Anda di halaman 1dari 4

Analisis Kasus Pelanggaran

Hak Merek dan Hak Paten


Oleh: Cecilia Muliawan (00000065157)

I. HAK MEREK
Merek merupakan tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang
atau jasa tertentu, yang dapat berupa kata-kata, gambar, atau kombinasi keduanya yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Lalu, Hak Merek itu bentuk perlindungan HKI yang memberikan hak eksklusif bagi
pemilik merek terdaftar untuk menggunakan sendiri merek tersebut dalam perdagangan
barang dan jasa, atau mengizinkan orang lain menggunakan merek tersebut melalui
sebuah lisensi. Berikut ini merupakan contoh kasus pelanggaran Hak Merek.

Contoh kasus pelanggaran Hak Merek:

Merek TUPPERWARE vs TULIPWARE di Bandung

Tupperware merupakan produk rumah tangga yang diproduksi oleh Dart


Industries INC dan telah dipasarkan di lebih dari 70 negara, Tupperware juga telah
dipasarkan di luas di Indonesia melalui PT. Imawi Benjaya. Namun, di kemudian hari
terdapat merek terdapat Tulipware baru mengajukan permintaan pendaftaran merek pada
DJHKI. Desain yang digunakan oleh merek Tulipware yang diproduksi oleh CV. Classic
Anugrah Sejati berlokasi di Bandung juga sama dengan desain produk-produk
Tupperware. Bentuk Pelanggarannya antara lain:
1) Terdapat persamaan antara merek Tulipware dengan Tupperware untuk
produk-produk yang sejenis, yaitu produk rumah tangga.
2) Penempatan merek pada bagian bawah wadah dan bentuk tulisan yang sama,
sehingga menonjolkan unsur persamaan dibandingkan perbedaannya.
3) Merek Tulipware yang dipergunakan pada barang-barang berbeda dengan etiket
merek yang diajukan permohonannya pada DJHKI.
Perlindungan Hukum Terhadap Merek Dalam Sengketa Merek Dagang
Tupperware dan Tulipware:
- Pemakaian merek tanpa hak dapat digugat berdasarkan Perbuatan Melanggar
Hukum (Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata),
- Sanksi Pidana terhadap pelanggaran Merek Diatur dalam KUHP Pasal 393,
- Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Merek.
Adapun yang menjadi pokok sengketa antara Tupperware melawan Tulipware
adalah Tulipware mengajukan permohonan pendaftaran merek pada tahun 2002,
sedangkan Tupperware sudah terdaftar di Indonesia pada tahun 1990 dengan nomor
Pendaftaran 263213, 300665, 300644, 300666, 300658, 339994, 339399 untuk jenis-jenis
barang yang telah diedarkan. Padahal produk Tupperware telah dipasarkan di Indonesia
oleh PT. Imawi Benjaya selaku distributor nasional. Dan pada intinya adalah adanya
persamaan pada pokoknya antara merek Tupperware Dengan merek Tulipware. Maka,
Hal ini sangat merugikan bagi pihak Tupperware, dan CV Classic Anugerah Sejati telah
melanggar ketentuan Pasal 6 (1) huruf a UU Merek menyatakan bahwa permohonan
harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut mempunyai persamaan
pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar
lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.
Oleh karena itu, sebagai bentuk perlindungan hukum atas sengketa merek antara
Tupperware dan Tulipware adalah pihak Tupperware selaku pihak yang dirugikan oleh
pihak Tulipware Mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga Dengan landasan gugatannya
adalah Pasal 76 UU Merek. Berdasarkan pasal ini, hal yang digunakan sebagai alasan
untuk menuntut ganti rugi adalah merek dalam perdagangan barang atau jasa yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhan dengan merek orang lain
yang telah terdaftar.
Jadi, pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga
terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis
berupa: gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan
penggunaan merek tersebut. Nah, di dalam kasus Tupperware selaku pihak yang
dirugikan oleh Tulipware dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga terhadap
pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti
rugi atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek
tersebut.

2
II. HAK PATEN
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil
penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya (UU RI no. 14 tahun 2001, pasal 1, ayat 1). Hak paten merupakan
bagian dari hak kekayaan intelektual (HKI) yang diberikan negara kepada seseorang atau
lembaga. Berikut ini merupakan contoh kasus pelanggaran Hak Paten.

Contoh kasus pelanggaran Hak Paten:

Pelanggaran Hak Paten Slide to Unlock (Apple VS Samsung)

Slide to unlock pertama kali diperkenalkan Apple pada Januari 2007 saat
peluncuran handphone iPhone perdana, yang sengaja dibuat supaya saat iPhone
dimasukkan ke dalam kantong, layar iPhone tidak terpencet secara tidak sengaja.

Pimpinan iOS, Scott Forstall diklaim sebagai orang yang menemukan Slide to
Unlock, dengan peran serta dari engineer lain seperti Imran Chaudhri, Bas Ording,
Freddy Allen Anzures, Marcel Van Os, Stephen O. Lemay and Greg Christie. Apple telah
resmi mendapatkan paten atas desain fitur 'slide to unlock' khas iPhone. Paten tersebut

3
diberikan U.S. Patent and Trademark Office dan terdaftar dengan nomor D675,639.
Dalam deskripsinya, paten ini disebut sebagai 'ornamental design for a display screen or
portion thereof with a graphical user interface'.
Selain desain 'slide to unlock', Apple juga mendaftarkan paten bernomor
D675,612 dengan deskripsi 'ornamental design of an electronic device', yang isinya
menjelaskan mengenai desain sudut membulat yang diusung iPhone. Apple menuntut
Samsung dan akhirnya memenangi hak paten slide-to unlock atas Samsung setelah
menjalani proses pengadilan selama empat tahun. Dengan kemenangan tersebut,
perusahaan besutan Steve Jobs tersebut berhak mendapat royalti US$ 120 juta atau
sekitar Rp 1,6 triliun. Mahkamah Agung Amerika Serikat menyatakan tidak menerima
pengajuan banding atas kasus yang telah diperkirakan sejak 2014 tersebut. Kasus ini
memperebutkan hak paten atas slide-to-unlock dan tautan cepat. Samsung dinyatakan
telah melanggar kedua hak paten tersebut. Keputusan tersebut sempat dibatalkan setelah
dua tahun ditetapkan, tapi kembali dipulihkan setahun setelahnya. Samsung kemudian
mengajukan banding ke Mahkamah Agung dan berakhir dengan kemenangan Apple.
Pelanggaran tentang hak paten merupakan pelanggaran yang cukup serius.
Pelanggaran ini biasanya terjadi antara dua perusahaan yang besar dan sudah dikenal oleh
masyarakat banyak. Berdasarkan kasus diatas, perusahaan Samsung melanggar peraturan
mengenai hak paten terhadap perusahaan Apple. Perusahaan Samsung diharuskan
membayar penalti sebesar US $120 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun terkait pelanggaran
Hak Paten Slide To-Unlock yang lebih dulu dipatenkan oleh Apple. Yang perlu dihindari
sebelum permintaan paten diajukan adalah pengungkapan atau mempublikasikan secara
umum hasil penelitian atau penemuan dalam jangka waktu lebih dari 6 (enam) bulan
sebelum permintaan paten diajukan. Menurut saya, untuk menghindari gugatan/tuntutan
hukum mengenai hak paten, kita juga perlu melakukan penelusuran yang dimaksudkan
untuk mendapatkan informasi tentang teknologi dari invensi atau temuan kita apakah
mempunyai kesamaan dengan teknologi-teknologi sebelumnya sehingga dapat terhindar
dari plagiarisme. Kita juga perlu melakukan Analisis mengenai ciri khusus dari invensi
atau temuan yang akan kita ajukan permohonan patennya dibandingkan dengan invensi
atau temuan terdahulu.

Anda mungkin juga menyukai