PROPOSAL TESIS
Hal
DAFTAR ISI......................................................................................................i
DAFTAR TABEL..............................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1. Latar Belakang...............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................8
1.2.1. Pernyataan Permasalahan............................................................8
1.2.2. Pertanyaan Penelitian...................................................................9
1.3. Tujuan Penelitian...........................................................................9
1.4. Kontribusi Penelitian.....................................................................10
1.4.1. Kontribusi Teoritis.......................................................................10
1.4.2. Kontribusi Praktis........................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................11
2.1. Landasan Teori..............................................................................11
2.1.1. Konsep Pengangguran.................................................................11
2.1.2. Pola Perkebunan PKS di Kalbar (Indonesia)...............................14
2.1.3. Investasi dalam Perkebunan Kelapa Sawit...................................19
2.1.4. Peranan PKS dalam Penyerapan Tenagakerja, PDRB dan
Kemiskinan..................................................................................21
2.1.5. Peran Sektor Perkebunan dalam Pembangunan Ekonomi............22
2.2. Kajian Empiris...............................................................................23
2.3. Kerangka Konseptual Penelitian dan Hipotesis.............................27
2.3.1. Kerangka Konseptual Penelitian..................................................27
2.3.2. Hipotesis......................................................................................28
BAB IIIMETODE PENELITIAN...................................................................29
3.1. Bentuk Penelitian...........................................................................29
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................29
3.3. Data................................................................................................29
3.3.1. Jenis dan Sumber Data.................................................................29
3.3.2. Teknik Pengumpulan Data...........................................................30
3.4. Populasi dan Sampel......................................................................30
3.5. Variabel Penelitian.........................................................................30
3.6. Definisi Operasional Variabel.......................................................31
3.7. Metode Analisis Data.....................................................................32
3.7.1. Analisis Regresi Data Panel........................................................32
3.7.2. Uji Kesesuaian Model Regresi Data Panel...................................33
3.7.3. Uji Asumsi Klasik........................................................................35
3.7.4. Uji Statistik (Signifikansi)...........................................................37
3.7.5. Analisis Jalur...............................................................................39
3.7.6. Pengujian Hipotesis ....................................................................41
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................42
i
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1.1 Luas Lahan Kelapa Sawit (Perkebunan Rakyat dan Perusahaan
Besar ) di Kalimantan Barat, Tahun 2021 (Ha).............................. 4
Tabel 3.1 Klasifikasi Variabel Penelitian......................................................... 31
ii
DAFTAR GAMBAR
Hal
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1 Luas Lahan Tanaman Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota
dan Jenis Tanaman (Ha) di Provinsi Kalimantan Barat Tahun
2021 (Ha).......................................................................................44
Lampiran 2 Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Barat
Tahun 2017-2021 (Ha)...................................................................45
Lampiran 3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Kabupaten/
Kota di Provinsi Kalimantan Barat 2017-2021 (%)......................47
Lampiran 4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabuaten/
Kota di Kalimantan Barat, Tahun 2017 - 2021.............................48
Lampiran 5 Komposisi Subsektor Katagori Pertanian dalam PDRB
Provinsi Kalimantan Barat (%), Tahun 2021.................................49
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan data BPS angka pengangguran di Kalimantan Barat
menunjukkan kondisi yang berfluktuatif dengan kecenderungan meningkat
sementara untuk angka kemiskinan menunjukan tren yang menurun. Pada Gambar
1.1 dapat dilihat bahwa angka pengangguran di Provinsi Kalimantan Barat
berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat setiap tahunnya dari yang semula
4,36% pada tahun 2017 menjadi 5,81% pada tahun 2020 dan 5,82% pada tahun
2021. Sementara tahun 2017 angka kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat
sebesar 7,88% dan di tahun 2021 sebesar 7,15%.
2
bekerja di daerah pedesaan dan sebagian besar dari penduduk tersebut merupakan
golongan miskin. Hal ini sejalan dengan pendapat Bigsten (1994) bahwa sebagian
orang miskin dijumpai di daerah pedesaan. Oleh karena itu hal-hal yang berhubungan
dengan pertanian mempunyai peran yang penting bagi tingkat kemiskinan dan
distribusi pendapatan.
3
yang masih didominasi oleh sektor primer (pertanian) yang mencapai 87,36.
Dalam PDRB Kalbar Tanaman perkebunan menjadi kontributor terbesar terhadap
pembentukan nilai tambah subsektor katagori pertanian mencapai 55,28%, kedua
subsektor tanaman pangan sebesar 12,78%, semantara subsektor lainnya
(peternakan, holtikultura, dan jasa pertanian) masing-masing kontribusinya
kurang dari 10 (sepuluh) persen (lihat Lampiran 5).
Tabel 1.1 Luas Lahan Kelapa Sawit (Perkebunan Rakyat dan Perusahaan Besar) di
Kalimantan Barat, Tahun 2021 (Ha)
Perkebunan Rakyat Perusahaan Besar Jumlah
No Kecamatan
Ha % Ha % Ha %
1 Sambas 27.279 28,4 68.676 71,57 95.955 100
2 Bengkayang 49.433 38,5 79.065 61,53 128.498 100
3 Landak 31.301 23,1 104.407 76,94 135.708 100
4 Mempawah 5.041 23,9 16.072 76,12 21.113 100
5 Sanggau 139.859 49,8 140.821 50,17 280.680 100
6 Ketapang 263.242 40,5 386.001 59,45 649.243 100
7 Sintang 62.480 31,2 137.653 68,78 200.133 100
8 Kapuas Hulu 20.803 23,6 67.182 76,36 87.985 100
9 Sekadau 33.782 31,9 71.985 68,06 105.767 100
10 Melawi 21.677 42,5 29.370 57,54 51.047 100
11 Kayong Utara 8.236 22,3 28.660 77,68 36.896 100
12 Kubu Raya 29.040 25,9 83.219 74,13 112.259 100
Kota
13 5.009 100 0 - 5.009 100
Singkawang
Jumlah 697.182 482 1.213.111 818 1.910.293 100
Persentase (%) 36,50% 63,50% 100
Sumber: Provinsi Kalimantan Barat Dalam Angka, 2022
Pada tabel terlihat bahwa luas lahan yang dimiliki perusahaan besar
mendominasi mencapai 63,50% sementara lahan perkebunan rakyat hanya
36,50% dari seluruh luas lahan dan umumnya perkebunan kelapa sawit rakyat
ditanam di areal yang tidak terlalu luas dalam beberapa bidang dengan
4
memanfaatkan lahan-lahan tidur milik sendiri atau sewa. Dari sini nampak bahwa
penguasaan PKS hanya dikuasai oleh segolongan kecil masyarakat (pengusaha).
Padahal kita tahu bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk semua warga
masyarakat, dan penggunaan sumbardaya semestinya digunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat (Pasal 33 UUD’45).
(a) (b)
Sumber: Prov. Kalimantan Barat dalam Angka, diolah
5
perkembangan jumlah lahan seiring dengan penurunan jumlah penduduk miskin
walaupun belum tentu sebagai akibat dari bertambahnya jumlah luas lahan sawit.
Salah satu bukti empiris adalah hasil penelitian Kurniasih, Erni Panca
(2012), hasil studi menunjukan bahwa perkembangan produksi kelapa sawit dapat
menurunkan tingkat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat.
6
setempat sehingga mestinya perluasan kesempatan kerja menjadi jembatan untuk
menurunkan angka kemiskinan di Kalbar.
7
Besar (PB) dan Perkebunan Rakyat (PR), kemudian juga pada konsep, analisis
data serta tahun dan lokasi penelitian.
8
1.2.2. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat berpengaruh signifikan
terhadap tingkat pengangguran di Kalimantan Barat ?
2. Apakah luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Besar berpengaruh signifikan
terhadap tingkat pengangguran di Kalimantan Barat ?
3. Apakah luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat berpengaruh signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat ?
4. Apakah luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Besar berpengaruh signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat ?
5. Apalah tingkat pengangguran berpengaruh langsung terhadap tingkat
kemiskinan di Kalimantan Barat ?
6. Apakah ada pengaruh tidak langsung luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan
Rakyat melalui TPT (perluasan kesempatan kerja) terhadap kemiskinan di
Kalimantan Barat ?
7. Apakah ada pengaruh tidak langsung luas lahan Perkebunan Besar melalui TPT
(perluasan kesempatan kerja) terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan
Barat?
9
6. Menguji dan menganalisis ada atau tidaknya pengaruh tidak langsung luas
lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat terhadap kemiskinan melalui perluasan
kesempatan kerja (TPT) di Kalbar.
7. Menguji dan menganalisis ada atau tidaknya pengaruh tidak langsung luas
lahan Kelapa Sawit Perkebunan Besar terhadap kemiskinan melalui perluasan
kesempatan kerja (TPT) di Kalbar.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
1) Pengangguran Friksional
Adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam
mempertemukan pencari kerja dan lowongaan kerja yang ada. Kesulitan temporer
ini dapat berbentuk sekedar waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran
dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi, dapat pula
terjadi karena kurangnya mobilitas pencari kerja dimana lowongan pekerjaan
11
justru terdapat di sekitar tempat tinggal si pencari kerja. Pengangguran friksional
juga dapat terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui dimana adanya lowongan
pekerjaan, demikian juga pengusaha tidak mengetahui dimana tersedianya tenaga
kerja yang sesuai.
2) Pengangguran Struktural
Pengangguran struktural terjadi karena adanya problema dalam struktur
atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur yang demikian memerlukan
perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan sedangkan pihak
pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut.
Bentuk pengangguran struktural yang lain adalah terjadinya pengurangan pekerja
akibat penggunaan alat-alat dan teknologi maju, seperti dalam penggunaan traktor
dalam penggarapan tanah pertanian, dengan menggunakan alat ini maka akan
menimbulkan penggangguran tidak kentara di kalangan buruh tani. Pengangguran
sebagai akibat perubahan struktur perekonomian pada dasarnya memerlukan
tambahan latihan untuk memperoleh keterampilan baru yang sesuai dengan
permintaan dan teknologi baru.
3) Pengangguran Musiman
Pengannguran Musiman adalah penggangguran yang terjadi pada masa
pergantian musim saja, dimana pada musim-musim tertentu orang memiliki
pekerjaan dan di luar musim tersebut orang tersebut tidak memiliki pekerjaan atau
menganggur misalnya para petani bekerja pada musim bercocok tanam saja,
setelah itu para petani terbut tidak bekerja atau menganggur sampai musim panen
tiba dan musim bercocok tanam mulai kembali.
4) Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang terjadi sebagai akibat
dari ketidak cukupan pada permintaan agregat untuk menyediakan lapangan
pekerjaan bagi para pencari kerja. Pengangguran Siklikal ini di ukur karena tidak
adanya kecukupan pada lapangan kerja yang tersedia. Pengangguran ini sangat
terkait dengan perubahan pada siklus kegiatan ekonomi.
12
2.1.1.2. Kaitan Pengangguran dengan Kemiskinan
Indikator miskin menurut BPS yaitu dengan menggunakan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) dimana
“….kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran.” Indikator untuk mengukur kemiskinan BPS menggunakan Garis
Kemiskinan (GK), Jadi “…penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.” Masalah
kemiskinan itu sangat komplek dan terjadi sebagai sebab akibat dari ketidak
mampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada banyak hal
mengenai sebab-sebab kemiskinan, salah satunya menurut Hardiman dan Midgley
dalam Kuncoro (2004), “...Penduduk negara tersebut miskin karena
menggantungkan diri pada sektor pertanian yang subsisten, metode produksi yang
tradisional, yang seringkali dibarengi dengan sikap apatis terhadap lingkungan...”
13
pendapatan, investasi yang rendah. Jadi jelas kaitan pengangguran dengan
kemiskinan adalah sesuatu yang berkaitan erat dan positif, artinya pengangguran
akan melahirkan kemiskinan, karena akibat menganggur orang tidak punya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya.
Menurut Sukirno (2008) ada hubungan yang erat antara tingginya tingkat
pengangguran, kemiskinan dan distribusi pendapatan yang tidak merata, bahwa
“...efek buruk dari pengangguran adalah berkurangnya tingkat pendapatan
masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran/kesejahteraan.
Kesejahteraan masyarakat yang turun karena menganggur akan meningkatkan
peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.
Pengangguran menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya
pengangguran produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga
dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
14
pengusaha sawit harus menambah 20% kepemilikan lahan untuk diberikan kepada
petani rakyat dalam bentuk kemitraan.
15
a. Perkebunan Inti Rakyat (PIR)
Perkebunan Inti Rakyat (PIR) “adalah pola pengembangan perkebunan
yang merupakan perpaduan usaha dengan sasaran perbaikan ekonomi bagi para
pelaku (peserta) yang didukung oleh suatu sistem pengelolaan usaha dengan
memadukan berbagai kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran dengan
menggunakan perusahaan besar sebagai inti dalam suatu sistem kerjasama yang
saling menguntungkan, utuh dan berkesinambunan.” (Mubyarto dalam Bunyamin,
2008). Adapun tujuan utama dari pelaksanaan perkebunan pola PIR adalah:
16
10. bantuan lainnya yang diperlukan.
Kebun plasma adalah kebun yang dibangun dan dikembangkan oleh
perusahaan (Kebun Inti) setelah tanaman mulai berproduksi, penguasaan dan
pengelolaannya diserahkan kepada petani rakyat (dikonversikan). Petani menjual
hasil kebunnya kepada kebun inti dengan harga pasar dikurangi cicilan/angsuran
pembayaran hutang kepada kebun inti berupa modal yang dikeluarkan kebun inti
untuk membangun kebun plasma tersebut.
b. Pola Subkontrak
Kemitraan subkontrak didasari oleh saling membutuhkan antara kelompok
mitra (masyarakat) dengan mitra (perusahaan). Kemitraan subkontrak adalah pola
hubungan kerjasama (kemitraan usaha) dimana kelompok mitra (rakyat)
memproduksi komoditas yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian
dari produksinya (bahan baku). Pola subkontrak ditandai dengan adanya
kesepakatan yang mencakup: volume, harga, mutu, dan waktu. Pola seperti ini
banyak dilakukan di beberapa daerah di Kalimantan Barat, biasanya pola
kemitraan seperti ini petani yang punya lahan juga bekerja sebagai pekerja di
lahannya sendiri dan mendapat upah dari perusahaan, kemudian dalam
pengelolaan hasil panen disepakati pembagian yaitu 30% untuk petani/pemilik
lahan dan 70% untuk perusahaan.
Beberapa keuntungan dari pelaksanaan pola kemitraan subkontrak
diantaranya:
1) anggota diberi kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi;
2) perusahaan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan
dengan jumlah dan harga yang wajar;
3) peserta mendapat bimbingan teknis produksi, manajemen dan teknologi yang
diperlukan;
4) peserta medapat pembiayaan (kredit) dan pengaturan sistem pembayaran;
5) jaminan agar tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.
17
c. Pola kemitraan waralaba
Pola kemitraan waralaba adalah suatu pola dmana usaha besar dalam
rangka upaya untuk memperluas usahanya memberikan kesempatan kepada pihak
lain yang ada di bawahnya (usaha mikro, kecil, atau menengah) untuk menjadi
mitra usahanya. Dalam pelaksanaannya pemberi waralaba memberikan
pembinaan dalam bentuk pelatihan, yaitu bimbingan operasional, manajemen,
pemasaran, riset, pengembangan kepada penerima waralaba. Untuk pola seperti
ini masih jarang ditemukan dalam pengusahaan PKS di Kalimantan Barat.
18
2.1.3. Investasi dalam Perkebunan Kelapa Sawit
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (crude palm
oil) yang merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi
sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia menjadi daya tarik untuk
berinvestasi di dalamnya. Hal ini didukung adanya kebijakan pemerintah yang
memberikan berbagai kemudahan terutama dalam perijinan bahkan bantuan
subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola Perkebunan
Inti Rakyat (PIR) dan perijinan pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan
swasta, bahkan untuk perusahaan perseorangan tidak diwajibkan ada perizinnan.
19
3. Rentang Harga Besifat Relatif Stabil
Berdasarkan pengamatan dari pengusaha kelapa sawit harga kelapa sawit
(TBS) cenderung bersifat stabil dan trennya cenderung meningkat sejak tahun
2011, dimana pada tahun 2013 dari harga Rp 1.000 per kg, menjadi Rp 1.300 per
kg pada 2016, dan pada tahun 2021/2022 menjadi Rp 1.600 per kg. Di pasaran
harga minyak sawit bersaing dengan minyak kedelai di pasar global. Kondisi di
pasaran minyak sawit bersaing dengan jenis-jenis minyak lainnya seperti minyak
bunga matahari, jagung, kedelai namun tingkat produktifitas komoditas lain tidak
sebagus kelapa sawit.
20
lainnya diantaranya kebakaran hutan, muncul serangan hama dan penyakit,
perubahan aliran air permukaan tanah, meningkatnya erosi tanah, dan pencemaran
lingkungan akibat pemakaian pupuk dan pestisida dalam jumlah yang banyak,
serta berbagai dampak negatif lainnya terhadap eco-function yang dapat
dihasilkan oleh ekosistem hutan alam tropis – menimbulkan biaya yang tidak
sedikit pada pihak ketiga, sehingga selayaknya diperhitungkan sebagai biaya
lingkungan.
21
Gambar 2.2 Komposisi Sektor Pertanian dalam PDRB
Kalbar, Tahun 2021
22
d. meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing,
dan pangsa pasar.
e. meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri
aahm negeri, memberikan pelindungan kepada pelaku Usaha Perkebunan
dan masyarakat;
g. mengelola dan mengembangkan sumber daya Perkebunan secara optimal,
bertanggung jawab, lestari; dan
h. meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan.”
23
ekonomi di pedesaan. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya daya beli
masyarakat pedesaan. Perputaran uang yang terjadi dapat merangsang
pertumbuhan ekonomi. Hal ini memberikan arti bahwa kegiatan perkebunan
kelapa sawit di pedesaan menciptakan multiplier effect, terutama dalam lapangan
pekerjaan dan peluang berusaha.
24
1) Penyerapan tenaga kerja terbanyak di Kecamatan Kabun (4,22 HOK/ha),
disusul Tambusai Utara (3,30 HOK/Ha), Kunto Darussalam (3,21 HOK/ha),
dan Tandun (2,99 HOK/Ha).
2) Produktivitas tertinggi berada di Kecamatan Kabun (21,16 ton/ha/tahun),
diikuti oleh Kunto Darussalam (19,40 ton/ha/tahun), Tambusai Utara (15,76
ton/ha/ekor), dan Tandun (11,97 ton/ha/tahun). ton/ha/tahun).
3) Persepsi petani terhadap perkebunan kelapa sawit adalah pemasaran yang lebih
mudah, diikuti dengan fasilitas produksi yang mendukung, budidaya kelapa
sawit yang mudah, harga jual dan pendapatan petani yang tinggi.
25
7. Bakce Riati & Riadi Mustofa (2021)
Bertujuan mengetahui kesempatan kerja pada usaha Perkebunan Kelapa
Sawit Rakyat. Data terdiri dari primer yaitu data yang langsung dikumpulkan
dari petani, data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil
penelitian menunujukkan usahatani Kelapa Sawit Rakyat mampu membuka
kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Rerata penggunaan tenaga kerja untuk
usahatani kelapa sawit rakyat sebanyak 4,86 HOK/ha/bln dimulai dari usaha
perawatan dan pemanen. Secara ekonomi kegiatan usahatani kelapa sawit rakyat
layak untuk dilakukan dengan memberikan pendapatan bersih sebesar Rp 395.474
per ha/bulan.
26
0.2%. Hasil produksi dan PDRB memiliki Hubungan negatif yang artinya angka
kemiskinan di Kalimantan Tengah akan menurun jika Hasil produksi Sawit dan
PDRB meningkat.
27
Luas Lahan Sawit Perkebunan Rakyat (X1it) e1 e2
ρ
Y2itX1it
ρ
Y1itX1it
ρ
Tingkat Pengangguran Terbuka Y2itY1it
(Y1it) Tingkat Kemiskinan (Y2it)
ρ
Y1itX2it
ρ
Y2itX2it
Luas Lahan Sawit Perusahaan Besar (X2it)
G
ambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian
2.3.2. Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara berdasarkan hasil kajian teori dan
empiris. Perluasan perkebunan kelapa sawit yang terjadi di Kalimantan Barat
merupakan subsektor dari pembangunan bidang pertanian yang mana berdasarkan
kajian teoritis maupun empiris akan berdampak pada peningkatan perluasan
kesempatan kerja, pendapatan petani dan pembangunan ekonomi secara umum.
Beranjak dari kajian teori dan empiris tersebut terdapat pengaruh positif
dan negatif dari adanya perkebunan kelapa sawit terhadap tingkat pengangguran
dan angka kemiskinan, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat berpengaruh langsung signifikan
dan negatif terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kalimantan Barat.
2. Luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Perusahaan Besar berpengaruh langsung
signifikan dan negatif terhadap pengangguran di Kalimantan Barat.
28
3. Luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat berpengaruh langsung signifikan
dan negatif terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat.
4. Luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Perusahaan Besar berpengaruh langsung
signifikan dan negatif terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat.
5. Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh langsung signifikan dan negatif
terhadap tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat.
6. Terdapat pengaruh tidak langsung luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat
terhadap kemiskinan melalui TPT (perluasan kesempatan kerja) di Kalbar.
7. Terdapat pengaruh tidak langsung luas lahan Kelapa Sawit Perkebunan Besar
terhadap kemiskinan melalui TPT (perluasan kesempatan kerja) di Kalbar.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3. Data
30
series). Data silang tempat yaitu data tentang kondisi perkebunan kelapa sawit,
luas lahan kelapa sawit perkebunan rakyat, luas lahan kelapa sawit perkebunan
perusahaan besar, tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan pada 13
kabupaten/kota di Kalimantan Barat. Sedangkan data time series adalah runtun
waktu dari tahun ke tahun yakni dari tahun 2017 sampai dengan 2021.
Populasi adalah jumlah seluruh anggota dari suatu obyek yang diteliti.
Menurut (Sugiyono 2006) “...populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.”
Populasi dalam penelitian ini adalah daerah kab/kota yang memiliki perkebunan
kelapa sawit.
31
pengangguran dan tingkat kemiskinan di pada setiap kabupaten/kota. Empat
variabel tersebut dikelompokkan menjadi tiga katagori yaitu variabel bebas,
variabel antara dan variabel terikat sebagai berikut :
Nama Kedudukan
No Definisi
Variabel Variabel
1. Luas lahan Variabel bebas/ yaitu jumlah luas lahan tanaman sawit
kelapa sawit independen yang diusahakan oleh penduduk/rakyat
perkebunan variabel (X1it) pada setiap kabupaten/kota di Kalbar
rakyat dalam lima tahun terakhir satuan Ha.
2. Luas lahan Variabel bebas/ yaitu jumlah luas lahan tanaman sawit
kelapa sawit independen yang diusahakan oleh perusahaan besar
perkebunan variabel (X2it) baik swasta maupun BUMN pada setiap
perusahaan kabupaten/kota di Kalbar dalam lima
besar tahun terakhir satuan Ha.
3. Tingkat Variabel Antara/ adalah Tingkat Pengangguran Terbuka
Pengangguran Intervening pada 13 kabupaten/kota di Kalimantan
Terbuka Variabel (Y1it) Barat dalam satuan persen (%).
4. Tingkat Variabel terikat/ adalah banyaknya penduduk miskin
Kemiskinan dependen atau penduduk yang hidup di bawah
variabel (Y2it) garis kemiskinan di setiap
kabupaten/kota di Kalimantan Barat
dalam satuan persen (%).
Sumber: Hasil analisa penulis
32
sebagian besar pekerjaan masih menggunakan tenaga manusia (Siswandi Fitra,
2022).
4. Tingkat Kemiskinan
Indikator kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator
yang dikeluarkan oleh BPS yakni banyaknya keluarga yang berpengeluaran di
bawah garis kemiskinan dalam persentase. Jadi variabel kemiskinan dalam
penelitian ini adalah jumlah penduduk miskin dalam angka persentase terhadap
jumlah penduduk pada 13 kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
33
3.7. Metode Analisis Data
34
3.7.2. Uji Kesesuaian Model Regresi Data Panel
35
Hausman menunjukan model yang paling tepat adalah Random Effect
Model. Maka diperlukan uji LM sebagai tahap akhir untuk menentukan
model Common Effect atau Random Effect yang tepat.
Dalam pengujian ini akan dilakukan dengan metode Breush Pagan.
Kriteria pengujian dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Common Effect Model
H1 : Random Effect Model
Uji LM dalam metode ini didasarkan pada distribusi chi-
squares dengan degree of freedom sebesar jumlah variabel independen. Jika nilai
LM statistik (output Eviews) lebih besar dari nilai kritis statistik chi-squares maka
kita menolak hipotesis nol, yang artinya estimasi yang tepat adalah Random
Effect dari pada metode Common Effect. Sebaliknya jika nilai LM statistik lebih
kecil dari nilai statistik chi-squares sebagai nilai kritis, maka kita menerima
hipotesis nul, yang artinya estimasi yang digunakan dalam regresi data panel
adalah metode Common Effect (Widarjono, 2009).
Langkah selanjutnya adalah menghitung besarnya pengaruh atau koefisien
regresi dan signifikan tidaknya pengaruh tersebut secara parsial (masing-masing
variabel) dan secara simultan atau bersama-sama. Untuk ini dilakukan uji t untuk
uji parsial dan Uji F untuk uji simultan. Selain itu dalam analisis regresi
disyaratkan data harus memenuhi syarat asumsi klasik, oleh karena itu maka
dilakukan uji asumsi klasik terhadap data agar hasil tidak bias, yang meliputi uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi tidak
dilakukan mengingat data yang digunakan adalah data panel yang cenderung
mengikuti sifat data cross section, sementara autokorelasi terjadi pada data time
series (Widarjono Agus (2007). Untuk semua pengujian dalam analisis ini penulis
menggunakan aplikasi Eviews.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi data
panel, residual berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah
36
residual yang berdistribusi normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah
data terdistribusi normal atau tidak dilakukan uji statistik menggunakan Jarque
Bera. Dalam penelitian ini penulis menggunakan aplikasi Eviews, dengan
menilah nilai Jarque-Bera, dengan kriteria : Jika nilai Jarque-Bera lebih kecil dari
2 dan probabilitas lebih besar dari 0,05 (tidak signifikan) maka data berdistribusi
normal (Winarno, 2009).
b. Uji Multikolinearitas
Multikorelasi merupakan suatu kondisi adanya hubungan linier antar
variabel bebas (Winarno, 2009). Uji Multikolinearitas dilakukan untuk menguji
apakah terdapat hubungan (korelasi) antar variabel bebas dalam model regresi.
Variabel bebas yang baik adalah tidak memiliki korelasi atau korelasinya rendah
dengan variabel bebas lainnya. Gejala ada multiko diantaranya:
1) Nilai R2 yang tinggi namun variabel independen banyak yang tidak signifikan
dalam memengaruhi variabel dependen
2) Dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel independen. Jika
koefisiennya rendah (dibawah 0,90), dapat diartikan bahwa tidak terdapat
multikorelasi
3) Multikolonieritas juga dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation
Factor (VIF). Ukuran yang umumnya digunakan untuk menunjukkan
terjadinya multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau nilai VIF > 10.
Dalam penelitian ini multikolinieritas akan dideteksi menggunakan
matriks korelasi. Dimana ketika nilai koefisiensi di bawah 0,9 maka tidak terdapat
multikolinieritas, namun jika nilainya berada di atas 0,9 maka terjadi
multikolinieritas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Salah satu syarat/asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis regresi data
yang digunakan harus terhindar dari gejala heteroskedastisitas (Non
Heteroskedastisitas). Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadinya
ketidaksamaan varian/nilai residual yang tidak konstan pada variabel bebas
37
(Winarno, 2009). adalah gejala dimana varian data dari masing-masing variabel
yang tidak konstan (sama). Hal ini akan mengakibatkan hasil prediksi regresi
akan bias (Suliyanto 2011). Beberapa cara atau metode untuk mendeteksi atau
menguji hetero diantaranya metode grafik, Uji Park, Uji Gletjser, Uji Korelasi
Spearman, Uji Goldfield-Quandt, Uji Breus–Pagan-Godfrey dan Uji White.
38
kelapa sawit dan satu variabel terikat yakni jumlah keluarga miskin. Langkah-
langkah atau prosedur pengujian signifikansi parsial (Uji t) adalah :
dari nilai ttabel, dan/atau signifikansi lebih besar dari nilai alpha yang digunakan
(α = 0,05) maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada pengaruh antara
luas lahan lahan PKS (PR dan PB) terhadap pengangguran/ kemiskinan di
Kalimantan Barat.
c. Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi menunjukkan kekuatan hubungan atau pengaruh
variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Nilai koefisien Determinasi
diperoleh dengan menggunakan rumus koefisien determinasi menururt Suliyanto
(2011) sebagai berikut :
∑(Y −Ŷ )2
R2 = 1 ────────
∑( Y −Ÿ )2
39
Nilai R2 (Koefisien Determinasi) berada diantara nol dan satu (0<
R2<100). Suatu model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai R 2 yang
tinggi (mendekati 100) Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan menjelaskan
variabel terikat sangat kecil/terbatas, sebaliknya nilai R2 yang besar berarti
variabel independennya memberikan informasi yang sangat nyata untuk
memprediksi variabel dependennya.
Berdasarkan kajian teoritis dan empiris luas lahan kelapa sawit diduga
berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka dan selanjutnya bedampak
terhadap angka angka kemiskinan. Dalam penelitian ini luas lahan dibagi dalam
dua katagori yaitu luas lahan perkebunan rakyat (X 1) dan luas lahan perkebunan
besar (X2). Adapun kerangka konseptual penelitian ini adalah berikut.
40
Luas Lahan Sawit Perkebunan Rakyat (X1it) e1 e2
ρ
Y2itX1it
ρ
Y1itX1it
ρ
Tingkat Pengangguran Terbuka Y2itY1it
(Y1it) Tingkat Kemiskinan (Y2it)
ρ
Y1itX2it
ρ
Y2itX2it
Luas Lahan Sawit Perusahaan Besar (X2it)
41
struktural. Dari model pada Gambar 3.1 tersebut selanjutnya dibuat dua bentuk
persamaan regresi Y1 dan Y2 sebagai berikut :
42
7. Mengidentifikasi pengaruh-pengaruh (koefisien regresi) dan merangkum
kedalam tabel
8. Tahap akhir dalam analisis jalur adalah menghitung pengaruh langsung,
pengaruh tidak langsung dan pengaruh total dan terakhir adalah interpretasi dan
memaknai dan menyimpulkan.
43
DAFTAR PUSTAKA
BPS (2022), Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kalimantan Barat
Menurut Lapangan Usaha: Gross Regional Domestik Product Of
Kalimantan Barat Province by Industry 2017-2021. Pontianak: Badan
Pusat Statistik Kalimantan Barat.
BPS (2012), Konsep dan Definisi Pengangguran, Jakarta : Badan Pusat Statistik.
BPS (2022), Provinsi Kalimantan Barat Dalam Angka 2022, Pontianak: Badan
Pusat Statistik.
Bahri, Saipul, and Ujang Paman. 2012. “Peranan Perkebunan Kelapa Sawit
Terhadap Pengurangan Kemiskinan Dan Distribusi Pendapatan Rumah
Tangga Di Propinsi Riau.” Dinamika Pertanian XXVII(3): 173–79.
https://journal.uir.ac.id/index.php/dinamikapertanian/article/view/912/583.
Bakce Riati, Riyadi Mustofa (2021) Kesempatan Kerja Dan Kelayakan Ekonomi
Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Di Kabupaten Indragiri Hulu,
Jurnal Inovasi Penelitian, Vol.2 No.7 Desember 2021
Bintariningtyas, Selfia, Aulia Hapsari Juwita (2021), Perkebunan Kelapa Sawit
dalam Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Tengah, Forum
Ekonomi, 23 (2) 2021, 199-205,
http://journal.feb.unmul.ac.id/index.php/Forumekonomi
Departemen Sosial RI (2005), Panduan Operasional Program Pemberdayaan
Fakir Miskin Melalui Bantuan Sarana Penunjang Produksi KUBE Bidang
Konveksi. 2005. Jakarta: Kementerian Sosial RI
Direktorat Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan (2021), Keadaan
Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2021 Labor Force Situation In
Indonesia August 2021, Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia.
Kadir Hainim dan Syapsan (2012), Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam
Menyerap Tenaga Kerja di Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Sosial Ekonomi
Pembangunan Tahun III No. 7, November 2012 : 24 -32.
Kuncoro, Mudrajad (2006), Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta: Erlangga.
Kuncoro, Mudrajad (2014), Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang. ed. Wisnu Chandra Kristiaji. Jakarta:
Erlangga.
Kurniasih, Erni Panca, and Arifin. 2013. “Mampukah Kelapa Sawit Mengurangi
Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Kalimantan Barat ?” In Prosiding Forum
Manajemen Indonesia (FMI), Prosiding Forum Manajemen Indonesia
(FMI), 1–15. https://repository.untan.ac.id/index.php?
p=show_detail&id=761.
Nawawi, Hadari (1998). “Metode Penelitian Bidang Sosial,” Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press.
44
Sarwono, Jonathan (2007), “Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS,”
Yogyakarta: CV Andy Offset.
Simanjutak, Payaman, J. (1985), Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia,
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Siradjuddin Irsyadi (2015), Dampak Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap
Perekonomian Wilayah Di Kabupaten Rokan Hulu, Jurnal Agroteknologi,
Vol. 5 No. 2, Februari 2015 : 7-14
Siradjuddin Irsyadi (2016), Analisis Serapan Tenaga Kerja Dan Pendapatan Petani
Kelapa Sawit di Kabupaten Pelalawan. Jurnal Agroteknologi, Vol. 6 No. 2,
Februari 2016 : 1 – 8
Siswandi Fitra (2022), Analisis Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat
dengan PT Agro Sinergi Nusantara di Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Ilmu
Pertanian 80. Agrovital : Jurnal Ilmu Pertanian. Volume 7, Nomor 2,
November 2022
Syahza, A. (2003), Dampak Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap
Multiplier Effect Ekonomi Pedesaan di Daerah Riau, dalam Jurnal
Ekonomi. Th.X/03/November/2005. PPD&I Fakultas Ekonomi Universitas
Tarumanagara. Jakarta.
Sugiyono (2006), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Penerbit ALFABETA.
Sukirno Sadono (2008), Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Suliyanto (2011), Ekonometrika Terapan : Teori dan Aplikasi dengan SPSS.
Yogyakarta: Andi Offset.
Supriadi, Wiwin. 2013. “Perkebunan Kelapa Sawit Dan Kesejahteraan
Masyarakat Di Kabupaten Sambas.” Jurnal Ekonomi Daerah (JEDA) 1(1):
1–15. https://jurnal.untan.ac.id/index.php/JEDA2/article/view/2785.
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2o2o Tentang Cipta Kerja
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Widarjono Agus (2007), EKONOMETRIKA, Pengantar dan Aplikasi untuk
Ekonomi dan Bisnis, Edisi Kedua, Yogtakarta: Penerbit Ekonisia Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Winarno Wing Wahyu (2009), Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews, Edisi II, Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan, Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
World Bank Organization. 2001. Oxford University Press World Development
Report 2000/2001: Attacking Poverty. New York: Oxford University
45
Press.
Internet:
Humasptpn1 (2018), Lima Keuntungan Bisnis Kelapa Sawit yang Harus Anda
Tahu, diakses dari http://ptpn1.co.id/artikel/5-keuntungan-bisnis-kelapa-
sawit-yang-harus-anda-tahu (2022).
https://sawit.info/artikel/detail/perkebunan-rakyat
https://www.tokowafeeq.com/2019/03/mengenal-pola-kemitraan-usaha-yang.html
https://www.bps.go.id/subject/54/perkebunan.html#subjekViewTab1
http://ptpn1.co.id/artikel/5-keuntungan-bisnis-kelapa-sawit-yang-harus-anda-tahu.
46
Lampiran 1 Luas Lahan Tanaman Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis
Tanaman (Ha) di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2021 (Ha)
No Kabupaten/Kota Kelapa Sawit Karet Tnmn Lainnya Jumlah
Sambas 95.955 54.338 15.381 165.674
Bengkayang 128.498 53.122 5.307 186.927
Landak 135.708 74.324 957 210.989
Mempawah 21.113 12.887 18.097 52.097
Sanggau 280.680 105.273 3.170 389.123
Ketapang 649.243 32.416 2.352 684.011
Sintang 200.133 102.319 1.615 304.067
Kapuas Hulu 87.985 47.312 24 135.321
Sekadau 105.767 44.143 161 150.071
Melawi 51.047 33.617 109 84.773
Kayong Utara 36.896 4.614 4.041 45.551
Kubu Raya 112.259 18.384 40.996 171.639
Kota Singkawang 5.009 8.836 2.075 15.920
Kota Pontianak 0,00 0,00 0,00 0,00
Jumlah (Kalbar) 1.910.293 591.585 94.285 2.596.163
Persentase (%) 73,58% 22,79% 3,63% 100,0%
Sumber: Provinsi Kalimantan Barat Dalam Angka, 2022
47
Lampiran 2 Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Barat Tahun 2017-
2021 (Ha)
A. Lahan Perkebunan Rakyat (Ha)
2
Kabu
20 0 20 20 20
paten
17 1 19 20 21
/Kota
8
Sa 24.624 27.116 26.956 27.279
23.573
mbas
Be 15.258 98.417 53.440 49.433
ngka 98.417
yang
La 117.173 35.587 38.331 31.301
35.587
ndak
M 3.861 4.525 4.748 5.041
empa 4.267
wah
Sa 373.434 149.864 167.585 139.859
ngga 149.597
u
Ke 87.179 278.889 274.713 263.242
tapan 103.640
g
Si 41.218 47.543 73.813 62.480
47.543
ntang
Ka 1.137 12.242 14.995 20.803
puas 11.821
Hulu
Se 38.185 37.072 33.986 33.782
kada 37.072
u
M 6.404 14.815 20.805 21.677
10.095
elawi
Ka 1.694 8.206 -134 8.236
yong 8.206
Utara
Ku 17.224 27.577 24.579 29.040
buRa 27.756
ya
Ko - - - -
taPo
-
ntian
ak
Sin 6.978 6.764 4.749 5.009 5.009
gkaw
48
ang
Ju 734.369 746.602 738.826 697.182
564.338
mlah
50
Ju 1.846.737 1,757,919 1.915.266 1.905.108 1.910.293
mlah
Sumber : BPS, Kalimantan Barat Dalam Angka, 2018 dan Ststistik Perkebunan
Kalimantan barat 2022
51
Lampiran 3 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Kabupaten/Kota di
Provinsi Kalimantan Barat 2017-2021 (%)
Kab/ 2017 2018
2019 2020 2021
Kota
Sambas 4,24 3,34 3,71 3,97
Bengkayang 2,40 2,40 3,91 4,42
Landak 2,03 2,29 3,38 3,22
Mempawah 6,72 6,87 7,55 7,71
Sanggau 3,27 2,47 3,52 3,45
Ketapang 3,97 3,23 7,30 6,94
Sintang 1,93 2,34 4,50 3,95
Kapuas Hulu 2,21 1,58 4,02 4,18
Sekadau 0,64 2,80 3,39 2,92
Melawi 2,11 3,15 2,70 2,66
Kayong Utara 5,00 3,93 3,71 3,78
Kubu Raya 5,91 5,04 7,14 7,02
9,36 10,37 12,3 12,3
Kota Pontianak
Kota Singkawang 8,08 7,88 8,78 9,16
Kalimantan Barat 4,36 4,26 5,81 5,82
Sumber: Provinsi Kalimantan Barat Dalam Angka, 2018 dan 2022
52
Lampiran 4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabuaten/Kota di
Kalimantan Barat, Tahun 2017 - 2021
Kab/Kota Jumlah Penduduk Miskin (1000) Persentase Penduduk Miskin (%)
2017 2018 2019 2020 2021 2017 2018 2019 2020 2021
S 45,42 45,48 43,84 41,41 41,49 8,59 8,55 8,19 7,70 7,66
a
m
b
a
s
B 18,48 17,94 17,69 17,11 16,92 7,51 7,17 6,96 6,62 6,48
e
n
g
k
a
y
a
n
g
L 44,82 43,73 43,16 42,36 42,36 12,23 11,77 11,47 42,01 10,99
a
n
d
a
k
M 15,30 14,61 14,2 13,18 13,82 5,94 5,61 5,32 4,95 5,18
e
m
p
a
w
a
h
S 20,62 21,59 21,41 21,16 21,70 4,52 4,67 4,57 4,46 4,55
a
n
g
g
a
u
K 54,28 54,86 53,84 53,46 53,04 11,02 10,93 10,54 10,29 10,13
e
t
a
p
a
n
g
S 41,46 42,65 40,3 39,19 39,40 10,20 10,35 9,65 9,27 9,28
i
n
t
a
n
g
K 23,96 24,76 25,22 23,93 24,03 9,45 9,60 9,62 8,33 8,93
53
a
p
u
a
s
H
u
l
u
S 12,74 12,29 12,28 11,92 12,69 6,46 6,17 6,11 5,87 6,26
e
k
a
d
a
u
M 25,28 26,24 25,71 25,34 25,47 12,54 12,83 12,38 12,04 12,01
e
l
a
w
i
K 10,75 11,13 11,21 10,90 10,72 9,89 10,08 9,98 9,56 9,33
a
y
o
n
g
U
t
a
r
a
K 29,53 28,86 27,37 25,90 25,47 5,26 5,07 4,74 4,42 4,34
u
b
u
R
a
y
a
K 33,18 31,76 31,46 30,70 30,11 5,31 5,00 4,88 4,70 4,58
o
t
a
P
o
n
t
i
a
n
a
k
S 11,61 11,17 10,9 10,23 11,03 5,42 5,12 4,91 4,53 4,83
i
54
n
g
k
a
w
a
n
g
K 387,43 387,08 378,41 366,77 367,89 7,88 7,77 7,49 7,17 7,15
a
l
b
a
r
Sumber: Provinsi Kalimantan Barat Dalam Angka, 2018 dan 2022
55
Lampiran 5 Komposisi Subsektor Katagori Pertanian dalam PDRB Provinsi
Kalimantan Barat (%), Tahun 2021
56