SKRIPSI
OLEH:
SKRIPSI
OLEH:
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapat Gelar Sarjana di Program Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
Paddy fields in Onan Runggu have problems, namely low nutrient levels
due to farmer activity and lack of utilization of organic materials such as buffalo
manure and rice straw. The purpose of this study was to determine the effect of
giving rice straw and buffalo manure to increase pH, P-availability, Organic
Carbon and Total-N. This research uses factorial completely randomized design
with 3 factors. First factor is buffalo dung with 4 levels of 0 tons / ha; 5 tons/ha;
10 tons/ha; 5 tons/ha, second factor is rice straw with 2 levels namely 0 tons/ha
and 5 tons/ha, and third factor is the incubation period with 2 levels, 2 weeks and
4 weeks. The parameters measured were pH, P-availability, Organic Carbon and
Total-N soil for 2 weeks and 4 weeks. The results showed that the effect without
administration of rice straw was better than giving rice straw 5 tons/ha in
increasing P-availability. The effect of the incubation period for 4 weeks was
better than the incubation period of 2 weeks in increasing P-availability, Total-N
soil and Organic Carbon. The interaction effect between rice straw and incubation
period was better when without giving rice straw with 4 weeks incubation period
in increasing P-Available soil. Interaction effects of rice straw 5 tons/ha with
4 week incubation period can increase Total-N.
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
Nathania Ira Maulina, dilahirkan di Medan pada tanggal 30 Juni 1997 dari
kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Medan dan lulus pada tahun
2011. Pada tahun 2014 lulus dari SMA Negeri 17 Medan dan pada tahun yang
Sumatera Utara melalui jalur UMB. Penulis memilih program studi Agroteknologi
Nusantara III, Kebun Sisumut, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, dari Juli sampai
Agustus 2017.
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
orang tua yang selalu memberikan dukungan finansial dan spiritual. Pada
Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP dan Ir. M. Madjid B. Damanik, M.Sc selaku dosen
Agroteknologi angkatan 2014 serta keluarga besar minat Ilmu Tanah dan kepada
Universitas Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, dan semoga skripsi ini
Penulis
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................1
Tujuan Penulisan ..........................................................................................3
Hipotesis Penelitian ......................................................................................3
Kegunaan Penelitian .....................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Kimia Tanah Sawah .............................................................................5
Peranan Bahan Organik pada Tanah Sawah.................................................6
Unsur Hara N pada Tanah Sawah ................................................................6
Unsur Hara P pada Tanah Sawah .................................................................8
Kotoran Kerbau ............................................................................................8
Jerami Cacah ..............................................................................................10
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.................................................................................................30
Saran ...........................................................................................................30
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
No Keterangan Hal
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Hal
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah sawah didefinisikan sebagai tanah yang digunakan untuk bertanam padi
dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi,
tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah
pertanian, dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air
cukup tersedia. Padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh
bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya
pemanenan dan pembakaran jerami, kandungan hara N-total tanah pada lahan sawah
terasering juga rendah karena hara N merupakan hara yang mudah larut dan mudah
hilang dalam air drainase, tercuci dan menguap ke atmosfir, sehingga pada umumnya
banyak unsur harayang terangkut yang dipengaruhi oleh iklim tanah, topografi lahan,
walaupun pemupukan diberikan secara sebar dan pengolahan tanah dilakukan secara
pemberian jerami, kompos jerami, limbah tanaman jagung, mukuna serta daun
Flamengia (Sumarno et al, 2009). Adapun kandungan hara jerami padi ialah
C–organik 44,7% ; N-total 1,1% ; C/N 41,4 ; P-tersedia 0,17ppm ; K-total 2,70% ;
dan Abu 22,90% (Indriyati et al, 2007). Selain itu salah satu strategi lain dalam
pupuk kandang, atau limbah organik sebelum pengolahan tanah dan dibenamkan
kedalam tanah pada saat pengolahan tanah. Hasil penelitian Erfandi dan Nurjaya
(2014) mendapatkan bahwa aplikasi jerami padi yangdikomposkan secara in situ pada
lahan sawah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia tanah danmeningkatkan hasil padi.
Aplikasi jerami lebih efektif apabila jerami padi segar diberikan bersamaan dengan
penggunaan pupuk kandang, karena selain meningkatkan hasil padi juga dapat
Pemanfaatan pukan (pupuk kandang) untuk padi sawah jumlahnya jauh lebih
sedikit daripada untuk lahan kering (pangan dan sayuran). Jumlah maksimum pukan
yang umum dipergunakan petani padi sawah <2 ton pukan / ha, sedangkan petani
sayuran mencapai 25-75 ton/ha. Hasil-hasil penelitian aplikasi pukan pada lahan
penggunaan pupuk anorganik dalam kisaran 2-20%. Pukan selain mengandung hara-
hara yang dibutuhkan oleh tanaman juga mengandung asam-asam humat, fulvat,
hormon tumbuh dan lain-lain yang bersifat memacu pertumbuhan tanaman sehingga
sehingga kotoran kerbau sangat mudah untuk diperoleh, namun para petani belum
memanfaatkan kotoran tersebut sebagai pupuk organik. Para petani juga sebagian
besar hanya menumpuk jerami atau membakar jerami padi sisa panen dengan harapan
dapat menyuburkan tanah. Petani di Onan Runggu juga hanya melakukan pemupukan
2 kali yaitu sebelum penanaman dan setelah penanaman, pupuk yang digunakan ialah
pupuk NPK sebanyak 150 kg/ha dengan sistem tebar dipermukaan tanah.
kerbau padat mengandung 12,7% bahan organik; 0,25% N ; C/N 30; 0,18% P2O5 ;
0,17% K2O ; 0,4% CaO dan 81% Air (Hartatik dan Widowati, 2006).
lamanya waktu inkubasi akan memberikan waktu yang cukup bagi bakteri yang dapat
menguraikan pupuk organik (Yandi et al, 2016). Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, N-total meningkat dengan bertambahnya waktu inkubasi dan nisbah C/N
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dosis dan masa inkubasi
kotoran kerbau dan jerami cacah terhadap kadar C-Organik, N-Total dan P-Tersedia
Hipotesis Penelitian
- Ada interaksi antara dosis kotoran kerbau, jerami dan masa inkubasi dalam
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Ciri khas tanah sawah yang membedakannya dengan tanah tergenang lainnya
yaitu adanya lapisan oksidasi di bawah permukaan air akibat difusi O 2 setebal
0,8 – 1,0 cm, selanjutnya lapisan reduksi setebal 25 – 30 cm dan diikuti oleh lapisan
tapak bajak yang kedap air. Selama pertumbuhan tanaman padi akan terjadi sekresi
O2 oleh akar tanaman padi yang menimbulkan kenampakan yang khas pada tanah di
Salah satu perubahan yang terjadi akibat penggenangan adalah perubahan sifat
kimia tanah. Perubahan sifat kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi
reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah yang menentukan tingkat ketersediaan
hara dan produktifitas tanah sawah. Perubahan kimia yang disebabkan oleh
energi dari senyawa teroksidasi yang mudah direduksi yang berperan sebagai elektron
sifat kimia tanah sawah yang terjadi setelah penggenangan antara lain : (1) penurunan
kadar oksigen, (2) perubahan potensial redoks (Eh), (3) perubahan pH tanah,
(4) reduksi Ferri (Fe3+) menjadi Ferro (Fe 2+ ), (5) perubahan mangani (Mn4+) menjadi
mangano (Mn2+), (6) terjadinya denitrifikasi, (7) reduksi sulfat (SO42-) menjadi sulfit
Fungsi utama bahan organik dalam tanah sawah, yaitu: (1) sebagai donor
elektron; (2) meningkatkan daya serap air; (3) menyediakan sumber energi bagi
kehidupan dan aktivitas mikroba bermanfaat di dalam tanah; (4) penyangga terhadap
perubahan pH tanah; (5) merekatkan partikel tanah menjadi agregat tanah yang
remah; (6) meningkatkan KTK tanah; (7) menghasilkan mineral anorganik NH4+,
dimana elektron ini dapat membantu pembentukan lapisan reduksi tanah dan
sekaligus mereduksi ferri mangan dan sulfat menjadi Fe2+, Mn2+, dan S2- dengan
demikian tanaman terhindar dari keracunan. Perubahan kimia tanah sawah berkaitan
erat dengan proses oksidasi–reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah yang sangat
Sejumlah besar nitrogen dalam tanah berada dalam bentuk organik. Dengan
disamping juga dapat berasal dari air hujan dan irigasi. Dekomposisi merupakan
proses kimia yang menghasilkan N dalam bentuk ammonium dan dioksidasi lagi
menjadi nitrat. Proses dekomposisi ini dilakukan oleh jasad renik yang peka
lingkungan. Jika bahan organik yang secara relatif mengandung lebih banyak C dari
N ditambahkan ke tanah maka proses tersebut akan terbalik. Karena ada sumber
energi yang banyak, jasad renik akan menggunakanN yang ada untuk pertumbuhan.
Dengan demikian, N diikat pada tubuh jasad renik dan N akan kurang tersedia di
Unsur N dalam pupuk yang berupa NH4+ akan terlarut pada genangan air
tanah sawah karena pupuk Urea bersifat higroskopis dan akan masuk pada lapisan
teroksidasi (permukaan tanah) sehingga sedikit yang masuk pada lapisan tereduksi.
Saat NH4+ terdapat dalam genangan air akan berubah menjadi NH3+yang kemudian
akan menguap ke udara. Selain itu juga akan terlindi akibat aliran air. Ion NH4+yang
dapat masuk pada lapisan teroksidasi akan kembali ke genangan air melalui proses
difusi dengan tetap sebagai NH4+ataupun menjadi NH3+yang nantinya juga rentan
Kehilangan Nitrogen dalam bentuk gas yaitu reaksi NO3– menjadi N2 dan N2O
lebih besar daripada kehilangan yang disebabkan oleh pencucian. Kehilangan lain
dapat juga berupa panen, tercuci bersama air drainase dan terfiksasi oleh mineral.
Kehilangan N juga akan diperbesar lagi bila jumlah pupuk N yang diberikan ke dalam
tanah besar dengan keadaan tanah yang reduksi. Kehilangan N dari urea yang
diberikan pada sawah yang keadaan airnya macak-macak akan lebih besar. Hilangnya
N dari tanah juga disebabkan karena digunakan oleh tanaman, N dalam bentuk NO3-
mudah dicuci oleh air hujan, banyak hujan sehingga N menjadi rendah dan tanah
yang memilki tekstur pasir mudah melepaskan air sehingga N menjadi rendah dari
tanpa memperhatikan status hara P tanah. Pemupukan ini dilakukan pada setiap
Penimbunan unsur P dalam lahan sawah terjadi karena sifat unsur P yang immobil,
sehingga kurang tersedia bagi tanaman. Hasil penelitian Sisworo dan Rasjid (1986)
menunjukkan bahwa efisiensi pemupukan P pada lahan kering dan lahan sawah tidak
mencapai 10%.
tanah, karena sebagian besarpupuk P yang diberikan terikat dalam tanah. Hasil
penelitian menunjukkan efisiensi pupuk fosfat pada tanah sawah sangat rendah, hanya
sekitar 10-20% dari jumlah pupuk yang diberikan (Sofyan et al, 2003).
Ketersediaan fosfor pada tanah sawah lebih tinggi dibandingkan pada tanah
kering dikarenakan oleh (1) reduksi ferri-fosfat menjadi ferro-fosfat yang lebih
mudah larut : (2) tersedianya P-redutance soluble karena lapisan pembalut yang
mengelilingi partikel fosfor menjadi larut ; (3) hidrolisis beberapa Fe dan Al yang
yang lebih tinggi ; (4) meningkatnya mineralisasi P organic di tanah masam, karena
proses tersebut akan meningkat pada pH 6-7 ; (5) meningkatnya kelarutan mineral
apatit di tanah berkapur karena pH turun menjadi 6-7 ; (6) semakin besarnya difusi
H2PO4- di dalam volume larutan tanah yang lebih besar (Mukhlis et al, 2011).
Kotoran Kerbau
Kotoran kerbau sesuai untuk media pertumbuhan dan kegiatan mikroba. Hal
ini disebabkan oleh (1) kotoran kerbau mengandung karbohidrat dalam jumlah
tumbuh, dan mineral; (4) kotoran kerbau memilikikelembaban yang cukup tinggi dan
daya menahan air pada periode yang relative cukup lama; (5) memiliki pH sekitar
Hartatik dan Widowati (2006) adalah 12,7% bahan organik; 0,25% N; 0,18% P2O5;
Pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah,
belerang) dan mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium). Pengaruh
pemberian pupuk kandang secara tidak langsung memudahkan tanah untuk menyerap
kandungan bahan organik dalam tanah, dan dapat mengecilkan nilai erodobilitas
tanah yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi. Pupuk
pertumbuhan bibit tanaman, karena pupuk kandang ayam mengandung hara yang
lebih tinggi dari pupuk kandang lainnya (Santoso et al, 2004). Berdasarkan penelitian
Martinus et al (2017) hara NPK tanah cenderung lebih tinggi pada pemberian pupuk
kandang kerbau daripada tanpa pemberian pupuk kandang kerbau, hara N meningkat
dari 0,27% menjadi 0,28% ; hara P meningkat dari 62,86 ppm menjadi 68,97 ppm ;
Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat air seni, amparan,
dan sisa makanan ternak. Susunan kimia dari pupuk kandang berbeda-beda dari satu
tempat ke tempat lainnya, tergantung dari; (1) spesies ternak, (2) umur dan keadaan
ternak, (3) sifat dan jumlah amparan, (4) cara penyimpanan pupuk sebelum dipakai.
Pupuk kandang padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan baik belum
tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia, biologi, dan fisik tanah
Jerami padi
Jerami padi terdiri atas daun, pelepah daun, dan ruas atau buku. Ketiga unsur
ini relative kuat karena mengandung silika, dan selulosa yang tinggi dan
pelapukannya memerlukan waktu yang lama. Namun, apabila jerami padi diberi
petani di Ngawi bisa menanam padi 2-3 kali dalam setahun yang otomatis tidak
memberikan waktu untuk jerami ini membusuk di petak sawah. Dengan kata lain,
jarak panen dan tanam relative pendek. Jadi biasanya mereka membakar dan
membuang jerami ke luar petakan sawah. Hal tersebut membuat tanah sawah kurang
memperoleh pengembalian bahan organik yang berasal dari sisa tanaman. Biasanya
jerami padi hanya digunakan sebagai makanan ternak, meskipun beberapa petani
biasanya juga langsung memasukkannya ke lahan pertanian yang telah dipanen, tetapi
(Kusumawardhani dan Titis, 2015). Adapun kandungan hara jerami padi ialah
C-Organik 44,7% ; N-total 1,1% ; C/N 41,4 ; P-tersedia 0,17 ppm ; K-total 2,70% ;
drainasesawah menjadi bagus dan perputaran oksigen lancar, menjadl media biak
bagi mikroorganisme dan jasad renik, serta terdapat hara N, P, K dll sehingga dapat
segar ternyata lebih efektif dibandingkan dengan jerami yang sudah dikomposkan.
Perlakuan pupuk kandang belum efektif, namun cenderung lebih baik dari jerami
yang dikomposkan. Aplikasi yang dapat efektif memperbaiki sifat fisik tanah dan
meningkatkan hasil padi pada lahan sawah terdegradasi adalah pemberian jerami padi
dalam keadaan segar atau berupa kompos dan dengan pemberian pupuk kandang
Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan laut dan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah sawah asal
kecamatan Onan Runggu sebagai objek pengamatan, jerami padi dan kotoran kerbau
sebagai perlakuan, ember sebagai wadah media tanam, dan label sebagai penanda
perlakuan.
Alat yang digunakan adalah karung goni sebagai tempat bahan tanah, jerami
padi dan kotoran kerbau, cangkul untuk mengambil sampel tanah, dan timbangan
Metode Penelitian
dengan 3 fakor :
K0 = 0 (Kontrol)
K2 = 10 ton/ha (5 g/kg)
J0 = 0
J1 = 5 ton/ha
I1 = 2 minggu inkubasi
I2 = 4 minggu inkubasi
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan kotoran kerbau dan jerami cacah
inkubasi ke k
Ɛijk =Galat dari perlakuan kotoran kerbau ke i, jerami padi ke j, dan masa
inkubasi ke k
j = 0 dan 5 ton/ha
Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan Tanah
Tanah sawah diambil setelah panen dengan jumlah ±48 kg secara sistem acak
Sumatera Utara.
Bahan organik yang digunakan didapat dari petani, yang kemudian dianalisis
kandungan hara dari masing – masing bahan organik. Bahan organik dianalisis di
Persiapan Tanah
Tanah dikering udarakan lalu dilakukan analisis awal pada tanah, yang
dalam keadaan tergenang kemudian diaplikasikan jerami dan kotoran kerbau sesuai
perlakuan dengan cara ditaburkan, kemudian diaduk hingga bahan organik tercampur
Inkubasi
Inkubasi dilakukan dalam keadaan digenangi dengan tinggi air 4cm dan sesuai
Pertanian Universitas Sumatera Utara dan dipastikan selalu dalam keadaan tergenang.
Parameter Pengamatan
Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisa sidik ragam (Lampiran 4-7).
P-tersedia, N-total tanah, dan C Organik. Berikut disajikan rataan perlakuan aplikasi
kotoran kerbau pada pH tanah, P tersedia, N-total tanah, dan C organik tanah pada
Tabel 1.
Tabel 1.Pengaruh Kotoran Kerbau pada pH tanah, P-Tersedia, N-total Tanah, dan
C- Organik Tanah
P-Tersedia N-total Tanah C-Organik
Kotoran Kerbau pH tanah
(ppm) (%) Tanah (%)
Kontrol 7,06(n) 147,56 (st) 0,13 (r) 0,58 (sr)
5 ton/ha (2,5 g/kg) 7,12 (n) 212,59 (st) 0,14 (r) 0,73 (sr)
10 ton/ha (5g/kg) 7,14 (n) 175 (st) 0,15 (r) 0,70 (sr)
15 ton/ha (7,5 g/kg) 7,15 (n) 164,75 (st) 0,13 (r) 0,64 (sr)
Keterangan : st= sangat tinggi ; n= netral ; r= rendah ; sr= sangat rendah
(Kriteria Menurut Balai Penelitian Tanah,2005).
pH tanah , P-Tersedia, N-total Tanah, dan C-Organik Tanah. Pada setiap perlakuan,
status pH tanah tetap pada kriteria netral, status P-Tersedia pada kriteria sangat tinggi,
status N-Total tanah pada kriteria rendah danC-Organik tanah pada kriteria sangat
rendah.
perlakuan jerami padi berpengaruh nyata terhadap P-tersedia. Berikut disajikan rataan
perlakuan aplikasi jerami padi pada pH tanah, P-tersedia, N-total tanah, dan
Tabel 2. Pengaruh Jerami Padi pada pH tanah, P-Tersedia, N-Total Tanah, dan
C- Organik Tanah
P-Tersedia N-total Tanah C-Organik
Jerami Padi pH tanah
(ppm) (%) Tanah (%)
Kontrol 7,13 (n) 203,01a (st) 0,13 (r) 0,65 (sr)
5 ton/ha 7,11 (n) 146,94b (st) 0,14 (r) 0,68 (sr)
Keterangan : st= sangat tinggi ; n= netral ; r= rendah ; sr= sangat rendah
(Kriteria Menurut Balai Penelitian Tanah,2005).
Angka yang diikuti notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
menurut uji jarak DMRT
Dari Tabel 2 , diketahui P-tersedia pada perlakuan tanpa aplikasi jerami padi
nyata lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi jerami (5 ton/ha). Artinya terjadi
penurunan P-tersedia akibat aplikasi jerami padi yang tidak dikomposkan. Pada setiap
perlakuan, status pH tanah tetap pada netral, status P-Tersedia tetap pada kriteria
sangat tinggi, status N-Total tanah tetap pada kriteria rendah dan C-Organik tanah
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisa sidik ragam (Lampiran 4-7).
Perlakuan masa inkubasi berpengaruh nyata terhadap, P-tersedia, N-total tanah, dan
C-Organik. Berikut disajikan rataan perlakuan aplikasi kotoran kerbau pada pH tanah,
Tabel 3. Pengaruh Masa Inkubasi pada pH tanah, P-Tersedia, N-Total Tanah, dan
C- Organik Tanah
P-Tersedia N-total Tanah C-Organik
Masa Inkubasi pH tanah
(ppm) (%) Tanah (%)
2 minggu 7,15 (n) 21,65b (r) 0,10b (r) 0,60b (sr)
4 minggu 7,08 (n) 328,30a (st) 0,18a (r) 0,76a (sr)
Keterangan : st= sangat tinggi ; n= netral ; r= rendah ; sr= sangat rendah
(Kriteria Menurut Balai Penelitian Tanah,2005).
Angka yang diikuti notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
menurut uji jarak DMRT
terhadap pH tanah. Pada parameter P-tersedia, N-total dan C-Organik pada perlakuan
masa inkubasi 4 minggu nyata lebih tinggi dibandingkan dengan masa inkubasi
2 minggu. Pada setiap perlakuan, status pH tanah tetap pada kriteria netral, status
P-Tersedia berubah dari kriteria rendah menjadi sangat tinggi, status N-Total tanah
tetap pada kriteria rendah dan C-Organik tanah tetap pada kriteria sangat rendah.
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisa sidik ragam (Lampiran 4-7).
Interaksi kotoran kerbau dan jerami padi berpengaruh tidak nyata terhadap pH tanah,
P-Tersedia, N-total tanah, dan C-Organik. Berikut disajikan rataan perlakuan aplikasi
kotoran kerbau pada pH tanah, P-tersedia, N-total tanah, dan C-Organik tanah pada
Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh Interaksi Kotoran Kerbau dengan Jerami Padi terhadap pH tanah,
P Tersedia, N-Total Tanah, dan C-Organik Tanah
Jerami Padi Kotoran Kerbau
0 ton/ha 5ton/ha 10ton/ha 15ton/ha
------------------------------pH-----------------------------------
Kontrol 7,07 (n) 7,09 (n) 7,15 (n) 7,19 (n)
5ton/ha 7,05 (n) 7,14 (n) 7,12(n) 7,11 (n)
-----------------------P-Tersedia (ppm)---------------------------
Kontrol 161,05 (st) 282,85 (st) 187,75 (st) 180,38 (st)
5ton/ha 134,07 (st) 142,34 (st) 162,26 (st) 149,11 (st)
-----------------------N-Total Tanah (%)--------------------------
Kontrol 0,13 (r) 0,13 (r) 0,14 (r) 0,14 (r)
5ton/ha 0,14 (r) 0,15 (r) 0,70 (t) 0,12 (r)
-------------------------C-Organik (%)-----------------------------
Kontrol 0,51 (sr) 0,77 (sr) 0,73 (sr) 0,60 (sr)
5ton/ha 0,66 (sr) 0,69 (sr) 0,68 (sr) 0,67(sr)
Keterangan : st= sangat tinggi ; n= netral ; r= rendah ; sr= sangat rendah
(Kriteria Menurut Balai Penelitian Tanah,2005).
C-Organik Tanah. Pada setiap perlakuan, status pH tanah pada kriteria netral, status
P-Tersedia pada kriteria sangat tinggi, status N-Total tanah pada kriteria rendah dan
(Lampiran 4-7). Interaksi kotoran kerbau dan masa inkubasi berpengaruh tidak nyata
terhadap pH tanah, P-Tersedia, N-total tanah, dan C-Organik. Berikut disajikan rataan
perlakuan aplikasi kotoran kerbau pada pH tanah, P-tersedia, N-total tanah, dan
C-Organik Tanah. Pada setiap perlakuan, status pH tanah tetap pada kriteria netral,
status P-Tersedia khusus perlakuan 10ton/ha pada kriteria rendah, status hara
meningkat menjadi sangat tinggi pada perlakuan 15ton/ha, status N-Total tanah pada
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisa sidik ragam (Lampiran 4-7),
interaksi jerami padi dan masa inkubasi berpengaruh nyata terhadap P-Tersedia.
Berikut disajikan rataan perlakuan aplikasi jerami padi dan masa inkubasi pada pH
Tabel 6. Pengaruh Interaksi Jerami Padi dengan Masa Inkubasi Terhadap pH Tanah,
P Tersedia, N-Total Tanah, dan C Organik Tanah
Masa Inkubasi Jerami Padi
Kontrol 5ton/ha
------------------------------pH-------------------------------------
2 7,18 (n) 7,12 (n)
4 7,07 (n) 7,09 (n)
----------------------P-Tersedia (ppm)-----------------------------
2 20,54 c (r) 22,76 c (r)
4 385,48 a (st) 271,13 b (st)
------------------------N-Total Tanah (%)-------------------------
2 0,10 c (sr) 0,10 c (sr)
4 0,16 b (r) 0,19 a(r)
-------------------------C-Organik (%)-----------------------------
2 0,55 (sr) 0,58 (sr)
4 0,75 (sr) 0,77 (sr)
Keterangan : st= sangat tinggi ; n= netral ; r= rendah ; sr= sangat rendah
(Kriteria Menurut Balai Penelitian Tanah,2005).
Angka yang diikuti notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
menurut uji jarak DMRT
Dari Tabel 6, diketahui jerami padi dan masa inkubasi berpengaruh nyata
terhadap P-tersedia dan N-Total.Pada setiap perlakuan, status pH tanah tetap pada
kriteria rendah menjadi kriteria sangat tinggi pada perlakuan masa inkubasi 4 minggu,
status N-Total tanah meningkat dari kriteria sangat rendah pada perlakuan masa
inkubasi 2 minggu menjadi rendah pada perlakuan masa inkubasi 4 minggu, dan
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisa sidik ragam (Lampiran 4-7),
interaksi kotoran kerbau, jerami padi dan masa inkubasi tidak berpengaruh nyata
perlakuan interaksi kotoran kerbau, jerami padi dan masa inkubasi pada pH tanah,
Tabel 7. Pengaruh Interaksi Kotoran Kerbau, Jerami Padi, dan Masa Inkubasi
Terhadap pH Tanah, P-Tersedia, N-Total Tanah, dan C-Organik
Masa Inkubasi 2 minggu Masa Inkubasi 4 minggu
Tanpa Jerami Jerami 5ton/ha Tanpa Jerami Jerami 5ton/ha
------------------------------pH--------------------------------------
Kotoran Kerbau
7,10 (n) 7,07 (n) 7,05 (n) 7,03 (n)
0 ton/ha
Kotoran Kerbau
7,35 (n) 7,17 (n) 6,83 (n) 7,11 (n)
5 ton/ha
Kotoran Kerbau
7,14 (n) 7,13 (n) 7,16 (n) 7,12 (n)
10 ton/ha
Kotoran Kerbau
7,14 (n) 7,12 (n) 7,25 (n) 7,11 (n)
15 ton/ha
----------------------P-Tersedia (ppm)-----------------------------
Kotoran Kerbau
19,86 (r) 27,16 (s) 302,24 (st) 240,98 (st)
0 ton/ha
Kotoran Kerbau
18,38 (r) 28,71 (r) 547,32 (st) 265,96 (st)
5 ton/ha
Kotoran Kerbau
19,77 (r) 23,18 (r) 355,73 (st) 301,34 (st)
10 ton/ha
Kotoran Kerbau
25,14 (r) 21,99 (r) 336,62 (st) 276,23 (st)
15 ton/ha
------------------------N-Total Tanah (%)-----------------------
Kotoran Kerbau
0,09 (sr) 0,10 (r) 0,16 (r) 0,18 (r)
0 ton/ha
Kotoran Kerbau
0,10 (r) 0,09 (sr) 0,15 (r) 0,20 (r)
5 ton/ha
Kotoran Kerbau
0,10 (r) 0,10 (r) 0,17 (r) 0,23 (s)
10 ton/ha
Kotoran Kerbau
0,10 (r) 0,09 (sr) 0,17 (r) 0,15 (r)
15 ton/ha
-------------------------C-Organik (%)----------------------------
Kotoran Kerbau
0,38 (sr) 0,66 (sr) 0,64 (sr) 0,66 (sr)
0 ton/ha
Kotoran Kerbau
0,69 (sr) 0,56 (sr) 0,84 (sr) 0,82 (sr)
5 ton/ha
Kotoran Kerbau
0,63 (sr) 0,59 (sr) 0,82 (sr) 0,77 (sr)
10 ton/ha
Kotoran Kerbau
0,51 (sr) 0,53 (sr) 0,69 (sr) 0,81 (sr)
15 ton/ha
Keterangan : st= sangat tinggi ; n= netral ; s= sedang ; r= rendah ; sr= sangat rendah
(Kriteria Menurut Balai Penelitian Tanah,2005).
C-Organik Tanah. Pada setiap perlakuan, status pH tanah tetap pada kriteria netral,
status P-Tersedia berubah menjadi sangat tinggi pada masa inkubasi 4 minggu, status
C-Organik tanah tetap pada kriteria sangat rendah, dan status N-Total tanah khusus
pada interaksi kotoran kerbau 10ton/ha dengan jerami 5ton/ha dan masa inkubasi 4
Pembahasan
P-tersedia, N-total tanah, dan C-Organik. Pemberian kotoran kerbau tidak merubah
status hara tanah masing-masing parameter, hal ini disebabkan oleh tanah yang
nitrogen mudah tercuci dan proses dekomposisi yang berjalan lambat sehingga
C-Organik yang didapat sangat rendah. Pemberian kotoran kerbau tidak nyata dalam
meningkatkan P-tersedia tanah meskipun tetap dalam kriteria sangat tinggi. Hal
tersebut dikarenakan tanah yang digunakan sudah dilakukan pemupukan fosfat terus
menerus sebelumnya di lapangan dan terjadi akumulasi P. Hal ini sesuai dengan
penelitian Satwoko (2012) yang menyatakan bahwa kadar P-tersedia yang sangat
tinggi dari 21 lokasi tanah sawah di Pulau Jawa yaitu rata-rata 95,1 ppm diduga
berasal dari pemupukan P yang berlangsung secara menerus akibat pertanian yang
sangat intensif.Hal ini juga didukung dengan analisis P-tersedia awal tanah yaitu
P-tersedia lebih tinggi pada perlakuan tanpa jerami dibandingkan dengan pemberian
jerami (5ton/ha). Hal ini dikarenakan hasil analisis P-tersedia awal tanah yang
memang sudah dalam kriteri sangat tinggi yaitu 259,31 ppm (lampiran 2) dan juga
karena rasio C/N jerami padi 29,7 dimana termasuk dalam kriteria yang tinggi maka
terjadi proses immobilisasi fosfat sehingga pada pemberian jerami padi P-tersedia
lebih rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Widjaya dan Sudjadi (1987) yang
efisiensi pemupukan fosfat, akan tetapi penggunaan bahan organik tinggi dan nisbah
C/N tinggi dapat menyebabkan proses immobilisasi fosfat dan ketersediaan fosfat
berkurang.
Masa inkubasi berpengaruh nyata terhadap, P-tersedia, N-total tanah, dan C- Organik.
Kadar P-Tersedia meningkat dari 21,65 ppm pada masa inkubasi 2 minggu menjadi
328,30 ppm pada masa inkubasi 4 minggu, begitu juga halnya dengan N-total tanah
yang meningkat dari 0,10 % menjadi 0,18 % ; dan C-Organik tanah meningkat dari
0,60 % menjadi 0,76 %. Pada masa inkubasi 2 minggu, fosfat masih terikat oleh ion-
ion Fe, kemudian pada masa inkubasi 4 minggu Fe telah tereduksi.Hal ini sesuai
dengan literatur Mukhlis et al (2011) yang menyatakan salah satu faktor ketersediaan
fosfor pada tanah sawah tergenang ialah reduksi ferri-fosfat menjadi ferro-fosfat yang
lebih mudah larut. Kadar N-total tanah yang dihasilkan berada pada kriteria rendah,
hal ini disebabkan oleh hilangnya kadar N karena penguapan. Hal ini didukung oleh
penelitian Trivana dan Aditya (2017) yang berpendapat bahwa penurunan kadar N
disebabkan oleh nitrogen yang bereaksi dengan air membentuk NO3- dan H+,
senyawa NO3- bersifat sangat mobile, sangat larut air, dan tidak dapat dipegang oleh
koloid tanah serta akan kehilangan dalam bentuk gas, dimana reaksi NO 3- menjadi N2
dan N2O. C-organik tanah meningkat dari 0,60 % menjadi 0,76 % disebabkan karena
dalam kondisi tanah tergenang menyebabkan terdapat lumut yang tumbuh sehingga
dan Handayani (2003) yang menyatakan bahan organik yang diberikan ke dalam
dalam tanah juga asam-asam organik yang berasal dari pelapukan bahan organik.
perlakuan B1 (Jerami cacah 6 ton/ha), B4 (Jerami : Pupuk kandang Sapi 1:1), dan B3
(Jerami : Pupuk kandang Sapi 1:2) menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan
perlakuan lainnya, yaitu masing-masing senilai 2.35%, 2.34% dan 2.37%., sehingga
didapat bahwa pemberian jerami padi dan pupuk kandang sapi berpengaruh nyata
Interaksi kotoran kerbau dan jerami padi berpengaruh tidak nyata terhadap pH
tanah, P-Tersedia, N-total tanah, dan C-organik. Namun pada perlakuan 10 ton/ha
kotoran kerbau dan 5 ton jerami padi/ha, terjadi peningkatan kadar N total tanah dari
0,14 jadi 0,70. Hal itu menunjukkan bahwa pada dosis tersebut, adalah dosis yang
dan pukan kerbau masing masing 5 ton/ha meningkatkan kandungan hara tanah yaitu
pH dengan rerata 7,01 ; P-tersedia 68,79 ppm ; N 0,30% ; dan serapan K 265,74 ;
bahwa pupuk organik memiliki kandungan hara rendah, sehingga bila ditinjau dari
pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah, pupuk organik mempunyai peranan penting
didalam tanah.
Interaksi kotoran kerbau dan masa inkubasi berpengaruh tidak nyata terhadap
P- tersedia tanah walaupun dalam keadaan tidak nyata. Hal tersebut dikarenakan
logam-logam seperti Fe yang banyak mengikat P pada tanah telah tereduksi, sehingga
Perubahan bentuk Fe+3 menjadi Fe+2 terjadi karena adanya perubahan suasana
oksidatif menjadi reduktif (Nalitaet al, 2017). Hal ini sesuai dengan literatur
tinggi dibandingkan pada kondisi aerob/kering, hal ini disebabkan pada kondisi
anaerob terjadi pelarutan Fe (besi feri menjadi fero) sehingga P terlepas. Penurunan
P-tersedia terjadi pada perlakuan 10ton/ha dan 15 ton/ha pada masa inkubasi
mineralisasi dan immobilisasi melalui fraksi organik dan pelarutan serta presipitasi
fosfat dalam bentuk anorganik. Sisa tanaman, hewan dan mikroba yang dikembalikan
ke dalam tanah, secara aktif didekomposisi oleh mikroorganisme. Fosfat dalam sisa
organik tersebut harus dilepaskan jika harus tersedia untuk tanaman dan
mikroorganisme.
P-Tersedia dan N-Total. N-Total dari kriteria sangat rendah pada masa inkubasi 2
minggu berubah menjadi rendah pada perlakuan masa inkubasi 4 minggu. Hal ini
dikarenakan jerami padi dalam keadaan segar merupaan donor electron pada tanah
sawah dan setelah masa inkubasi 4 minggu, jerami padi mengalami dekomposisi
sehingga dapat menambah suplai unsur hara N pada tanah walaupun masih dalam
keadaan rendah. Hal tersebut tampak pada hasil analisis awal jerami padi yang
tanah awal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sitepu, et al (2017) yang
menyatakan bahwa kecepatan proses dekomposisi dan kualitas jerami padi sebagai
pupuk organik oleh dekomposer yang digunakan, dan tanpa dekomposer tidak
berbeda. Kualitas jerami padi sebagai pupuk organik telah memenuhi standard
kualitas dalam meningkatkan suhu, nilai C/N, dan kandungan unsur hara makro dan
mikro.
P-tersedia pada interaksi masa inkubasi 4 minggu dan tanpa jerami lebih
tinggi dari pada interaksi masa inkubasi 4 minggu dengan aplikasi jerami
(5 ton/ha). Hal ini disebabkan oleh logam-logam seperti Fe yang banyak mengikat P
pada tanah telah tereduksi, sehingga Fe yang mengikat P terlepas dan berikatan
(Nalita et al, 2017). Reaksi tersebut melibatkan aktivitas mikroba tanah menstimulasi
proses reduksi Fe+3 menjadi Fe+2, meningkatkan pH, menurunkan Eh, dan terjadi
peningkatan ketersediaan P. Hal ini sesuai dengan literatur Mukhlis, et al (2011) yang
Interaksi kotoran kerbau, jerami padi dan masa inkubasi tidak berpengaruh
nyata terhadap pH tanah, P-Tersedia, N-total tanah, dan C-Organik. pH tetap pada
kriteria yang sama yaitu netral, dikarenkan pH tanah yang digenangi pada mulanya
akan meningkat dan selanjutnya akan stabil. Hal ini karena semakin banyak air,
semakin tinggi pH nya, karena semakin banyak ion H+ yang terikat di koloid dan
karena logam Al dan Fe tereduksi sehingga pH meningkat dalam tanah. Hal ini
didukung Dewi (2012) yang menyatakan akibat luar biasa dari penggenangan sama
yang memungkinkan tersedianya sebagian besar unsur hara, reduksi dianggap paling
menjadi sangat tinggi pada masa inkubasi 4 minggu karena dalam keadaan tergenang
kadar P akan meningkat. Hal ini dikarenakan logam-logam seperti Fe yang banyak
mengikat P pada tanah telah tereduksi, sehingga Fe yang mengikat P terlepas dan
berikatan dengan air, sehingga P meningkat. Hal ini didukung Yoshida (1981) yang
menyatakan proses penggantian fosfat dari Fe atau Al fosfat oleh anion organik dapat
meningkatkan ketersediaan P.
minggu namun tetap pada kriteria rendah. Hal ini dikarenakan kondisi tanah apabila
Prasetyo et al (2004), pada tanah sawah atau tergenang N merupakan hara yang tidak
stabil karena adanya proses mineralisasi bahan organik (amonifikasi nitrifikasi dan
berhenti pada keadaan amonifikasi yang menyebabkan ion NH4+ terkumpul didalam
tanah tergenang dalam bentuk NH4+ dapat-tukar atau di dalam larutan tanahnya. Pada
masa inkubasi 4 minggu, dengan jerami 5 ton/ha dan kotoran kerbau 10 ton/ha terjadi
minggu namun tetap pada kriteria sangat rendah karena pada tanah tergenang
dekomposisi berlangsung lambat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanchez (1993)
yang menyatakan pereputan bahan organik berjalan lebih lambat dalam tanah
tergenang ketimbang dalam tanah aerob, bakteri anerob terlihat kurang efisien
KESIMPULAN
Kesimpulan
sawah.
4. Interaksi kotoran kerbau dan jerami padi berpengaruh tidak nyata terhadap
5. Interaksi kotoran kerbau dan masa inkubasi berpengaruh tidak nyata terhadap
7. Interaksi kotoran kerbau, jerami padi dan masa inkubasi berpengaruh tidak
nyata terhadap pH, P-Tersedia, N-Total, dan C-Organik pada tanah sawah.
Saran
Perlu dilakukan penambahan dosis kotoran kerbau dan jerami padi dan perlu
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, M. 1997. Pengaruh Taraf Bahan Organik Dan Masa Inkubasi Terhadap
Kandungan C-Organik, N-Total, Nh4+, No3- Dan C/N Tanah Pada Latosol
Darmaga. Skripsi. IPB. Bogor.
Ardi, I., Razali, dan H. Hanum. 2017. Identifikasi Status Hara dan Produksi Padi
Pada Lahan Sawah Terasering dan Non Terasering di Kecamatan Onan
Runggu Kabupaten Samosir. Jurnal Agroekoteknologi FP USU. Vol. 5
No.2, ISSN 2337 – 6597.
Buresh, R.J., Smithson, P.C and Hellums. 1997. Building soil phosphorus capital in
Africa. Replenishing soil fertility in Africa SSSA Spec. Madison, WI.
Dewi, E. Yuliana. 2012. Jenis Mineral Liat Dan Perubahan Sifat Kimia Tanah Akibat
Proses Reduksi Dan Oksidasi Pada Lingkungan Tanah Sulfat Masam.
Jurusan Biologi Fakultas MIPA. Universitas Hindu Indonesia Denpasar.
Erfandi, D. dan Nurjaya. 2014.Potensi jerami Padi untuk Perbaikan Sifat Fisik Tanah
pada Lahan Sawah Terdegradasi, Lombok Barat. dalam Prosing Seminar
Nasional Pertanian Organik. Inovasi Teknologi Pertanian Organik”.
Bogor 18-19 Juni 2014. h. 262-270
Hakim, N., Nyakpa, M.Y., Lubis, A.M., Nugroho, S.G., Diha, M.A., Hong, G.B.,
Bailey, H.H. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. 488
hal.
Indriyati, L.T., S. Sabihan, L.K., Darusman, R., Situmorang, Sudarsono, dan W.H.
Sisworo. 2007. Transformasi nitrogen dalam tanah tergenang : aplikasi
jerami padi dan kompos jerami padi serta pengaruhnya terhadap serapan
nitrogen dan aktivitas penambatan N2 di daerah perakaran padi. Jurnal
Tanah dan Iklim. 26 : 63-70.
Mukhlis, Sarifuddin dan H. Hanum. 2011. Kimia Tanah Teori dan Aplikasi. USU
Press. Medan.
Nalita, M., Sudarsono, dan Darmawan. 2017. Pengaruh Bahan Organik Terhadap
Ketersediaan. Fosfor Buletin Tanah dan Lahan (1) : 65-71. Bogor.
Nuryani, S dan Handayani. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian Organik.
Jurnal Ilmu Pertanian Vol.10. No.2 : 63-69.
Sakti, P. 2009. Evaluasi Ketersediaan Hara Makro N, P Dan K Tanah Sawah Irigasi
Teknis Dan Tadah Hujan Di Kawasan Industri KabupatenKaranganyar.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Santoso, B., F. Haryanti dan S.A. Kadarsih. 2004. Pengaruh pemberian pupuk
kandang ayam terhadap pertumbuhan dan produksi serat tiga klon rami di
lahan aluvial Malang. Jurnal Pupuk. 5(2):14-18.
Setyorini. 2012. Penanaman Padi Sawah Secara Intensif dan Masalahnya. Penataran
PPS Bidang Tanah/Pengairan. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Sisworo, W.H., dan H. Rasjid. 1986. Pengaruh Pergiliran Tanaman terhadap Hasil
dan Ketersediaan Hara. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian
danPengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. 1986. Jakarta. BATAN.
Sitepu, R., I. Anas., dan Sri Djunawati. 2017. Pemanfaatan Jerami Sebagai Pupuk
Organik Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza
Sativa). Buletin Tanah dan Lahan, 1 (1) Januari 2017: 100-108.
Sofyan, A., Nurjaya, dan A. Kasno. 2003. Status Hara Tanah Sawah
UntukRekomendasi Pemupukan. Balit Tanah Litbang. Diakses melalui
balittanah.litbang.pertanian.go.id
Sukristiyonubowo. 2008. Mobilitas Sedimen dan Hara pada Sistem Sawah Berteras
Dengan Irigasi Tradisional. Jurnal Tanah Dan Iklim No. 28.
Tan, K. H. 1993. Principle of Soil Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York. Diakses
melalui https://epdf.tips/principles-of-soil-chemistry.html.
Yandi, A., N. Marlina, dan Rosmiah. 2016. Pengaruh Waktu Inkubasi Dan Takaran
Kompos Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Gulma Dan Produksi
Tanaman Jagung Hibrida (Zea Mays L.) Di Lahan Lebak. Program Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian. XI - 1 : 41 – 50. ISSN 2085-9600
Kriteria pH Tanah
Kriteria pH H2O pH KCl
Sangat Masam < 4,5 < 2,5
Masam 4,5 – 5,5 2,5 – 4,0
Agak Masam 5,6 – 6,5 ----------
Netral 6,6 – 7,5 4,1 – 6,0
Agak Alkalis 7,6 – 8,5 6,1 – 6,5
Alkalis > 8,5 > 6,5
Sumber : Balai Penelitian Tanah,2005
Keterangan :
tn = tidak nyata
** = sangat nyata
* = nyata
Keterangan :
tn = tidak nyata * = nyata
** = sangat nyat
Keterangan :
tn = tidak nyata ** = sangat nyata * = nyata
Keterangan :
tn = tidak nyata * = nyata
** = sangat nyata