Anda di halaman 1dari 57

1

KATA SAMBUTAN

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kasih sayangnya
kepada kita semua sehingga buku Modul Bimbingan Teknis Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa
untuk pelaksanaan Pengawasan Pemilu Tahun 2024 dapat dikerjakan dengan baik. Pembuatan
buku modul bimbingan teknis ini ditujukan guna menjadi pedoman bagi para pengawas pemilu
kelurahan/desa terpilih dalam menjalankan kinerja pengawasan untuk pemilu 2024.

Proses rekrutmen Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa untuk pelaksanaan Pengawasan


Pemilu Tahun 2024 telah berlangsung secara demokratis. Proses rekrutmen mulai dari tahapan
seleksi administratif sampai pada tahapan tes tertulis dilakukan secara transparan dan sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Dalam rangka mendorong kinerja pengawasan pemilu tahun
2024 di tingkat kelurahan/desa, maka diperlukan sebuah bimbingan teknis bagi para Pengawas
Pemilu Kelurahan/Desa. Hal ini sebagaimana yang diamanatkan dalam dalam Undang-Undang
Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Anggota Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa terpilih diharapkan memiliki kompetensi


yang mumpuni. Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa harus memahami tugas, wewenang dan
kewajiban sebagai bagian dari pengawas pemilu khususnya di tingkat kelurahan/desa
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017. Pengawas Pemilu
Kelurahan/Desa perlu memahami setiap tahapan dalam pemilu, mulai tahapan pemutakhiran
data pemilih, tahapan pencalonan, tahapan kampanye, tahapan pemungutan dan penghitungan
suara, serta tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara.

Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa juga diharapkan memahami isu-isu terkait


kepemiluan. Hal ini menjadi penting agar para Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa terpilih dapat
memahami kondisi dilapangan saat melakukan pengawasan. Tak hanya itu, Anggota Pengawas
Pemilu Kelurahan/Desa terpilih juga perlu memahami dan mempraktikkan kode etik dan
pedoman perilaku penyelenggara Pemilu.

Dengan memahami dan menguasai kompetensi teknis dan non-teknis tersebut,


Pengawas Pemilu dapat berintegritas dalam menjalankan tugasnya serta menegakkan keadilan
pemilu di Indonesia melalui penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Akhir kata, selamat
mengikuti bimbingan teknis bagi Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa untuk Pengawasan Pemilu
tahun 2024. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi dan menguatkan langkah kita semua
dalam menjalankan amanat.

“Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu”

Ketua Badan Pengawas Pemilu

Rahmat Bagja

2
KATA PENGANTAR

Guna mewujudkan pemilu yang demokratis tentu diperlukan fungsi pengawasan dalam
penyelenggaraan pemilu. Sejalan dengan semangat tersebut, maka dibentuknya Badan
Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menjadi sebuah keniscayaan. Undang-Undang Nomor
7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan
pemilu mulai dari tingkat pusat hingga tingkat masyarakat.

Pembentukan Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kelurahan/Desa telah diatur


dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Tujuannya agar fungsi
pengawasan dalam pemilu dilakukan dalam setiap lapisan sendi di masyarakat sehingga upaya
untuk menyelenggarakan pemilu yang selaras dengan nilai-nilai demokrasi dapat terwujud
dengan baik. Mewujudkan cita-cita besar tersebut tentu membutuhkan dukungan dari berbagai
aspek, tak terkecuali dari Panwaslu Kelurahan/Desa.

Panwaslu Kelurahan/Desa sebagai bagian dari lembaga pengawasan pemilu yang


bersifat ad hoc turut mengemban tugas penting dalam memastikan kelancaran penyelenggaraan
pemilu di tingkat kelurahan/desa. Hasil pengawasan pemilu di tingkat kecematan dapat
berpnegaruh terhadap pengawasan di tingkat lainnya. Oleh karenanya, diperlukan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang mumpuni agar kinerja fungsi pengawasan di tingkat kecamatan ini
dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.

Bawaslu sebagai lembaga pengawasan di tingkat pusat perlu melakukan bimbingan


teknis kepada para Panwaslu Kelurahan/Desa yang terpilih untuk Pemilu 2024. Selain
meningkatkan kompetensi SDM, bimbingan teknis untuk para pengawas di tingkat
kelurahan/desa ini juga ditujukan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan terkait
kepemiluan. Bimbingan teknis untuk Panwaslu Kelurahan/Desa ini diharapkan dapat
menghasilkan pengawas pemilu yang tidak hanya memahami teknis terkait tugas dan fungsinya
dalam pelaksanaan pemilu saja, melainkan juga memahami kode etiknya sebagai bagian dari
penyelenggara pemilu.

Materi-materi dalam modul ini sangat penting untuk dipahami oleh para Panitia Panwaslu
Kelurahan/Desa karena membahas perihal yang menyangkut tugas dan kewajiban utama
sebagai seorang pengawas pemilu. Modul ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi para
Panitia Panwaslu Kelurahan/Desa dalam memahami teknis pengawasan pemilu di lapangan
sehingga dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang telah diamanatkan
dalam undang-undang.

“Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu”

Koordinator Divisi SDM, Organisasi, dan Diklat

Herwyn J.H. Malonda

3
PENGANTAR MODUL

Pemilihan umum adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik
tertentu. Pemilu adalah sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat
dalam menjalankan pemerintahan dalam berbagai macam tingkatan misalnya presiden, wakil
rakyat di berbagai tingkatan hingga kepala desa/kelurahan.

Fungsi Pemilu adalah sarana memilih pejabat publik, sarana pertanggungjawaban


pejabat publik, sarana pendidikan politik rakyat, mengubah kebijakan, mengganti
pemerintahan, menyalurkan aspirasi daerah dan masyarakat pemilih. Tujuan pemilu adalah
melaksanakan kedaulatan rakyat, perwujudan hak asasi politik rakyat, merawat Bhinneka
Tunggal Ika dan menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

Kata kunci dari pemilihan umum adalah kedaulatan rakyat sebagai pemilik sah
kekuasaan dalam demokrasi. Secara fondasional, tidak ada Pemilu tanpa kedaulatan rakyat,
karena hakikat dilaksanakannya pemilu adalah menjunjung tinggi hak-hak dan kedaulatan
rakyat untuk memilih calon pemimpinnya. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang 7 Tahun 2017
menyatakan pemilihan umum adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Jenis-jenis pemilihan umum terdiri dari pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD,
dan anggota DPRD, pemilihan umum presiden dan wakil presiden, pemilihan langsung kepala
daerah dan pemilihan langsung kepala desa. Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara tahun
1945 memberikan penegasan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi
pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Istilah komisi pemilihan umum
tidak merujuk pada nama lembaga tertentu, tetapi merujuk pada sifat dan fungsi yang diemban
oleh lembaga tersebut. Terjemahan dari frasa ini adalah Komisi Pemilihan Umum, Badan
Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Pasal 1 angka 7 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum menyatakan,


penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas
Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat
nasional, tetap dan mandiri dalam melaksanakan tahapan Pemilu. Di bawahnya disebut KPU
Provinsi yang bertugas melaksanakan tahapan pemilu di provinsi. Di bawahnya lagi disebut
KPU Kabupaten/Kota yang melaksanakan tahapan Pemilu di tingkat kabupaten/kota. Di
bawahnya lagi terdapat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yaitu panitia yang dibentuk oleh
KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan tahapan Pemilu di Kecamatan hingga Panitia

4
Pemungutan Suara (PPS) di tingkat Kelurahan/Desa dan Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara (KPPS) untuk tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah lembaga penyelenggara pemilu yang


mengawasi pelaksanaan pemilu di seluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia.
Pengawasan penyelenggaraan pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Pengawas TPS dan
Panwaslu Luar Negeri. Dengan demikian Bawaslu memiliki jajaran pengawas dari pusat
hingga pengawas di tempat pemungutan suara.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) adalah lembaga yang bertugas


menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Pelanggaran kode etik merupakan
pelanggaran terhadap etika yang berdasarkan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan
tugas sebagai penyelenggara pemilu.

Partisipasi masyarakat dalam pemilu adalah keterlibatan aktif warga masyarakat


pemilih dalam proses dan tahapan pemilu. Bentuk partisipasi masyarakat adalah sosialisasi
pemilu, pendidikan politik bagi pemilih, survei dan jajak pendapat tentang pemilu dan
penghitungan cepat hasil pemilu.

Penetapan hasil pemilu oleh KPU secara nasional dan hasil perolehan suara pasangan
calon, perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR, dan perolehan suara untuk calon
anggota DPD paling lambat 35 hari setelah hari pemungutan suara. Sementara rekapitulasi hasil
di tingkat provinsi paling lambat 25 hari di provinsi dan 20 hari di tingkat Kabupaten/Kota.

Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling
sedikit 4 (empat) persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan
perolehan kursi anggota DPR. Seluruh partai politik peserta pemilu diikutkan dalam penentuan
kursi anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Penghitungan perolehan kursi di DPR suara sah setiap partai politik yang memenuhi
ambang batas dan DPRD Provinsi Kabupaten/Kota suara sah setiap partai politik, dibagi
dengan bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3, 5, 7 dan
seterusnya.

Pelanggaran Pemilu adalah perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang Pemilu


terhadap penyelenggaraan Pemilu yang berakibat pada penjatuhan sanksi pada pelanggarnya.
Sementara kejahatan Pemilu adalah merupakan tindak pidana yang diancam dengan hukum
tertentu berdasarkan sistem peradilan pidana.

Undang-Undang Pemilu membagi pelanggaran dan sengketa Pemilu ke dalam enam


jenis, yaitu; pelanggaran administrasi Pemilu, tindak pidana Pemilu, pelanggaran kode etik
penyelenggara Pemilu, sengketa proses, sengketa tata usaha negara Pemilu dan perselisihan
hasil Pemilu.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang, pelanggaran administrasi Pemilu adalah


pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan

5
administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak
pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.

Dengan demikian, pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan-


ketentuan administrasi yang menyangkut kriteria dan persyaratan sebagaimana diatur dalam
ketentuan perundang-undangan Pemilu. Pelanggaran administrasi ini ditangani oleh pengawas
Pemilu dan diserahkan kepada KPU untuk dijatuhi sanksi. Sanksinya sendiri berupa lisan,
teguran tertulis, larangan melakukan kegiatan tertentu, sampai dengan pencoretan dari daftar
peserta Pemilu atau daftar calon.

Pengawas pemilu melakukan pengawasan pelaksanaan kampanye Pemilu terhadap


kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian peserta Pemilu melakukan pelanggaran
administratif yang mengakibatkan terganggunya kampanye Pemilu yang sedang berlangsung.

Apabila terdapat bukti permulaan yang cukup tentang dugaan pelanggaran administratif
oleh pelaksana dan peserta kampanye Pemilu, pengawas Pemilu menyampaikan temuan dan
laporan kepada KPU. Jika KPU menerima laporan dan temuan yang mengandung bukti
permulaan yang cukup tentang dugaan adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana dan
peserta kampanye Pemilu, maka KPU langsung menetapkan penyelesaian pada hari yang sama
dengan diterimanya laporan.

Dalam proses pemberian sanksi, pengawas Pemilu mengawasi pelaksanaan tindak


lanjut rekomendasi pengenaan sanksi kepada pelaksana pemilu yang melakukan pelanggaran.
Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan
tindak pidana Pemilu sebagaimana yang diatur dalam undang-undang Pemilu, dalam hal ini
UU 7 tahun 2017.

Pengertian dari perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum. Larangan tersebut yang mana disertai dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi yang melanggar. Laporan dugaan tindak pidana pemilu disampaikan secara
tertulis dan paling sedikit memuat nama dan alamat terlapor, pihak terlapor, waktu dan tempat
kejadian perkara dan uraian kejadian.

Pemilihan kepala daerah adalah sarana pelaksanaan demokrasi di tingkat lokal untuk
menyeleksi pemimpin di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pemilihan gubernur, bupati dan
wali kota yang biasanya disebut pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi
dan kabupaten/kota untuk memilih kepada daerah secara langsung dan demokratis.

Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa sangat memiliki peran besar dalam proses tahapan
pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan. Keberadaannya sangat menentukan kualitas proses dan
hasil Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah. Diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam
melaksanakan tahapan penyelenggaraan sekaligus pengawasannya untuk mewujudkan proses
pemilu yang jurdil dan berintegritas.

Tim Penyusun

6
LEMBAR PERSETUJUAN

MODUL BIMBINGAN TEKNIS

PANWASLU KELURAHAN/DESA

KETUA
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

RAHMAT BAGJA

7
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN 2

KATA PENGANTAR 3

PENGANTAR MODUL 4

LEMBAR PERSETUJUAN 7

DAFTAR ISI 8

BAGIAN I :
TUGAS, KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN PANWASLU KELURAHAN/DESA 9

BAGIAN II :
PERKENALAN, HARAPAN DAN MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR 14

BAGIAN III :
NILAI-NILAI DASAR PENGAWAS PEMILU 19

BAGIAN IV:
PELAKSANAAN PENGAWASAN PEMILU 27

BAGIAN V :
PROSEDUR PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU 31

BAGIAN VI :
MENJAGA KODE ETIK PENGAWAS PEMILU KELURAHAN/DESA 41

BAGIAN VII :
POTENSI PELANGGARAN PANWASKEL DAN MEKANISME MENDAPATKAN 45
BANTUAN HUKUM

BAGIAN VIII :
TEKNIK PELAPORAN HASIL KINERJA 50

BAGIAN IX :
PENCEGAHAN PELANGGARAN DAN SENGKETA PROSES PEMILU 54

8
A. KEDUDUKAN PANWASLU KELURAHAN / DESA

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa
pengawasan penyelenggaraan pemilu dilakukan oleh Bawaslu. Dalam hal ini Bawaslu
memiliki struktur organisasi secara hirarkis yang terdiri dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan
Bawaslu Kabupaten/Kota yang bersifat tetap dan Panwaslu Kecamatan, Panwaslu
Kelurahan/Desa, Panwaslu Luar Negeri (LN) dan Pengawas TPS yang bersifat ad hoc.
Pembentukan Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan Panwaslu Luar Negeri
(LN) dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama penyelenggaraan pemilu
dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan
pemilu selesai. Kemudian untuk kedudukan dari setiap struktur Bawaslu diantaranya:

1. Bawaslu berkedudukan di ibu kota negara.


2. Bawaslu Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
3. Bawaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
4. Panwaslu Kecamatan berkedudukan di kecamatan.
5. Panwaslu Kelurahan/Desa berkedudukan di kelurahan/desa.
6. Panwaslu LN berkedudukan di kantor perwakilan Republik Indonesia.
7. Pengawas TPS berkedudukan di setiap TPS

Terhadap keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota terdiri atas
individu yang memiliki tugas pengawasan Penyelenggaraan Pemilu dengan jumlah anggota
sebagai berikut:
1. Bawaslu sebanyak 5 (lima) orang;
2. Bawaslu Provinsi sebanyak 5 (lima) atau 7 (tujuh) orang;

9
3. Bawaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) atau 5 (lima) orang; dan
4. Panwaslu Kecamatan sebanyak 3 (tiga) orang
5. Jumlah anggota Panwaslu Kelurahan/Desa di setiap kelurahan/desa sebanyak 1 (satu)
orang.
6. Jumlah anggota Panwaslu LN berjumlah 3 (tiga) orang.
7. Pengawas TPS berjumlah 1 (satu) orang setiap TPS.
Berdasarkan hal tersebut, maka secara khusus Panwaslu Kelurahan/Desa merupakan pengawas
pemilu yang bersifat sementara (ad hoc) dan berkedudukan di kelurahan/ desa dengan jumlah
anggota sebanyak 1 (satu) orang yang dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan
pertama penyelenggaraan pemilu dimulai dan berakhir paling lambat 2 (dua) bulan setelah
seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu selesai.

B. TUGAS, KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN PANWASLU KELURAHAN / DESA

Berdasarkan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
mengatur bahwa Panwaslu Kelurahan/ Desa bertugas:
a. mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu di wilayah kelurahan/desa,
yang terdiri atas:
a. pelaksanaan pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara,
daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;
b. pelaksanaan kampanye;
c. pendistribusian logistik Pemilu;
d. pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPS;
e. pengumuman hasil penghihrngan suara di setiap TPS;
f. pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS yang ditempelkan di sekretariat
PPS;
g. pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari TPS sampai ke PPK;
h. pergerakan surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS dan PPK; dan
i. pelaksanaan penghitungan dan pemungu.tan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan
Pemilu susulan;

10
2. mencegah terjadinya praktik politik uang di wilayah kelurahan/desa;
3. mengawasi netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini di wilayah kelurahan/desa;
4. mengelola, memelihara, dan merawat arsip berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. mengawasi pelaksanaan sosialisasi Penyelenggaraan pemilu di wilayah kelurahan/desa;
dan
6. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur bahwa
Panwaslu Kelurahan / Desa berwenang:
a. menerima dan menyampaikan laporan mengenai dugaan pelanggaran terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pemilu kepada
Panwaslu Kecamatan;
b. membantu meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait ddam
rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran Pemilu; dan
c. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 110 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
mengatur bahwa Panwaslu Kelurahan/ Desa berkewajiban:
1. menjalankan tugas dan wewenangnya dengan adil
2. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawas TPS;
3. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Panwaslu Kecamatan sesuai dengan
tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan ;
4. menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Kecamatan mengenai dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilu di wilayah kelurahan/desa; dan
5. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

11
C. TATA KERJA DAN POLA HUBUNGAN PANWASLU KELURAHAN / DESA

Dalam melaksanakan tugas, kewenangan dan kewajiban yang dimiliki oleh Panwaslu
Kelurahan/ Desa sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, terdapat tata kerja
dan pola hubungan Bawaslu yang diatur dalam Perbawaslu Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tata
Kerja dan Pola Hubungan Bawaslu. Dalam hal ini beberapa ketentuan yang berkaitan dengan
Panwaslu Kelurahan/Desa adalah sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan Pengawasan Pemilu di wilayah Kelurahan/ Desa


Panwaslu Kelurahan/Desa menyelenggarakan Pengawasan Pemilu dan Pemilihan di
wilayah kelurahan/desa. Jumlah anggota Panwaslu Kelurahan/Desa sebanyak 1 (satu)
orang. Dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban Pengawasan Pemilu dan
Pemilihan di wilayah kelurahan/desa, Panwaslu Kelurahan/Desa melaksanakan tugas:
a. Pengawasan tahapan Pemilu dan Pemilihan;
b. sosialisasi Pengawasan tahapan Pemilu dan Pemilihan;
c. penerimaan dan penyampaian laporan dan/atau temuan dugaan pelanggaran
Pemilu dan Pemilihan kepada Panwaslu Kecamatan;
d. pemantauan dan pembinaan Pengawas TPS; dan
e. penyusunan laporan hasil Pengawasan Pemilu dan Pemilihan.

2. Pelaksanaan Supervisi Panwaslu Kelurahan/Desa


Panwaslu Kelurahan/Desa berwenang melakukan supervis pelaksanaan tugas,
wewenang, dan kewajiban Pengawas TPS dengan cara:
a. memberikan bimbingan teknis kepada Pengawas TPS bersama dengan Panwaslu
Kecamatan;
b. memberikan arahan dan menyediakan wadah konsultasi bagi Pengawas TPS;
c. melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan tugas, kewenangan, dan kewajiban
dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan di tempat pemungutan suara;
d. melakukan pemantauan ketaatan Pengawas TPS terhadap ketentuan kode etik
penyelenggara Pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. melakukan evaluasi.

12
3. Tindakan lain yang dibutuhkan dalam Pelaksanaan Tugas, Wewenang dan
Kewajiban Panwaslu Kelurahan/ Desa
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajiban, Panwaslu
Kelurahan/Desa dapat melakukan:
a. konsultasi kepada Panwaslu Kecamatan;
b. konsultasi kepada Bawaslu Kabupaten/Kota melalui Panwaslu Kecamatan;
c. koordinasi dengan Panwaslu Kelurahan/Desa lain yang masih dalam 1 (satu)
wilayah kecamatan; dan/atau
d. koordinasi dengan Panwaslu Kelurahan/Desa di luar kecamatan wilayah kerjanya.

Koordinasi dan konsultasi sebagaimana dimaksud dilakukan untuk kepentingan


penyelenggaraan dan/atau penyelesaian permasalahan dalam tugas Pengawas Pemilu
dan Pemilihan. Dalam hal Panwaslu Kelurahan/Desa melakukan koordinasi dapat
dilakukan setelah mendapatkan izin dari Panwaslu Kecamatan wilayah kerjanya.

4. Penyampaian Laporan Panwaslu Kelurahan/ Desa


Panwaslu Kelurahan/Desa menyampaikan laporan kinerja dan tugas Pengawas Pemilu
kepada Panwaslu Kecamatan. Laporan sebagaimana dimaksud disampaikan secara
periodik atau sesuai dengan kebutuhan.

13
Bimbingan teknis atau sering disingkat sebagai bimtek merupakan sebuah pelatihan,

layanan bimbingan, atau penyuluhan yang diadakan guna meningkatkan kemampuan tertentu,

kualitas sumber daya manusia, atau melatih tenaga kerja menjadi lebih kompeten. Bimtek juga

digunakan untuk menyelesaikan masalah tertentu dalam sebuah lembaga. Bimbingan teknis

memiliki tujuan penting dan dipahami oleh Panitia Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa dalam

membahas perihal menyangkut tugas dan tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab sebagai

Panitia Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa (Panwaslu Kelurahan/Desa) tahun 2024.

Bimbingan teknis ini menggunakan model pendidikan orang dewasa dan didamping oleh

fasilitator. Fasilitator dalam hal ini memiliki kemampuan untuk menfasilitasi kegiatan,

mengkodifikasi masalah, dan mampu memotivasi untuk membangkitkan semangat serta

menjadi teladan. Fasilitator juga menciptakan suasana belajar di antara sesama peserta dan

mampu memotivasi peserta agar berperan aktif dalam/selama proses belajar untuk

meningkatkan pengalaman terhadap suatu materi yang dibahas dan pencapaian target dalam

setiap materi yang disampaikan. Untuk mencapai target dan tujuan dalam bimbingan teknis

dibutuhkan ketepatan dalam membangun komitmen dan metode belajar yang tepat agar tujuan

bimbingan teknis dapat tercapai dengan baik.

14
A. Tujuan

Tujuan perkenalan, harapan, komitmen dan metode belajar pada bimbingan teknis Panitia

Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa tahun 2024 adalah sebagai berikut :

1. Peserta dapat saling mengenal antar sesama peserta, panitia, fasilitator serta

narasumber.

2. Tercipta suasana akrab dan pelaksanaan berjalan dengan baik selama bimbingan teknis

berlangsung

3. Mengetahui dan mengidentifikasi harapan peserta selama bimbingan teknis

4. Membangun komitmen dan kedisiplinan serta selama bimbingan teknis.

B. Metode

Metode belajar yang digunakan dalam bimbingan teknis ini antara lain:

1. Pemanasan: Berfungsi agar suasana forum yang hangat dan gembira untuk menarik

perhatian peserta terhadap topik yang dibahas.

2. Ceramah dan tanya jawab: Suatu cara memberikan informasi kepada peserta yang

berfungsi untuk menjelaskan sesuatu. Tanya jawab merupakan suatu cara untuk

mengetahui apakah penjelasan sudah jelas.

3. Bermain peran (role play): Berfungsi sebagai penumbuh spontanitas dan ekspresi serta

mengembangkan daya analisa dan pengamatan peserta

4. Diskusi: Berfungsi sebagai arena saling pemantapan pengalaman, saling tukar

pengalaman dan analisa hasil karya pribadi/kelompok serta terwujudnya kesimpulan

bersama

5. Studi kasus: Berfungsi sebagai arena saling tukar informasi dan memecahkan masalah

bersama

15
6. Curah pendapat/sharing: Berfungsi membangkitnya keberanian peserta untuk

mengungkapkan pendapat dan pengalaman.

7. Ice Breaker: Memecahkan kejenuhan pada saat bimbingan teknis berlangsung.

C. Alat dan Media

Alat dan media yang dapat digunakan untuk kelancaran proses perkenalan dan bimbingan

teknis antara lain :

1. Bahan atau materi yang berhubungan (bahan ajar, naskah power point)

2. Lembar peraga

3. Poster/gambar

4. Lembar tugas

5. Buku atau bahan pegangan

6. Alat permainan/game

7. Alat tulis menulis

8. Laptop dan LCD Proyektor

D. Proses

Proses bimbingan teknis dalam perkenalan, membangun komitmen dan pelaksanaan metode

belajar yang baik dapat mencairkan suasana selama bimbingan teknis. Sesi perkenalan dan

membangun komitmen dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan yang menyenangkan.

Berikut beberapa cara perkenalan yang dapat digunakan pada bimbingan teknis.

1. Fasilitator membuka sesi ini dengan menanyakan hal-hal ringan yang dapat membuka

kebekuan pada waktu ketemu pertama kali di kelas.

2. Fasilitator mengajak perseta untuk berkenalan satu sama lain dengan melakukan beberapa

permainan yang dapat dipilih sebagai berikut:

16
a. Perkenalan langsung

Perkenalan ini menunjuk peserta secara bergantian untuk berkenalan secara langsung

kepada peserta lain dan dimulai dari perkenalan fasilitator.

b. Lempar bola

Lempar bola dimulai dari fasilitator yang terlebih dahulu memperkenalkan diri kepada

peserta dengan menyebut nama dan asal. Kemudian bola dilemparkan kepada salah

satu peserta secara random. Penerima bola mengucapkan terima kasih (dengan

menyebut namapelempar bola) dan kemudian memperkenalkan diri sebagaimana

yang sudah dilakukan fasilitator sebelumnya. Bola yang digunakan dapat digantikan

dengan barang lain.

c. Game perkenalan

Ini adalah cara peserta memperkenalkan diri dengan cepat dan dengan cara yang

berbeda

1) Minta seluruh peserta berdiri membentuk lingkaran

2) Mulai dari Fasilitator/trainer memperkenalkan diri dengan menyebutkan “nama”

dan sifat yang dimulai dengan huruf awal nama. Misalnya: “SI A CERDAS”

menggunakan gerakan

3) Minta peserta lain untuk tidak mengulang sifat yang sudah disebutkan

4) Setelah semua peserta menyebutkan, maka diulangi lagi dari awal. Peserta diminta

menyebutkan nama dan sifat yang disebutkan oleh peserta dari awal.

d. Evaluasi perkenalan

Dapat dilakukan dengan meminta pada peserta yang mampu menyebutkan beberapa

orang peserta lain meliputi nama dan asal guna meningkatkan keakraban tiap peserta.

3. Fasilitator menutup sesi perkenalan dengan mengajak peserta membiasakan diri untuk

menyebut nama bila menyapa, tidak hanya bapak atau ibu untuk membuat lebih akrab

17
Harapan - Pohon Harapan

Sesi Pohon Harapan bertujuan untuk mengetahui motivasi dan harapan peserta terhadap

kegiatan yang diikuti. Peserta diminta menuliskan motivasi atau harapan dalam mengikuti

kegiatan. Harapan dan motivasi dapat dituliskan ke dalam lembaran kertas post-it warna warni.

Beri waktu kepada peserta untuk menuliskannya dan kemudian menempelkannya di Pohon

Harapan yang tertempel di salah satu dinding bagian ruangan/flip chart. Fasilitator kemudian

dapat membacakan secara acak harapan-harapan peserta yang tertempel dan menegaskan

bahwa semua peserta memiliki harapan pada bimbingan teknis ini.

Kontrak Belajar dan Peta Perjalanan Bimbingan Teknis

Fasilitator dapat menyampaikan bahwa bimbingan teknis Panitia Pengawas Pemilu

Kelurahan/Desa tahun 2024 perlu berjalan dengan tertib. Fasilitator mengajak peserta untuk

menyepakati aturan-aturan selama bimtek berlangsung agar harapan-harapan peserta dapat

terwujud. Kontrak belajar menyepakati apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh

dilakukan selama bimbingan teknis berlangsung. Kontrak belajar dapat dilakukan dengan

membuat kategori aturan agar mempermudah, misalnya peraturan apa yang disepakati

berkaitan waktu dan jadwal, penggunaan hp, perilaku diruangan selama bimtek berlangsung.

Peserta juga diajak untuk melihat alur pelatihan dalam bentuk peta perjalanan. Peta perjalanan

ini menunjukkan penjelasan singkat dan keterangan waktu pada setiap materi atau rangkaian

kegiatan bimbingan teknis.

18
“Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan memenuhi tugas dan
kewajiban saya sebagai Panwaslu Kelurahan/Desa dengan sebaikbaiknya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa saya dalam menjalankan tugas
dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan Wakil Presiden/pemilihan gubernur, bupati,
dan wali kota, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negara
Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan” (Peraturan DKPP
Nomor 2 tahun 2017). Sumpah janji yang telah diucapkan oleh Panwaslu Kelurahan adalah
prinsip dasar untuk bekerja sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang
kelak dipertanggung jawabkan baik didunia maupun diakhirat.

A. NILAI DASAR YANG HARUS DIJUNJUNG TINGGI OLEH PENGAWAS


PEMILU
Berdasarkan Perbawaslu 6 Tahun 2017 tentang kode etik pegawai badan pengawas Pemilu,
nilai dasar yang harus dijunjung tinggi pegawai Bawaslu disetiap tingkatan meliputi:
a. mandiri, tidak terpengaruh dan bersikap netral dalam melaksanakan tugas;
b. integritas, perilaku yang bermartabat dan bertanggung jawab;
c. transparansi, keterbukaan dalam batas normatif;
d. professional, menjaga dan menjalankan keahlian profesi dan mencegah benturan
kepentingan dalam menjalankan tugas;
e. akuntabilitas, kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban kepada pihak yang
meminta pertanggungjawaban; dan
f. kebersamaan, saling mendukung dalam menjalankan tugas dan tidak egois.

19
Panwaslu Kelurahan/Desa wajib menjalankan tugas, fungsi, dan wewenang sebagai pengawas
penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
sumpah/janji jabatan serta kode etik. Penanganan dugaan pelanggaran kode etik bertujuan
menjaga integritas, kehormatan, kemandirian, dan kredibilitas anggota Panwaslu
Kelurahan/Desa. Penanganan dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten/Kota terhadap Panwaslu
Kecamatan, dan Panwaslu Kelurahan/Desa termasuk Pengawas TPS. Penanganan dilakukan
berdasarkan temuan Pengawas Pemilu atau aduan Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu, tim
kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih yang dilengkapi identitas yang jelas.

B. MAKNA DAN PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMILU


1. Untuk menjaga integritas dan profesionalitas, Penyelenggara Pemilu wajib menerapkan
prinsip Penyelenggara Pemilu yang berpedoman pada prinsip:
a. jujur maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu didasari
niat untuk sematamata terselenggaranya Pemilu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku tanpa adanya kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan;
b. mandiri maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu bebas
atau menolak campur tangan dan pengaruh siapapun yang mempunyai kepentingan
atas perbuatan, tindakan, keputusan dan/atau putusan yang diambil;
c. adil maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
menempatkan segala sesuatu sesuai hak dan kewajibannya;
d. akuntabel bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Profesionalitas Penyelenggara Pemilu berpedoman pada prinsip:


a. berkepastian hukum maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara
Pemilu melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. aksesibilitas bermakna kemudahan yang disediakan Penyelenggara Pemilu bagi
penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan;
c. tertib maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, keteraturan, keserasian, dan keseimbangan;

20
d. terbuka maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
memberikan akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat sesuai kaidah
keterbukaan informasi publik;
e. proporsional maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum untuk
mewujudkan keadilan;
f. profesional maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
memahami tugas, wewenang dan kewajiban dengan didukung keahlian atas dasar
pengetahuan, keterampilan, dan wawasan luas;
g. efektif bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan sesuai rencana tahapan dengan tepat waktu;
h. efisien bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
memanfaatkan sumberdaya, sarana, dan prasarana dalam penyelenggaraan Pemilu
sesuai prosedur dan tepat sasaran;
i. kepentingan umum bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara
Pemilu mendahulukan kepentingan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif,
dan selektif

3. Dalam melaksanakan prinsip mandiri, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak:


a. netral atau tidak memihak terhadap partai politik, calon, pasangan calon, dan/atau
peserta Pemilu;
b. menolak segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap
pelaksanaan tugas dan menghindari intervensi pihak lain;
c. tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan atas masalah
atau isu yang sedang terjadi dalam proses Pemilu;
d. tidak mempengaruhi atau melakukan komunikasi yang bersifat partisan dengan
peserta Pemilu, tim kampanye dan pemilih;
e. tidak memakai, membawa, atau mengenakan simbol, lambang atau atribut yang
secara jelas menunjukkan sikap partisan pada partai politik atau peserta Pemilu
tertentu;
f. tidak memberitahukan pilihan politiknya secara terbuka dan tidak menanyakan
pilihan politik kepada orang lain;

21
g. tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun dari peserta Pemilu, calon peserta
Pemilu, perusahaan atau individu yang dapat menimbulkan keuntungan dari
keputusan lembaga Penyelenggara Pemilu;
h. menolak untuk menerima uang, barang, dan/atau jasa, janji atau pemberian lainnya
dalam kegiatan tertentu secara langsung maupun tidak langsung dari peserta
Pemilu, calon anggota DPR, DPD, DPRD, dan tim kampanye kecuali dari
sumberAPBN/APBD sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan;
i. menolak untuk menerima uang, barang, dan/atau jasa atau pemberian lainnya secara
langsung maupun tidak langsung dari perseorangan atau lembaga yang bukan
peserta Pemilu dan tim kampanye yang bertentangan dengan asas kepatutan dan
melebihi batas maksimum yang diperbolehkan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan;
j. tidak akan menggunakan pengaruh atau kewenangan bersangkutan untuk meminta
atau menerima janji, hadiah, hibah, pemberian, penghargaan, dan pinjaman atau
bantuan apapun dari pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan Pemilu;
k. menyatakan secara terbuka dalam rapat apabila memiliki hubungan keluarga atau
sanak saudara dengan calon, peserta Pemilu, dan tim kampanye;
l. menghindari pertemuan yang dapat menimbulkan kesan publik adanya pemihakan
dengan peserta Pemilu tertentu.

4. Dalam melaksanakan prinsip jujur, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak:


a. menyampaikan seluruh informasi yang disampaikan kepada publik dengan benar
berdasarkan data dan/atau fakta; dan
b. memberitahu kepada publik mengenai bagian tertentu dari informasi yang belum
sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan berupa informasi sementara

5. Dalam melaksanakan prinsip adil, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak:


a. memperlakukan secara sama setiap calon, peserta Pemilu, calon pemilih, dan pihak
lain yang terlibat dalam proses Pemilu;
b. memberitahukan kepada seseorang atau peserta Pemilu selengkap dan secermat
mungkin akan dugaan yang diajukan atau keputusan yang dikenakannya;
c. menjamin kesempatan yang sama bagi pelapor atau terlapor dalam rangka
penyelesaian pelanggaran atau sengketa yang dihadapinya sebelum diterbitkan
putusan atau keputusan; dan

22
d. mendengarkan semua pihak yang berkepentingan dengan kasus yang terjadi dan
mempertimbangkan semua alasan yang diajukan secara adil.

6. Dalam melaksanakan prinsip berkepastian hukum, Penyelenggara Pemilu bersikap dan


bertindak;
a. melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang secara tegas
diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan;
b. melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang sesuai dengan
yurisdiksinya;

7. Dalam melaksanakan prinsip tertib, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak:


a. menjaga dan memelihara tertib sosial dalam penyelenggaraan Pemilu;
b. mengindahkan norma dalam penyelenggaraan Pemilu;
c. menghormati kebhinnekaan masyarakat Indonesia;
d. memastikan informasiyang dikumpulkan, disusun, dan disebarluaskan dengan cara
sistematis, jelas, dan akurat; dan
e. memberikan informasi mengenai Pemilu kepada publik secara lengkap, periodik
dan dapat dipertanggungjawabkan

8. Dalam melaksanakan prinsip terbuka, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak:


a. memberikan akses dan pelayanan yang mudah kepada publik untuk mendapatkan
informasi dan data yang berkaitan dengan keputusan yang telah diambil sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. menata data dan dokumen untuk memberi pelayanan informasi publik secara
efektif;
c. memberikan respon secara arif dan bijaksana terhadap kritikdan pertanyaan publik.

9. Dalam melaksanakan prinsip proporsional, Penyelenggara Pemilu bersikap dan


bertindak:
a. mengumumkan adanya hubungan atau keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan
situasi konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas Penyelenggara Pemilu;
b. menjamin tidak adanya penyelenggara Pemilu yang menjadi penentu keputusan
yang menyangkut kepentingan sendiri secara langsung maupun tidak langsung;

23
c. tidak terlibat dalam setiap bentuk kegiatan resmi maupun tidak resmi yang dapat
menimbulkan konflik kepentingan; dan
d. menjaga rahasia yang dipercayakan kepadanya, termasuk hasil rapat yang
dinyatakan sebagai rahasia sampai batas waktu yang telah ditentukan atau sampai
masalah tersebut sudah dinyatakan untuk umum sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundangundangan

10. Dalam melaksanakan prinsip profesional, Penyelenggara Pemilu bersikap dan


bertindak:
a. memelihara dan menjaga kehormatan lembaga Penyelenggara Pemilu;
b. menjalankan tugas sesuai visi, misi, tujuan, dan program lembaga Penyelenggara
Pemilu;
c. melaksanakan tugas sesuai jabatan dan kewenangan yang didasarkan pada Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang, peraturan
perundang- undangan, dan keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Pemilu;
d. mencegah segala bentuk dan jenis penyalahgunaan tugas, wewenang, dan jabatan,
baik langsung maupun tidak langsung;
e. menjamin kualitas pelayanan kepada pemilih dan peserta sesuai dengan standar
profesional administrasi penyelenggaraan Pemilu;
f. bertindak berdasarkan standar perasional prosedur dan substansi profesi
administrasi Pemilu;
g. melaksanakan tgas sebagas penyelenggara Pemilu dengan komitmen tinggi; dan
h. tidak melalaikan pelaksanaan tugas yang diatur dalam organisasi Penyelenggara
Pemilu.

11. Dalam melaksanakan prinsip akuntabel, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak:
a. menjelaskan keputusan yang diambil berdasarkan peraturan perundang- undangan,
tata tertib, dan prosedur yangditetapkan;
b. menjelaskan kepada publik apabila terjadi penyimpangan dalam proses kerja
lembaga Penyelenggara Pemilu serta upaya perbaikannya;
c. menjelaskan alasan setiap penggunaan kewenangan publik;
d. memberikan penjelasan terhadap pertanyaan yang diajukan mengenai keputusan
yang telah diambil terkait proses Pemilu;

24
e. bekerja dengan tanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan.

12. Dalam melaksanakan prinsip efektif, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak:
a. menggunakan waktu secara efektif sesuai dengan tahapan dan jadwal
penyelenggaraan Pemilu yang telah ditetapkan sesuai peraturan perundang-
undangan; dan
b. melakukan segala upaya yang dibenarkan menurutetika dan peraturan perundang-
undangan untuk menjamin pelaksanaan hak konstitusional setiap penduduk untuk
memilih dan/atau dipilih.

13. Dalam melaksanakan prinsip efisien, Penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak:
a. kehati-hatian dalam melakukan perencanaan dan penggunaan anggaran agar tidak
berakibat pemborosan dan penyimpangan; dan
b. menggunakan keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang diselenggarakan
atas tanggungjawab Pemerintah dalam melaksanakan seluruh kegiatan
penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan prosedur dan tepat sasaran.

14. Dalam melaksanakan prinsip kepentingan umum, Penyelenggara Pemilu bersikap dan
bertindak:
a. menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan peraturan perundangundangan;
b. menjunjung tinggi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. menunjukkan penghargaan dan kerjasama dengan seluruh lembaga dan aparatur
negara untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. menjaga dan memelihara nama baik Negara Kesatuan Republik Indonesia.
e. menghargai dan menghormati sesame lembaga Penyelenggara Pemilu dan
pemangku kepentingan Pemilu;
f. tidak mengikut sertakan atau melibatkan kepentingan pribadi maupun keluarga
dalam seluruh pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajibannya;
g. memberikan informasi dan pendidikan pemilih yang mencerahkan pikiran dan
kesadaran pemilih;
h. memastikan pemilih memahami secara tepat mengenai proses Pemilu;

25
i. membuka akses yang luas bagi pemilih dan media untuk berpartisipasi dalam proses
penyelenggaraan Pemilu;
j. menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya
atau memberikan suaranya; dan
k. memastikan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung bagi pemilih yang
membutuhkan perlakuan khusus dalam menggunakan dan menyampaikan hak
pilihnya

15. Dalam melaksanakan prinsip aksesibilitas, Penyelenggara Pemilu bersikap dan


bertindak:
a. menyampaikan informasi Pemilu kepada penyandang disabilitas sesuai kebutuhan;
b. memastikan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung bagi penyandang
disabilitas untuk menggunakan hak pilihnya;
c. memastikan penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan
yang sama sebagai Pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota
DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD,dan
sebagai Penyelenggara Pemilu.

26
A. PENGAWASAN PEMILU PANWASLU KELURAHAN / DESA
Panwaslu Kelurahan/ Desa adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk
mengawasi penyelenggaraan pemilu di wilayah kelurahan/desa atau nama lain. Sebagaimana
yang telah diuraikan pada bagian awal bahwa berdasarakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilu dan Perbawaslu Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tata Kerja dan Pola
Hubungan Bawaslu mengatur bahwa Panwaslu Kelurahan/Desa memiliki tugas untuk
melakukan pengawasan pemilu. Dalam hal ini, secara spesifik pelaksanaan pengawasan pemilu
lebih lanjut diatur dalam Perbawaslu Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengawasan
Penyelenggaraan Pemilu.
Pengawasan penyelenggaraan Pemilu menjadi tanggung jawab bersama Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dibantu oleh Panwaslu Kecamatan, Panwaslu
Kelurahan/Desa, dan Pengawas TPS serta Panwaslu LN. Bawaslu RI mendorong jajarannya
dalam melakukan pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan dengan
berbasis ramah lingkungan. Dalam hal ini pengawasan pemilu yang dilakukan dengan berbasis
ramah lingkungan adalah dengan memperhatikan pelindungan fungsi lingkungan hidup dan
prinsip pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Selain pelaksanaan pengawasan pemilu yang ramah lingkungan,
Bawaslu RI juga mendorong agar pelaksanaan pengawasan dapat didukung dengan
menggunakan sistem teknologi informasi dan komunikasi.

Lebih lanjut secara khusus Panwaslu Kelurahan/Desa melakukan pengawasan terhadap:

1. tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat kelurahan/desa atau nama lain yang


meliputi:
a. pelaksanaan pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara, daftar
pemilih hasil perbaikan, dan daftar pemilih tetap;

27
b. pelaksanaan kampanye dan juga mencakup masa tenang.
c. pendistribusian logistik Pemilu;
d. pelaksanaan pemungutan suara dan proses penghitungan suara di setiap TPS;
e. pengumuman hasil penghitungan suara di setiap TPS;
f. pengumuman hasil penghitungan suara dari TPS yang ditempelkan di sekretariat
PPS;
g. pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari TPS sampai ke PPK;
h. pergerakan surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS dan PPK; dan
i. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan
Pemilu susulan;
2. pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Pengawas Pemilu;
3. netralitas semua pihak yang dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang mengenai Pemilu di wilayah kelurahan/desa; dan
4. pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kelurahan/desa.

B. PELAKSANAAN PENGAWASAN PEMILU

Dalam Pengawasan penyelenggaraan Pemilu, Pengawas Pemilu melakukan kegiatan:


1. pelaksanaan Pengawasan; dan
2. evaluasi dan laporan.
Dalam hal ini pelaksanaan Pengawasan sebagaimana dimaksud, meliputi:
1. pengawasan secara langsung dengan:
a. memastikan seluruh tahapan Pemilu dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan;
b. memastikan kelengkapan, kebenaran, keakuratan serta keabsahan dokumen yang
menjadi obyek Pengawasan pada masing-masing tahapan penyelenggaraan
Pemilu; dan
c. melakukan penelusuran informasi awal dugaan pelanggaran;
2. melakukan pencegahan pelanggaran Pemilu dan pencegahan sengketa proses Pemilu;
3. membuat analisis hasil Pengawasan;
4. menentukan ada tidaknya unsur dan jenis pelanggaran;
5. melakukan penindakan pelanggaran Pemilu; dan

28
6. melakukan penyelesaian sengketa proses Pemilu.
Kemudian terhadap evaluasi dan laporan sebagaimana dimaksud dilakukan dalam pengawasan
penyelenggaraan pemilu dilakukan terhadap pelaksanaan Pengawasan.
Dalam melakukan pengawasan pemilu perlu dilengkapi ddengan surat tugas, tanda pengenal,
dan alat perlengkapan Pengawasan. Dalam hal ini alat perlengkapan Pengawasan sebagaimana
dimaksud paling sedikit berupa:
1. panduan Pengawasan;
2. alat kerja; dan
3. alat dokumentasi.
Selanjutnya dalam melakukan Pengawasan setiap tahapan Pemilu, Pengawas Pemilu wajib
menuangkan setiap kegiatan pengawasan dalam Formulir Model A yang tercantum dalam
lampiran Perbawaslu Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu.
Dalam hal hasil Pengawasan yang dilakukan oleh pengawas pemilu terdapat dugaan
pelanggaran, Pengawas Pemilu melakukan:

1. saran perbaikan jika terdapat kesalahan administratif; atau


2. pencatatan sebagai Temuan dugaan pelanggaran.

Dalam hal ini saran perbaikan harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
sejak saran perbaikan disampaikan atau sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh
Pengawas Pemilu. Apabila saran perbaikan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud, Pengawas Pemilu mencatat dugaan pelanggaran Pemilu sebagai
Temuan. Selain itu, dalam hal hasil pengawasan terdapat potensi sengketa proses Pemilu,
Pengawas Pemilu melakukan pencatatan sebagai potensi sengketa proses Pemilu.

Terhadap Formulir Model A sebagaimana dimaksud, memuat informasi adanya dugaan


pelanggaran sebagaimana dimaksud untuk disampaikan pada rapat pleno dengan disertai:

1. uraian kejadian;
2. uraian hasil pengawasan
3. surat atau dokumen;
4. foto dan/atau video;
5. dokumen elektronik; dan/atau
6. bukti lainnya.

29
Kemudian dalam hal berdasarkan hasil rapat pleno ditemukan unsur pelanggaran, rapat pleno
memutuskan hasil Pengawasan sebagai Temuan. Hasil rapat pleno sebagaimana dimaksud
dituangkan dalam berita acara. Selanjutnya Pengawas Pemilu menindaklanjuti hasil rapat pleno
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bawaslu mengenai penanganan Temuan
dan Laporan pelanggaran Pemilu yang dalam hal ini adalah Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2022
tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu.

Pengawas Pemilu melaporkan hasil Pengawasan penyelenggaraan Pemilu secara berjenjang


sesuai dengan tingkatannya. Laporan sebagaimana dimaksud terdiri atas:

1. laporan periodik yang merupakan laporan yang disampaikan secara berkala pada setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu.
2. laporan akhir yang merupakan merupakan laporan yang disampaikan setiap akhir
tahun.

Selain membuat laporan periodik dan laporan akhir, Pengawas Pemilu juga memberikan
laporan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan secara berjenjang. bukti lainnya.

Kemudian dalam hal berdasarkan hasil rapat pleno ditemukan unsur pelanggaran, rapat pleno
memutuskan hasil Pengawasan sebagai Temuan. Hasil rapat pleno sebagaimana dimaksud
dituangkan dalam berita acara. Selanjutnya Pengawas Pemilu menindaklanjuti hasil rapat pleno
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bawaslu mengenai penanganan Temuan
dan Laporan pelanggaran Pemilu yang dalam hal ini adalah Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2022
tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu.
Pengawas Pemilu melaporkan hasil Pengawasan penyelenggaraan Pemilu secara berjenjang
sesuai dengan tingkatannya. Laporan sebagaimana dimaksud terdiri atas:
3. laporan periodik yang merupakan laporan yang disampaikan secara berkala pada setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu.
4. laporan akhir yang merupakan merupakan laporan yang disampaikan setiap akhir
tahun.
Selain membuat laporan periodik dan laporan akhir, Pengawas Pemilu juga memberikan
laporan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan secara berjenjang.

30
Pelanggaran Pemilu adalah perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang Pemilu
terhadap penyelenggaraan Pemilu yang berakibat pada penjatuhan sanksi pada pelanggarnya.
Sementara kejahatan Pemilu adalah merupakan tindak pidana yang diancam dengan hukum
tertentu berdasarkan sistem peradilan pidana. Undang-Undang Pemilu membagi pelanggaran
dan sengketa Pemilu ke dalam enam jenis, yaitu; pelanggaran administrasi Pemilu, tindak
pidana Pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu, sengketa proses, sengketa tata
usaha negara Pemilu dan perselisihan hasil Pemilu.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang, pelanggaran administrasi Pemilu adalah
pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan
administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak
pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Dengan demikian,
pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan administrasi yang
menyangkut kriteria dan persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-
undangan Pemilu. Pelanggaran administrasi ini ditangani oleh pengawas Pemilu dan
diserahkan kepada KPU untuk dijatuhi sanksi. Sanksinya sendiri berupa lisan, teguran tertulis,
larangan melakukan kegiatan tertentu, sampai dengan pencoretan dari daftar peserta Pemilu
atau daftar calon.

Jenis-Jenis Pelanggaran Pemilu dan Pemilihan:


1. Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi
yang menjadi pedoman perilaku bagi Penyelenggara Pemilu berupa kewajiban atau
larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh
Penyelenggara Pemilu.

31
2. Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap
ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Pemilihan umum dan Undang- Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
3. Pelanggaran administratif Pemilu merupakan pelanggaran terhadap tata cara, prosedur,
atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap
tahapan Penyelenggaraan Pemilu, (tidak termasuk pelanggaran kode etik dan tindak pidana
pemilu).
4. Pelanggaran Peraturan undang-undang lainnya adalah Pelanggaran yang diatur di luar
undang-undang pemilu/pemilihan seperti netralitas ASN yang diatur dalam undang-undang
ASN.

Dalam menangani Dugaan Pelanggaran Pemilu Pengawas Pemilu merujuk pada Perbawaslu
Nomor 7 Tahun 2022 tentang penanganan temuan dan laporan pelanggaran Pemilu.
Penanganan Temuan dilakukan oleh Panwaslu Kelurahan/Desa berdasarkan laporan hasil
pengawasan Pengawas Pemilu dan/atau hasil Investigasi.
Laporan hasil pengawasan Pengawas Pemilu bersumber dari pengawasan Pengawas Pemilu;
dan/atau hasil penelusuran informasi awal.
Informasi awal berupa:
1. informasi lisan yang disampaikan secara langsung atau melalui saluran telepon Sekretariat
Panwaslu Kecamatan, atau Sekretariat Panwaslu LN;
2. informasi tulisan yang disampaikan melalui surat elektronik resmi atau melalui jasa
ekspedisi ke Sekretariat Panwaslu Kecamatan.
3. informasi dugaan Pelanggaran Pemilu yang berasal dari Laporan yang tidak diregistrasi
karena dinyatakan tidak memenuhi syarat formal tetapi memenuhi syarat materiel; atau
4. informasi dugaan Pelanggaran Pemilu yang berasal dari Laporan yang dicabut oleh
Pelapor.

Informasi awal dapat ditindaklanjuti dengan mekanisme penelusuran dalam hal diputuskan
dalam rapat pleno. Laporan hasil Investigasi bersumber dari informasi dugaan Pelanggaran
Pemilu yang diperoleh Panwaslu Kelurahan/Desa dalam proses penanganan pelanggaran.
Selanjutnya informasi dugaan Pelanggaran Pemilu dicatatkan dalam formulir informasi awal.
Informasi dugaan Pelanggaran Pemilu ditindaklanjuti dengan mekanisme Investigasi dalam hal
diputuskan dalam rapat pleno. Laporan hasil pengawasan, Pengawas Pemilu dan/atau hasil

32
Investigasi diputuskan dalam rapat pleno Panwaslu Kelurahan/Desa sebagai Temuan dalam
hal, minimal telah memenuhi persyaratan berikut:
1. identitas Penemu dugaan Pelanggaran Pemilu;
2. waktu penetapan Temuan tidak melebihi ketentuan batas waktu paling lama 7 (tujuh) hari
sejak laporan hasil pengawasan dan hasil Investigasi dibuat;
3. identitas pelaku;
4. uraian kejadian; dan
5. bukti.

Temuan dituangkan dalam Formulir Temuan. Dalam hal Temuan dalam buku register, Temuan
tersebut diberikan nomor register Temuan paling lama 2 (dua) Hari setelah Panwaslu
Kelurahan/Desa menetapkan laporan hasil pengawasan menjadi Temuan.

Dalam hal laporan hasil pengawasan Panwaslu Kelurahan/Desa terdapat dugaan Pelanggaran
Pemilu, Panwaslu Kelurahan/Desa menyampaikan hasil pengawasan kepada Panwaslu
Kecamatan. Selanjutnya dalam hal laporan hasil pengawasan Panwaslu Kelurahan/Desa
terdapat dugaan Tindak Pidana Pemilu dan/atau pelanggaran kode etik Pengawas TPS,
Panwaslu Kelurahan/Desa menyampaikan hasil pengawasan kepada Bawaslu Kabupaten/Kota
melalui Panwaslu Kecamatan.
Selanjutnya dalam hal laporan hasil pengawasan Pengawas TPS terdapat dugaan Pelanggaran
Pemilu, Pengawas TPS menyampaikan hasil pengawasan kepada Panwaslu Kecamatan melalui
Panwaslu Kelurahan/Desa. Dalam hal laporan hasil pengawasan Pengawas TPS terdapat
dugaan Tindak Pidana Pemilu, Pengawas TPS menyampaikan hasil pengawasan kepada
Bawaslu Kabupaten/Kota melalui Panwaslu Kelurahan/Desa dan Panwaslu Kecamatan secara
berjenjang. Selanjutnya Panwaslu Kecamatan dapat menetapkan laporan hasil pengawasan
menjadi Temuan melalui rapat pleno. Kemudian Laporan disampaikan oleh Pelapor pada setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu. Pelapor dalam hal ini terdiri atas:
1. WNI yang mempunyai hak pilih;
2. Peserta Pemilu; atau
3. Pemantau Pemilu.
Laporan disampaikan paling lama 7 (tujuh) Hari sejak diketahui terjadinya dugaan Pelanggaran
Pemilu.

33
Dalam hal Laporan merupakan dugaan Pelanggaran Administratif Pemilu yang terjadi secara
terstruktur, sistematis, dan masif, Laporan disampaikan sejak tahapan penetapan daftar calon
tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota atau penetapan Pasangan
Calon sampai dengan hari pemungutan dan penghitungan suara.
Dalam menyampaikan Laporan Pelapor dapat diwakili oleh pihak yang ditunjuk berdasarkan
surat kuasa khusus. Selanjutnya dalam hal Laporan disampaikan kepada Panwaslu
Kelurahan/Desa, Laporan diteruskan ke Panwaslu Kecamatan paling lama 1 (satu) Hari setelah
Laporan diterima untuk diproses dan ditindaklanjuti.
Dalam hal Laporan disampaikan kepada Pengawas TPS, Laporan diteruskan ke Panwaslu
Kecamatan melalui Panwaslu Kelurahan/Desa paling lama 1 (satu) Hari setelah Laporan
diterima untuk diproses dan ditindaklanjuti. Penyampaian dapat dilakukan melalui media
elektronik. Laporan disampaikan dengan cara:
1. menyampaikan Laporan Sekretariat Panwaslu Kecamatan, sesuai dengan tempat terjadinya
dugaan pelanggaran; atau
2. menyampaikan Laporan melalui SigapLapor.

Ketentuan waktu penyampaian Laporan dikecualikan untuk tahapan masa tenang serta hari
pemungutan dan penghitungan suara. Tahapan masa tenang serta hari pemungutan dan
penghitungan suara mengacu pada Peraturan KPU yang mengatur mengenai tahapan dan
jadwal penyelenggaraan Pemilu. Penyampaian Laporan pada tahapan masa tenang serta
pemungutan dan penghitungan suara dapat dilaksanakan dalam waktu 1x24 (satu kali dua
puluh empat) jam. Penyampaian dilakukan dengan cara:
1. Pelapor menyampaikan Laporan kepada petugas penerima Laporan;
2. Petugas penerima Laporan menuangkan Laporan yang disampaikan oleh Pelapor ke dalam
SigapLapor atau Formulir Laporan yang tercantum dalam Lampiran
3. Pelapor atau kuasanya dan petugas penerima Laporan menandatangani formulir Laporan
dan
4. Pelapor atau kuasanya menyerahkan dokumen berupa: fotokopi kartu tanda penduduk
elektronik atau surat keterangan kependudukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan milik Pelapor; dan bukti.
Penyampaian Laporan dilakukan dengan cara:
1. Pelapor mengisi data pendaftaran akun pada laman SigapLapor untuk mendapatkan akses
penyampaian Laporan;

34
2. Pelapor menyampaikan Laporan melalui laman SigapLapor dengan menggunakan akses
yang telah dikirimkan melalui surat elektronik Pelapor yang didaftarkan dalam laman
SigapLapor; dan
3. Pelapor menyerahkan bukti penyampaian Laporan dan dokumen identitas diri dan bukti
secara langsung ke kantor Sekretariat Panwaslu paling lama 2 (dua) Hari setelah Pelapor
menyampaikan Laporan

Kajian awal tersebut dilakukan untuk meneliti:


1. keterpenuhan syarat formal dan syarat materiel Laporan; dan
2. jenis dugaan pelanggaran.
Syarat formal meliputi:
1. nama dan alamat Pelapor;
2. pihak Terlapor; dan
3. waktu penyampaian pelaporan tidak melebihi jangka waktu

Syarat materiel meliputi:


1. waktu dan tempat kejadian dugaan Pelanggaran Pemilu;
2. uraian kejadian dugaan Pelanggaran Pemilu; dan
3. bukti.
Selain melakukan penelitian, kajian awal juga meneliti: permintaan pengambilalihan Laporan;
pelimpahan Laporan sesuai dengan tempat terjadinya dugaan Pelanggaran Pemilu;
1. pencabutan Laporan oleh Pelapor; dan/atau
2. penghentian Laporan yang telah diselesaikan oleh Pengawas Pemilu sesuai dengan
tingkatannya, jika ada.
Hasil kajian awal berupa kesimpulan: Laporan memenuhi syarat formal dan materiel serta jenis
dugaan pelanggaran merupakan dugaan Pelanggaran Pemilu. Dalam hal Laporan tidak
memenuhi syarat formal dan/atau materiel atau jenis dugaan pelanggaran merupakan dugaan
pelanggaran Hasil kajian awal diputuskan melalui rapat pleno. Hasil kajian awal dituangkan
dalam Formulir Kajian Awal Dugaan Pelanggaran yang tercantum dalam Lampiran Hasil
kajian awal ditandatangani oleh Panwaslu Kecamatan. Hasil kajian awal dicatatkan dalam buku
register Laporan dan diberi nomor registrasi Laporan. Laporan dinyatakan diterima setelah
dicatatkan dalam buku register. Dalam hal setelah dilakukan registrasi Laporan terdapat
pencabutan Laporan oleh Pelapor, proses penanganan pelanggaran tetap dilanjutkan.

35
Dalam hal hasil kajian awal berupa dugaan Pelanggaran Administratif Pemilu, Laporan
diregistrasi dan ditangani sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bawaslu yang mengatur
mengenai penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu, kecuali Laporan yang diterima oleh
Panwaslu Kecamatan. Laporan yang diterima oleh Panwaslu Kecamatan diregister dan
ditangani.
Dalam hal hasil kajian awal berupa dugaan Pelanggaran Administratif Pemilu yang terjadi
secara terstruktur, sistematis, dan masif, Laporan diregistrasi dan ditangani. Selanjutnya dalam
hal hasil kajian awal berupa dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang
dilakukan oleh Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan Pengawas TPS, Laporan
diregistrasi dan ditangani oleh Bawaslu Kabupaten/Kota. Kemudian dalam hal hasil kajian
awal berasal dari Panwaslu Kecamatan, dilakukan pengambilalihan oleh Bawaslu
Kabupaten/Kota.
Dalam hal hasil kajian awal berupa dugaan Tindak Pidana Pemilu, Laporan diregistrasi
dan ditangani. Dalam hal hasil kajian awal berupa Laporan dugaan pelanggaran peraturan
perundang-undangan lain, Laporan diteruskan kepada instansi yang berwenang. Dalam hal
hasil kajian awal berupa dugaan Pelanggaran Pemilu yang telah ditangani dan diselesaikan oleh
Pengawas Pemilu pada tingkatan tertentu atau Laporan dicabut oleh Pelapor, Laporan tidak
diregistrasi.
Penanganan dilakukan untuk memutuskan Temuan atau Laporan dapat ditindaklanjuti
atau tidak ditindaklanjuti. Dalam hal Panwaslu Kecamatan, memerlukan keterangan tambahan
mengenai tindak lanjut, keterangan tambahan dan kajian dilakukan paling lama 14 (empat
belas) Hari setelah Temuan dan Laporan diterima dan diregistrasi.
Dalam melakukan penanganan atas Temuan dan Laporan Panwaslu Kecamatan,
melakukan kajian. Dalam melakukan kajian Panwaslu Kecamatan, atau dapat melakukan
klarifikasi. Dalam melakukan klarifikasi Panwaslu Kecamatan, atau membentuk tim
klarifikasi. Selanjutnya klarifikasi dilakukan untuk memperoleh keterangan dengan meminta
kehadiran Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli. Klarifikasi dilakukan melalui: tatap muka;
atau media daring.
Klarifikasi dilakukan dalam hal terdapat masalah geografis diantaranya masalah
keamanan, ketersediaan sarana dan prasarana, serta bencana alam atau bencana nonalam.
Panwaslu dapat menugaskan Pengawas Pemilu di tingkat bawah untuk melakukan klarifikasi.
Panwaslu Kecamatan membuat surat undangan klarifikasi sesuai dengan Formulir Klarifikasi
yang tercantum dalam Lampiran. Surat undangan disampaikan secara langsung, melalui
SigapLapor, atau media telekomunikasi kepada Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli paling

36
lambat 1 (satu) Hari sebelum klarifikasi. Panwaslu Kecamatan, memastikan undangan
klarifikasi telah diterima oleh pihak yang akan diklarifikasi.
Dalam hal klarifikasi akan dilakukan melalui media daring, surat memuat ketentuan
klarifikasi dilakukan secara daring dan dilakukan perekaman secara audio visual. Dalam hal
Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli tidak menghadiri klarifikasi, Panwaslu Kecamatan,
dapat membuat dan menyampaikan surat undangan klarifikasi untuk yang kedua kalinya.
Dalam hal Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli tidak menghadiri klarifikasi setelah
disampaikan undangan klarifikasi, Panwaslu Kecamatan, melanjutkan kajian tanpa klarifikasi
Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli.
Panwaslu Kecamatan, melakukan klarifikasi secara tatap muka dengan ketentuan:
1. memastikan identitas Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli;
2. meminta kesediaan Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli untuk diambil sumpah/janji
sebelum proses klarifikasi;
3. melakukan tanya jawab kepada Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli;
4. mencatat proses klarifikasi dalam berita acara sesuai dengan Formulir Berita Acara
Klarifikasi.
5. membacakan hasil berita acara dan meminta konfirmasi Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau
ahli; dan
6. menandatangani berita acara klarifikasi.
Dalam hal Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli bersedia untuk diambil sumpah/janji,
Pelapor, Terlapor, atau saksi menandatangani berita acara sumpah/janji sesuai dengan Formulir
Berita Acara Sumpah/Janji yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Badan ini dan ahli menandatangani berita acara sumpah/janji sesuai
dengan Formulir Berita Acara Sumpah/Janji yang tercantum dalam Lampiran. Dalam hal
Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli tidak bersedia untuk diambil sumpah/janji, klarifikasi
tetap dilaksanakan tanpa pengambilan sumpah/janji.
Panwaslu Kecamatan, melakukan klarifikasi melalui media daring dengan ketentuan:
1. merekam pelaksanaan klarifikasi terhadap Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli;
2. memastikan identitas Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli;
3. meminta kesediaan Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli untuk diambil sumpah/janji
sebelum proses klarifikasi;
4. melakukan tanya jawab kepada Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli;
5. mencatat proses klarifikasi dalam berita acara sesuai dengan Formulir Berita Acara
Klarifikasi yang tercantum dalam Lampiran;

37
6. membacakan atau meminta Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli membaca hasil berita
acara sebagaimana dimaksud dalam huruf e dan meminta konfirmasi kepada Pelapor,
Terlapor, saksi, dan/atau ahli; dan
7. menandatangani berita acara klarifikasi.

Dalam hal Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli bersedia untuk diambil sumpah/janji,
Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli mengikuti lafaz sumpah/janji yang dibacakan oleh
Panwaslu Kecamatan. Dalam hal Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli tidak bersedia untuk
diambil sumpah/janji, klarifikasi tetap dilaksanakan tanpa pengambilan sumpah/janji. Pelapor,
Terlapor, dan saksi dalam hal klarifikasi dapat didampingi oleh pihak yang ditunjuk
berdasarkan surat kuasa khusus.
Berita acara dalam hal klarifikasi dibubuhi paraf pada setiap halaman oleh Pelapor,
Terlapor, saksi, dan/atau ahli bersama pihak yang melakukan klarifikasi serta ditandatangani.
Dalam hal Pelapor, Terlapor, saksi, dan/atau ahli tidak bersedia untuk menandatangani berita
acara klarifikasi, Panwaslu Kecamatan, atau menyatakan ketidakbersediaan dalam berita acara
klarifikasi dan ditandatangani oleh pihak yang melakukan klarifikasi. Dalam hal klarifikasi
dilakukan melalui media daring, berita acara klarifikasi dibubuhi paraf pada setiap halaman
oleh pihak yang melakukan klarifikasi dan ditandatangani.
Berita acara klarifikasi dibuat 1 (satu) rangkap untuk menjadi bahan pemberkasan
Panwaslu Kecamatan. Salinan berita acara klarifikasi dapat diberikan kepada Pelapor,
Terlapor, saksi, dan/atau ahli setelah status penanganan Pelanggaran Pemilu diumumkan.
Panwaslu Kecamatan, melakukan klarifikasi melalui media daring, Pelapor, Terlapor,
saksi, dan/atau ahli dapat diklarifikasi di Sekretariat Panwaslu Kecamatan, atau terdekat.
Dalam hal klarifikasi melalui media daring tidak dilakukan di Sekretariat Panwaslu
Kecamatan, terdekat maka Panwaslu Kecamatan, dapat mendampingi Pelapor, Terlapor, saksi,
dan/atau ahli.
Tim klarifikasi Panwaslu Kecamatan, terdiri atas:
1. Ketua dan/atau Anggota Panwaslu Kecamatan, dan
2. pejabat dan/atau pegawai pada Sekretariat Panwaslu Kecamatan.
Tim klarifikasi ditetapkan dengan keputusan Ketua Ketua Panwaslu Kecamatan, sesuai dengan
tingkatannya.
Kajian dugaan pelanggaran memuat:
1. kasus posisi;
2. identitas Penemu/Pelapor dan Terlapor;

38
3. daftar bukti;
4. fakta dan analisis;
5. kesimpulan; dan
6. rekomendasi.

Kajian dituangkan dalam Formulir Kajian Dugaan Pelanggaran yang tercantum dalam
Lampiran. Kajian diputuskan dalam rapat pleno Panwaslu Kecamatan. Kajian bersifat rahasia
selama belum diputuskan dalam rapat pleno Panwaslu Kecamatan. Kajian ditandatangani oleh
Ketua Panwaslu Kecamatan. Penomoran Formulir Kajian Dugaan Pelanggaran menggunakan
penomoran yang sama dengan nomor dalam Formulir Laporan untuk Laporan atau Formulir
Temuan.
Hasil kajian terhadap dugaan Pelanggaran Pemilu dikategorikan sebagai:
1. Pelanggaran Pemilu; atau
2. bukan Pelanggaran Pemilu.
Pelanggaran Pemilu meliputi:
1. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu;
2. Pelanggaran Administratif Pemilu; dan/atau
3. Tindak Pidana Pemilu.
4. Bukan Pelanggaran Pemilu meliputi: Temuan atau Laporan tidak terbukti sebagai
Pelanggaran Pemilu; atau Temuan atau Laporan merupakan dugaan pelanggaran peraturan
perundang-undangan lainnya.

Panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Kelurahan/Desa melakukan pemberkasan terhadap


hasil penanganan Temuan atau Laporan. Panwaslu Kecamatan merekomendasikan
Pelanggaran Administratif Pemilu kepada Bawaslu Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam
Formulir Rekomendasi Pelanggaran Administratif Pemilu. Penyampaian rekomendasi dengan
melampirkan salinan berkas pelanggaran. Salinan berkas pelanggaran paling sedikit memuat:
1. formulir Temuan atau Laporan;
2. kajian; dan
3. bukti.
Dalam hal hasil kajian terhadap dugaan Pelanggaran Pemilu dikategorikan bukan
pelanggaran, Temuan atau Laporan dihentikan. Penghentian Temuan atau Laporan dugaan
pelanggaran diputuskan dalam rapat pleno.

39
40
Etika merupakan ilmu dan termasuk cabang dari filsafat yang paling tua sejak zaman
Yunani Kuno. Etika adalah refleksi kritis, metodis, dan sistematis tentang tingkah laku manusia
yang berkaitan dengan norma- 5 norma atau tentang tingkah laku manusia dari sudut
kebaikannya. Hal yang dibicarakan dan dianalisis dalam etika, adalah tema-tema sentral
mengenai hati nurani, kebebasan, tanggung jawab, norma, hak dan kewajiban, serta nilai-nilai
kebaikan. Lazimnya pengertian etika dirumuskan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral
yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat untuk mengatur
tingkah lakunya, yang bertujuan untuk menciptakan hubungan antar manusia dalam
masyarakat secara harmonis, dan oleh sebab itu “etika” selalu menuntun orang agar
bersungguh-sungguh menjadi baik, agar memiliki sikap etis.
Terkait dengan Kode Etik Penyelenggara Pemilu, maka terhadap istilah “Kode Etik”,
diartikan sebagai satu kesatuan landasan norma moral, etis dan filosofis yang menjadi pedoman
bagi perilaku penyelenggara pemilihan umum yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut
dilakukan dalam semua tindakan dan ucapan. Adapun tujuan kode etik ini adalah untuk
menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas Penyelenggara Pemilu, yang sesuai dengan
asas Penyelenggaraan Pemilu, yaitu: (1) mandiri; (2) jujur; (3) adil; (4) kepastian hukum; (5)
tertib; (6) kepentingan umum; (7) keterbukaan; (8) proporsionalitas; (9) profesionalitas; (10)
akuntabilitas; (11) efisiensi; dan (12) efektivitas.

Dalam Peraturan Kode Etik Pemilu, disebutkan ada 21 prinsip dasar yang merupakan
kewajiban Penyelenggara Pemilu, yaitu:
1. Menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, dan peraturan perundang-undangan;
2. Menjunjung tinggi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

41
3. Menunjukkan penghargaan dan kerjasama dengan seluruh lembaga dan aparatur negara
untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4. Menjaga dan memelihara nama baik Negara Kesatuan Republik Indonesia;
5. Memelihara dan menjaga kehormatan lembaga Penyelenggara Pemilu;
6. Menjalankan tugas sesuai visi, misi, tujuan, dan program lembaga Penyelenggara Pemilu;
7. Menjaga rahasia yang dipercayakan kepadanya, termasuk hasil rapat yang dinyatakan
sebagai rahasia sampai batas waktu yang telah 7 ditentukan atau sampai masalah tersebut
sudah dinyatakan untuk umum sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundangundangan;
8. Menghargai dan menghormati sesama lembaga Penyelenggara Pemilu dan pemangku
kepentingan Pemilu;
9. melakukan segala upaya yang dibenarkan etika sepanjang tidak bertentangan dengan
perundang-undangan sehingga memungkinkan bagi setiap penduduk yang berhak memilih
terdaftar sebagai pemilih dan dapat menggunakan hak memilihnya;
10. Menjaga dan memelihara tertib sosial dalam penyelenggaraan Pemilu;
11. Mengindahkan norma dalam penyelenggaraan Pemilu;
12. Menghormati kebhinnekaan masyarakat Indonesia.
13. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
14. Menjunjung tinggi sumpah/janji jabatan dalam melaksanakan tugas, wewenang,
kewajiban, dan tanggungjawabnya;
15. Menjaga dan memelihara netralitas, imparsialitas, dan asas-asas penyelenggaraan Pemilu
yang jujur, adil, dan demokratis;
16. Tidak mengikutsertakan atau melibatkan kepentingan pribadi maupun keluarga dalam
seluruh pelaksanaan tugas, wewenang, kewajibannya;
17. Melaksanakan tugas-tugas sesuai jabatan dan kewenangan yang didasarkan pada Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, undang-undang, peraturan
perundang-undangan, dan keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu; 8
18. Mencegah segala bentuk dan jenis penyalahgunaan tugas, wewenang, dan jabatan, baik
langsung maupun tidak langsung;
19. Menolak untuk menerima uang, barang, dan/atau jasa atau pemberian lainnya yang apabila
dikonversi melebihi standar biaya umum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) jam,
dalam kegiatan tertentu secara langsung maupun tidak langsung dari calon peserta Pemilu,
peserta Pemilu, calon anggota DPR dan DPRD, dan tim kampanye;

42
20. Mencegah atau melarang suami/istri, anak, dan setiap individu yang memiliki pertalian
darah/semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami/istri yang sudah bercerai di
bawah pengaruh, petunjuk, atau kewenangan yang bersangkutan, untuk meminta atau
menerima janji, hadiah, hibah, pemberian, penghargaan, dan pinjaman atau bantuan apapun
dari pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan Pemilu;
21. Menyatakan secara terbuka dalam rapat apabila memiliki hubungan keluarga atau sanak
saudara dengan calon, peserta Pemilu, atau tim kampanye.

Pedoman Integritas Penyelenggara Pemilu


Jujur maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu didasari niat
untuk sematamata terselenggaranya Pemilu sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa
adanya kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Mandiri maknanya dalam
penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu bebas atau menolak campur tangan dan
pengaruh siapapun yang mempunyai kepentingan atas perbuatan, tindakan, keputusan dan/atau
putusan yang diambil. Adil maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
menempatkan segala sesuatu sesuai hak dan kewajibannya. Akuntabel bermakna dalam
penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, wewenang dan
kewajiban dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pedoman Profesionalitas Penyelenggara Pemilu


1. berkepastian hukum maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
2. aksesibilitas bermakna kemudahan yang disediakan Penyelenggara Pemilu bagi
penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan;
3. tertib maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu melaksanakan
tugas, fungsi dan wewenang sesuai dengan peraturan perundangundangan, keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan;
4. terbuka maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu memberikan
akses informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat sesuai kaedah keterbukaan
informasi publik;
5. proporsional maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum untuk
mewujudkan keadilan; 6. profesional maknanya dalam penyelenggaraan Pemilu,

43
Penyelenggara Pemilu memahami tugas, wewenang dan kewajiban dengan didukung
keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan, dan wawasan luas;
6. efektif bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan sesuai rencana tahapan dengan tepat waktu;
7. efisien bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
memanfaatkan sumberdaya, sarana, dan prasarana dalam penyelenggaraan Pemilu
sesuai prosedur dan tepat sasaran;
8. kepentingan umum bermakna dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu
mendahulukan kepentingan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

Sanksi-sanksi dalam Pelanggaran Kode Etik Pemilu


Sebelumnya perlu pula dipahami bahwa antara sanksi pelanggaran hukum dengan
sanksi pelanggaran etika adalah berbeda, karena menurut 14 American Speech Language
Hearing Assocation (ASHA) sebagaimana dikutip Jimly Asshiddiqie, bahwa dalam sistem
sanksi etika, bentuk sanksi yang dapat diterapkan adalah:
1. Reprimand atau teguran;
2. Cencure atau pernyataan atau mosi tidak percaya yang dinyatakan secara terbuka dan
dipublikasikan di media asosiasi untuk diketahui oleh sesama anggota dan masyarakat luas;
3. Revocation atau pencabutan status keanggotaan untuk waktu tertentu, yaitu selama 5 (lima)
tahun atau dapat pula dijatuhkan untuk seumur hidup (sampai meninggal dunia);
4. Suspension atau penangguhan keanggotaan untuk sementara waktu;
5. Withholding atau sanksi penangguhan proses registrasi keanggotaan; dan
6. Cease and desist orders atau sebagai tambahan bentuk sanksi lain.
Sehubungan dengan bentuk sanksi yang disebutkan di atas, Jimly Asshiddiqie juga
mengatakan bahwa fungsi sanksi etika lebih bersifat pencegahan, selain juga penindakan.
Sanksi etika biasanya ditentukan berupa teguran atau peringatan yang bertingkat, mulai dari
teguran lisan, teguran tertulis atau teguran ringan dan teguran keras. Bentuk sanksi yang paling
keras karena tingkat keseriusan atau beratnya pelanggaran etik yang dilakukan oleh seorang
aparat atau pemegang jabatan publik (ambts-dragger), adalah sanksi pemberhentian atau
pemecatan seseorang dari jabatan publik yang bersangkutan, tetapi khusus terhadap
pelanggaran kode etik Pemilu, maka dalam Peraturan Kode Etik Pemilu, telah ditentukan
bahwa sanksi pelanggaran. Kode Etik Pemilu, terdiri dari: (1) teguran tertulis; (2)
pemberhentian sementara; atau (3) pemberhentian tetap.

44
A. POTENSI PELANGGARAN

Terdapat potensi pelanggaran pemilu yang terjadi apabila Panwaslu Kelurahan/ Desa tidak
menjalankan tugas, kewenangan dan kewajiban dengan baik dan benar. Dalam hal ini
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terdapat
beberapa ancaman tindak pidana pemilu yang terjadi apabila Panwaslu Kelurahan/Desa tidak
menjalankan tugasnya, diantaranya:

Tabel. Tindak Pidana Pemilu Panwaslu Kelurahan/ Desa Berdasarkan Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu

No Pasal Pidana Pemilu Tahapan Faktor Penyebab

1. Tahapan Pungut 1. Tidak mengawasi


Pasal 507 Hitung 2. Hambatan Teknis yang
dialami anggota
(1) Setiap Panwaslu Kelurahan/Desa Panwaslu Kelurahan/
yang tidak mengawasi penyerahan kotak Desa
suara tersegel dari PPS kepada PPK dan 3. PPS tidak informatif
tidak melaporkan kepada Panwaslu kepada anggota
Kecamatan sebagaimana dimaksud Panwaslu Kelurahan/
dalam Pasal 390 ayat (6) dipidana Desa saat menyerahkan
dengan pidana kurungan paling lama 1 kotak suara tersegel dari
(satu) tahun dan denda paling banyak PPS ke PPK.
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) 4. Dan faktor lainnya.

45
2. Seluruh Tahapan 1. Tidak memahami alur
Pasal 543 penanganan pelanggaran
yang dilakukan oleh
Setiap anggota Bawaslu, Bawaslu Panwaslu Kelurahan
Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, 2. Pelapor merasa tidak
Panwaslu Kecamatan, dan/atau puas terhadap pelayanan
Panwaslu Kelurahan/Desa/Panwaslu penerimaan laporan yang
LN/Pengawas TPS yang dengan sengaja dilakukan oleh anggota
tidak menindaklanjuti temuan dan/atau Panwaslu Kelurahan/
laporan pelanggaran Pemilu yang Desa.
dilakukan oleh anggota KPU, KPU 3. Dan faktor lainnya.
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK,
PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN
dalam setiap tahapan Penyelenggaraan
Pemilu dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah).
(Sumber: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu)

Selain potensi pelanggaran tindak pidana pemilu sebagaimana yang dimaksud dalam tabel
diatas, Panwaslu Kelurahan/ Desa juga berpotensi melakukan pelanggaran terhadap
pelanggaran pemilu lainnya yang berkaitan dengan pelanggaran pedoman kode etik
penyelenggara pemilu yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya dengan berpedoman pada
peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pedoman Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Adapun terhadap potensi pelanggaran administrasi, pengawas pemilu atau panwaslu
Kelurahan/ Desa tidak terancam melanggar administrasi pemilu yang disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya: 1.) Pengawas Pemilu bukan pelaksana teknis, namun bertugas
mengawasi pelaksanaan teknis pemilu yang dilakukan oleh KPU dan jajarannya. Sehingga
KPU dan jajarannya yang melaksanakan teknis tahapan pemilu terikat pada mekanisme, tata
cara dan prosedur pelaksanaan pemilu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
terkait dengan pelaksanaan pemilu, 2.) Berdasarkan Pasal 8 Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun
2022 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu tidak mengatur bahwa pengawas

46
pemilu merupakan pihak terlapor dalam pelanggaran administrasi pemilu dan 3) Jika pengawas
pemilu keliru dalam menjalankan tugas, kewenangan dan kewajibannya seperti keliru dalam
melakukan penanganan pelanggaran, maka potensi pelanggaran yang akan terjadi adalah
melanggar kode etik penyelenggara pemilu.

Kemudian dalam menjalankan tugas, kewenangan dan kewajiban sebagai pengawas pemilu
atau secara khsuus sebagai anggota Panwaslu Kelurahan/Desa dapat juga berpotensi terjadi
persoalan hukum. Dalam hal ini, permasalah hukum sebagaimana dimaksud adalah masalah
yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan tugas dan wewenang pengawasan pemilu selama
bekerja di Bawaslu. Dalam hal ini, terhadap permasalahan hukum yang timbul akibat anggota
Panwaslu Kelurahan/ Desa melaksanakan tugas pengawasannya, maka Bawaslu dapat
memberikan Bantuan Hukum sebagaimana yang diatur dalam Perbawaslu Nomor 26 Tahun
2018 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Badan Pengawas Pemilu.

B. TATA CARA PANWASLU KELURAHAN/DESA MENDAPATKAN BANTUAN


HUKUM

Sebagaimana yang telah diuraikan, bahwa Bawaslu dapat memberikan bantuan hukum kepada
jajaran pengawas pemilu yang mendapatkan permasalahan hukum saat menjalankan tugas. Hal
tersebut diatur dalam Perbawaslu Nomor 26 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan
Hukum di Lingkungan Badan Pengawas Pemilu. Dalam hal ini Bantuan Hukum adalah
pemberian layanan hukum oleh unit kerja Bawaslu kepada Pejabat dan/atau Pegawai Bawaslu
dalam menangani masalah hukum yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Bawaslu.

Pemberi Bantuan Hukum adalah unit kerja yang membidangi Hukum pada Bawaslu atau
Bawaslu Provinsi. Kemudian untuk penerima bantuan hukum adalah Pejabat dan/atau Pegawai
Bawaslu. Dalam hal ini pemberian Bantuan Hukum oleh Bawaslu diberikan kepada Pengawas
Pemilu, Pejabat dan Pegawai yang mendapatkan Permasalahan Hukum. Pemberian Bantuan
Hukum sebagaimana dimaksud pada dapat diberikan kepada mantan Pengawas Pemilu,
Mantan Pegawai, dan pensiunan Pegawai sepanjang berkaitan dengan tugas dan kewajiban
selama bekerja di lingkungan Bawaslu. Artinya mantan pengawas pemilu juga dapat
mengajukan permohonan bantuan hukum, selama permasalahan hukum yang dihadapi terjadi
karena menjalankan tugas saat bekerja di Bawaslu.

47
Bantuan Hukum paling sedikit meliputi: a. perkara perdata; b. perkara pidana; dan c. perkara
Tata Usaha Negara. Selain Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud juga diberikan paling
sedikit terhadap: a. perkara kode etik; b. uji materiil Undang-Undang terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. uji materiil peraturan perundang-
undangan di bawah Undang-Undang; d. pengaduan hukum; e. konsultasi hukum; f. alternatif
penyelesaian sengketa; dan g. permasalahan hukum lain yang melibatkan Bawaslu. Pemberian
Bantuan Hukum di lingkungan Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu
Kelurahan/Desa, dan Pengawas TPS dilaksanakan oleh bagian yang membidangi bantuan
hukum pada Bawaslu Provinsi. Dalam hal Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud tidak
dapat memberikan bantuan hukum, Bawaslu Kabupaten/Kota Panwaslu Kecamatan, Panwaslu
Kelurahan/Desa, dan Pengawas TPS dapat mengajukan permohonan bantuan hukum kepada
Bawaslu melalui Bawaslu Provinsi.

Dalam mengajukan permohonan Bantuan Hukum, pemohon menyampaikan surat permohonan


yang ditujukan kepada ketua Bawaslu atau ketua Bawaslu Provinsi dengan paling sedikit
memuat:
a. identitas pemohon Bantuan Hukum:
1. nama lengkap;
2. nomor induk kependudukan;
3. tempat & tanggal lahir;
4. instansi/jabatan;
5. alamat; dan
6. nomor telepon; dan
b. uraian singkat pokok permasalahan:
1. waktu dan tempat kejadian;
2. kronologis perkara; dan
3. jenis perkara.

Permohonan sebagaimana dimaksud juga dilengkapi dengan melampirkan dokumen yang


berkenaan dengan Perkara. Setelah permohonan diterima, pemberi bantuan hukum melakukan
verifikasi dan kajian awal terhadap permohonan untuk disampaikan kepada Pimpinan Bawaslu
atau Bawaslu Provinsi untuk mendapatkan persetujuan pemberian Bantuan Hukum. Pemberi
Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima
Bantuan Hukum Dalam hal permohonan Bantuan Hukum tidak mendapatkan persetujuan

48
pimpinan Bawaslu atau Bawaslu Provinsi, Pemberi Bantuan Hukum memberikan penjelasan
kepada Pemohon Bantuan Hukum.

Namun, jika permohonan bantuan hukum diterima, terdapat hak dan kewajiban penerima
bantuan hukum dengan ketentuan sebagai berikut:

Penerima Bantuan Hukum berhak mendapatkan:


a. Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang
bersangkutan tidak mencabut surat kuasa dan perkara tersebut bukan perkara pidana;
b. Bantuan Hukum sesuai dengan standar prosedur operasional Bantuan Hukum; dan
c. informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan
Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penerima Bantuan Hukum wajib:


a. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada
Pemberi Bantuan Hukum; dan
b. membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.

Pemberi Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari Penerima Bantuan
Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani Pemberi
Bantuan Hukum. Biaya yang diperlukan untuk Bantuan Hukum dibebankan pada alokasi
anggaran Bawaslu atau anggaran Bawaslu Provinsi dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, Panwaslu Kelurahan dapat memperoleh bantuan hukum ketika saat
melaksanakan tugas sebagai pengawas pemilu mendapatkan permasalahan hukum baik perkara
pidana, perdata maupun tata usaha negara. Dalam mengajukan permohonan, Panwaslu
Kelurahan/ Desa membuat permohonan secara tertulis dengan disertai alat bukti yang berkaitan
dengan perkara yang dihadapi dengan surat permohonan secara tertulis yang diajukan kepada
ketua Bawaslu Provinsi.

49
Pelaporan merupakan salah satu fase penting dalam siklus manajemen. Dalam
manajemen modern pelaporan merupakan fase terakhir yang dijadikan alat evaluasi diri sendiri
guna perbaikan manajemen itu sendiri, demikian pula laporan hasil kinerja. Laporan Kinerja
merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada
setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Hal terpenting yang diperlukan dalam
penyusunan laporan kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi serta pengungkapan
(disclosure)secara memadai hasil analisis terhadappengukuran kinerja. Laporan Hasil Kinerja
dibuat dalam rangka perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
serta pengelolaan sumber daya pelaksanaan kebijakan dan program yang dipercayakan kepada
setiap instansi badan Adhoc, berdasarkan suatu sistem akuntabilitas yang memadai. Dalam hal
ini, setiap instansi badan Adhoc secara periodik wajib mengkomunikasikan pencapaian tujuan
dan sasaran strategis organisasi kepada badan diatasnya, yang dituangkan melalui Laporan
Hasil Kinerja Tahunan ataupun pada setiap tahapan Pemilu. Penyusunan Laporan Hasil Kinerja
dilakukan melalui proses penyusunan rencana strategis, penyusunan rencana kinerja, serta
pengukuran dan evaluasi kinerja. Keseluruhan proses tersebut merupakan suatu siklus yang
berkesinambungan dan terintegrasi satu sama lain. Laporan Hasil Kinerja dalam kerangka
sistem ini sebagai perwujudan salah satu kewajiban untuk menjawab tentang apa yang sudah
diamanahkan kepada setiap Anggota Panwaslu Kelurahan/Desa.

Tujuan Pelaporan Kinerja:


1. Memberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja yang telah
dan seharusnya dicapai.
2. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi instansi pemerintah untuk meningkatkan
kinerjanya.

50
Fungsi Laporan
1. Untuk Mengevaluasi
Yakni untuk mengevaluasi seberapa baik suatu pengawas pemilu berkinerja. Proses
evaluasi ini terdiri dari dua variabel: data kinerja organisasi dan patokan yang menciptakan
suatu kerangka untuk menganalisis data kinerja tersebut.
2. Untuk Mengendalikan
Pengawas Pemilu memiliki kebutuhan untuk memastikan bahwa jajaran telah melakukan
pekerjaan mereka secara benar. Organisasi pun menciptakan sistem pengukuran yang
menentuan tindakan tertentu apa yang harus dilakukan oleh jajaran. Setelah itu, mereka pun
mengevaluasi apakah sang jajaran betul-betul telah melakukan apa yang telah ditugaskan
kepada mereka dan membandingkannya dengan standar kinerja.
3. Untuk Menganggarkan
Anggaran adalah perangkat mentah untuk meningkatkan kinerja. Kinerja yang buruk tidak
selalu berubah menjadi baik ketika dilakukan pemotong an anggaran sebagai tindakan
disipliner. Terkadang penaikan anggaranlah yang menjadi jawaban untuk peningkatan
kinerja.
4. Untuk Memotivasi
Para jajaran perlu diberikan target yang signifikan untuk mereka raih dan lalu
menggunakan ukuran kinerja -termasuk target antara- untuk memfokuskan ernergi para
jajaran dan memberikan perasaan telah mencapai sesuatu. Target kinerja juga bisa
mendorong munculnya kreativitas dalam mengembangkan cara-cara yang lebih baik untuk
mencapai suatu tujuan dalam pengawasan pemilu.
5. Untuk Merayakan
Pengawas pemilu perlu memperingati prestasi-prestasi yang mereka raih, karena ritual
semacam peringatan ini bisa mengikat orang- orang yang ada di dalam tim, memberikan
mereka perasaan terikat. Perayaan merupakan aktivitas yang mengeksplisitkan pengakuan
atas prestasi dan pencapaian.
6. Untuk Bisa Belajar
Pembelajaran merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh organisasi untuk bisa terus
berkembang. Pembelajaran ini bisa didapat dengan mengevaluasi kinerja sendiri, semisal
dengan mengidentifikasi apa-apa saja yang berhasil dan yang tidak. Dengan mengevaluasi
hal ini, pengawas pemilu akan bisa pelajari alasan di balik kinerja baik dan buruk.
7. Untuk Mengembangkan

51
Pengawas Pemilu harus belajar tentang apa-apa yang harus dilakukan secara berbeda untuk
memperbaiki kinerja. Oleh karenanya pengawas pemilu membutuhkan umpan balik untuk
menilai kesesuaian rencana dan arahan serta target sehingga bisa didapatkan pengertian
mana-mana saja perihal yang perlu diperbaiki dan dikembangkan.

SISTEMATIKA LAPORAN

• KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
peyusunan Laporan Akhir Komprehensif Hasil Pengawasan 2024 Pengawas Keluraan/Desa ini
dapat diselesaikan. Kami juga berterimakasih kepada setiap pihak yang telah terlibat dan
membantu kami dalam Pengawasan Pemilu 2024. Dalam proses penyusunan tugas Laporan
Akhir Komprehensif Hasil Pengawasan 2024 Pengawas Kelurahan/Desa kami menjumpai
hambatan, namun berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan
tugas Laporan Akhir Komprehensif Hasil Pengawasan 2024 Pengawas Kelurahan/Desa
dengan cukup baik, oleh karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih
dan penghargaan setinggitingginya kepada semua pihak terkait yang telah membantu
terselesaikannya tugas Laporan Akhir Komprehensif Hasil Pengawasan 2024 Pengawas
Kelurahan/Desa. Penyusun menyadari bahwa Laporan Akhir Komprehensif Hasil Pengawasan
2024 ini banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik yang membangun dari semua
pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan Laporan ini. Penulis berharap Laporan Akhir
Komprehensif Hasil Pengawasan 2024 ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

• Daftar Isi
Sesuai namanya, daftar isi merupakan halaman yang di dalamnya memuat pemetaan halaman
untuk setiap bagian, mulai dari kata pengantar sampai halaman terakhir. Untuk membuat daftar
isi dapat menggunakan memanfaatkan fitur table of content yang ada pada Microsoft Word
atau aplikasi sejenis.
• Pendahuluan
Pendahuluan merupakan bagian awal dari laporan yang berisi beberapa subbab seperti latar
belakang dan tujuan kegiatan. Secara umum pendahuluan terdiri dari :
1. Latar Belakang Kegiatan
2. Dasar Hukum Kegiatan
3. Maksud dan Tujuan Kegiatan
4. Ruang Lingkup

52
• Isi Laporan
Pembahasan atau juga bisa disebut sebagai isi, merupakan bagian inti dari laporan yang dibuat.
Di bagian ini, sebisa mungkin jelaskan secara detail dan mencakup unsur 5W + 1H.
Misalnya, jika laporan yang dibuat adalah laporan kegiatan, maka bisa mengisinya dengan
menguraikan hal hal berikut ini:
1. Kegiatan apa yang kamu lakukan?
2. Siapa saja yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut?
3. Di mana kegiatan tersebut dilaksanakan?
Secara Umum Isi Laporan terdiri dari:
1. Jenis Kegiatan
2. Tempat dan Waktu Kegiatan
3. Peserta Kegiatan
4. Rekaman Proses Kegiatan

• Temuan
Catatan penting selama berlangsungnya proses kegiatan

• Penutup
Penutup biasanya berisi kesimpulan tentang kegiatan dan laporan yang telah dibuat. Penutup
biasanya terdiri dari
1. Kesimpulan yang didalamnya memuat hasil yang dicapai dan hambatan/kendala;
dan
2. Rekomendasi.

• Lampiran
Bagian terakhir merupakan lampiran. Lampiran adalah halaman yang memuat berbagai
dokumentasi tentang kegiatan yang telah dilakukan. Dokumentasi tersebut dapat berupa
foto/gambar, tabel, surat, dan sebagainya. Lampiran tersebut nantinya akan mewakili
kelengkapan laporan yang dibuat.

53
A. LATAR BELAKANG
Agenda Pemilu tahun 2024 memiliki kompleksitas baik dalam persiapan dan pelaksanaanya
oleh seluruh elemen yang terkait. Dari sudut pandang Badan Pengawas Pemilihan Umum
(Bawaslu), pemilu secara ideal diterjemahkan untuk melakukan pencegahan terhadap
terjadinya pelanggaran dan penyelesaian sengketa proses pemilu hingga tataran teknis sesuai
kebutuhan substansi pelaksanaan Pemilu tahun 2024. Berdasarkan kompleksitas itu pula logis
jikamenyatakan bahwa mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Maka dari itu pentingnya
mencegah hal-hal yang akan bertentangan dengan asas dan aturan mengenai pelaksanaan
pemilu, lebih diutamakan daripada mengobati. Sebab mengobati bagian-bagian yang telah
mengalami kerusakan mengakibatkan perubahan pada fungsi-fungsi organ, sehingga
mencegah lebih diprioritaskan daripada mengobati. Terhadap konteks tersebut, Bawaslu
memiliki peran yang strategis dalam melakukan pencegahan terhadap potensi pelanggaran dan
sengketa proses pemilihan umum.

Dalam menjalankan peran pencegahan pelanggaran dan sengketa proses pemilu, Bawaslu
memerlukan partisipasi aktif seluruh elemen. Fungsi pencegahan yang luas memberikan ruang
untuk melibatkan semua pihak, mulai dari masyarakat, penyelenggara pemilu, peserta pemilu,
pemerintah, dan pihak terkaitlainnya. Peran aktif dari seluruh pihak dalam upaya pencegahan
membuat pemiluyang berkesesuaian dengan asas menjadi hal yang mungkin untuk wujudkan.
Di sisi lain Bawaslu memiliki kewajiban dalam meningkatkan partisipasi masyarakatyang
dimaknai bahwa partisipasi masyarakat lebih dari sekadar menggunakan hak pilihnya saja,
melainkan menjadi subjek melakukan pencegahan pelanggaran mewujudkan pemilu yang
demokratis.

Desain pencegahan pelanggaran dan sengketa proses pemilu yang terus mengalami
perkembangan kemudian diejawantahkan dalam beberapa bentuk, diantaranya identifikasi
kerawanan pemilu, edukasi kepada masyarakat, penguatan partisipasi masyarakat, kolaborasi
dengan stakeholders, serta supervisi Bawaslu di seluruh tingkatan. Adapun bentuk pencegahan
tersebut perlu dilaksanakan dengan sinergis dan efektif oleh Bawaslu sebagai implementasi
upaya pencegahan penanganan pelanggaran dan sengketa proses pemilihan umum
sebagaimana telah diatur dalam pasal 93 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum mengenai

54
“Bawaslu bertugas melakukan pencegahan dan penindakan terhadap:

1. pelanggaran Pemilu; dan

2. sengketa proses Pemilu;”

lebih lanjut komitmen Bawaslu dalam menjalankan amanah Undang-Undang dalam


melakukan pencegahan Bawaslu terhadap pelanggaran dan sengketa proses pemilu telah
diturunkan dalam Perbawaslu Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencegahan Pelanggaran dan
Sengketa Proses Pemilihan Umum dan SK Ketua Bawaslu Nomor 274 Tahun 2022 tentang
pencegahan pelanggaran dan sengketa proses pemilihan umum dan pemilihan gubernur dan
wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota.

B. SASARAN
1. Penyelenggara Pemilu;
2. Peserta Pemilu;
3. Pelaksana atau tim kampanye;
4. Pemerintah kelurahan/desa;
5. Masyarakat;
6. Pemilih; dan
7. Pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
Pemilu.

C. RUANG LINGKUP
1. Bentuk Pencegahan Pelanggaran dan Sengketa Proses Pemilu; dan
2. Tata Cara Pelaksanaan PencegahanPelanggaran dan Sengketa Proses Pemilu

D. PELAKSANA PENCEGAHAN
1. Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan
bertugas melakukan pencegahan terhadap: a. pelanggaran Pemilu; dan b. sengketa
proses Pemilu.
2. Panwaslu LN, Panwaslu Desa/Kelurahan, dan Pengawas TPS bertugas melakukan
pencegahan terhadap terjadinya praktik Politik Uang.

E. BENTUK PENCEGAHAN
1. identifikasi kerawanan;
2. pendidikan;
3. partisipasi masyarakat;
4. kerja sama;
5. publikasi;
6. himbauan; dan/atau
7. kegiatan lain

55
F. JENIS KEGIATAN PENCEGAHAN
1. Konsolidasi data;
2. Mengoordinasi dan Menyupervisi;
3. Forum koordinasi bersama Pemangku Kebijakan;
4. Sosialisasi;
5. Pojok Pengawasan;
6. Forum Warga;
7. Kampung/Desa Pengawasan Partisipatif;
8. Literasi Pegawasan Partisipatif Media Sosial;
9. Konsultasi;
10. Konsolidasi dengan Pemantau Pemilu;
11. Apel Siaga;
12. Patroli Pengawasan;
13. Pemanfaatan Sistem Informasi;
14. Imbauan;
15. Instrumen Hukum dalam Pencegahan (Saran Perbaikan); dan
16. Kegiatan lainnyaPencegahan Sengketa Proses Pemilu

G. TATA CARA PELAKSANAAN PENCEGAHAN


1. Melakukan Pengumpulan dan Analisis Data;
2. Koordinasi dan supervisi jajaran Bawaslu dalam rangka identifikasi kerawanan
setiap tahapan Pemilu;
3. Koordinasi bersama pemangku kebijakan;
4. Sosialisasi terkait dengan Pemilu dan Pemilihan;
5. Pembentukan Kampung/Desa Pengawasan;
6. Pendirian Pojok Pengawasan; dan
7. Tata cara pelaksanaan lainnya

H. LAPORAN HASIL PELAKSANAAN PENCEGAHAN


Pencegahan pelanggaran dan sengketa proses oleh pengawas Pemilu dilaporkan kepada
Bawaslu secara berjenjang sesuai dengan tingkatannya terdiri atas:
1.laporan periodik; dan
2.laporan akhir.
Selain membuat laporan periodik dan laporan akhir, Pengawas Pemilu juga
memberikan laporan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan secara berjenjang

56
57

Anda mungkin juga menyukai