Anda di halaman 1dari 61

PENGARUH LUAS LAHAN KELAPA SAWIT

PERKEBUNAN RAKYAT DAN PERKEBUNAN BESAR


TERHADAP PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI
KALIMANTAN BARAT

PROPOSAL TESIS

YOSEPH ALAN WANDOYO


NIM : B2052212015

PROGRAM MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
DAFTAR ISI

Hal
DAFTAR ISI......................................................................................................i
DAFTAR TABEL..............................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1. Latar Belakang...............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................8
1.2.1. Pernyataan Permasalahan............................................................8
1.2.2. Pertanyaan Penelitian...................................................................9
1.3. Tujuan Penelitian...........................................................................9
1.4. Kontribusi Penelitian.....................................................................10
1.4.1. Kontribusi Teoritis.......................................................................10
1.4.2. Kontribusi Praktis........................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................11
2.1. Landasan Teori..............................................................................11
2.1.1. Konsep Pengangguran.................................................................11
2.1.2. Pola Perkebunan PKS di Kalbar (Indonesia)...............................14
2.1.3. Investasi dalam Perkebunan Kelapa Sawit...................................19
2.1.4. Peranan PKS dalam Penyerapan Tenagakerja, PDRB dan
Kemiskinan..................................................................................21
2.1.5. Peran Sektor Perkebunan dalam Pembangunan Ekonomi............22
2.2. Kajian Empiris...............................................................................23
2.3. Kerangka Konseptual Penelitian dan Hipotesis.............................27
2.3.1. Kerangka Konseptual Penelitian..................................................27
2.3.2. Hipotesis......................................................................................28
BAB IIIMETODE PENELITIAN...................................................................29
3.1. Bentuk Penelitian...........................................................................29
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................29
3.3. Data................................................................................................29
3.3.1. Jenis dan Sumber Data.................................................................29
3.3.2. Teknik Pengumpulan Data...........................................................30
3.4. Populasi dan Sampel......................................................................30
3.5. Variabel Penelitian.........................................................................30
3.6. Definisi Operasional Variabel.......................................................31
3.7. Metode Analisis Data.....................................................................32
3.7.1. Analisis Regresi Data Panel........................................................32
3.7.2. Uji Kesesuaian Model Regresi Data Panel...................................33
3.7.3. Uji Asumsi Klasik........................................................................35
3.7.4. Uji Statistik (Signifikansi)...........................................................37
3.7.5. Analisis Jalur...............................................................................39
3.7.6. Pengujian Hipotesis ....................................................................41
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................42

i
DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1.1 Luas Lahan Kelapa Sawit (Perkebunan Rakyat dan Perusahaan
Besar ) di Kalimantan Barat, Tahun 2021 (Ha).............................. 4
Tabel 3.1 Klasifikasi Variabel Penelitian......................................................... 31

ii
DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1.1 Angka Pengangguran dan Angka Kemiskinan di Kalimantan


Barat, Tahun 2017-20121 (%)..................................................... 1
Gambar 1.2 Perkembangan Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit,
Pengangguran dan Kemiskinan di Kalimantan Barat, Tahun
2017-2021.................................................................................... 5
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse................................ 13
Gambar 2.2 Komposisi Sektor Pertanian dalam PDRB Kalbar, Tahun
2021............................................................................................. 22
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian................................................. 27
Gambar 3.1 Diagram Analisis Jalur................................................................ 39

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Hal
Lampiran 1 Luas Lahan Tanaman Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota
dan Jenis Tanaman (Ha) di Provinsi Kalimantan Barat Tahun
2021 (Ha).......................................................................................44
Lampiran 2 Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Barat
Tahun 2017-2021 (Ha)...................................................................45
Lampiran 3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Kabupaten/
Kota di Provinsi Kalimantan Barat 2017-2021 (%)......................47
Lampiran 4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabuaten/
Kota di Kalimantan Barat, Tahun 2017 - 2021.............................48
Lampiran 5 Komposisi Subsektor Katagori Pertanian dalam PDRB
Provinsi Kalimantan Barat (%), Tahun 2021.................................49

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengangguran dan kemiskinan adalah dua masalah atau penyakit ekonomi


yang sering terjadi dan dialami oleh setiap negara terutama negara berkembang
seperti Indonesia. Pengangguran adalah jumlah Angkatan Kerja (penduduk usia
15 tahun ke atas) yang tidak bekerja dengan beberapa alasan diantaranya sedang
mencari atau mempersiapkan pekerjaan/usaha, belum mulai bekerja walau sudah
mempunyai pekerjaan/usaha, dan yang sudah tidak mencari pekerjaan lagi karena
merasa tidak mungkin untuk mendapat pekerjaan. Untuk melawan penyakit
ekonomi tersebut maka setiap negara melakukan pembangunan ekonomi yang
didukung oleh pembangunan bidang lainnya.

Penduduk yang tidak bekerja otomatis tidak mempunyai pendapatan yang


akan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan cenderung akan menjadi
miskin. Miskin menurut definisi (BPS,2022) ”adalah penduduk yang pengeluaran
untuk kebutuhan hidupnya dalam sebulan di bawah rata-rata Garis kemiskinan.”
Kondisi pengangguran dan kemiskinan di Kalimantan Barat berdasarkan data BPS
menunjukkan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.2 berikut ini.

7.88 7.77 7.49 7.17 7.15


5.81 5.82

4.36 4.18 4.35

2017 2018 2019 2020 2021

Tingkat Pengangguran Kalimantan Barat


Angka Kemiskinan Kalimantan Barat

Gambar 1.1 Angka Pengangguran dan Angka Kemiskinan


di Kalimantan Barat, Tahun 2017-20121 (%)

1
Berdasarkan data BPS angka pengangguran di Kalimantan Barat
menunjukkan kondisi yang berfluktuatif dengan kecenderungan meningkat
sementara untuk angka kemiskinan menunjukan tren yang menurun. Pada Gambar
1.1 dapat dilihat bahwa angka pengangguran di Provinsi Kalimantan Barat
berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat setiap tahunnya dari yang semula
4,36% pada tahun 2017 menjadi 5,81% pada tahun 2020 dan 5,82% pada tahun
2021. Sementara tahun 2017 angka kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat
sebesar 7,88% dan di tahun 2021 sebesar 7,15%.

Kondisi perekonomian yang dialami setiap negara atau daerah merupakan


hasil dari proses pembangunan ekonomi masa lalu di negara atau daerah tersebut.
Berkaitan dengan pembangunan daerah, Blakely (Kuncoro, 2004) bahwa:
” Pembangunan ekonomi (daerah) adalah suatu proses di mana pemerintah daerah
dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Sebagai tolak ukur
keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, dan semakin
kecilnya kesenjangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor.“

Dengan demikian maka pembangunan daerah pada dasarnya adalah suatu


upaya bagaimana kerjasama antara pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam
mengembangkan potensi dan sumberdaya yang dimilikinya dikelola untuk
kepentingan bersama. Selain itu tujuan utama pembangunan adalah untuk
kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan. Hal ini sudah tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 alenia 4 yang mengandung makna bahwa negara wajib
melaksanakan fungsinya untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Jelas bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari pembentukan


negara ini, dengan demikian maka kemiskinan tidak boleh ada dan merupakan
musuh bersama yang harus diperangi. Menurut Todaro (2006) dalam Kurniasih
(2012) hampir 80% penduduk di negara-negara sedang berkembang hidup dan

2
bekerja di daerah pedesaan dan sebagian besar dari penduduk tersebut merupakan
golongan miskin. Hal ini sejalan dengan pendapat Bigsten (1994) bahwa sebagian
orang miskin dijumpai di daerah pedesaan. Oleh karena itu hal-hal yang berhubungan
dengan pertanian mempunyai peran yang penting bagi tingkat kemiskinan dan
distribusi pendapatan.

Menurut Kuncoro (2004) “…dalam pembangunan ekonomi memerlukan


modal (investasi) yang besar, tenaga kerja, kemampuan skill dan teknologi
sebagai faktor pendukung yang bisa didatangkan dari luar daerah.” Oleh karena
itu masuknya dan keberadaan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Barat
adalah suatu berkah dalam membangun perekonomian daerah terutama dalam
penciptaan dan perluasan kesempatan kerja dan penurunan angka kamiskinan.

Sehubungan dengan itu berdasarkan kajian empiris peran sektor pertanian


ternyata mampu mengurangi jumlah orang miskin di pedesaan lebih cepat, ini
dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia ada di pedesaan dan sebagian besar
menggantungkan diri pada pekerjaan di sektor pertanian (termasuk perkebunan)
maka peran sektor pertanian menjadi sangat penting karena dapat menyerap tenaga
kerja yang banyak dan secara langsung dapat mengurangi jumlah penduduk miskin
(Syahza, 2003), dengan adanya kegiatan perkebunan kelapa sawit menciptakan
multiplier effect dan meningkatkan indek pertumbuhan kesejahteraan petani.

Selain itu aktivitas pembangunan perkebunan kelapa sawit memberikan


pengaruh eksternal yang bersifat positif atau bermanfaat bagi wilayah sekitarnya.
Manfaat kegiatan perkebunan ini terhadap aspek ekonomi pedesaan, antara lain
memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, kesejahteraan masyarakat
sekitar dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis tanaman perkebunan lainnya (Syahza, 2003 dalam
Kurniasih, 2012). Demikian juga dengan Provinsi Kalimantan Barat yang masih
mengandalkan sektor primer dalam pertumbuhannya, yakni pertanian yang di
dalamnya terdapat sub sektor perkebunan terutama Kelapa Sawit.

Berdasarkan data (BPS 2022) dalam struktur perekonomian Provinsi


Kalimantan Barat sektor perkebunan (terutama Kelapa Sawit) memegang peranan
terbesar dalam pembentukan nilai tambah yang ditunjukkan dengan nilai PDRB

3
yang masih didominasi oleh sektor primer (pertanian) yang mencapai 87,36.
Dalam PDRB Kalbar Tanaman perkebunan menjadi kontributor terbesar terhadap
pembentukan nilai tambah subsektor katagori pertanian mencapai 55,28%, kedua
subsektor tanaman pangan sebesar 12,78%, semantara subsektor lainnya
(peternakan, holtikultura, dan jasa pertanian) masing-masing kontribusinya
kurang dari 10 (sepuluh) persen (lihat Lampiran 5).

Keberadaannya Kelapa Sawit di Kalbar tersebar luas hampir di seluruh


kabupaten/kota yang berkembang melalui berbagai upaya pengembangan baik
yang dilakukan oleh perkebunan besar, proyek-proyek pembangunan maupun
swadaya masyarakat. Berdasarkan data BPS (2022) luas lahan PKS di Kalimantan
Barat hingga tahun 2021 tercatat seluas 1.910.293 Ha terdiri dari PKS yang
dikembangkan perusahaan besar dan perkebunan rakyat.

Tabel 1.1 Luas Lahan Kelapa Sawit (Perkebunan Rakyat dan Perusahaan Besar) di
Kalimantan Barat, Tahun 2021 (Ha)
Perkebunan Rakyat Perusahaan Besar Jumlah
No Kecamatan
Ha % Ha % Ha %
1 Sambas 27.279 28,4 68.676 71,57 95.955 100
2 Bengkayang 49.433 38,5 79.065 61,53 128.498 100
3 Landak 31.301 23,1 104.407 76,94 135.708 100
4 Mempawah 5.041 23,9 16.072 76,12 21.113 100
5 Sanggau 139.859 49,8 140.821 50,17 280.680 100
6 Ketapang 263.242 40,5 386.001 59,45 649.243 100
7 Sintang 62.480 31,2 137.653 68,78 200.133 100
8 Kapuas Hulu 20.803 23,6 67.182 76,36 87.985 100
9 Sekadau 33.782 31,9 71.985 68,06 105.767 100
10 Melawi 21.677 42,5 29.370 57,54 51.047 100
11 Kayong Utara 8.236 22,3 28.660 77,68 36.896 100
12 Kubu Raya 29.040 25,9 83.219 74,13 112.259 100
Kota
13 5.009 100 0 - 5.009 100
Singkawang
Jumlah 697.182 482 1.213.111 818 1.910.293 100
Persentase (%) 36,50% 63,50% 100
Sumber: Provinsi Kalimantan Barat Dalam Angka, 2022

Pada tabel terlihat bahwa luas lahan yang dimiliki perusahaan besar
mendominasi mencapai 63,50% sementara lahan perkebunan rakyat hanya
36,50% dari seluruh luas lahan dan umumnya perkebunan kelapa sawit rakyat
ditanam di areal yang tidak terlalu luas dalam beberapa bidang dengan

4
memanfaatkan lahan-lahan tidur milik sendiri atau sewa. Dari sini nampak bahwa
penguasaan PKS hanya dikuasai oleh segolongan kecil masyarakat (pengusaha).
Padahal kita tahu bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk semua warga
masyarakat, dan penggunaan sumbardaya semestinya digunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat (Pasal 33 UUD’45).

Meningkatnya perluasan lahan perkebunan kelapa sawit dari tahun ke


tahun baik perkebunan rakyat maupun perusahaan besar menandakan bahwa
kegiatan investasi berjalan di daerah tersebut yang diikuti perluasan kesempatan
kerja di daerah yang bersangkutan, namun jika diperhatikan keterkaitannya
dengan kondisi tingkat pengangguran dan kemiskinan di Kalimantan Barat dalam
lima tahun terakhir tidak menunjukkan hubungan yang konsisten sebagaimana
digambarkan berikut ini.

(a) (b)
Sumber: Prov. Kalimantan Barat dalam Angka, diolah

Gambar 1.2 Perkembangan Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit, Pengangguran


dan Kemiskinan di Kalimantan Barat, Tahun 2017-2021

Gambar 1.2 (a) menunjukkan perkembangan luas lahan dan tingkat


pengangguran di Kalbar terjadi dengan tren yang relatif searah, dimana
peningkatan luas lahan diikuti oleh peningkatan jumlah persentase tingkat
pengangguran. Hal ini cukup ironis dan kontraproduktif dimana meningkatnya
jumlah lahan perkebunan kelapa sawit (PKS) terutama yang diusahakan oleh
perusahaan besar tidak memberikan dampak positif terhadap peningkatan
kesempatan kerja di Kalbar. Kemudian jika dikaitkan dengan kemiskinan atau
jumlah penduduk miskin (Gambar 1.2 b) terjadi hal yang positif, artinya

5
perkembangan jumlah lahan seiring dengan penurunan jumlah penduduk miskin
walaupun belum tentu sebagai akibat dari bertambahnya jumlah luas lahan sawit.

Beberapa bukti empiris manunjukkan bahwa keberadaan perkebunan


kelapa sawit (PKS) memberikan dampak positif terhadap perekonomian daerah,
walaupun banyak juga dampak negatifnya terutama masalah lingkungan.
Penelitian Kurniasih & Arifin, (2013) “….hasil studi menunjukan bahwa
perkembangan produksi kelapa sawit (PKS) dapat menurunkan tingkat
kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat.”

Penelitian Supriadi (2013) menyimpulkan bahwa “...dampak adanya PKS


telah menciptakan multiplier effect, terutama dalam lapangan pekerjaan dan
peluang berusaha, pembangunan sarana-sarana bagi masyarakat sekitar, seperti
pembangunan sarana transportasi, tempat ibadah, sarana olahraga, memberikan
lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, dan lain-lain. Sementara dampak
negatifnya antara lain kerusakan lingkungan, kesenjangan sosial antara
masyarakat dengan karyawan hingga konflik sengketa lahan.

Keberadaan perkebunan kelapa sawit di suatu daerah menandakan bahwa


terjadi investasi dan pemanfaatan lahan. Hal tersebut merupakan bagian dari
proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu dengan adanya investasi di bidang
perkebunan kelapa sawit (PKS) seyogyanya akan memberikan peluang pada
perluasan kesempatan kerja, sehingga tingkat pengangguran bisa diturunkan dan
kemudian pada akhirnya akan berdampak pada pengurangan angka kemiskinan,
karena dengan menurunnya tingkat pengangguran pendapatan akan meningkat
dan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan akan berkurang.

Salah satu bukti empiris adalah hasil penelitian Kurniasih, Erni Panca
(2012), hasil studi menunjukan bahwa perkembangan produksi kelapa sawit dapat
menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat.

Kemudian secara konsep bahwa adanya perluasan kesempatan kerja yang


diakibatkan perluasan lahan PKS akan menambah pendapatan kepada penduduk

6
setempat sehingga mestinya perluasan kesempatan kerja menjadi jembatan untuk
menurunkan angka kemiskinan di Kalbar.

Dampak yang lebih luas dibuktikan dengan penelitian Supriadi Wiwin


(2012), yang menyatakan bahwa akibatnya di daerah-daerah sekitar pembangunan
perkebunan muncul pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Kondisi ini
menyebabkan meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan. Perputaran uang
yang terjadi dapat merangsang pertumbuhan ekonomi. Hal ini memberikan arti
bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit di pedesaan menciptakan multiplier
effect, terutama dalam lapangan pekerjaan dan peluang berusaha.

Dari bukti empiris juga mengindikasikan bahwa perkebunan rakyat dan


perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan swasta ataupun BUMN memiliki
perbedaan sangat nyata dalam pengelolaannya sehingga menyebabkan perbedan
pula dalam produktivitasnya, PKS yang dikelola oleh perusahaan besar lebih
tinggi produktivitasnya daripada perkebunan rakyat (Siswandi Fitra, 2022).

Dari uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang


pengaruh perkembangan kelapa sawit terhadap penciptaan kesempatan kerja dan
terhadap tingkat kemiskinan. Berhubung ada perbedaan produktivitas antara PKS
yang diusahakan perusahaan besar dan perkebunan rakyat maka penulis
mengambil judul “Pengaruh Luas Lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat dan
Perkebunan Besar Terhadap Pengangguran dan Kemiskinan di Kalimantan
Barat.” Diambilnya tema tersebut dengan alasan bahwa adanya PKS berarti
adanya investasi dan perluasan lapangan kerja yang dapat mengurangi
pengangguran dan pada akhirnya dapat mengurangi angka kemiskinan.

Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah meneliti tentang dampak


PKS terhadap kemiskinan, sedangkan perbedannya adalah pada variabel
penelitian yakni fokus pada luas lahan yang dimiliki oleh perusahaan besar dan
yang dimiliki oleh masyarakat (perkebunan rakyat), perluasan kesempatan kerja
yang terindikasi dari tingginya tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan yang
terjadi. Perbedaan lainnya dalam penelitian ini PKS dibedakan atas Perkebunan

7
Besar (PB) dan Perkebunan Rakyat (PR), kemudian juga pada konsep, analisis
data serta tahun dan lokasi penelitian.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Pernyataan Permasalahan


Luas lahan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat meningkat setiap
tahun terutama PKS perusahaan besar. Namun cukup ironis dan terindiksasi
kontra produktif dimana meningkatnya jumlah lahan PKS seolah-olah tidak
memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesempatan kerja. Adanya
investasi di bidang perkebunan kelapa sawit (PKS) seyogyanya akan memberikan
peluang pada perluasan kesempatan kerja, sehingga tingkat pengangguran bisa
diturunkan yang kemudian pada akhirnya akan berdampak pada pengurangan
angka kemiskinan, karena dengan menurunnya tingkat pengangguran pendapatan
akan meningkat dan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
akan berkurang. Namun berdasarkan pengamatan pendahuluan kondisi
kemiskinan dan pengangguran di Kalbar dari data BPS (2022) masih
menunjukkan angka yang cukup tinggi dan trennya cenderung meningkat dalam
lima tahun terakhir, sementara tingkat kemiskinan berfluktuasi walau trennya
menurun.

Beberapa penelitian menunjukkan keberadaan perkebunan kelapa sawit


memberikan dampak positif terhadap penurunan angka kemiskinan secara
langsung dengan tumbuhnya berbagai aktifitas ekonomi (multiflier efek) di
sekitarnya atau secara tidak langsung melalui perluasan kesempatan kerja, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak atau pengaruh luas
lahan Perkebunan Kelapa Sawit ─baik yang dikembangkan oleh perusahaan besar
maupun perkebunan rakyat─ terhadap tingkat pengangguran dan kemiskinan di
Kalimantan Barat baik secara langsung maupun tidak langsung ?

8
1.2.2. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat berpengaruh signifikan
terhadap tingkat pengangguran di Kalimantan Barat ?
2. Apakah luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Besar berpengaruh signifikan
terhadap tingkat pengangguran di Kalimantan Barat ?
3. Apakah luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat berpengaruh signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat ?
4. Apakah luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Besar berpengaruh signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat ?
5. Apalah tingkat pengangguran berpengaruh langsung terhadap tingkat
kemiskinan di Kalimantan Barat ?
6. Apakah ada pengaruh tidak langsung luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan
Rakyat melalui TPT (perluasan kesempatan kerja) terhadap kemiskinan di
Kalimantan Barat ?
7. Apakah ada pengaruh tidak langsung luas lahan Perkebunan Besar melalui TPT
(perluasan kesempatan kerja) terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan
Barat?

1.3. Tujuan Penelitian


Mengacu pada latar belakang dan permasalahan di atas maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menguji dan menganalisis pengaruh luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan
Rakyat terhadap tingkat pengangguran di Kalimantan Barat.
2. Menguji dan menganalisis pengaruh luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan
Besar terhadap tingkat pengangguran di Kalimantan Barat.
3. Menguji dan menganalisis pengaruh pengaruh luas lahan Kelapa Sawit
Perkebunan Rakyat terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat.
4. Menguji dan menganalisis pengaruh luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan
Besar terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat.
5. Menguji dan menganalisis pengaruh tingkat pengangguran terhadap tingkat
kemiskinan di Kalimantan Barat.

9
6. Menguji dan menganalisis ada atau tidaknya pengaruh tidak langsung luas
lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat terhadap kemiskinan melalui perluasan
kesempatan kerja (TPT) di Kalbar.
7. Menguji dan menganalisis ada atau tidaknya pengaruh tidak langsung luas
lahan Kelapa Sawit Perkebunan Besar terhadap kemiskinan melalui perluasan
kesempatan kerja (TPT) di Kalbar.

1.4. Kontribusi Penelitian

1.4.1. Kontribusi Teoritis


Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi di bidang akademis yaitu
dengan melakukan kajian teoritis dan empiris yang berkaitan dengan perananan
perkebunan kelapa sawit dalam pembangunan ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hasil temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya terkait dengan
perkembangan perkebunan kelapa sawit khususnya di Indonesia.

1.4.2. Kontribusi Praktis


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para pelaku usaha
di bidang kelapa sawit, pemangku kepentingan dan pemerintah sebagai
sumbangan pemikiran dalam membuat kebijakan, terutama bagi pemerintah
daerah sebagai pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan yang
berkaitan dengan pembangunan ekonomi daerah, pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat melalui kelapa sawit.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori

2.1.1. Konsep Pengangguran


Dalam teori ketenagakerjaan menurut ILO (International Labor
Organization) dalam Direktorat Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan
(2021) “ penduduk dikelompokkan atas dua kelompok yakni Angkatan Kerja
Bukan Angkatan Kerja. Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja yaitu
penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Selanjutnya, penduduk usia kerja
dibedakan lagi menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang
dilakukannya yakni bekerja dan menganggur.” Jadi pengangguran adalah jumlah
Angkatan Kerja (penduduk usia 15 tahun ke atas) yang tidak bekerja atau
menganggur dengan beberapa alasan diantaranya:
1) Mereka yang tidak punya pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan.
b) Mereka yang tidak punya pekerjaan dan mempersiapkan pekerjaan atau usaha.
c) Mereka yang tidak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan karena merasa
tidak mungkin lagi mendapatkan pekerjaan.
d) Mereka yang sudah punya (mempersiapkan) pekerjaan tetapi belum mulai
bekerja/usaha.

2.1.1.1. Jenis-jenis dan Penyebab Pengangguran


Jenis-jenis dan penyebab pengangguran dapat dikelompokkan berdasarkan
beberapa kriteria, menurut sebabnya pengangguran di golongkan kepada empat
jenis (Simanjuntak, Payaman J. 1985), yaitu :

1) Pengangguran Friksional
Adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam
mempertemukan pencari kerja dan lowongaan kerja yang ada. Kesulitan temporer
ini dapat berbentuk sekedar waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran
dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi, dapat pula
terjadi karena kurangnya mobilitas pencari kerja dimana lowongan pekerjaan

11
justru terdapat di sekitar tempat tinggal si pencari kerja. Pengangguran friksional
juga dapat terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui dimana adanya lowongan
pekerjaan, demikian juga pengusaha tidak mengetahui dimana tersedianya tenaga
kerja yang sesuai.

2) Pengangguran Struktural
Pengangguran struktural terjadi karena adanya problema dalam struktur
atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur yang demikian memerlukan
perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan sedangkan pihak
pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut.
Bentuk pengangguran struktural yang lain adalah terjadinya pengurangan pekerja
akibat penggunaan alat-alat dan teknologi maju, seperti dalam penggunaan traktor
dalam penggarapan tanah pertanian, dengan menggunakan alat ini maka akan
menimbulkan penggangguran tidak kentara di kalangan buruh tani. Pengangguran
sebagai akibat perubahan struktur perekonomian pada dasarnya memerlukan
tambahan latihan untuk memperoleh keterampilan baru yang sesuai dengan
permintaan dan teknologi baru.

3) Pengangguran Musiman
Pengannguran Musiman adalah penggangguran yang terjadi pada masa
pergantian musim saja, dimana pada musim-musim tertentu orang memiliki
pekerjaan dan di luar musim tersebut orang tersebut tidak memiliki pekerjaan atau
menganggur misalnya para petani bekerja pada musim bercocok tanam saja,
setelah itu para petani terbut tidak bekerja atau menganggur sampai musim panen
tiba dan musim bercocok tanam mulai kembali.

4) Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang terjadi sebagai akibat
dari ketidak cukupan pada permintaan agregat untuk menyediakan lapangan
pekerjaan bagi para pencari kerja. Pengangguran Siklikal ini di ukur karena tidak
adanya kecukupan pada lapangan kerja yang tersedia. Pengangguran ini sangat
terkait dengan perubahan pada siklus kegiatan ekonomi.

12
2.1.1.2. Kaitan Pengangguran dengan Kemiskinan
Indikator miskin menurut BPS yaitu dengan menggunakan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) dimana
“….kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran.” Indikator untuk mengukur kemiskinan BPS menggunakan Garis
Kemiskinan (GK), Jadi “…penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.” Masalah
kemiskinan itu sangat komplek dan terjadi sebagai sebab akibat dari ketidak
mampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada banyak hal
mengenai sebab-sebab kemiskinan, salah satunya menurut Hardiman dan Midgley
dalam Kuncoro (2004), “...Penduduk negara tersebut miskin karena
menggantungkan diri pada sektor pertanian yang subsisten, metode produksi yang
tradisional, yang seringkali dibarengi dengan sikap apatis terhadap lingkungan...”

Kaitan pengangguran dengan kemiskinan adalah sesuatu yang berkaitan


erat dan positif, artinya pengangguran akan melahirkan kemiskinan, karena akibat
menganggur orang tidak punya pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya,
ketiadaan pendapatan akan mengakibatkan kekurangan modal. Logika berpikir ini
dikemukan oleh Nurkse (Kuncoro 2004) dapat diilustrasikan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse

Ketiadaan pendapatan akan menyebabkan ketiadaan modal apalagi jika


kondisi perekonomian tidak mendukung, ketidak sempurnaan pasar,
keterbelakangan dan ketertinggalan sehingga akan mengakibatkan produktifitas,

13
pendapatan, investasi yang rendah. Jadi jelas kaitan pengangguran dengan
kemiskinan adalah sesuatu yang berkaitan erat dan positif, artinya pengangguran
akan melahirkan kemiskinan, karena akibat menganggur orang tidak punya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya.

Menurut Sukirno (2008) ada hubungan yang erat antara tingginya tingkat
pengangguran, kemiskinan dan distribusi pendapatan yang tidak merata, bahwa
“...efek buruk dari pengangguran adalah berkurangnya tingkat pendapatan
masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran/kesejahteraan.
Kesejahteraan masyarakat yang turun karena menganggur akan meningkatkan
peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.
Pengangguran menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya
pengangguran produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga
dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

2.1.2. Pola Perkebunan PKS di Kalbar (Indonesia)


Dua jenis model pengusahaan pertanian/perkebunan menurut bentuk dan
skala usahanya mengacu pada Konsep dan Definisi Baku Statistik Pertanian yang
diterbitikan oleh BPS (2012), pola perkebunan/pertanian di Indonesia diklasifikasi
pada perkebunan besar dan perkebunan rakyat.

2.1.2.1. Perkebunan Besar


Perusahaan perkebunan besar adalah suatu perusahaan berbentuk badan
usaha/badan hukum yang bergerak dalam kegiatan budidaya tanaman perkebunan
diatas lahan yang dikuasai, dengan tujuan ekonomi/komersial dan mendapat izin
usaha dari instansi yang berwenang dalam pemberian izin usaha perkebunan.
Perkebunan besar terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PBS/PTP/PNP) dan
Perkebunan Besar Swasta Nasional/Asing (PBS). Lahan yang digunakan
merupakan lahan milik negara dengan Hak Guna Usaha (HGU). Dalam hal ini
ketentuan berdasarkan Undang No 39 tahun 2014 tentang perkebunan, bahwa
pengusaha sawit (besar) wajib mengalokasikan/mengelola sebesar 20% di luar
HGU untuk dikelola (dalam bentuk kemitraan) dengan rakyat sekitar (untuk ini

14
pengusaha sawit harus menambah 20% kepemilikan lahan untuk diberikan kepada
petani rakyat dalam bentuk kemitraan.

2.1.2.2. Perkebunan Rakyat


Perkebunan Rakyat adalah usaha budidaya tanaman perkebunan (tidak
berbadan hukum) yang diusahakan perorangan atau diusahakan oleh rumah
tangga petani tanpa izin usaha, namun diselenggarakan atau dikelola secara
komersial oleh perusahaan perseorangan yang tidak berakte notaris. Ada dua tipe
model perkebunan rakyat yaitu ada yang sudah layak dan sudah memenuhi
kriteria sebagai tanaman perkebunan rakyat yang memiliki minimal luas adalah 2
hektar atau lebih dengan jumlah tanaman yang diusahakan minimal 300 batang
atau lebih. Kedua adalah perkebunan rakyat yang tidak ada izin yang dikelola
oleh rumah tangga perkebunan belum memenuhi kriteria usaha kecil tanaman
perkebunan rakyat, yakni yang memiliki luas tanaman kurang dari 2 hektar
dengan jumlah tanaman kurang dari 300 batang.

2.1.2.3. Pengusahaan PKS dengan Pola Kemitraan


Mengacu pada Undang-Undang No 20 tahun 2008 dan telah diakomodir
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja bahwa dalam
pengelolaan perkebunan dengan pola kemitraan dilaksanakan dengan pola-pola:
a) inti-plasma; b) subkontrak; c) waralaba; d) perdagangan umum; e) distribusi
dan keagenan; dan f) bentuk kemitraan lainnya.
Pengembangan perkebunan (Kelapa Sawit) dengan pola kemitraan adalah
suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan
pengusaha menengah/besar (mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan
oleh pengusaha besar yang saling memerlukan, menguntungkan, memperkuat dan
berkesinambungan. Hal ini dilakukan karena dalam investasi PKS ini diperlukan
modal yang tidak sedikit, model kemitraan yang sudah lama di Indonesia adalah
model perkebunan inti plasma (Perkebunan Inti Rakyat).

15
a. Perkebunan Inti Rakyat (PIR)
Perkebunan Inti Rakyat (PIR) “adalah pola pengembangan perkebunan
yang merupakan perpaduan usaha dengan sasaran perbaikan ekonomi bagi para
pelaku (peserta) yang didukung oleh suatu sistem pengelolaan usaha dengan
memadukan berbagai kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran dengan
menggunakan perusahaan besar sebagai inti dalam suatu sistem kerjasama yang
saling menguntungkan, utuh dan berkesinambunan.” (Mubyarto dalam Bunyamin,
2008). Adapun tujuan utama dari pelaksanaan perkebunan pola PIR adalah:

1. Meningkatkan produktivitas hasil kebun rakyat sehingga bisa mendekati hasil


yang diperoleh perusahaan besar dengan cara menyuluhkan aneka teknologi
kepada masyarakat/petani dalam pengelolaannya
2. Pemerataan kesempatan untuk berusaha/bekerja kepada masyarakat serta
peningkatan pendapatan melalui hasil-hasil pertanian/perkebunan.
3. Menjadikan sistem perkebunan besar tetapi tidak lagi semata-mata sebagai
sarana untuk eksploitasi sumberdaya alam pertanian, tetapi justru sebagai
wahana program pemerataan (Mubyarto dalam Bunyamin,2008).
Dalam pelaksanaanya perkebunan pola PIR terdapat dua komponen yang
sangat berperan yaitu perusahaan inti dan plasma. Perusahaan inti adalah
perusahaan yang membangun kebun beserta kelengkapan fasilitas pengolahan dan
dimiliki oleh perusahaan tersebut dan dipersiapkan menjadi pelaksana Perkebunan
Inti Rakyat, perusahaan inti berkewajiban:
1. penyediaan dan penyiapan lahan;
2. penyediaan sarana produksi;
3. bimbingan teknis produksi;
4. bimbingan manajemen usaha;
5. penguasaan teknologi yang diperlukan;
6. pembiayaan;
7. pemasaran;
8. penjaminan;
9. pemberian informasi;

16
10. bantuan lainnya yang diperlukan.
Kebun plasma adalah kebun yang dibangun dan dikembangkan oleh
perusahaan (Kebun Inti) setelah tanaman mulai berproduksi, penguasaan dan
pengelolaannya diserahkan kepada petani rakyat (dikonversikan). Petani menjual
hasil kebunnya kepada kebun inti dengan harga pasar dikurangi cicilan/angsuran
pembayaran hutang kepada kebun inti berupa modal yang dikeluarkan kebun inti
untuk membangun kebun plasma tersebut.

b. Pola Subkontrak
Kemitraan subkontrak didasari oleh saling membutuhkan antara kelompok
mitra (masyarakat) dengan mitra (perusahaan). Kemitraan subkontrak adalah pola
hubungan kerjasama (kemitraan usaha) dimana kelompok mitra (rakyat)
memproduksi komoditas yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian
dari produksinya (bahan baku). Pola subkontrak ditandai dengan adanya
kesepakatan yang mencakup: volume, harga, mutu, dan waktu. Pola seperti ini
banyak dilakukan di beberapa daerah di Kalimantan Barat, biasanya pola
kemitraan seperti ini petani yang punya lahan juga bekerja sebagai pekerja di
lahannya sendiri dan mendapat upah dari perusahaan, kemudian dalam
pengelolaan hasil panen disepakati pembagian yaitu 30% untuk petani/pemilik
lahan dan 70% untuk perusahaan.
Beberapa keuntungan dari pelaksanaan pola kemitraan subkontrak
diantaranya:
1) anggota diberi kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi;
2) perusahaan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan
dengan jumlah dan harga yang wajar;
3) peserta mendapat bimbingan teknis produksi, manajemen dan teknologi yang
diperlukan;
4) peserta medapat pembiayaan (kredit) dan pengaturan sistem pembayaran;
5) jaminan agar tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.

17
c. Pola kemitraan waralaba
Pola kemitraan waralaba adalah suatu pola dmana usaha besar dalam
rangka upaya untuk memperluas usahanya memberikan kesempatan kepada pihak
lain yang ada di bawahnya (usaha mikro, kecil, atau menengah) untuk menjadi
mitra usahanya. Dalam pelaksanaannya pemberi waralaba memberikan
pembinaan dalam bentuk pelatihan, yaitu bimbingan operasional, manajemen,
pemasaran, riset, pengembangan kepada penerima waralaba. Untuk pola seperti
ini masih jarang ditemukan dalam pengusahaan PKS di Kalimantan Barat.

d. Kemitraan dengan Pola Perdagangan Umum


Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum dapat
diimplementasikan dalam bentuk kerjasama diantaranya kerjasama dalam
pemasaran; kerjasama penyediaan lokasi usaha, dan penerimaan pasokan (bahan
baku dan kebutuhan produksi lainnya). Pada prinsipnya kemitraan dengan pola
perdagangan umum dimana perusahaan besar sebagai penerima barang sedangkan
masyarakat (usaha rakyat) sebagai pemasok barang. Dalam hal ini hukum pasar
dan persaingan harga mungkin saja berlaku. Oleh karena itu dalam pola
perdagangan umum pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh
usaha besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi rakyat
(usaha kecil) sepanjang memenuhi standar mutu yang ditetapkan.

e. Pola Kerjasama dalam Bentuk Distribusi dan Keagenan


Pada kemitraan dalam bentuk distribusi dan keagenan, dilakukan dimana
usaha besar atau menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan
barang/jasa kepada usaha mikro atau usaha kecil. Dalam pola kemitraan distribusi
dan keagenan:
1. Usaha besar memberikan hak khusus memasarkan hasil kepada usaha mikro,
kecil, dan menengah.
2. Usaha menengah memberikan hak khusus memasarkan barang/jasa kepada
usaha mikro dan usaha kecil.

18
2.1.3. Investasi dalam Perkebunan Kelapa Sawit
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (crude palm
oil) yang merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi
sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia menjadi daya tarik untuk
berinvestasi di dalamnya. Hal ini didukung adanya kebijakan pemerintah yang
memberikan berbagai kemudahan terutama dalam perijinan bahkan bantuan
subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola Perkebunan
Inti Rakyat (PIR) dan perijinan pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan
swasta, bahkan untuk perusahaan perseorangan tidak diwajibkan ada perizinnan.

Kondisi perekonomian di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aktivitas


perdagangan minyak kelapa sawit. Bagi pemerintah, banyaknya lahan sawit
diharapkan dapat menjaga tingkat kestabilan harga minyak nabati, sumber devisa
negara, dan menciptakan lapangan kerja baru. Beberapa keuntungan dari investasi
di bidang Kelapa Sawit (humasptpn1, 2018) diuraikan sbb:

1. Menjanjikan Keuntungan (Laba) yang Besar


Margin laba dari bisnis sawit cukup besar, rata-rata biaya produksi kelapa
sawit sebesar Rp 500 per kg, sedangkan nilai jual TBS sekitar Rp 1500 per kg.
Jadi nilai keuntungan yang diperoleh sekitar 75%. Dengan demikian bisa
disimpulkan bahwa margin laba bisnis kelapa sawit mencapai tiga kali lipat
bahkan lebih jikalau harga TBS mengalami kenaikan (humasptpn1, 2018).

2. Modal Investasinya Cepat Balik


Biaya yang dibutuhkan untuk membuka lahan kelapa sawit kurang
lebih Rp30 juta/hektar, belum termasuk ongkos penanaman dan perawatan.
Selama masa tanaman dan belum menghasilkan petani dituntut untuk
mengeluarkan biaya. Namun semua biaya tersebut mulai akan kembali pada saat
tanaman sudah menghasilkan dan dipenen. Pada umumnya modal investasi akan
balik ketika 3 sampai 4 tahun setelah masa panen yang pertama kali. Pohon sawit
umunya akan terus menghasilkan TBS hingga 25 tahun.

19
3. Rentang Harga Besifat Relatif Stabil
Berdasarkan pengamatan dari pengusaha kelapa sawit harga kelapa sawit
(TBS) cenderung bersifat stabil dan trennya cenderung meningkat sejak tahun
2011, dimana pada tahun 2013 dari harga Rp 1.000 per kg, menjadi Rp 1.300 per
kg pada 2016, dan pada tahun 2021/2022 menjadi Rp 1.600 per kg. Di pasaran
harga minyak sawit bersaing dengan minyak kedelai di pasar global. Kondisi di
pasaran minyak sawit bersaing dengan jenis-jenis minyak lainnya seperti minyak
bunga matahari, jagung, kedelai namun tingkat produktifitas komoditas lain tidak
sebagus kelapa sawit.

4. Menjanjikan Pasiv Income dengan Mempekerjakan Orang Lain


Pemilik kebun kelapa sawit tidak perlu repot-repot mengurus lahan sendiri
karena keuntungan yang bakal diterima dari lahan milik petani akan lebih dari
cukup untuk membiayai para pekerja. Jadi bisa dibilang bahwa berbisnis kelapa
sawit termasuk passive income di mana Anda bakal selalu mendapatkan
penghasilan tanpa harus bersusah payah mengelolanya setelah berbuah walaupun
perawatan tetap harus dilakukan.

5. Harga yang cenderung naik dari waktu ke waktu


Selain menjual TBS yang diproduksi oleh lahan sawit yang dimiliki,
berbisnis di sektor sawit juga bisa dilakukan dengan berjual beli lahan.
Kenyatannya harga lahan kelapa sawit selalu mengalami kenaikan di setiap
tahunnya apalagi kalau sudah berbuah. Kalaupun berkurang tingkat penurunan
harga tidak terlampau signifikan dan jarang sekali terjadi. Harga suatu lahan
kelapa sawit umumnya sangat dipengaruhi oleh kualitas tanaman yang tumbuh di
dalamnya.

Disamping beberapa keuntungan dari investasi kelapa sawit terdapat


beberapa kelemahan atau dampak negatfi akibat terjadi alih fungsi lahan dari
hutan alam menjadi tanaman perkebunan yang bila tidak dikelola dengan baik bisa
saja menjadi ancaman terhadap hilangnya kekayaan keanekaragaman hayati, dan
ketidak seimbangan ekosistem hutan hujan tropis Indonesia. Berbagai dampak

20
lainnya diantaranya kebakaran hutan, muncul serangan hama dan penyakit,
perubahan aliran air permukaan tanah, meningkatnya erosi tanah, dan pencemaran
lingkungan akibat pemakaian pupuk dan pestisida dalam jumlah yang banyak,
serta berbagai dampak negatif lainnya terhadap eco-function yang dapat
dihasilkan oleh ekosistem hutan alam tropis – menimbulkan biaya yang tidak
sedikit pada pihak ketiga, sehingga selayaknya diperhitungkan sebagai biaya
lingkungan.

2.1.4. Peranan PKS dalam Penyerapan Tenagakerja, PDRB dan


Kemiskinan
Berdasarkan Undang-undang No. 39 Tahun 2014 bahwa tujuan
pembangunan perkebunan secara ekonomi berfungsi meningkatkan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat, meningkatkan sumber devisa negara, menyediakan
lapangan kerja dan kesempatan usaha. Kenyataan di lapangan tenaga kerja yang
terserap selain sebagai tenaga kerja buruh juga sebagai penyediaan lapangan kerja
bagi PKS yang diusahakan sendiri oleh rakyat. Penyerapan tenaga kerja dari
berbagai tingkatan mulai dari buruh kasar, tenaga terdidik sampai tenaga ahli
dilibatkan dalam pengelolaan PKS. Menghadapi besarnya penyerapan tenaga
kerja pada subsektor perkebunan, kebijakan penggunaan tenaga kerja berpedoman
juga pada peraturan gubernur tentang upah minimum yang ditetapkan bagi tenaga
kerja yang bekerja di sektor perkebunan.

PKS juga sangat berkontribs terhadap PDRB. Sebagaimana telah


dijelaskan pada latar belakang bahwa PDRB Kalimantan barat didominasi oleh
sektor primer (pertanian/perkebunan). Dalam PDRB menurut Lapangan Usaha
Kalimantan Barat masih mengandalkan sektor primer sebagai penunjang PDRB
yakni hasil pertanian/perkebunan. Berdasarkan data BPS 2021 Komposisi PDRB
Sektor Pertanian sebagaimana digambarkan berikut ini.

21
Gambar 2.2 Komposisi Sektor Pertanian dalam PDRB
Kalbar, Tahun 2021

Bahwa subsektor tanaman perkebunan Kalimantan Barat menyumbang


55,28% terhadap PDRB Sektor pertanian, dimana dalam subsektor perkebunan
tersebut disumbang oleh 73,58% Kelapa Sawit, 22,79% Karet dan 3,63% tanaman
lainnya. PKS juga ternyata mampu mengurangi jumlah orang miskin di pedesaan
lebih cepat, ini dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia ada di pedesaan
dan sebagian besar menggantungkan diri pada pekerjaan di sektor pertanian, maka
peran sektor pertanian menjadi sangat penting karena dapat menyerap tenaga kerja
yang banyak dan secara langsung dapat mengurangi jumlah penduduk miskin
(Kurniasih, 2012). Dengan demikian maka subsektor perkebunan (PKS) jika
dikelola dengan baik maka peranannya akan semakin besar terhadap perluasan
kesempatan kerja, pertumbuhan PDRB dan pegentasan kemiskinan.

2.1.5. Peran Sektor Perkebunan dalam Pembangunan Ekonomi


Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan menyebutkan
bahwa ”...perkebunan berperan penting dan memiliki potensi besar dalam
pembangunan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.” Selanjutnya dalam UU tersebut
pasal 3 menjelaskan tujuan penyelenggaraan perkebunan yakni:
“ a. meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
b. meningkatkan sumber devisa negara;
c. menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha;

22
d. meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing,
dan pangsa pasar.
e. meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri
aahm negeri, memberikan pelindungan kepada pelaku Usaha Perkebunan
dan masyarakat;
g. mengelola dan mengembangkan sumber daya Perkebunan secara optimal,
bertanggung jawab, lestari; dan
h. meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan.”

Memperhatikan amanat undang-undang tersebut maka jelas bahwa peran


sektor perkebunan dalam pembangunan ekonomi sangat penting terutama untuk
meningkatkan pendapatan baik bagi rakyat maupun bagi negara.

2.2. Kajian Empiris

Beberapa penelitian tentang peranan kelapa sawit dalam menunjang


pertumbuhan ekonomi diantaranya :

1. Kurniasih, Erni Panca (2012)


Penelitian bertujuan mengkaji sejauh mana pengaruh perkembangan
kelapa sawit dalam mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat.
Data sekunder yang digunakan berasal dari publikasi Badan Pusat Statistik dan
instansi terkait sedangkan data primer merupakan hasil wawancara terhadap
petani sawit. Lokasi penelitian adalah lima besar daerah penghasil sawit yaitu
Kabupaten Landak, Sanggau, Sekadau, Sintang dan Ketapang.

Analisis menggunakan metode deskriptif dan regresi data panel selama


delapan tahun. Hasil studi menunjukan bahwa perkembangan produksi kelapa
sawit dapat menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Kalbar.

2. Supriadi Wiwin (2012),


Hasil penelitian menyimpulkan bahwa “kegiatan pembangunan
perkebunan telah menimbulkan mobilitas penduduk yang tinggi. Akibatnya di
daerah-daerah sekitar pembangunan perkebunan muncul pusat-pusat pertumbuhan

23
ekonomi di pedesaan. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya daya beli
masyarakat pedesaan. Perputaran uang yang terjadi dapat merangsang
pertumbuhan ekonomi. Hal ini memberikan arti bahwa kegiatan perkebunan
kelapa sawit di pedesaan menciptakan multiplier effect, terutama dalam lapangan
pekerjaan dan peluang berusaha.

3. Bahri Saipul dan Ujang Paman (2012)


Bertujuan menganalisis peranan perkebunan kelapa sawit dalam
pengurangan kemiskinan dan distribusi pendapatan rumah tangga petani di
Propinsi Riau. Metode dalam penelitian ini adalah survey dengan lokasi di
Kabupaten Kampar, Rokan Hulu, Siak dan Bengkalis. Sampel diambil secara
bertingkat (multistage sampling) terhadap petani plasma pola PIR sebanyak 400
KK. Hasil kajian menunjukkan bahwa:

1) Perkebunan kelapa sawit telah meningkatkan pendapatan rumah tangga petani.


2) Kontribusi pendapatan kebun kelapa sawit terhadap total pendapatan rumah
tangga berkisar dari 75% sampai dengan 90%.
3) Rata-rata total pendapatan perkapita rumah tangga petani 4 kali lipat diatas
pendapatan garis kemiskinan. Pendapatan perkapita dari kebun kelapa sawit
saja 3 kali lipat diatas pendapatan garis kemiskinan. Jika petani tidak
mendapatkan pendapatan dari kebun kelapa sawit, maka rumah tangga berada
di bawah garis kemiskinan (miskin).
4) Distribusi pendapatan rumah tangga petani kelapa sawit relatif merata.
Kebijakan pengembangan perkebunan kelapa sawit telah dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pedesaan.

4. Irsyadi Siradjuddin (2015)


Menganalisis penyerapan tenaga kerja, produktivitas, persepsi dan
kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap pendapatan daerah. Menggunakan
metode deskriptif kualitatif, data primer hasil wawancara, angket, dan
dokumentasi. Pengambilan sampel secara purposive sampling. Hasil
menunjukkan bahwa:

24
1) Penyerapan tenaga kerja terbanyak di Kecamatan Kabun (4,22 HOK/ha),
disusul Tambusai Utara (3,30 HOK/Ha), Kunto Darussalam (3,21 HOK/ha),
dan Tandun (2,99 HOK/Ha).
2) Produktivitas tertinggi berada di Kecamatan Kabun (21,16 ton/ha/tahun),
diikuti oleh Kunto Darussalam (19,40 ton/ha/tahun), Tambusai Utara (15,76
ton/ha/ekor), dan Tandun (11,97 ton/ha/tahun). ton/ha/tahun).
3) Persepsi petani terhadap perkebunan kelapa sawit adalah pemasaran yang lebih
mudah, diikuti dengan fasilitas produksi yang mendukung, budidaya kelapa
sawit yang mudah, harga jual dan pendapatan petani yang tinggi.

5. Irsyadi, Siradjuddin (2016)


Menganalisis karakteristik petani, serapan tenaga kerja, produksi dan
pendapatan petani kelapa sawit per Hektarnya. Metode analisis deskriptif
kualitatif, data primer hasil survey terhadap sampel Hasil menunjukan bahwa:
Karakteristik petani rata berumur produktif dengan pendidikan rata-rata SLTA.
Pendapatan tertinggi di Kecamatan Ukui (Rp 23.750.347,-/ha), Pangkalan Kuras
(Rp 22.193.508,-/ha), Bandar Seikijang (19.100.0916 /ha), dan Langgam (Rp
14.099.540,- /ha).

6. Siswandi Fitra (2012)


Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknis pengelolaan
terhadap produktivitas Kebun Kelapa Sawit Rakyat dan Kebun PT. ASN serta
aspek-aspek yang mempengaruhinya, metode deskriptif komparatif yaitu
membandingkan produktivitas kelapa sawit pada lahan perkebunan rakyat dan
perkebunan PT ASN, menggunakan data primer yakni data yang di ambil secara
langsung dari lapangan dan data sekunder diambil dari kantor PT ASN yaitu unit
kebun Batee Puteh Afdeling berupa profil kebun, data curah hujan dan data
produksi (lima tahun terakir). Dari analisis diketahui bahwa produktivitas kelapa
sawit PT ASN lebih tinggi daripada perkebunan rakyat, pengelolaan kultur teknis
berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit, jenis tanah dan umur
tanaman berpengaruh terhadap produktifitas tanaman kelapa sawit

25
7. Bakce Riati & Riadi Mustofa (2021)
Bertujuan mengetahui kesempatan kerja pada usaha Perkebunan Kelapa
Sawit Rakyat. Data terdiri dari primer yaitu data yang langsung dikumpulkan
dari petani, data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil
penelitian menunujukkan usahatani Kelapa Sawit Rakyat mampu membuka
kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Rerata penggunaan tenaga kerja untuk
usahatani kelapa sawit rakyat sebanyak 4,86 HOK/ha/bln dimulai dari usaha
perawatan dan pemanen. Secara ekonomi kegiatan usahatani kelapa sawit rakyat
layak untuk dilakukan dengan memberikan pendapatan bersih sebesar Rp 395.474
per ha/bulan.

8. Kadir Hainim dan Syapsan (2012)


Penelitian difokuskan pada peran perkebunan Kelapa Sawit terhadap
penyerapan tenaga kerja. Metode yang digunakan adalah diskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan perkebunan kelapa
sawit cukup besar namun di sisi lain pengangguran di Kabupaten Rokan Hulu
juga besar. Lapangan kerja lebih banyak diisi oleh tenaga kerja dari luar daerah.
Di perkebunan penduduk (perkebunan rakyat atau swadatya) tenaga kerja
sebagian besar diisi oleh tenaga kerja keluarga dan sebagian lagi diisi oleh tenaga
kerja dari luar. Hal ini menandakan bahwa PKS penduduk lebih banyak menyerap
tenaga kerja lokal daripada perusahaan PKS yang dikelola oleh perusahaan
besar/swasta.

9. Bintaningtyas Bintariningtyas Selfia dan Aulia Hapsari Juwita (2021)


Bertujuan mengetahui hubungan antara luas lahan, jumlah hasil produksi
dari kelapa sawit dan PDRB terhadap kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah.
Metode analisis regresi data panel fixed effect, menggunakan data statistik di
Kalimantan Tengah. Hasil yang diperoleh luas lahan sawit memberikan pengaruh
tetapi signifikan terhadap kemiskinan di provinsi tersebut. Jumlah hasil produksi
kelapa sawit berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan pada tingkat kemiskinan
dengan nilai probablitas. Jadi bila jumlah hasil produksi kelapa sawit tinggi maka
dapat menurunkan tingkat kemiskinan. Variabel PDRB memiliki nilai probabilitas

26
0.2%. Hasil produksi dan PDRB memiliki Hubungan negatif yang artinya angka
kemiskinan di Kalimantan Tengah akan menurun jika Hasil produksi Sawit dan
PDRB meningkat.

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa keberadaan perkebunan


kelapa sawit (PKS) baik yang dikelola oleh penduduk maupun perusahaan besar
telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian, terutama pada
pendapatan petani. Pendapatan perkapita dari kebun kelapa sawit rata-rata di atas
garis kemiskinan bahkan bisa 3 atau 4 kali lipat diatas pendapatan garis
kemiskinan. Jika petani tidak mendapatkan pendapatan dari kebun kelapa sawit
maka rumah tangga berada di bawah garis kemiskinan. Setiap daerah memiliki
potensi yang berbeda-beda baik SDM maupun sarana dan prasarana atau bahkan
dukungan dari pemerintah juga bisa berbeda, namun setidaknya pengembangan
investasi mestinya berdampak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat.

2.3. Kerangka Konseptual Penelitian dan Hipotesis

2.3.1. Kerangka Konseptual Penelitian


Mengacu pada uraian sebelumnya maka kerangka konseptual penelitian
dalam penelitian tentang dampak perluasan perkebunan kelapa sawit rakyat dan
perusahaan besar kelapa sawit terhadap angka kemiskinan atau jumlah keluarga
miskin di Kalimantan Barat seperti digambarkan sebagai berikut.

27
Luas Lahan Sawit Perkebunan Rakyat (X1it) e1 e2
ρ
Y2itX1it
ρ
Y1itX1it
ρ
Tingkat Pengangguran Terbuka Y2itY1it
(Y1it) Tingkat Kemiskinan (Y2it)

ρ
Y1itX2it
ρ
Y2itX2it
Luas Lahan Sawit Perusahaan Besar (X2it)

G
ambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar di atas menjelaskan bagaimana hubungan atau pengaruh perluasan


lahan kelapa sawit perkebunan rakyat (X1) dan luas lahan kelapa sawit
perkebunan Perusahaan Besar (X2) terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka (Y1)
di Kalimantan Barat serta dampaknya terhadap tingkat kemiskinan atau persentase
jumlah keluarga miskin (Y2) di Kalimantan Barat.

2.3.2. Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara berdasarkan hasil kajian teori dan
empiris. Perluasan perkebunan kelapa sawit yang terjadi di Kalimantan Barat
merupakan subsektor dari pembangunan bidang pertanian yang mana berdasarkan
kajian teoritis maupun empiris akan berdampak pada peningkatan perluasan
kesempatan kerja, pendapatan petani dan pembangunan ekonomi secara umum.
Beranjak dari kajian teori dan empiris tersebut terdapat pengaruh positif
dan negatif dari adanya perkebunan kelapa sawit terhadap tingkat pengangguran
dan angka kemiskinan, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat berpengaruh langsung signifikan
dan negatif terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kalimantan Barat.
2. Luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Perusahaan Besar berpengaruh langsung
signifikan dan negatif terhadap pengangguran di Kalimantan Barat.

28
3. Luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat berpengaruh langsung signifikan
dan negatif terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat.
4. Luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Perusahaan Besar berpengaruh langsung
signifikan dan negatif terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat.
5. Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh langsung signifikan dan negatif
terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat.
6. Terdapat pengaruh tidak langsung luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat
terhadap kemiskinan melalui TPT (perluasan kesempatan kerja) di Kalbar.
7. Terdapat pengaruh tidak langsung luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Besar
terhadap kemiskinan melalui TPT (perluasan kesempatan kerja) di Kalbar.

29
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif dan eksplanatory dengan


pendekatan kuantitatif, yakni menggambarkan suatu keadaan atau kondisi objektif
yang terjadi di suatu tempat atau objek pada waktu atau periode tertentu. “Metode
penelitian deskriptif adalah suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian
(seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.” (Nawawi 1998).
Dalam analisisnya penelitian ini menguji hubungan antar variabel maka
penelitian ini tergolong penelitian eksplanatory research yaitu penelitian yang
bermaksud untuk menguji dan menjelaskan hubungan atau pengaruh antar
variabel bebas (exogen variable) dan variabel terikat (endogen variable).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat atau lokasi penelitian dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat.


Alasan pengambilan Provinsi Kalimantan Barat sebagai lokasi penelitian adalah
berdasarkan pengamatan penulis terhadap perkembangan perkebunan kelapa sawit
dan kondisi perekonomian Kalimantan Barat yang masih banyak pengangguran
dan angka kemiskinan yang masih tinggi.

3.3. Data

3.3.1. Jenis dan Sumber Data


Dilihat dari sumbernya data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data skunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah
jadi berupa publikasi atau laporan yang diterbitkan atau dipublikasi oleh sumber
yang resmi, dalam hal ini adalah BPS Kalimantan Barat. Sedangkan dilihat dari
jenis atau modelnya data yang digunakan adalah jenis data panel yaitu data
gabungan dari data silang tempat (cross section) dan data runtun waktu (time

30
series). Data silang tempat yaitu data tentang kondisi perkebunan kelapa sawit,
luas lahan kelapa sawit perkebunan rakyat, luas lahan kelapa sawit perkebunan
perusahaan besar, tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan pada 13
kabupaten/kota di Kalimantan Barat. Sedangkan data time series adalah runtun
waktu dari tahun ke tahun yakni dari tahun 2017 sampai dengan 2021.

3.3.2. Teknik Pengumpulan Data


Teknik Pengumpulan Data merupakan tahap yang paling strategis dalam
penelitian, oleh karena itu Pengumpulan data dalam penelitian ilmiah
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi yang akurat, valid dan reliabel
sebagai bahan kajian yang relevan dengan tujuan penelitian (Sugiyono 2006).
Oleh karena itu perlu digunakan metode pengumpulan data yang baik dan tepat.
Dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data berupa “Observasi
yakni dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek dan lokasi
penelitian yang akan diteliti. Kedua dengan cara studi pustaka untuk memperoleh
informasi yang diambil dari buku, jurnal, publikasi dan sebagainya yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti dan membuat suatu konsep.

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah seluruh anggota dari suatu obyek yang diteliti.
Menurut (Sugiyono 2006) “...populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.”
Populasi dalam penelitian ini adalah daerah kab/kota yang memiliki perkebunan
kelapa sawit.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut Sugiyono (2006) “...adalah segala sesuatu


yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam
penelitian ini terdapat 4 variabel yang akan diteliti yakni luas lahan kelapa sawit
perkebunan rakyat, luas lahan kelapa sawit perkebunan besar, tingkat

31
pengangguran dan tingkat kemiskinan di pada setiap kabupaten/kota. Empat
variabel tersebut dikelompokkan menjadi tiga katagori yaitu variabel bebas,
variabel antara dan variabel terikat sebagai berikut :

Tabel 3.1 Klasifikasi Variabel Penelitian

Nama Kedudukan
No Definisi
Variabel Variabel
1. Luas lahan Variabel bebas/ yaitu jumlah luas lahan tanaman sawit
kelapa sawit independen yang diusahakan oleh penduduk/rakyat
perkebunan variabel (X1it) pada setiap kabupaten/kota di Kalbar
rakyat dalam lima tahun terakhir satuan Ha.
2. Luas lahan Variabel bebas/ yaitu jumlah luas lahan tanaman sawit
kelapa sawit independen yang diusahakan oleh perusahaan besar
perkebunan variabel (X2it) baik swasta maupun BUMN pada setiap
perusahaan kabupaten/kota di Kalbar dalam lima
besar tahun terakhir satuan Ha.
3. Tingkat Variabel Antara/ adalah Tingkat Pengangguran Terbuka
Pengangguran Intervening pada 13 kabupaten/kota di Kalimantan
Terbuka Variabel (Y1it) Barat dalam satuan persen (%).
4. Tingkat Variabel terikat/ adalah banyaknya penduduk miskin
Kemiskinan dependen atau penduduk yang hidup di bawah
variabel (Y2it) garis kemiskinan di setiap
kabupaten/kota di Kalimantan Barat
dalam satuan persen (%).
Sumber: Hasil analisa penulis

3.6. Definisi Operasional Variabel

1. Luas Lahan Kelapa Sawit Perbunan Rakyat (PR)


Luas lahan kelapa sawit perkebunan rakyat dalam penelitian ini adalah
sebagai variabel bebas. Adalah jumlah areal atau lahan perkebunan kelapa sawit
yang diusahakan oleh penduduk setempat secara mandiri dan pengelolaannya
masih menggunakan pola tradisional, sederhana dan konvensional yang terdapat
di 13 kabupaten/kota yaitu Sambas, Bengkayang, Landak, Mempawah, Sanggau,
Ketapang, Sintang, Kapuas Hulu, Sekadau, Melawi, Kayong Utara, Kubu Raya
dan Kota Singkawang. Perkebunan rakyat produktivitasnya masih rendah, namun
demikian perkebunan rakyat paling banyak menyerap tenaga kerja karena

32
sebagian besar pekerjaan masih menggunakan tenaga manusia (Siswandi Fitra,
2022).

2. Luas Lahan Kelapa Sawit Perkebunan Perusahaan Besar (PB)


Adalah jumlah areal luas lahan perkebunan kelapa sawit yang diusahakan
atau dikelola oleh perusahaan besar baik oleh perusahaan swasta maupun BUMN
yang terdapat di 13 kabupaten/kota (Sambas, Bengkayang, Landak, Mempawah,
Sanggau, Ketapang, Sintang, Kapuas Hulu, Sekadau, Melawi, Kayong Utara,
Kubu Raya dan Kota Singkawang). Perkebunan perusahaan besar biasanya sudah
banyak menggunakan teknologi dan mesin-mesin dalam pekerjaan, tenaga
manusia banyak digantikan oleh mesin-mesin atau alat-alat moderen sehingga
penyerapan tenaga kerja berkurang namun produktivitasnya lebih tinggi (Siswandi
Fitra, 2022).

3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)


Adalah penduduk yang berusia kerja yakni 15 tahun ke atas (termasuk
katagori angkatan kerja) namun mereka tidak punya pekerjaan dan sedang
mencari pekerjaan, atau mereka yang tak punya pekerjaan dan mempersiapkan
usaha, atau mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan karena
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, atau mereka yang sudah punya
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Cara menghitung TPT dengan menghitung
persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja (BPS, 2022).

4. Tingkat Kemiskinan
Indikator kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator
yang dikeluarkan oleh BPS yakni banyaknya keluarga yang berpengeluaran di
bawah garis kemiskinan dalam persentase. Jadi variabel kemiskinan dalam
penelitian ini adalah jumlah penduduk miskin dalam angka persentase terhadap
jumlah penduduk pada 13 kabupaten/kota di Kalimantan Barat.

33
3.7. Metode Analisis Data

3.7.1. Analisis Regresi Data Panel


Analisis regresi digunakan untuk mengetahui atau mengidentifikasi ada
tidaknya pengaruh-pengaruh yang dijelaskan dalam analisis jalur di atas. Secara
definisi “Analisis regresi adalah alat analisa dalam ekonometrika yaitu suatu
metode untuk membuat suatu model hubungan atau pengaruh dari dua variabel
atau lebih terhadap satu variabel lainnya” (Suliyanto, 2011). Besarnya pengaruh
ditunjukkan dengan besarnya koefisien regresi, bisa positif atau negatif. Jika
koefesien positif maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika
nilai variabel X tinggi maka nilai variabel Y juga akan tinggi. Sebaliknya, jika
koefesien negatif berarti kedua variabel mempunyai hubungan terbalik jika nilai
variabel X tinggi, maka nilai Y akan rendah.
Data panel maksudnya adalah dalam analisis menggunakan jenis data
panel yaitu jenis gabungan dari data time series dan data cros section. Adapun
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan data dari 13
kabupaten/kota (cross section) dan selama lima tahun pengamatan (time series)
dari 2017 s/d 2021. Langkah pertama dalam analisis regresi adalah menyusun
data dan mengelompokan atau mengkatagorikan menjadi variabel terikat dan
variabel bebas, selanjutnya membuat model persamaan regresi yang berupa
persamaan Yi= β0 + β1X1 + β2X2 ... + βkXi + εi (Widarjono A,2009).
Berdasarkan kaidah yang berlaku dalam regresi data panel yang
melibatkan data waktu (time series) dan tempat (cros section) terdapat 3
kemungkinan model regresi yang berlaku yaitu model regresi comon effect, fixed
effect dan random effect (Widarjono, 2009). Oleh karena itu untuk menentukan
model regresi yang tepat dari ketiga kemungkinan model tersebut dilakukan uji
kesesuaian model yaitu dengan Uji Chow, Uji Hausman dan Uji LM (Langrange
Multiplier).

34
3.7.2. Uji Kesesuaian Model Regresi Data Panel

a. Uji Chow (Chow Test)


Uji Chow adalah alat uji dalam analisis regresi data panel untuk
menentukan model estimasi yang sesuai/tepat apakah model comon effect yakni
intercet maupun slop sama pada setiap daerah dan tahun atau fixed effect
(intercept yang konstan namun slope yang bervariasi antar daerah dan antar
waktu). Pengujian dilakukan dengan bantuan pengolah data Eviews, kriteria
pengujian chow test yaitu : jika nilai effect tes (cross section Chi-square) dari --
output eviews-- lebih besar dari nilai kritisnya (dapat dilihat pada tabel chi-
square), atau nilai probabilitas pada cross section (Prob.) lebih kecil dari alpha
0,05 maka model yang tepat adalah model Fixed Effect. Sebaliknya jika nilai
probabilitasnya lebih besar dari alpha 0,05 maka model yang tepat adalah model
Common Effect.

b. Uji Hausman (Hausman Test)


Uji Hausman adalah adalah alat uji statistik untuk menguji apakah modal
yang berlaku dalam studi ini model fixed effect (intercept berbeda dan slope tetap
pada setiap daerah) atau random effect (kedua-duanya intercept maupun slope
berbeda). Keputusan dalam pengujian Hausman Test didasarkan pada hasil nilai
Hausman Test (pada output Eviews). Nilai uji Hausman mengikuti distribusi
statistik Chi Square dengan df=k dimana k adalah jumlah variabel independen.
Kriteria pengujian menururt Widarjono (2009) yaitu : “Jika nilai statistik
Hausman lebih besar dari nilai kritisnya (atau probabilitas lebih kecil dari nilai
alpha yang digunakan) maka model yang tepat adalah Fixed Effect, sedangkan
jika lebih kecil (atau probabilitas lebih besar dari nilai alpha yang digunakan)
maka model yang tepat adalah Random Effect.

c. Uji LM (Langrange Multiplier Test)


Dalam penentuan model data panel selanjutnya adalah Uji LM. Pengujian
LM test ini hanya dilakukan jika pada hasil dua pengujian sebelumnya uji Chow
menunjukan model yang dipakai adalah Common Effect Model, dan pada uji

35
Hausman menunjukan model yang paling tepat adalah Random Effect
Model. Maka diperlukan uji LM sebagai tahap akhir untuk menentukan
model Common Effect atau Random Effect yang tepat.  
Dalam pengujian ini akan dilakukan dengan metode Breush Pagan.
Kriteria pengujian dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Common Effect Model
H1 : Random Effect Model
Uji LM dalam metode ini didasarkan pada distribusi chi-
squares dengan degree of freedom sebesar jumlah variabel independen. Jika nilai
LM statistik (output Eviews) lebih besar dari nilai kritis statistik chi-squares maka
kita menolak hipotesis nol, yang artinya estimasi yang tepat adalah  Random
Effect dari pada metode Common Effect. Sebaliknya jika nilai LM statistik lebih
kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai nilai kritis, maka kita menerima
hipotesis nul, yang artinya estimasi yang digunakan dalam regresi data panel
adalah metode Common Effect (Widarjono, 2009).
Langkah selanjutnya adalah menghitung besarnya pengaruh atau koefisien
regresi dan signifikan tidaknya pengaruh tersebut secara parsial (masing-masing
variabel) dan secara simultan atau bersama-sama. Untuk ini dilakukan uji t untuk
uji parsial dan Uji F untuk uji simultan. Selain itu dalam analisis regresi
disyaratkan data harus memenuhi syarat asumsi klasik, oleh karena itu maka
dilakukan uji asumsi klasik terhadap data agar hasil tidak bias, yang meliputi uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi tidak
dilakukan mengingat data yang digunakan adalah data panel yang cenderung
mengikuti sifat data cross section, sementara autokorelasi terjadi pada data time
series (Widarjono Agus (2007). Untuk semua pengujian dalam analisis ini penulis
menggunakan aplikasi Eviews.

3.7.3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi data
panel, residual berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah

36
residual yang berdistribusi normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah
data terdistribusi normal atau tidak dilakukan uji statistik menggunakan Jarque
Bera. Dalam penelitian ini penulis menggunakan aplikasi Eviews, dengan
menilah nilai Jarque-Bera, dengan kriteria : Jika nilai Jarque-Bera lebih kecil dari
2 dan probabilitas lebih besar dari 0,05 (tidak signifikan) maka data berdistribusi
normal (Winarno, 2009).

b. Uji Multikolinearitas
Multikorelasi merupakan suatu kondisi adanya hubungan linier antar
variabel bebas (Winarno, 2009). Uji Multikolinearitas dilakukan untuk menguji
apakah terdapat hubungan (korelasi) antar variabel bebas dalam model regresi.
Variabel bebas yang baik adalah tidak memiliki korelasi atau korelasinya rendah
dengan variabel bebas lainnya. Gejala ada multiko diantaranya:

1) Nilai R2 yang tinggi namun variabel independen banyak yang tidak signifikan
dalam memengaruhi variabel dependen
2) Dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel independen. Jika
koefisiennya rendah (dibawah 0,90), dapat diartikan bahwa tidak terdapat
multikorelasi
3) Multikolonieritas juga dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation
Factor (VIF). Ukuran yang umumnya digunakan untuk menunjukkan
terjadinya multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau nilai VIF > 10.
Dalam penelitian ini multikolinieritas akan dideteksi menggunakan
matriks korelasi. Dimana ketika nilai koefisiensi di bawah 0,9 maka tidak terdapat
multikolinieritas, namun jika nilainya berada di atas 0,9 maka terjadi
multikolinieritas.

c. Uji Heteroskedastisitas
Salah satu syarat/asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis regresi data
yang digunakan harus terhindar dari gejala heteroskedastisitas (Non
Heteroskedastisitas). Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadinya
ketidaksamaan varian/nilai residual yang tidak konstan pada variabel bebas

37
(Winarno, 2009). adalah gejala dimana varian data dari masing-masing variabel
yang tidak konstan (sama). Hal ini akan mengakibatkan hasil prediksi regresi
akan bias (Suliyanto 2011). Beberapa cara atau metode untuk mendeteksi atau
menguji hetero diantaranya metode grafik, Uji Park, Uji Gletjser, Uji Korelasi
Spearman, Uji Goldfield-Quandt, Uji Breus–Pagan-Godfrey dan Uji White.

3.7.4. Uji Statistik (Signifikansi)


Uji statistik atau uji signifikansi adalah pegujian atas pengaruh yang
terjadi yang ditunjukkan dengan koefisien regresi apakah pengaruhnya signifikan
atau tidak dengan menggunakan indikator tertentu. Signifikan artinya pengaruh
yang terjadi benar-benar nyata dari variabel yang diuji atau tidak signifikan yang
artinya pengaruh yang terjadi bukan dari variabel yang diuji atau dengan kata lain
pengaruh variabel lain lebih dominan daripada dari variabel yang diuji. Ada dua
jenis uji signifikansi yaitu uji sig. simultan dan uji sig. parsial atau individual.

a. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)


Uji F adalah alat uji statistik yang bertujuan untuk menguji secara
keseluruhan apakah semua variabel yang diuji mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel terikat. Untuk menguji hipotesis ini digunakan
tabel F dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu membandingkan nilai F hitung
dengan nilai Ftabel. Rumus mencari nilai Fhitungdalam Suliyanto (2011) adalah:
2
R
(k−1)
F= 2
1−R /(n−k )
Bila nilai Fhitung lebih besar daripada nilai Ftabel, atau signifikansi lebih
rendah dari α (0,05), maka Ho ditolak dan menerima H1.

b. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)


Uji signifikansi parsial (Uji t) adalah salah satu analisis dalam statistik
yang bertujuan untuk menguji apakah ada atau tidak hubungan atau pengaruh
yang terjadi secara parsial dari variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Dalam
penelitian ini terdapat dua variabel bebas yakni luas lahan dan jumlah produksi

38
kelapa sawit dan satu variabel terikat yakni jumlah keluarga miskin. Langkah-
langkah atau prosedur pengujian signifikansi parsial (Uji t) adalah :

1. Menentukan Hipotesis Nol (Ho) dan Hipotesis alternatif (Ha), yaitu :


Ho = Tidak ada pengaruh signifikan dan negatif dari luas lahan PKS (PR dan
PB) terhadap pengangguran/ kemiskinan.
Ha = Ada pengaruh signifikan dan negatif dari luas lahan PKS (PR dan PB)
terhadap pengangguran/ kemiskinan.
2. Menentukan kriteria pengujian
Kriteria dalam pengujian signifikansi parsial yaitu dengan membandingkan
nilai thitung dengan nilai ttabel. Nilai thitung dapat dilihat dari hasil hitungan Eviews.
3. Menentukan nilai ttabel sebagai ukuran (batas) pengujian. Nilai ttabel dapat dilihat
pada tabel distribusi t statistik.
4. Membuat keputusan atau kesimpulan pengujian : Keputusan pengujian yaitu
jika nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel, dan/atau signifikansi lebih kecil atau
sama dengan nilai alpha yang digunakan (α = 0,05) maka Ho ditolak dan H1
diterima yang artinya terdapat pengaruh antara luas lahan lahan PKS (PR dan
PB) dengan pengangguran/ kemiskinan. Sebaliknya jika nilai thitung lebih kecil

dari nilai ttabel, dan/atau signifikansi lebih besar dari nilai alpha yang digunakan
(α = 0,05) maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada pengaruh antara
luas lahan lahan PKS (PR dan PB) terhadap pengangguran/ kemiskinan di
Kalimantan Barat.

c. Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi menunjukkan kekuatan hubungan atau pengaruh
variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Nilai koefisien Determinasi
diperoleh dengan menggunakan rumus koefisien determinasi menururt Suliyanto
(2011) sebagai berikut :

∑(Y −Ŷ )2
R2 = 1  ────────
∑( Y −Ÿ )2

39
Nilai R2 (Koefisien Determinasi) berada diantara nol dan satu (0<
R2<100). Suatu model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai R 2 yang
tinggi (mendekati 100) Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan menjelaskan
variabel terikat sangat kecil/terbatas, sebaliknya nilai R2 yang besar berarti
variabel independennya memberikan informasi yang sangat nyata untuk
memprediksi variabel dependennya.

3.7.5. Analisis Jalur


Metode atau alat analisis yang digunakan adalah Analisis Jalur (path
analysis). Pada dasarnya analisis jalur adalah penggabungan dua persamaan
regresi yang terstruktur. Analisi jalur di gunakan untuk mengetahui pengaruh
yang sesuai dengan teori baik secara langsung, pengaruh tidak langsung dan
pengaruh total dari hasil perhitungan regresi berganda.

Adapun langkah-langkah pengujian dalam analisis jalur (path analysis)


adalah sebagai berikut (Sarwono.J, 2007) :

1. Membuat bagan/kerangka konseptual penelitian

Berdasarkan kajian teoritis dan empiris luas lahan kelapa sawit diduga
berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka dan selanjutnya bedampak
terhadap angka angka kemiskinan. Dalam penelitian ini luas lahan dibagi dalam
dua katagori yaitu luas lahan perkebunan rakyat (X 1) dan luas lahan perkebunan
besar (X2). Adapun kerangka konseptual penelitian ini adalah berikut.

40
Luas Lahan Sawit Perkebunan Rakyat (X1it) e1 e2
ρ
Y2itX1it
ρ
Y1itX1it
ρ
Tingkat Pengangguran Terbuka Y2itY1it
(Y1it) Tingkat Kemiskinan (Y2it)

ρ
Y1itX2it
ρ
Y2itX2it
Luas Lahan Sawit Perusahaan Besar (X2it)

Gambar 3.1 Diagram Analisis Jalur


Keteranga:
ρ Y1itX1it = besarnya pengaruh yang terjadi pada Y1 dari X1 (α1)
ρ Y1itX2it = besarnya pengaruh yang terjadi pada Y1 dari X2 (α2)
ρ Y2itX1it = besarnya pengaruh yang terjadi pada Y2 dari X1 (β1)
ρ Y2itX2it = besarnya pengaruh yang terjadi pada Y2 dari X2 (β2)
ρ Y2itY1it = besarnya pengaruh yang terjadi pada Y2 dari Y1 (β3)
e1,2 = Pengaruh faktor lainnya masing-masing terhadap Y1 dan Y2

Gambar 3.1 menjelaskan pengaruh dari Luas Lahan Kelapa Sawit


Perkebunan Rakyat (X1it) dan Luas Lahan Kelapa Sawit Perkebunan Perusahaan
Besar (X2it) terhadap pengangguran (Y1it) dan selanjutnya Y1it berpengaruh
terhadap angka kemiskinan (Y2it) pada setiap kab/kota selama tahun 2017-2021.
Kode it melambangkan data panel yang melibatkan lokasi (i) dan waktu (t).
Pengaruh variabel-variabel ditunjukkan dengan arah tanda panah. Pada model ini
selain terdapat pengaruh langsung juga terdapat pengaruh tidak langsung dan
pengaruh total yang semuanya akan diperhitungkan. Di sini tingkat pengangguran
berfungsi sebagai variabel antara (intervening variabel) dimana setelah
dipengaruhi oleh variabel bebas (luas lahan PR dan PB) selanjutnya akan
berdampak pada angka kemiskinan.

2. Merumuskan persamaan struktural


Berdasarkan kerangka konsep pada Gambar 3.1 terdapat dua persamaan
regresi yang dikombinasikan membentuk persamaan simultan atau persamaan

41
struktural. Dari model pada Gambar 3.1 tersebut selanjutnya dibuat dua bentuk
persamaan regresi Y1 dan Y2 sebagai berikut :

Y1it . = αo+α1X1it+α2X2it + ε1it ................................................................................ (persamaan 1)

Y2it = βo + β1 X1it + β2 X2it+ β3Y1it + ε2it .......................................................... (persamaan 2)


Dimana:
Y1it = Pengangguran terbuka pada setiap kab/kota
Y2it = Tigkat kemiskinan pada setiap kab/kota
X1 = Luas lahan perkebunan rakyat (PR)
X2 = Luas lahan perkebunan perusahaan besar (PB)
αo = Konstanta untuk Y1
βo = Konstanta untuk Y2
α1 = Koefisien regresi untuk PR (X1)

α2 = Koefisien regresi untuk PB (X2)


β1 = Koefisien regresi dari X1 terhadap Y2
β2 = Koefisien regresi dari X2 terhadap Y2
β3 = Koefisien regresi dari Y1 terhadap Y2
ε1,2 = Pengaruh faktor lainnya
it = Melambangkan pengaruh dari lokasi dan waktu (tahun)
it = Melambangkan pengaruh dari lokasi (cross section) dan waktu (time
series/tahun).
3. Menghitung pengaruh yang ditunjukkan dengan besarnya koefisien jalur yang
didasarkan pada koefisien regresi untuk setiap sub struktur yang telah
dirumuskan.
4. Menghitung dan menguji koefisien jalur secara simultan (keseluruhan) dengan
Uji F.
5. Menghitung dan menguji pengaruh secara parsial atau individual (uji t)
6. Menguji kesesuaian model regresi data panel (Uji chow, Uji Hausman, Uji LM
Test), karena dalam penelitian ini menggunakan data panel yang ada pengaruh
waktu dan lokasi.

42
7. Mengidentifikasi pengaruh-pengaruh (koefisien regresi) dan merangkum
kedalam tabel
8. Tahap akhir dalam analisis jalur adalah menghitung pengaruh langsung,
pengaruh tidak langsung dan pengaruh total dan terakhir adalah interpretasi dan
memaknai dan menyimpulkan.

3.7.6. Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis tidak lain adalah ada kaitannya dengan hasil analisis
jalur, dimana hasil tersebut dapat menjawab atas 7 hipotesis yang telah dibuat
dalam penelitian ini.

43
DAFTAR PUSTAKA
BPS (2022), Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Barat
Menurut Lapangan Usaha: Gross Regional Domestik Product Of
Kalimantan Barat Province by Industry 2017-2021. Pontianak: Badan
Pusat Statistik Kalimantan Barat.
BPS (2012), Konsep dan Definisi Pengangguran, Jakarta : Badan Pusat Statistik.
BPS (2022), Provinsi Kalimantan Barat Dalam Angka 2022, Pontianak: Badan
Pusat Statistik.
Bahri, Saipul, and Ujang Paman. 2012. “Peranan Perkebunan Kelapa Sawit
Terhadap Pengurangan Kemiskinan Dan Distribusi Pendapatan Rumah
Tangga Di Propinsi Riau.” Dinamika Pertanian XXVII(3): 173–79.
https://journal.uir.ac.id/index.php/dinamikapertanian/article/view/912/583.
Bakce Riati, Riyadi Mustofa (2021) Kesempatan Kerja Dan Kelayakan Ekonomi
Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Di Kabupaten Indragiri Hulu,
Jurnal Inovasi Penelitian, Vol.2 No.7 Desember 2021
Bintariningtyas, Selfia, Aulia Hapsari Juwita (2021), Perkebunan Kelapa Sawit
dalam Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah, Forum
Ekonomi, 23 (2) 2021, 199-205,
http://journal.feb.unmul.ac.id/index.php/Forumekonomi
Departemen Sosial RI (2005), Panduan Operasional Program Pemberdayaan
Fakir Miskin Melalui Bantuan Sarana Penunjang Produksi KUBE Bidang
Konveksi. 2005. Jakarta: Kementerian Sosial RI
Direktorat Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan (2021), Keadaan
Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2021 Labor Force Situation In
Indonesia August 2021, Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia.
Kadir Hainim dan Syapsan (2012), Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam
Menyerap Tenaga Kerja di Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Sosial Ekonomi
Pembangunan Tahun III No. 7, November 2012 : 24 -32.
Kuncoro, Mudrajad (2006), Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta: Erlangga.
Kuncoro, Mudrajad (2014), Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang. ed. Wisnu Chandra Kristiaji. Jakarta:
Erlangga.
Kurniasih, Erni Panca, and Arifin. 2013. “Mampukah Kelapa Sawit Mengurangi
Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Kalimantan Barat ?” In Prosiding Forum
Manajemen Indonesia (FMI), Prosiding Forum Manajemen Indonesia
(FMI), 1–15. https://repository.untan.ac.id/index.php?
p=show_detail&id=761.
Nawawi, Hadari (1998). “Metode Penelitian Bidang Sosial,” Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press.

44
Sarwono, Jonathan (2007), “Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS,”
Yogyakarta: CV Andy Offset.
Simanjutak, Payaman, J. (1985), Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia,
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Siradjuddin Irsyadi (2015), Dampak Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap
Perekonomian Wilayah Di Kabupaten Rokan Hulu, Jurnal Agroteknologi,
Vol. 5 No. 2, Februari 2015 : 7-14
Siradjuddin Irsyadi (2016), Analisis Serapan Tenaga Kerja Dan Pendapatan Petani
Kelapa Sawit di Kabupaten Pelalawan. Jurnal Agroteknologi, Vol. 6 No. 2,
Februari 2016 : 1 – 8
Siswandi Fitra (2022), Analisis Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat
dengan PT Agro Sinergi Nusantara di Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Ilmu
Pertanian 80. Agrovital : Jurnal Ilmu Pertanian. Volume 7, Nomor 2,
November 2022
Syahza, A. (2003), Dampak Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap
Multiplier Effect Ekonomi Pedesaan di Daerah Riau, dalam Jurnal
Ekonomi. Th.X/03/November/2005. PPD&I Fakultas Ekonomi Universitas
Tarumanagara. Jakarta.
Sugiyono (2006), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Penerbit ALFABETA.
Sukirno Sadono (2008), Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Suliyanto (2011), Ekonometrika Terapan : Teori dan Aplikasi dengan SPSS.
Yogyakarta: Andi Offset.
Supriadi, Wiwin. 2013. “Perkebunan Kelapa Sawit Dan Kesejahteraan
Masyarakat Di Kabupaten Sambas.” Jurnal Ekonomi Daerah (JEDA) 1(1):
1–15. https://jurnal.untan.ac.id/index.php/JEDA2/article/view/2785.
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2o2o Tentang Cipta Kerja
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Widarjono Agus (2007), EKONOMETRIKA, Pengantar dan Aplikasi untuk
Ekonomi dan Bisnis, Edisi Kedua, Yogtakarta: Penerbit Ekonisia Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Winarno Wing Wahyu (2009), Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews, Edisi II, Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan, Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
World Bank Organization. 2001. Oxford University Press World Development
Report 2000/2001: Attacking Poverty. New York: Oxford University

45
Press.
Internet:
Humasptpn1 (2018), Lima Keuntungan Bisnis Kelapa Sawit yang Harus Anda
Tahu, diakses dari http://ptpn1.co.id/artikel/5-keuntungan-bisnis-kelapa-
sawit-yang-harus-anda-tahu (2022).
https://sawit.info/artikel/detail/perkebunan-rakyat
https://www.tokowafeeq.com/2019/03/mengenal-pola-kemitraan-usaha-yang.html
https://www.bps.go.id/subject/54/perkebunan.html#subjekViewTab1
http://ptpn1.co.id/artikel/5-keuntungan-bisnis-kelapa-sawit-yang-harus-anda-tahu.

46
Lampiran 1 Luas Lahan Tanaman Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis
Tanaman (Ha) di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2021 (Ha)
No Kabupaten/Kota Kelapa Sawit Karet Tnmn Lainnya Jumlah
Sambas 95.955 54.338 15.381 165.674
Bengkayang 128.498 53.122 5.307 186.927
Landak 135.708 74.324 957 210.989
Mempawah 21.113 12.887 18.097 52.097
Sanggau 280.680 105.273 3.170 389.123
Ketapang 649.243 32.416 2.352 684.011
Sintang 200.133 102.319 1.615 304.067
Kapuas Hulu 87.985 47.312 24 135.321
Sekadau 105.767 44.143 161 150.071
Melawi 51.047 33.617 109 84.773
Kayong Utara 36.896 4.614 4.041 45.551
Kubu Raya 112.259 18.384 40.996 171.639
Kota Singkawang 5.009 8.836 2.075 15.920
Kota Pontianak 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah (Kalbar) 1.910.293 591.585 94.285 2.596.163
Persentase (%) 73,58% 22,79% 3,63% 100,0%
Sumber: Provinsi Kalimantan Barat Dalam Angka, 2022

47
Lampiran 2 Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Barat Tahun 2017-
2021 (Ha)
A. Lahan Perkebunan Rakyat (Ha)
2
Kabu
20 0 20 20 20
paten
17 1 19 20 21
/Kota
8
Sa 24.624 27.116 26.956 27.279
23.573
mbas
Be 15.258 98.417 53.440 49.433
ngka 98.417
yang
La 117.173 35.587 38.331 31.301
35.587
ndak
M 3.861 4.525 4.748 5.041
empa 4.267
wah
Sa 373.434 149.864 167.585 139.859
ngga 149.597
u
Ke 87.179 278.889 274.713 263.242
tapan 103.640
g
Si 41.218 47.543 73.813 62.480
47.543
ntang
Ka 1.137 12.242 14.995 20.803
puas 11.821
Hulu
Se 38.185 37.072 33.986 33.782
kada 37.072
u
M 6.404 14.815 20.805 21.677
10.095
elawi
Ka 1.694 8.206 -134 8.236
yong 8.206
Utara
Ku 17.224 27.577 24.579 29.040
buRa 27.756
ya
Ko - - - -
taPo
-
ntian
ak
Sin 6.978 6.764 4.749 5.009 5.009
gkaw
48
ang
Ju 734.369 746.602 738.826 697.182
564.338
mlah

B. Lahan Perkebunan Besar (Ha)


Kabu
paten 2017 2018 2019 2020 2021
/Kota
Sa 59.989 64,440 67.391 68.999 68.676
mbas
Ben 73.210 63,030 68.925 75.058 79.065
gkay
ang
Lan 90.643 88,682 94.055 97.367 104.407
dak
Me 13.404 12,595 16.365 16.365 16.072
mpa
wah
San 198.801 141,176 118.310 114.404 140.821
ggau
Ket 269.300 387,099 366.835 374.460 386.001
apan
g
Sint 124.513 131,449 131.449 128.150 137.653
ang
Ka 85.882 76,364 76.364 72.885 67.182
puas
Hulu
Sek 54.381 65,601 65.825 71.781 71.985
adau
Mel 30.015 40,760 40.760 27.656 29.370
awi
Ka 38.200 35,115 35.115 37.054 28.660
yong
Utara
Ku 74.030 87,270 87.270 82.103 83.219
bu
Raya
Kot - - - -
a
Ponti
anak
Sin - - - -
gkaw
49
ang
Ju 1.112.368 1,193,581 1.168.664 1.166.282 1.213.111
mlah

C. Jumlah Lahan Perkebunan Rakyat dan Perusahaan Besar (Ha)


Kabu
paten 2017 2018 2019 2020 2021
/Kota
Sa 84.613 88,013 94.507 95.955 95.955
mbas
Ben 88.468 161,447 167.342 128.498 128.498
gkay
ang
Lan 207.816 124,269 129.642 135.698 135.708
dak
Me 17.265 16,862 20.890 21.113 21.113
mpa
wah
San 572.235 290,773 268.174 281.989 280.680
ggau
Ket 356.479 490,739 645.724 649.173 649.243
apan
g
Sint 165.731 178,992 178.992 201.963 200.133
ang
Ka 87.019 88,185 88.606 87.880 87.985
puas
Hulu
Sek 92.566 102,673 102.897 105.767 105.767
adau
Mel 36.419 50,855 55.575 48.461 51.047
awi
Ka 39.894 43,321 43.321 36.920 36.896
yong
Utara
Ku 91.254 115,026 114.847 106.682 112.259
bu
Raya
Kot - - - - -
a
Ponti
anak
Sin 6.978 6,764 4.749 5.009 5.009
gkaw
ang

50
Ju 1.846.737 1,757,919 1.915.266 1.905.108 1.910.293
mlah
Sumber : BPS, Kalimantan Barat Dalam Angka, 2018 dan Ststistik Perkebunan
Kalimantan barat 2022

51
Lampiran 3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Kalimantan Barat 2017-2021 (%)
Kab/ 2017 2018
2019 2020 2021
Kota
Sambas 4,24 3,34 3,71 3,97
Bengkayang 2,40 2,40 3,91 4,42
Landak 2,03 2,29 3,38 3,22
Mempawah 6,72 6,87 7,55 7,71
Sanggau 3,27 2,47 3,52 3,45
Ketapang 3,97 3,23 7,30 6,94
Sintang 1,93 2,34 4,50 3,95
Kapuas Hulu 2,21 1,58 4,02 4,18
Sekadau 0,64 2,80 3,39 2,92
Melawi 2,11 3,15 2,70 2,66
Kayong Utara 5,00 3,93 3,71 3,78
Kubu Raya 5,91 5,04 7,14 7,02
9,36 10,37 12,3 12,3
Kota Pontianak
Kota Singkawang 8,08 7,88 8,78 9,16
Kalimantan Barat 4,36 4,26 5,81 5,82
Sumber: Provinsi Kalimantan Barat Dalam Angka, 2018 dan 2022

52
Lampiran 4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabuaten/Kota di
Kalimantan Barat, Tahun 2017 - 2021
Kab/Kota Jumlah Penduduk Miskin (1000) Persentase Penduduk Miskin (%)
2017 2018 2019 2020 2021 2017 2018 2019 2020 2021
S 45,42 45,48 43,84 41,41 41,49 8,59 8,55 8,19 7,70 7,66
a
m
b
a
s
B 18,48 17,94 17,69 17,11 16,92 7,51 7,17 6,96 6,62 6,48
e
n
g
k
a
y
a
n
g
L 44,82 43,73 43,16 42,36 42,36 12,23 11,77 11,47 42,01 10,99
a
n
d
a
k
M 15,30 14,61 14,2 13,18 13,82 5,94 5,61 5,32 4,95 5,18
e
m
p
a
w
a
h
S 20,62 21,59 21,41 21,16 21,70 4,52 4,67 4,57 4,46 4,55
a
n
g
g
a
u
K 54,28 54,86 53,84 53,46 53,04 11,02 10,93 10,54 10,29 10,13
e
t
a
p
a
n
g
S 41,46 42,65 40,3 39,19 39,40 10,20 10,35 9,65 9,27 9,28
i
n
t
a
n
g
K 23,96 24,76 25,22 23,93 24,03 9,45 9,60 9,62 8,33 8,93

53
a
p
u
a
s

H
u
l
u
S 12,74 12,29 12,28 11,92 12,69 6,46 6,17 6,11 5,87 6,26
e
k
a
d
a
u
M 25,28 26,24 25,71 25,34 25,47 12,54 12,83 12,38 12,04 12,01
e
l
a
w
i
K 10,75 11,13 11,21 10,90 10,72 9,89 10,08 9,98 9,56 9,33
a
y
o
n
g

U
t
a
r
a
K 29,53 28,86 27,37 25,90 25,47 5,26 5,07 4,74 4,42 4,34
u
b
u

R
a
y
a
K 33,18 31,76 31,46 30,70 30,11 5,31 5,00 4,88 4,70 4,58
o
t
a
P
o
n
t
i
a
n
a
k
S 11,61 11,17 10,9 10,23 11,03 5,42 5,12 4,91 4,53 4,83
i
54
n
g
k
a
w
a
n
g
K 387,43 387,08 378,41 366,77 367,89 7,88 7,77 7,49 7,17 7,15
a
l
b
a
r
Sumber: Provinsi Kalimantan Barat Dalam Angka, 2018 dan 2022

55
Lampiran 5 Komposisi Subsektor Katagori Pertanian dalam PDRB Provinsi
Kalimantan Barat (%), Tahun 2021

56

Anda mungkin juga menyukai