Anda di halaman 1dari 11

Kasus Hak Cipta

Kasus Hukum: Ditjen HKI Diminta Tolak Merek Cap Kaki Tiga
TEMPO.CO, Jakarta - Praktisi hukum pada RIS & Associates Law Firm, Fattah Riphat
meminta Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) menolak permohonan merek dan logo Kaki Tiga,
yang diajukan Wen Ken Drug Co Pte Ltd.

Fattah menyebutkan, meskipun sudah ada pencoretan merek Cap Kaki Tiga dan Lukisan,
masih terdapat pendaftaran baru atas merek tersebut dengan status pengumuman pada
laman Ditjen HKI.

“Kami sudah melayangkan surat keberatan kepada Ditjen HKI, pada tanggal 9 April 2018.
Kami keberatan atas pengumuman pendaftaran merek-merek dengan logo Kaki Tiga,” kata
Fattah melalui keterangan tertulis yang disampaikan kepada pers di Jakarta, Rabu 2 Mei.

Ia menyebutkan, pada e-Status Kekayaan Intelektual, yang diunggah di laman Ditjen HKI,
menyebutkan bahwa perusahaan berkedudukan di Singapura itu telah mendaftarkan merek-
merek dengan logo Kaki Tiga (merek figuratif) atas nama Wen Ken Drug Co.Pte.Ltd
dengan nomor D002015039273.

Selain itu, turut didaftarkan merek Cap Kaki Tiga+Logo atas nama Wen Ken Drug Co Pte
Ltd (D002015039268) dan merek Cap Kaki Tiga + Logo atas nama Wen Ken Drug Co Pte
Ltd.

“Kami keberatan karena logo menyerupai atau merupakan tiruan dari


lambang/simbol/emblem/mata uang Isle of Men. Seharusnya permohonan itu ditolak sesuai
ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf b UU Merek Tahun 2001,” tegas Fattah.

Ia meyakini bahwa Ditjen HKI bakal menolak permohonan itu, karena diduga merek
tersebut merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang
atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional.

“Kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang,” katanya.


Fattah menduga ada itikad tidak baik di balik pendaftaran merek Cap Kaki Tiga. Sebab,
Ditjen HKI, sejak 2 September 2016 telah membatalkan pendaftaran merek Cap Kaki Tiga
dan Lukisan.

Pencoretan dilakukan atas perintah Putusan Nomor: 85PK/Pdt.Sus-HKI/2015. Jo. Nomor:


582 K/Pdt.Sus-HaKI/2013. Jo. Nomor: 66/Merek/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Berdasarkan putusan, merek Cap Kaki Tiga dicoret dari daftar umum merek, pendaftaran
merek Cap Kaki Tiga dan Lukisan serta sertifikat merek yang bersangkutan dinyatakan
tidak berlaku lagi.
Hal itu diperkuat Putusan Nomor: 85PK/Pdt.Sus-HKI/2015. Jo. Nomor: 582 K/Pdt.Sus-
HaKI/2013. Jo. Nomor 66 / Merek / 2012 /PN. Niaga.Jkt.Pst yang menyatakan Wen Ken
Drug Co Pte Ltd melakukan itikad tidak baik dalam mendaftarkan seluruh merek dagang
Cap Kaki Tiga.

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat juga menyatakan bahwa seluruh merek dagang Cap Kaki
Tiga atas nama Wen Ken Drug Co Pte Ltd menyerupai atau merupakan tiruan dari
lambang/simbol/emblem/mata uang Isle of Men.

Selain itu, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat juga membatalkan atau setidak-tidaknya
menyatakan batal seluruh sertifikat merek Cap Kaki Tiga atas nama Wen Ken Drug Co Pte
Ltd dan mencoretnya dari daftar umum merek Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual dengan segala akibat hukumnya.

“ Langkah hukum sementara yang kami lakukan adalah mengajukan keberatan kepada
Ditjen HKI terhadap pengumuman pendaftaran merek-merek Cap Kaki Tiga. Kami masih
menunggu tanggapan,” kata Fattah soal kasus hukum Cap Kaki Tiga.

Identifikasi Masalah
 Praktisi hukum pada RIS & Associates Law Firm, Fattah Riphat meminta Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia (Kemkumham) menolak permohonan merek dan logo Kaki Tiga,
yang diajukan Wen Ken Drug Co Pte Ltd.
 Pengadilan Niaga Jakarta Pusat juga menyatakan bahwa seluruh merek dagang Cap
Kaki Tiga atas nama Wen Ken Drug Co Pte Ltd menyerupai atau merupakan tiruan
dari lambang/simbol/emblem/mata uang Isle of Men.

Penyelesaian Masalah
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disini Cap
Kaki Tiga + Logo atas nama Wen Ken Drug Co Pte telah melakukan peniruan terhadap
lambang/simbol/embelm/mata uang Isle of Men, berdasarkan putusan, merek Cap Kaki Tiga
di hapus dari daftar umum merek, pendaftaran merek cap kaki tiga dan lukisan serta sertifikat
merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi, Perlindungan terhadap suatu ciptaan
timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk nyata. Pendaftaran ciptaan
tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta
maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran
ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di
kemudian hari terhadap penciptaan tersebut. Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada
ide atau gagasan, karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan
menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas atau
keahlian, sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca atau didengar. Seharusnya Wen Ken Drug
Co mendaftarkan logo/ merek lainnya untuk di lisensikan agar logo Cap Kaki Tiga tidak akan
di coret dari daftar merek.
Kasus Hak Paten
Google Menang atas Gugatan Oracle Soal Tuduhan Pelanggaran Lisensi Java di
Android
Sejak Agustus 2010 Oracle sudah mengajukan gugatan terhadap Google ke pengadilan.
Menurut Oracle (sebagai pemilik hak paten bahasa pemrograman Java), Google telah
melakukan pelanggaran dengan menggunakan 37 API Java di Android tanpa lisensi dari
Oracle. Setelah proses penyidikan dan pengadilan yang panjang, akhirnya pada 27 Mei ini,
pengadilan memutuskan jika Google dinyatakan tidak bersalah. Penggunaan API Java oleh
Google dianggap masih dalam penggunaan yang wajar (fair usage). Oracle memutuskan
untuk mengajukan banding.

Google sebenarnya sempat mendapatkan angin segar pada Mei 2012 ketika hakim Judge
William Alsup menyatakan jika API (Application Programming Interface) tidak bisa
mendapatkan hak cipta. Selain itu sang hakim juga menyatakan jika Google tidak melanggar
hak paten Oracle. Tetapi Oracle mengajukan banding. Akhirnya di tahun 2014 pengadilan
banding memutuskan setuju dengan Oracle, API bisa mendapatkan hak cipta.

Java
Java adalah salah satu bahasa pemrograman yang populer di kalangan dunia enterprise.
Bahasa ini dikembangkan di perusahaan yang bernama Sun Microsystems. Sun Microsystem
terkenal sebagai perusahaan yang sangat mendukung gerakan open source. Tidak seperti saat
ini, di masa lalu gerakan open-source masih sering dianggap sebagai ancaman bagi bisnis IT
raksasa. Microsoft dan Oracle seringkali dianggap cukup sengit “memusuhi” gerakan-
gerakan open source.

Dengan posisi Sun Microsystems yang pro open source, tidak heran jika mereka pun
membuat spesifikasi dan kode Java Standard Edition menjadi terbuka, istilahnya OpenJDK.
Karena itu tidak heran ada beberapa versi Java yang open source, contohnya GNU Classpath,
Apache Harmony, IcedTead, gcj, dll.

Pada Januari 2010, Sun Microsystems akhirnya diakuisisi oleh Oracle -sebuah tindakan yang
sangat disayangkan banyak pendukung gerakan open-source. Akibat akuisisi ini banyak
penggerak open source di Sun Microsystems meninggalkan perusahaan ini.

Android
Android dibangun sejak tahun 2003 oleh Andy Rubin bersama beberapa rekannya. Di tahun
2005 Google membeli Android. Ketika Google meluncurkan platform Android pada tahun
2007 mereka menyatakan jika ada beberapa teknologi Java yang digunakan di dalamnya.
Teknologi Java yang digunakan di Android ini berbasis pada versi open source Java yang
bernama Apache Harmony. Teknologi ini diimplementasikan Google menjadi Dalvik (process
virtual machine, mirip JVM dari Java). Belakangan Dalvik diganti menjadi ART (Android
Run Time).
Sikap Oracle
CEO Sun Microsystems (sebelum diakuisisi Oracle) Jonathan Schwartz menyambut baik
langkah Google yang memutuskan menggunakan teknologi Java untuk pengembangan
platform Android. CEO Oracle Larry Ellison pun pada awalnya menyambut baik langkah
Google ini. Pasca akuisisi Sun Microsystems, Oracle juga sedang mengembangkan platform
ponsel yang berbasis Java.

Namun belakangan Oracle berpendapat jika Google seharusnya meminta ijin lisensi pada
mereka untuk menggunakan API Java di Android. Tentunya lisensi ini tidak gratis, nilainya
jutaan dollar menurut Oracle. Sementara itu Google berpendapat lisensi tidak diperlukan,
karena mereka hanya menggunakan API Java sesuai dengan porsinya, seperti umumnya
diterapkan pada proyek open source.

Pengadilan pun setuju. Google dinyatakan menang di pengadilan. Kita lihat saja apakah
“drama” ini masih akan berlanjut. Siapa tahu pengajuan banding Oracle akhirnya
dimenangkan oleh pengadilan seperti tahun 2014 silam.

Identifikasi Masalah

Oracle mengajukan gugatan terhadap Google ke pengadilan. Menurut Oracle (sebagai


pemilik hak paten bahasa pemrograman Java), Google telah melakukan pelanggaran dengan
menggunakan 37 API Java di Android tanpa lisensi dari Oracle.

Penyelesaian Masalah

Hak paten adalah hak yang diberikan oleh pemerintah kepada seseorang atau perusahaan atas
permohonannya untuk menikmati sendiri temuannya serta perlindungan terhadap
kemungkinan peniruan oleh pihak lain atas ciptaan atau temuannya itu. Dari kasus melanggar
atau tidaknya Google dalam menggunakan lisensi milik Oracle adalah kasus yang cukup
berat. Karena dalam hal tersebut Google menyatakan menggunakan lisensi yang bersifat open
source yang berarti dapat digunakan oleh siapa saja dengan batasan dan juga Google
membuat sistem dari implementasi teknologi milik Oracle sehingga bisa dibilang paten
tersebut tidak berlaku dalam pengembangannya. Semoga dalam kasus pelanggaran paten
seperti kasus ini dapat diselesaikan dengan adil agar kedua belah pihak merasa puas dan
bertanggung jawab atas apa yang sudah dilaporkan. Dan juga mesti ada pengembangan
undang-undang dalam kasus seperti diatas.
Hak Merek

KASUS HAKI: PT AQUA DENGAN AQUALIVA


Pertama, kasus kemiripan nama merek AQUA dan AQUALIVA. Mahkamah Agung
dalam putusannya (perkara No. 014 K/N/HAKI/2003) menyatakan bahwa pembuat merek
Aqualiva mempunyai iktikad tidak baik dengan mendompleng ketenaran nama Aqua.
Mereka (AQUALIVA) melakukan pemberian nama dengan mendompleng nama AQUA sadar
ataupun tidak sadar telah melakukan pembohongan public, karena public banyak yang merasa
dibohoongi karena kemiripan nama yang dipakai atas nama suatu produk. Dan tidak sedikit
pula kerugian yang dirasakan konsumen akan hal ini. misalkan saja kepuasan yang tidak
terpenuhi di rasakan konsumen akan produk palsu tersebut.
Selain itu, banyak pula konsumen yang mengira bahwa perusahaan AQUA melakukan
inovasi dengan meluncurkan produk baru dengan nama produk yang hampir sama, karena
terdapat nama AQUA di depan produk baru tersebut yang nyatanya AQUA sama sekali tidak
mengeluarkan produk tersebut melainkan perusahaan lain yang ingin mendompleng nama
AQUA semata.
MA menggunakan parameter berupa:

 Persamaan visual

 Persamaan jenis barang; dan

 Persamaan konsep.

Jika pendaftar pertama merasa dirugikan oleh merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya, tentu ia dapat menggugat pembatalan merek dimaksud, dengan mengajukan dan
membawa masalah ini ke meja hukum. Bahkan dengan parameter tersebut, maka Mahkamah
Agung dalam putusannya (perkara No. 014 K/N/HAKI/2003) menyatakan bahwa pembuat
merek Aqualiva mempunyai iktikad tidak baik dengan mendompleng ketenaran nama Aqua.
Bahkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 telah memberikan arahan yang jelas bagi Ditjen
HAKI Departemen Hukum dan HAM agar menolak permohonan pendaftaran merek yang
mempunyai persamaan pada pokoknya.
Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan adanya
unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain. Unsur-unsur
yang menonjol pada kedua merek itu dapat menimbulkan kesan adanya persamaan tentang:
 Bentuk
 Cara penempatan
 Cara penulisan
 Kombinasi antara unsur-unsur atau persamaan bunyi ucapan.
Jadi bila ada kesengajaan suatu peroduk baru menggunakan nama yang sama, maka dapat
ditindak tegas dengan mengacu pada undang-undang yang berlaku mengenai pencabutan
merek produk tersebut maupun penarikan produk dari pasaran serta kerugian jumlah materi
yang dialami oleh produk yang namanya didompleng oleh produk baru tersebut.
Identifikasi Masalah

Kemiripan nama merek AQUA dan AQUALIVA. menyatakan bahwa pembuat merek
Aqualiva mempunyai iktikad tidak baik dengan mendompleng ketenaran nama Aqua.

Penyelesaian Masalah

Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa


gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2
(dua) dimensi dan/atau 3 {tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi
dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang
dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam
kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Merek AQUALIVA harus
mengganti nama, bentuk, dan komposisi produknya agar berbeda dengan merek AQUA. Atau
dengan kata lain, merek AQUALIVA harus membatalkan pendaftaran produknya dan
menyebabkan produknya tidak bisa di jual di pasaran.
Penanganan dari hak merek tersebut sangat harus diperhatikan, karena dari hak merek
tersebut mengandung unsur undang-undang yang telah memiliki ketetapan oleh setiap
perusahaan untuk memberikan nama merek pada setiap produksi barang / jasa yang telah di
luncurkan agar tidak terjadi kesalah pahaman oleh segala pihak perusahaan, serta menetapkan
cipta hak merek tersebut kepada wewenang yang berwajib supaya tidak terjadi hal-hal seperti
pembajakan hak merek tersebut.
Hak Desain Industri

SENGKETA DESAIN INDUSTRI: Perusahaan Gas Negara Digugat Rp132M


BISNIS.COM, JAKARTA. Saling gugat terjadi antara penemu desain industri sambungan
pelindung pipa (sock adaptor) dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk terkait penggunaan
temuan secara melanggar hukum.

M. Rimba Aritonang (penggugat), penemu dan pemegang hak desain industri dengan nomor
pendaftaran ID 0009708 berjudul “Desain Sambungan Pelindung Pipa,” menuntut
Perusahaan Gas Negara (PGN) senilai Rp132,39 miliar.

Kuasa hukum Rimba, Poltak Siagian, menyebut PGN telah menggunakan sambungan
pelindung pipa hasil temuan kliennya tersebut untuk kepentingan perusahaan pelat merah itu
secara terus menerus.

“Tergugat telah mengetahui bahkan mengerti dan mengakui secara tegas dalam surat-suratnya
kepada penggugat bahwa penggugat adalah pemegang hak ekslusif tersebut,” katanya.

PGN, lanjut Poltak, pernah bertemu dengan kliennya dengan maksud membeli hak desain
industri tersebut. Namun, mereka tak mencapai kespakatan karena harga yang ditawarkan tak
sesuai yang diinginkan penggugat.

Akan tetapi, ternyata PGN tetap menggunakan desain industri sock adaptor itu tanpa izin
dari pemilik. Perbuatan itu, kata Poltak, melanggar Pasal 46 ayat 1 Undang-undang No. 31
tentang Desain Industri.

Dalam gugatan disebutkan bahwa PGN telah menggunakan dan memproduksi alat yang
menggunakan desain industri milik Rimba sejak 2006.

Atas pelanggaran itu Rimba menuntut ganti rugi materil Rp32,39 miliar dan kerugian moril
Rp100 miliar. Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan
No.73/D.I/2012/PN.Jkt.Pst pada 14 November 2012. Perkara telah masuk saksi-saksi.

PGN dalam jawabannya keberatan dengan dalil penggugat atas klaimnya sebagai
penemu sock adaptor ID 0009708 yang didaftarkan pada 28 Agustus 2006.

Menurut PGN yang diwakili kuasa hukumnya Andreas Nahot Silitonga dkk. Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual harusnya tak mengeluarkan sertifikat desain industri itu
untuk penggugat.
“Karena desain indsutri tersebut sama sekali tidak memiliki keunikan atau kekhasan
tersendiri dan tidak ada perbedaannya dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya,”
katanya dalam berkas jawaban.

Tidak adanya kebaruan itu, katanya, bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1), (2), dan
(3) jo. Pasal 3UU Desain Industri.

Identifikasi Masalah

Saling gugat terjadi antara penemu desain industri sambungan pelindung pipa (sock
adaptor) dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk terkait penggunaan temuan secara
melanggar hukum.

Penyelesaian Masalah

Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia
kepada Pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri,
atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. M.
Rimba Aritonang, penemu dan pemegang hak desain industri dengan nomor pendaftaran ID
0009708 berjudul “Desain Sambungan Pelindung Pipa,” menuntut Perusahaan Gas Negara
(PGN) senilai Rp132,39 miliar. Seharusnya PT Perusahaan Gas Tbk meminta izin serta
memberikan lisensi kepada penemu dan pemegang hak desain industry tersebut,karena PT
Perusahaan Gas ini adalah milik negara, selanjutnya jika tidak mencapai kesepakatan harga
maka seharusnya di adakan jalan terbaik seperti Rimba Aritonang memiliki setengah saham
di PT Perusahaam Gas Tbk tersebut agar sama – sama saling menguntungkan.
Daftar Pustaka

https://www.google.com/amp/s/hukum.tempo.co/amp/1086010/kasus-hukum-ditjen-hki-
diminta-tolak-merek-cap-kaki-tiga
https://www.labana.id/view/google-menang-atas-gugatan-oracle-soal-penyalahgunaan-java-
di-android/2016/05/27/?fullview
http://anandanaday.blogspot.com/2017/06/kasus-haki-pt-aqua-dengan-aqualiva.html

https://kabar24.bisnis.com/read/20130313/16/3310/sengketa-desain-industri-perusahaan-gas-
negara-digugat-rp132-miliar
Tugas Hukum Bisnis
Studi Kasus
Hak Kekayaan Intelektual

Zalfa Salsabila Feriadi


201880183
Trikasti School of Management
Bekasi

Anda mungkin juga menyukai