Baruah untuk mewawancarai
Mardalis Dt.Itam
76
Yulimar, disini peneliti tidak memasukkan buk yulimar ke daftar informan karena peneliti hanya
bercengkrama sesaat dengan ibuk yulimar pada saat peneliti bercengkrama dengan buk epi, setelah
saling bertanya ternyata buk yulimar ini bertempat tinggal di pitalah pada hari Jumat tanggal 20
Juli 2018 pukul 10.00 pagi dimana peneliti akan pergi ke kantor Wali Nagari Batipuah Baruah
untuk mewawancarai Mardalis Dt.Itam
61
“batua tu, kasua adaik tu di Batipuah Ateh
Batipuah Baruah senyo, Pitalah kan masuak
kecamatan Batipuah lo tu, pi ndak do pitalah makai
kasua adaik tu do”
Artinya:
Betul itu, kasua adaik itu hanya ada di Batipuah
Ateh dan Batipuah Baruah, Pitalah kan juga masuk
kecamatan Batipuah, tapi tidak ada pitalah memakai
kasua adaik”
Bertolak dari hasil wawancara di atas, peneliti memahami
Batipuah
77
Ernawati, 57 th, Masyarakat biasa, wawancara tanggal 03 Juni 2018
78
Jumi Adriani, 46 th, Masyarakat Biasa, wawancara 27 Mei 2018
62
buliah nyo mamakaian kasua adaik dirumahnyo do,
sabab kasua adaik ko bukan pakaian inyo, lah
mangaku bamamaknyo baru bisa dilakek an kasua
adaik dirumahnyo”
Artinya:
yang ada di Batipuah. Jadi yang berhak memiliki kasua adaik ialah
dan produk, sebagai subjek sekaligus objek, dari suatu sistem tanda
79
Clifford, Geertz. 1992. Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta. Kanisius. Hal 17
80
Ibid., hal. 291
63
Bagi masyarakat Batipuah keberadaan kasua adaik sebagai
(2) sebagai identitas masyarakat Batipuah dan (3) sebagai tanda lai
ba mamak di Batipuah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Tuti. (2013). “Suntiang Bungo Sanggua dan Saluak dalam Upacara
Kematian di Nagari Salayo Kecamatan Kubung Kabupaten Solok”.
Skripsi: Jurusan Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri
Padang.
Ibrahim, Anwar. 1984, Arti Lambang dan Fungsi Tata Rias Pengantin dalam
Menanamkan Nilai-nilai Budaya Provinsi Sumatera Barat, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Hadikusuma, Hilman. 2003. Hukum Waris Adat. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti
65
Martono, Nanang. 2016. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
MS, Amir. 2007. Masyarakat Adat Minangkabau. Jakarta: Citra Harta Prima.
66
67