Anda di halaman 1dari 14

PEMANFAATAN HASIL FERMENTASI LINDI TANPA PENYARINGAN

DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP


PERTUMBUHAN DAN KEMELIMPAHAN Chlorella sp.

Rosyadi*), dan Agusnimar“*)”

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau


*)

Jalan Kaharuddin Nasution Perhentian Marpoyan Pekanbaru, Riau, Indonesia

ABSTRAK

Lindi merupakan limbah cair yang kaya akan nutrisi, yang dapat digunakan
sebagai sumber bahan organik untuk kultur Chlorella sp. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pemanfaatan hasil fermentasi lindi tanpa penyaringan dengan
konsentrasi berbeda terhadap pertumbuhan dan kelimpahan sel Chlorella sp.
Metode yang digunakan adalah metode eksperimen Rancangan Acak Lengkap
(RAL), dengan 1 taraf dan 5 perlakuan serta 3 ulangan. Adapun perlakuan yang
digunakan adalah konsentrasi lindi meliputi, P1=5%, P2=10%, P3=15%, P4=20%
dan P5=25%/L air. Organisme uji yang digunakan dalam penelitian ini Chlorella
sp. wadah kultur digunakan adalah galon volume 20 L. Lindi diambil dari TPA
Muara Fajar, Pekanbaru. Parameter yang diukur adalah kelimpahan sel Chlorella
sp, laju pertumbuhan spesifik, dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan
kelimpahan Chlorella sp. tertinggi ditemukan pada konsentrasi 10% sebesar
3.077,8×103 sel/mL, terendah konsentrasi 25%, sebesar 2.016,7×103 sel/mL, laju
pertumbuhan spesifik tertinggi pada konsentrasi 10% sebesar 0,197/hr dan
terendah konsentrasi 25% sebesar 0,144/hr.

KATA KUNCI: Chlorella sp; Fermentasi EM4; Lindi; Media kultur; Tanpa
penyaringan

ABSTRACT

[Utilization of fermented leachate without filtering with different concentrations


on the growth and abundance of Chlorella sp.] Leachate is a liquid waste that is
rich in nutrients, which can be used as a source of organic matter for cultures
Chlorella sp. This study aims to determine ultilization of fermented leachate
without filtering with different concentrations on the growth and abundance of
Chlorella cells. The method used was an experimental method, Completely
Randomized Design (CRD), with 1 level and 5 treatments and 3 replication. The
treatment were the concentration of leachate, manely: P1=5%, P2=10%,
P3=15%, P4=20% and P5=25%/L of water. The test organism in this study was
Chlorella sp. The culture container used were gallons with a capacity of 20 L,
leachate obtained from Muara Fajar landfill in Pekanbaru. The parameters
measured were the abundance of Chlorella sp cells, specific growth rate, and
water quality. The results show abundance of Chlorella sp. highest at 10%
concentration of 3,077,778 cells ml-1, lowest concentration of 25%, amounting to
2,016,667 cells ml-1, highest specific growth rate at 10% concentration of
0.197day-1and the highest biomass is 0.28 gl-1.
KEYWORDS: abundance, Chlorella sp; culture media; fermentation; leachate

PENDAHULUAN

Pakan alami memiliki nilai nutrisi dan kandungan kalori yang relatif tinggi

sehingga dapat digunakan sebagai pakan untuk meningkatkan kelulushidupan dan

pertumbuhan larva ikan.

Salah satu jenis pakan alami yang cocok untuk larva ikan adalah Chlorella

sp, karena phytoplankton ini memiliki nilai gizi tinggi, ukuran yang sesuai dengan

bukaan mulut larva ikan, mudah dicerna, mudah dikultur serta memiliki

kemampuan berkembangbiak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat

(Chilmawati & Suminto, 2008). Chlorella sp. membutuhkan unsur hara untuk

pertumbuhan dan bereproduksi.

Terdapat berbagai jenis bahan organik dan anorganik yang dapat digunakan

sebagai sumber hara untuk kultur Chlorella sp, diantaranya adalah lindi, namun

sampai saat ini belum banyak penelitian yang memanfaatkan lindi yang ada di

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sebagai sumber materi organik untuk

kultur Chlorella sp. Menurut Dimiati & Hadi (2017), air lindi banyak

mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman, diantaranya organik

nitrogen, amonium nitrogen, nitrat, fosfor dan total besi. Menurut Sugiharto

(2020) Chlorella vulgaris memiliki kandungan protein kasar 55,3%, lemak kasar

10,3% dan serat kasar 5,80%.

Lindi merupakan hasil dari proses dekomposisi berbagai jenis sampah, baik

berupa sampah organik dan anorganik, yang mengandung unsur hara yang tinggi.

Bila lindi tersebut tidak dimanfaatkan dan dialirkan ke lingkungan sekitar TPA
akan dapat menurunkan kualitas lingkungan. Lindi sebagai sumber materi organik

mudah diperoleh serta biayanya murah dan tersedia setiap saat (Ertawati, 2015).

Untuk memanfaatkan lindi sebagai sumber hara dalam kultur Cholrella sp,

maka sebelum digunakan lindi harus diolah terlebih dahulu, sehingga unsur hara

yang ada dalam lindi bisa dimanfaatkan secara optimal. Sehubungan dengan itu,

perlu dicari berbagai cara atau teknik pengolahan lindi yang terbaik.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menanfaatkan lindi. Diantaranya

penelitian tentang pertumbuhan Chlorella sp. yang dipelihara di media diperkaya

dengan lindi tanpa pengolahan (Rosyadi et al., 2022); kemudian diikuti dengan

penelitian menggunakan air lindi yang diolah dengan penyaringan yang

difermentasi EM4 dengan konsentrasi berbeda kelimpahan Chlorella sp. (Rosyadi

et al., 2022). Sementara pemanfatan lindi hasil fermentasi tanpa penyaringan

belum dilakukan. Bertitik tolak dari permasalahan di atas dilakukan penelitian

pemanfaatan hasil fermentasi lindi tanpa penyaringan dengan konsentrasi berbeda

terhadap pertumbuhan dan kelimpahan Chlorella sp.

BAHAN DAN METODE

Penelitian pengembangbiakan Chlorella sp. dilaksanakan di Laboratorium

Mikroalga dan Nutrisi Ikan Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau Pekanbaru,

pada bulan September 2022.

Bahan dan Alat

Bibit Chlorella sp. diperoleh dari stok murni di Laboratorium Mikroalga

dan Nutrisi Ikan Faperta UIR Pekanbaru. Unsur hara yang digunakan sebagai

nutrisi adalah lindi dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Muara Fajar

Pekanbaru. Bahan fermentasi digunakan EM4, wadah kultur yang digunakan


adalah galon kapasitas 20 L, sebagai media kultur digunakan air sumur bor.

Peralatan dalam kultur antara lain, lampu neon, aerator, mikroskop binokuler dan

komputer, plankton net, haemacytometer, micropipet, timbangan analitik,

sentrifuge, oven, pH meter, thermometer dan DO meter.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode eksperimen, dengan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan 1 taraf dan 5 perlakuan serta 3 ulangan. Adapun

perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi lindi meliputi, P1=5%, P2=10%,

P3=15%, P4=20% dan P5=25%/L air. Unsur hara yang digunakan adalah lindi

tanpa penyaringan yang difermentasi menggunakan EM4 dan sebagai media

kultur digunakan air sumur bor. Volume media kultur sebanyak 16 L, dengan

kepadatan awal sel Chlorella sp. sebanyak 306,5×103 sel/mL. Penghitungan

kelimpahan sel dilakukan tiap dua hari sekali selama 14 hari dan pengukuran

kualitas air seperti suhu diukur dua hari sekali, pH, oksigen terlarut, Nitrat, Fosfat,

Fe dan Zn diukur awal dan akhir penelitian. Analisa unsur hara yang terkandung

dalam lindi hasil fermentasi tanpa penyaringan dilakukan menggunakan alat AAS

(Atomic Absobtion Spectrophotometer) di laboratorium Bahan Konstruksi PU

Provinsi Riau dan di laboratorium Kimia Laut dan Pengolahan Limbah Faperika

UNRI, serta laboratorium Mikroalga dan Nutrisi Ikan Faperta UIR.

Analisis Data

Untuk menghitung jumlah kelimpahan sel Chlorella sp. digunakan alat

haemacytometer tipe neubauer, menggunakan rumus menurut (Mukhlis et al.,

2017):

N = n×104 (sel/mL)
Keterangan:

N adalah total sel hasil perhitungan (sel/mL),

n adalah jumlah total sel/mL pada setiap sampel.

Laju pertumbuhan spesifik (μ) dihitung menurut rumus Wood et al., (2005):

μ = Ln (N2/N1)/t2-t1

Keterangan:

N2 adalah kepadatan populasi pada waktu ke-t,

N1 adalah kepadatan populasi sel pada waktu ke-0,

t1= waktu awal dan t2= waktu pengamatan (hari).

HASIL DAN BAHASAN

Kelimpahan Populasi Sel Chlorella sp.

Kelimpahan sel Chlorella sp. selama kultur disajikan grafik pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik kelimpahan sel Chlorella sp. (sel/mL) dikultur dalam media
fermentasi lindi tanpa penyaringan
Figure 1. Graph of cell abundance of Chlorella sp. (cells/mL) reared in
fermented leachate without filtering media
Gambar 1 menunjukkan bahwa pada awal kultur pertumbuhan Chlorella sp.

tidak mengalami fase adaptasi, hal ini terlihat pada hari ke-1 kelimpahan

Chlorella sp. meningkat dan memasuki fase ekponensial, hal ini berarti Chlorella

sp. yang diinokulasikan dapat beradaptasi terhadap media kultur yang baru. Tidak

terjadinya fase adaptasi disebabkan karena unsur hara pada media kultur dapat
diserap dengan baik oleh Chlorella sp. Istirokhatun et al., (2017), menyatakan fase

adaptasi akan menjadi lebih singkat atau bahkan tidak terlihat apabila sel-sel yang

diinokulasikan berasal dari kultur yang berada dalam fase eksponensial.

Pertumbuhan sel Chlorella sp. semakin lambat jika konsentrasi lindi yang

diberikan rendah atau tinggi (gambar 1), hal ini disebabkan karena mikroalga

untuk tumbuh membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang optimum. Ambarwati

et al., (2018), menyatakan bahwa mikroalga dapat menyerap unsur hara dalam

jumlah yang optimum, maka mikroalga memasuki fase eksponensial dengan

meningkatnya kelimpahan sel kultur.

Puncak kelimpahan Chlorella sp. untuk semua perlakuan pada penelitian ini

ditemukan pada pada hari ke-6, kecuali untuk perlakuan P5 dimana puncak

kelimpahannya terjadi pada hari ke-10. Setelah mencapai puncak kelimpahan,

jumlah Chlorella sp. pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4, menunjukkan penurunan

mulai hari ke-8 sampai hari 14, sementara pada perlakuan P5 penurunan

kelimpahan Chlorella sp. mulai dari hari 10. Hal ini disebabkan ketersediaan

unsur hara pada media kultur tidak terpenuhi untuk tumbuh dan bereproduksi.

Hermawan et al., (2017) menyatakan ketersediaan jumlah nutrien dalam media

kultur menjadi faktor pembatas untuk pertumbuhan mikroalga.

Fase kematian terjadi ketika sel mulai mati, ditandai dengan menurunnya

kelimpahan sel Chlorella sp. Meritasari et al., (2012) menyatakan bahwa

kematian sel dapat terjadi karena adanya perubahan kualitas air kearah yang

buruk, kondisi lingkungan tidak menguntungkan, umur kultivasi yang terlalu lama

dan terjadi penurunan kandungan nutrisi dalam media kultivasi. Setyaningsih et


al., (2011) menyatakan lamanya fase pada setiap perlakuan dikarenakan oleh

beberapa faktor, diantaranya umur, suhu, intensitas cahaya, dan nutrien.

Gambar 1 menunjukkan pemberian lindi dengan konsentrasi 10%

menghasilkan kelimpahan sel Chlorella sp. tertinggi yaitu sebesar 3.077,8×103

sel/mL, pada hari ke-6. Sementara kelimpahan Chlorella sp. terendah terjadi pada

perlakuan pemberian lindi dengan konsentrasi 25% yaitu sebesar 2.016,7×103

sel/mL pada hari ke-8. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan semakin

cepatnya perkembangan kelimpahan sel, maka puncak kelimpahannya akan

semakin cepat. Hal ini disebabkan karena lindi hasil fermentasi dengan EM4

tanpa penyaringan cepat terurai dan mudah diserap oleh Chlorella sp, sehingga

semakin tinggi konsentrasi lindi yang diberikan, kelimpahan sel Chlorella sp.

semakin rendah, karena untuk tumbuh Chlorella sp. membutuhkan unsur hara

dalam jumlah yang optimum. Seperti dikemukan oleh Meriatna et al., (2018) EM4

merupakan campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan dan dapat

mempercepat proses fermentasi bahan organik, sehingga nutrien yang terkandung

akan mudah terserap.

Berdasarkan analisis sidik ragam (anava) menunjukkan nilai F hitung > F

tabel (P<0,01), berarti pemberian lindi tanpa penyaringan yang difermentasi

dengan konsentrasi berbeda, memberi respon yang sangat nyata terhadap

kelimpahan sel Chlorella sp.

Seperti dikemukakan di atas, puncak kelimpahan Chlorella sp. pada

penelitian ini yaitu pemberian lindi yang difermentasi dengan EM4 tanpa

penyaringan terjadi lebih cepat, pada hari ke-6, namun kelimpahannya sebanyak

3.077,8×103 sel/mL lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan Chlorella sp.


yang dikultur dalam media yang diperkaya dengan lindi tanpa pengolahan (tanpa

fermentasi dan penyaringan) sebanyak 5.516,7×103 sel/mL yang puncaknya

terjadi pada hari ke-12 (Rosyadi et al., 2022). Apalagi jika dibandingkan dengan

kelimpahan Chlorella sp. yang dikultur dengan menggunakan air lindi yang

diolah dengan penyaringan dan difermentasi EM4 yaitu sebesar 7.322,2×103

sel/mL, puncak hari ke-16 (Rosyadi et al., 2022).

Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik sel Chlorella sp. disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik laju pertumbuhan spesifik menurut perlakuan (/hr).


Figure 2. Graph of the specific growth rate by treatment (/day).
Dari Gambar 2 diperoleh laju pertumbuhan spesifik sel Chlorella sp. sebesar

0,144-0,197/hr. Nilai tertinggi diperoleh pada pemberian lindi dengan konsentrasi

10%. Laju pertumbuhan spesifik pada pemberian lindi konsentrasi 5% sampai

20%, tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Namun pada pemberian

lindi konsentrasi 25% nilainya lebih rendah. Laju pertumbuhan spefisik Chlorella

sp. ini berkaitan dengan lamanya hari puncak populasi. Semakin cepat puncak

populasi semakin besar nilai laju pertumbuhannya dan sebaliknya semakin lama

puncak populasinya, maka laju pertumbuhannya juga semakin kecil.

Tingginya laju pertumbuhan spesifik pada konsentrasi 10%, disebabkan

karena penyerapan unsur hara untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan selnya


lebih cepat dibanding perlakuan lainnya. Aulia et al., (2017), perbedaan laju

pertumbuhan spesifik pada setiap perlakuan, disebabkan kemampuan sel dalam

menyerap unsur hara yang terdapat pada media kultur.

Kualitas Media Kultur

Suhu selama penelitian relatif stabil berkisar antara 28-29oC, karena

kultivasi dilakukan dalam satu ruangan. Bila suhu yang terlalu rendah

pertumbuhan mikroalga dapat terhambat, begitu juga jika suhu terlalu tinggi dapat

mengakibatkan kematian. Prabowo (2009), melaporkan kisaran suhu 25-30oC

merupakan suhu yang optimal untuk pertumbuhan Chlorella sp. dan dapat

meningkatkan aktivitas biologis dari organisme sebesar 2-3 kali lipat.

pH media kultur berkisar antara 6,75-8,45, nilainya mendukung untuk

pertumbuhan dan bereproduksi sel Chlorella sp. Boroh et al., (2019) pH kisaran

7,88-8,47, sel Chlorella sp. dapat tumbuh dengan baik.

Kandungan oksigen terlarut (DO) media kultur selama penelitian berkisar

antara 4,2-4,8 mg/L. Kandungan oksigen dalam media kultur ditentukan oleh dari

hasil proses fotosintesis, respirasi Chlorella sp. dan pemberian aerator disetiap

wadah kultur. Menurut Widiyanto et al., (2014), sumber oksigen dalam media

kultur berasal dari proses fotosintesa dan tergantung pada ketersediaan klorofil.

Richmond (2004), mengatakan bahwa ketersediaan oksigen di dalam media kultur

merupakan faktor penting untuk fitoplankton, karena secara langsung digunakan

sebagai bahan pembentukan molekul-molekul organik melalui proses fotosintesis.

Oksigen terlarut optimum bagi pertumbuhan fitoplankton 4,65-6,27 mg/L.

Kandungan COD pada awal dan akhir pengukuran berkisar antara 87,46-

138,00 mg/L dan 83,63-133,80 mg/L. Nilai COD pada akhir penelitian mengalami
penurunan pada setiap perlakuan, hal ini disebabkan karena EM4 dapat

mempercepat proses fermentasi bahan organik. Meriatna et al., (2018), EM4

merupakan campuran dari mikroorganisme yang dapat mempercepat proses

fermentasi, sehingga unsur hara yang terkandung akan mudah terserap.

BOD5 awal penelitian nilainya sebesar 0,204-1,632 mg/L dan akhir sebesar

1,214-2,856 mg/L. Setelah dilakukan kultur Chlorella sp. nilai BOD5 meningkat

disetiap perlakuan, hal ini disebabkan Chlorella sp. mengalami pertumbuhan

melalui proses fotosintesa. Berdasarkan PermenLHKRI.No. P.59/MenLHK/

Setjen/Kum.1/7/2016, tentang Baku Mutu Lindi, untuk kadar COD paling tinggi

diperbolehkan sebesar 300 mg/L, dan kadar BOD tertinggi yang diperbolehkan

sebesar 150 mg/L.

Unsur Hara Makronutrien dan Mikronutrien

Hasil pengukuran kandungan unsur makro dan mikronutrien tertera pada

Tabel 2.

Tabel 2. Data hasil pengukuran unsur hara makro dan mikronutrien


Table 2. Data of measurements of macro and micronutriens
Waktu/hasil pengukuran (mg/L)
No Unsur hara
Awal Akhir
1 Nitrat 0,085-4,575 0,158-0,367
2 Fosfat 0,082-0,117 0,387-0,653
3 Fe 0,139-0,218 0,045-0,115
4 Zn 0,049-0,077 0,025-0,043

Pada Tabel 2 dijelaskan, semakin tinggi konsentrasi lindi yang diberikan,

kandungan nitrat dalam media kultur mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan

materi organik pada media kultur jumlahnya juga meningkat. Setelah dilakukan

kultur kandungan nitrat mengalami penurunan, hal ini dikarenakan sel mikroalga

memanfaatkan nitrat untuk pertumbuhan dan bereproduksi. Acevedo et al., (2017)


mengatakan bahwa mikroalga dapat memanfaatkan senyawa organik dan

anorganik yang terlarut dalam air limbah untuk pertumbuhan. Meirinawati dan

Muchtar (2017), menyatakan bahwa nitrogen merupakan nutrien penting untuk

fitoplankton dan merupakan elemen pembatas pertumbuhan fitoplankton.

Aprilliyanti et al., (2016), menyatakan untuk pertumbuhan optimal fitoplankton

membutuhkan kandungan nitrat sebesar 0,9-3,5 mg/L.

Kandungan fosfat pada media kultur mengalami kenaikan selama

penelitian, hal ini dapat disebabkan karena pengaruh aktivitas bakteri dalam media

kultur. Avivi et al., (2010), menyatakan bahwa konsentrasi P total mengalami

peningkatan atau penurunan, kemungkinan dipengaruhi oleh aktivitas bakteri

dalam media dan juga dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan oleh tanaman.

Aprilliyanti et al., (2016), menyatakan kadar fosfat yang optimal untuk

pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 0,27-5,51 mg/L.

Dari Tabel 2 diketahui unsur hara mikronutrien, seperti Fe dan Zn nilainya

masih di bawah ambang batas baku mutu air. Unsur Fe menurut Permentan

tentang pupuk organik cair baku mutunya berkisar antara 5-50 mg/L, dan

Peratutan Pemerintah tentang baku mutu air sebesar 0,3 mg/L. Sedangkan unsur

Zn berdasarkan Permentan standar baku mutunya berkisar antara 125-2500 mg/L

dan untuk standar baku mutu air sebesar 2 mg/L. Sehingga lindi dapat

dimanfaatkan dan layak sebagai sumber bahan organik untuk kultur Chlorella sp.

Mikroalga membutuhkan unsur hara Fe dalam jumlah yang sangat sedikit

untuk proses metabolisme dan pertumbuhan. Sihotang et al., (2021) menyatakan

bahwa Zn termasuk unsur yang sangat penting bagi makhluk hidup, khususnya
organime mikroalga yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis dan dalam

pembentukan protein.

KESIMPULAN

Pemanfaatan hasil fermentasi lindi tanpa penyaringan dengan konsentrasi

berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan dan kelimpahan sel

Chlorella sp. Kelimpahan tertinggi pada pemberian lindi konsentrasi 10% sebesar

3.077,8×103 sel/mL, puncak hari ke-6 dan terendah konsentrasi 25% sebesar

2.016,7×103 sel/mL, puncak hari ke-8 dan laju pertumbuhan spesifik sebesar

0,197-0,144/hr.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Islam Riau melalui

DPPM telah memberi dukungan dana penelitian untuk dosen. Ucapan terima kasih

juga disampaikan kepada Khairul Hadi, S.Pi staf labor Mikroalga dan Nutrisi Ikan

Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau dan Kurnia Zulfahmi mahasiswa

Program studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau.

DAFTAR ACUAN

Acevedo, S., Pino, N. J., & Peñuela, G. A. (2017). Remoción de Nitrógeno,


Fósforo Y Producción De biomasa de Scenedesmus sp en Agua Residual
Domestica. Ingeniería y Competitividad, 19(1), 185-193.
https://doi.org/10.25100/iyc.v19i1.2142
Ambarwati, D. P., Yudiati, E., Supriyantini, E., & Maslukah, L. (2018). Pola
Pertumbuhan, Biomassa dan Kandungan Protein Kasar Kultur Skeletonema
costatum Skala Massal dengan Konsentrasi Kalium Nitrat Berbeda. Buletin
Oseanografi Marina, 7(2), 75-80.
https://doi.org/10.14710/buloma.v7i2.20896
Aprilliyanti, S., Soeprobowati, T. R., & Yulianto, B. (2016). Hubungan
Kemelimpahan Chlorella sp dengan Kualitas Lingkungan Perairan pada
Skala Semi Masal di BBBPBAP Jepara. Jurnal Ilmu Lingkungan, 14(2), 77-
81. https://doi.org/10.14710/jil.14.2.77-81
Aulia, M., Istirokhotun, T., & Sudarno. (2017). Penyisihan Kadar COD dan Nitrat
Melalui Kultivasi Chlorella sp. dengan Variasi Konsentrasi Limbah Cair
Tahu. Jurnal Teknik Lingkungan, 6(2): 1-9.
Avivi, S., Suyani, I. S., & Winarso, S. (2010). Efek Bakteri Pelarut Fosfat
Terhadap Pertumbuhan Aspergillus flavus pada Perkecambahan Kacang
Tanah. Jurnal HPT Tropika. 10(1): 64-72.
Boroh, R., Litaay, M., Umar, M. R., & Ambeng, A. (2019). Pertumbuhan
Chlorella sp. pada Beberapa Kombinasi Media Kultur. Bioma : Jurnal
Biologi Makassar, 4(2), 129-137.https://doi.org/10.20956/bioma.v4i2.6759
Chilmawati, D., & Suminto (2008). Penggunaan Media Kultur yang Berbeda
Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp The Used of Different Culture Medium
on the Growth of Chlorella sp. 4(1), 42–49.
Dimiati, D. D., & Hadi, W. (2017). Uji Pemanfaatan Pupuk Organik Cair Lindi
dengan Penambahan Bakteri Starter Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Hortikultura (Solanum Melongena dan Capsicum Frutescens). Jurnal Teknik
ITS, 6(2), 349–354. https://doi.org/10.12962/j23373539.v6i2.25199
Ertawati., Ilza, M., & Nofrizal. (2015). Sistim Pengolahan Limbah TPA Muara
Fajar dan Pengaruh Terhadap Kualitas Air Tanah Disekitarnya. Jurnal Ilmu
Lingkungan, 9(1), 83–95.
Hermawan, L.S., Tugiyono., Rusyani, E., & Murwani, S. (2017). Pertumbuhan
dan Kandungan Nutrisi Tetraselmis sp dari Lampung Mangrove Center pada
Kultur Skala Laboratorium dengan Pupuk Pro Analis dan Urea yang
Berbeda. Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati, 4(1), 31-
38.
Istirokhatun, T., Aulia, M., & Utomo, S. (2017). Potensi Chlorella sp. untuk
Menyisihkan COD dan Nitrat dalam Limbah Cair Tahu. Jurnal Presipitasi :
Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan, 14(2), 88-96.
https://doi.org/10.14710/presipitasi.v14i2.88-96
Meirinawati, H., & Muchtar, M. (2017). Fluktuasi Nitrat, Fosfat dan Silikat di
Perairan Pulau Bintan. Jurnal Segara, 13(3), 141–148.
https://doi.org/10.15578/segara.v13i3.6493
Meriatna, M., Suryati, S., & Fahri, A. (2018). Pengaruh Waktu Fermentasi dan
Volume Bio Aktivator EM4 (Effective Microorganisme) pada Pembuatan
Pupuk Organik Cair (POC) dari Limbah Buah-Buahan. Jurnal Teknologi
Kimia Unimal, 7(1), 13-29. https://doi.org/10.29103/jtku.v7i1.1172
Meritasari, D., Mubarok, A. S., Sulmartiwi, L., & Masithah, E. D. (2012).
Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.)
dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 4(1), 27–32.
Mukhlis, A., Abidin, Z., & Rahman, I. (2017). Pengaruh Konsentrasi Pupuk
Ammonium Sulfat Terhadap Pertumbuhan Populasi Sel Nannochloropsis sp.
BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi, 3(3), 149–155.
Prabowo, D. A. (2009). Optimasi Pengembangan Media untuk Pertumbuhan
Chlorella sp. pada Skala Laboratorium. Program studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 108 hal.
Richmond, A. (2004). Handbook of Microalgal Culture: Biotechnology and
Applied Phycology. Journal of Phycology, 40(5), 1001–1002.
Rosyadi, Dahril, T., Mulyadi, A., Siregar, S. H., & Windarti. (2022). Growth of
Chlorella sp. Reared in A Leachate Enriched Media. AACL Bioflux, 15(4),
1899–1907.
Rosyadi, R., Agusnimar, A., & Melati, H. (2022). Pengaruh Perbedaan
Konsentrasi Olahan Air Lindi Terhadap Kelimpahan Chlorella sp. Dinamika
Lingkungan Indonesia, 9(1), 32-38. https://doi.org/10.31258/dli.9.1.p.32-38
Setyaningsih, I., Saputra, A. T., & Uju. (2011). Komposisi Kimia dan Kandungan
Pigmen Spirulina fusiformis pada Umur Panen yang Berbeda dalam Media
Pupuk. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 14(1), 63–69.
Sihotang, A. Y. C., Santosa, G. W., & Sunaryo, S. (2021). Pengaruh Konsentrasi
Logam Berat Zn pada Pertumbuhan Mikroalga Dunaliella salina
(Chlorophyceae: Dunaliellaceae). Journal of Marine Research, 10(3), 340–
344. https://doi.org/10.14710/jmr.v10i3.29291
Sugiharto, S. (2020). Chlorella vulgaris and Spirulina platensis: Their Nutrient
Contents and Bioactive Compounds for Improving Poultry Productivity.
Indonesian Bulletin of Animal and Veterinary Sciences, 30(3), 123-138.
https://doi.org/10.14334/wartazoa.v30i3.2523
Widiyanto, A., Susilo, B., & Yulianingsih, R. (2014). Studi Kultur Semi-Massal
Mikroalga Chlorella sp pada Area Tambak dengan Media Air Payau (di
Desa Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab. Lamongan). Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis, 2(1), 1–7.
Wood, A. M., Everroad, R. C., & Wingard, R. M. (2005). Measuring Growth
Rates in Mikroalgal Cultures. In: Algal Culturing Techniques (Andersen,
R.A. Ed). Elseviers Acad. Press. pp. 269-284.

Anda mungkin juga menyukai