Anda di halaman 1dari 3

Nama : Aulia Qothrunnada Karimah

NIM : 1401622003

Kelas : PPKn A 2022

ANALISIS TRADISI “NYAWER PANGANTEN” DI PERNIKAHAN ADAT SUNDA

Tradisi merupakan adat magis dan religius selama kehidupan penduduk asli, yang
meliputi nilai budaya, norma, hukum dan aturan berhubungan satu sama lain dan kemudian
menjadi suatu sistem atau aturan yang sudah mapan dan mencakup semua konsep sistem
budaya untuk mengatur tindakan sosial. Menurut kamus sosiologi, tradisi diartikan sebagai
adat istiadat yang dipercaya dan turun-temurun serta dapat dipelihara. Menurut Soejono
Soekamto (1990), sosiolog dan antropolog ini berpendapat bahwa pengertian tradisi adalah
suatu kegiatan yang dilakukan sekelompok orang dengan berulang.

Dalam pernikahan adat sunda, terdapat salah satu adat yang menarik dan sering
dilakukan pada acara pernikahan. Tradisi ini bernama nyawer panganten. Istilah ini berasal
dari kata sawer dan penganten. Istilah sawer ini diambil dari kata penyaweran yang dalam
bahasa Sunda tempat jatuhnya air dari atap atau ujung bawah genteng. Sedangkan penganten
berasal dari bahasa Indonesia yaitu pengantin atau orang yang sedang melangsungkan
perkawinannya.

Tradisi sawer ini biasanya diiringi oleh pupuh, syair, atau sisindiran yang berisi
pepatah. Pepatah tersebut biasanya merupakan pepatah orang tua mengenai kehidupan
berumah tangga. Dalam prosesinya, nyawer panganten biasanya memiliki juru sawer yaitu
orang yang mewakili orang tua mempelai dengan memberikan peribahasa kepada kedua
mempelai sambil menyanyikannya.

Barang-barang yang digunakan dalam tradisi ini adalah nasi putih, kunyit yang diiris
tipis, manisan atau gula-gula, koin adat, koin, dan payung untuk pengantin. Nasi putih
dimaksudkan sebagai cadangan pangan keluarga, kunci hidup damai. Kunyit dianggap
sebagai simbol emas yang artinya calon pengantin dapat diapresiasi oleh orang lain, sama
seperti emas. Koin adalah simbol kekayaan. Permen diartikan sebagai keharmonisan dalam
air yang sesuai dengan rasa permen, yaitu rasa manis. Leupit artinya dalam sebuah keluarga,
kita harus terbuka satu sama lain. Saat hidup tidak selalu manis dan pahit karena daun sirih
adalah daun sirih yang mengandung ampas, ampas, pinang, kapol, saga dan tembakau pipa
dengan rasa pahit dan manis. 
Sebelum upacara, orang menyiapkan kursi untuk tempat duduk kedua mempelai, dan
menyuruh orang untuk memegang payung. Payung digunakan untuk melindungi kepala calon
pengantin dari benda yang jatuh. Panganten digunakan untuk melindungi kepala calon
pengantin dari kejatuhan benda.

Payung kuning ini disebut Payung Besar dan memiliki arti. Artinya pengantin berarti
pelindung atau pelindung bagi orang lain. Selanjutnya penggergajian menyiapkan bahan dan
alat penggergajian. Kemudian mempersilahkan kedua mempelai untuk duduk di kursi yang
telah disiapkan dan disaksikan oleh kedua orang tua di kedua sisi. Juru penggergajian
menjelaskan arti dan tujuan upacara penggergajian. Sebelum memulai ritual nyawer, pelaku
melihat terlebih dahulu berdoa memohon berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. 

Pada acara tersebut, orang-orang berdiri di depan penembang yang pada awal
penembangan mereka diam tidak bersuara. Namun, ketika tembang sawer panganten sudah
dimulai mereka riuh kembali apalagi setelah tembang berlangsung beberapa menit, mereka
sudah mulai kesal yang ditandai dengan adanya ungkapan wuur...wuur...wuur.... Kata
tersebut, ditunjukan sebagai salah satu cara supaya penembang segera menyawerkan uang
yang dari awal telah dipegang oleh penyelenggara hajatan atau memberhentikan
tembangannya.

Tradisi sawer penganten memiliki nilai-nilai etnopedagogik atau praktik pengajaran


berdasarkan kearifan lokal, yang dijadikan pedoman hidup. Nilai tersebut terkandung dalam
lirik-lirik puisi sawer, seperti moralitas manusia terhadap Tuhan, moralitas manusia terhadap
individu, moralitas manusia terhadap orang lain, moralitas manusia terhadap alam, moralitas
manusia terhadap waktu, dan moralitas manusia terhadap kepuasan lahir dan batin. Selain itu,
tradisi sawer penganten juga diadakan sebagai menjaga kelestarian budaya masyarakat sunda.
DAFTAR PUSTAKA

A.T Sulistian (2018). Tradisi Nyawér Pangantén Sebagai Bahan Ajar Bahasan Budaya Sunda
Di Sma. LOKABASA. Vol. 9. No. 1. Hal 11-23.

Logita E (2019). Lagu Saweran dalam Pernikahan Adat Sunda (Dari Segi Struktur, Konteks
Penuturan, Ko-teks dan Fungsi) dan Pelestariannya Sebagai Bahan Ajar Bahasa
Indonesia Serta Bahan Ajar Pelatihan Ekstrakurikuler. Prosiding Seminar Nasional
Linguistik dan Sastra (SEMANTIKS) “Kajian Linguistik pada Karya Sastra”. Hal 183-
193

Kusmayadi, Y. (2018). Tradisi Sawer Panganten Sunda Di Desa Parigi Kecamatan Parigi
Kabupaten Pangandaran. Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya. Vol 8(2). Hal
127-150.

Anugrah Fikry Mustofa (Desember, 2021). Nilai Moral dalam Tradisi Nyawer Panganten
Upacara Pernikahan Adat Sunda. Gramedia “Humaniora”.
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/12/03/nilai-moral-dalam-tradisi-nyawer-
panganten-upacara-pernikahan-adat-sunda Diakses pada 06 Mei 2023.

Anda mungkin juga menyukai