OLEH :
2110123045
PENDAHULUAN
perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilakan berbagai variasi barang dan/atau
jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung
oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus
transaksi barang/atau jasa melintas batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau
jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.1
Perusahaan jasa adalah suatu unit usaha yang kegiatannya memproduksi produk yang tidak
berwujud (jasa). Perusahaan jasa dapat diartikan juga sebagai suatu perusahaan yang menjual
jasa yang diproduksinya, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan para konsumen dan
mendapatkan keuntungan. Tapi perusahaan jasa pun memerlukan produk fisik atau yang
berwujud untuk melakukan kegiatan usahanya. Misalnya seperti perusahaan transportasi umum
yang menawarkan jasa transportasi kepada konsumen, maka untuk dapat melakukan kegiatan
usahanya perusahaan tersebut memerlukan alat transportasi seperti bus, pesawat atau kapal laut
Industri jasa pengiriman barang menjadi suatu hal yang pokok bagi pengusaha yang
menawarkan produknya dimedia online kerena banyaknya Konsumen yang memesan dari
dalam negeri maupun luar negeri. Tentu industri pengiriman jasa ini menjadi incaran banyak
1
Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.h., dan Christine S.T. Kansil, S.H., M.H, 2006, Pokok-pokok
pengetahuan Hukum dagang Indonesia Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, h. 210
2
Ridwan,2010/10/pengirimanbarang http://www.pengertianku.net.co.id/2012/10/pengiriman-
barang_html (diakses pada tanggal 15 Juni 2022 pukul 17:30 WITA)
pihak, karena biaya yang tidak terlalu mahal dan barang sampai pada tujuan. Industri jasa
pengiriman barang di Indonesia merupakan industri yang tingkat pertumbuhannya sangat pesat
tahun demi tahun. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya perusahaan jasa yang terus bertambah
dan berkembang pada saat ini demi memenuhi tuntutan pertumbuhan perusahaan mengalami
memberikan dampak Positif kepada dunia usaha, karena sangat membantu dalam perindustrian
informasi kepada klien Konsumen dengan tingkat ketetapan, kecepatan dan keamanan yang
cukup tinggi.3
Banyak sekali produk baru yang muncul untuk memikat para Konsumen dari
perusahaan-perusahaan dalam negeri baik perusahaan swasta maupun Badan Usaha Milik
Negara atau yang bisa disingkat dengan BUMN. Persaingan ini membuat pelaku usaha
negeri dan berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat diberbagai bidang melalui BUMN. PT.
Pos Indonesia merupakan BUMN Indonesia yang bergerak dibidang layanan Pos. Badan Usaha
Pos ini merupakan Perseroan terbatas atau bisa disebut PT. Pos Indonesia.4
PT. Pos Indonesia (Persero) mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha
penyedian jasa pengiriman barang. Masyarakat (Konsumen) dalam hal ini diprioritaskan untuk
memanfaatkan layanan pengiriman barang di daerah Kabupaten, Kota-kota, bahkan luar negeri
sekalipun yang masing-masing telah disediakan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) melalui jasa
3
Tri Yani Akhirina, 2016, “Pemilihan Mitra Jasa Pengiriman Barang”, Disertai, Fakultas
Ekonomi Universitas Indraprasta PGRI, Vol. 2, No.1, ISSN 2460-7041
4
kementerianbumn,2011/10/tentangPos
http://www.bumn.go.id/Posindonesia/2011/10/tentangPos.html (diakses pada tanggal 10 maret 2019
pukul 14:00 WITA)
5
Pos Indonesia, 2012/05/ tentang Pos http://www.Posindonesia.co.id/ (diakses pada tanggal 15
Juni 2022 pukul 20:15 WITA)
Berdasarkan Peraturan Pemerintahan (PP) Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos, dijelaskan bahwa Pos adalah layanan
komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik, layanan paket, layanan logistic, layanan transaksi
keuangan, dan layanan keagenan Pos untuk kepentingan umum (Pasal 1 ayat 1). Mengutip dari
pasal 1 ayat (1) Penyelenggaraan Pos merupakan pewujudan Pos dari fungsi pengangkutan,
yaitu memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ketempat lainnya, dengan maksud
untuk meningkatkan daya guna dan nilai antar bangsa. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa dibentuknya PT. Pos Indonesia diarahkan untuk menunjang kebutuhan kepentingan
umum dengan mempererat kerja sama dalam hubungan antar bangsa. PT. Pos Indonesia
komunikasi antar daerah dan bertujuan untuk menunjang pembagunan nasional demi
kepentingan umum.
Adanya hubungan hukum antara perusahaan penyedia jasa pengiriman barang Pos dengan
masyarakat pengguna jasa tersebut,maka terjadi suatu perikatan antara pihak yang satu dengan
pihak yang lain. Perikatan tersebut didasarkan oleh adanya perjanjian antara PT. Pos Indonesia
dengan Konsumen. Selain itu, masing-masing pihak juga memiliki Hak dan Kewajiban,
dimana Hak dan Kewajiban tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009
Tentang Pos.
Oleh karena itu, dengan adanya Undang-undang tersebut, maka Hak dan Kewajiban
baik itu bagi Konsumen pengguna jasa atau pelaku usaha penyedia jasa tersebut bisa
terlindungi dengan menetapkan aspek standar keamanan pada saat pengiriman, standar
KUHPerdata,6 ketentuan ini merupakan asas umum mengenai risiko yang hendak dilihat
penerapannya dalam praktek perjanjian pengiriman barang, karena sifatnya sebagai aturan
umum maka harus diperhatikan hubungannya dengan isi perjanjian yang dibuat oleh kedua
belah pihak. Pos Indonesia harus dapat memepertanggungjawabkan atas kerugian uang yang
ditimbulkan baik itu barangnya sampai ditempat tujuan tapi dalam keadaan hilang dan rusak.
Ada beberapa kasus keterlambatan, kerusakan ataupun kehilangan paket barang yang
dikirim Konsumen melalui PT Pos Indonesia Sunset Road Bali, salah satunya keterlambatan
sampai 1 hari tetapi 3 hari sampai ditujuan. Kerusakan barang kiriman berupa Accsessories
(barang pecah belah) yang di kirim ke Austaralia melalui layanan Air Mail Namun barang
tersebut dalam keadaan rusak. Dan kasus kehilangan barang kiriman sepatu kulit yang dikirim
ke United State menggunakan layanan Express Mail Service (EMS) antispasi waktu kiriman
sekitar 5-7 hari, namun setelah seminggu barang tidak kunjung sampai ke negara tersebut, dan
PT Pos Sunset Road meyatakan jika barang itu hilang. Dan sebagaimana telah di atur dalam
Pasal 28 Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang diatur bahwa penguna layanan Pos
a. Kehilangan kiriman;
b. Kerusakan paket;
khususnya yang tejadi pada PT. Pos Indonesia Sunset Road Bali seperti yang disebutkan diatas,
maka itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di PT. Pos Indonesia Sunset Road Bali.
6
Subekti,2005, pokok-pokok hukum perdata, PT Inter Masa:, Jakarta, h. 22
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, penulis hendak mengkaji dan menelaah tentang
Efektifitas Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos atas Keterlambatan, Kerusakan
adapun tujuan umum yang hendak dicapai dari penulisan metode penelitian ini yaitu
untuk pengembangan ilmu hukum terkait dengan science as a proses (ilmu sebagai
proses). Dengan pradigma ini, ilmu hukumtidak akan mandek dalam penggalian atas
1. Untuk Mengetahui dan mengkaji Peran PT Pos Indonesia Sunset Road dalam
tahun 2009 Tentang Pos terhadap konsumen apabila terjadi keterlambtan, kerusakan
1.4.1 Teoritis
Adapun yang menjadi manfaat teoritis dalam metode penelitian ini yaitu, menambah
wawasan dan ilmu pengatahuan hukum, khususnya pengetahuan yang terkait dengan
1.4.2 Praktis
Adapun manfaat praktis yang hendak dicapai dari metode penelitian ini yaitu :
1. Bagi PT. Pos Indonesia penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan
2. Bagi kalangan masyarakat terutama mahasiswa ilmu hukum penelitian ini diharapkan
berkaitan dengan keterlambatan, kerusakan dan kehilangan barang kiriman konsumen yaitu :
Pertama. Skripsi dari Putri Pratiwi Lubis, fakultas hukum univerisats Sumetera Utara
Medan 2017, dengan judul skripsi “ Pelindungan Hukum Bagi Konsumen PT. Pos Indonesia
(Perseroan) Terhadap kerusakan atau hilangnya paket pengiriman barang (studi di Knator Pos
Pematangsiantar), adapun yang menjadi pokok permaslahaan dalam penelitian skripsi tersebut
yakni:
1. Bagaimana hak dan kewajiban PT. Pos Indonesia dan pengguna jasa konsumen ?
2. Bagaimana tanggung jawab PT. Pos Indonesia atas kerusakan atau hilangnya paket
pengiriman barang ?
Hasil pembahasan dalam skripsi ini dapat diketahui bahwa, pertama hak dan kewajiban
PT. Pos Indonesia dan pengguna Jasa konsumen dijamin dalam Undang-undang Nomor 38
thaun 2009 dan undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal
ini tercantum dalam Pasal 18, pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28, pasal 30 dan Pasal 31 dan Pasal
konsumen tercantum dalam pasal 4, pasal 6, dan pasal 7. Dan kedua, tanggung jawba piha
kantor pos pematangsiantar terjadi saat diterimanya barang kiriman, sampai diserahkannya
kepada penerima barang ditempat tujuan paket kiriman tersebut. Dalam pasal 28 apabila
terjadinya ketidaksesuaian antara barang yang dikirimdan diterima, maka sesuai dengan
bunyoi pasal 28 tentang pos, konsumen dapat melakukan klaim ganti rugi kepada pihak kantor
Pos pematangsiantar. Kegita, bentuk perlindungan yang diberikan pihak PT. Pos Indonesia
Cabang Pematangsiantar kepada pengguna jasa layanan pos atau konsumen adalah dengan
membayar ganti rugi sesuai dengan ketentuan yang telah diatur mengenai ganti rugi dalam
pelaku usaha, yaitu memberikan kompesensi ganti rugi konsumen beruapa uang atau abarang
Kedua, penelitian skripsi dari I Gusti Ngurah Krisna Aribhuana Putra, Fakultas Hukum
Universitas Udayana, 2019, dengan judul skripsi “ Tanggung Jawab PT. Pos Indonesia Dalam
layanan jasa pengiriman barang yang mengalami keterlambatan (Studi Pada Pt. Pos Indonesia
cabang Ubud)” adapun yang menjadi pokok permsalahan dalam penelitian skripsi ini yaitu :
Pos Indonesia ?
Penelitian dalam kaitannya dengan penulisan skripsi ini termasuk jenis penelitian
empiris yang merupakan suatu penelitian yang dilkaukan dengan cara memadukan data
sekunder dan data primer yang didapat melalui observasi atau penelitian yang secara langsung
antara lain kurangnya jumlah petugas, masa-masa ramai, alamat tidak lengkap, nama
yang tidak sesuai, tidak mencantumkan nomor yang dapat dihubungi, dan force
majure. Adapun bentuk tanggung jawab PT. Pos Indonesia dalam melakukan kegiatan
KAJIAN PUSTAKA
Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu
yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas
sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, efektif adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya,
Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan untuk memantau.8
Jika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud dengan “dia” disini adalah pihak yang berwenang
yaitu polisi. Kata efektfitas sendiri berasal dari kata efektif, yang berarti terjadi efek atau akibat
yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien berarti efektif karena
dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak dicapai atau kehendaki dari peruatan itu.
Menurut Hans Kelsen, jika berbicara tentang efektifitas hukum, dibicarakan pula
tentang Validitas hukum. Validitas hukum berarti bahwa norma-norma hukum itu mengikat,
bahwa orang harus berbuat sesuai dengan yang diharuskan oleh norma-norma hukum.
Efektifitas hukum berarti bahwa orang benar-benar berbuat sesuai dengan norma-norma
hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma-norma itu benar-benar diterapkan
dan dipatuhi.
7
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, Jakarta, Balai Pustaka. H.284
8
Ibid.
b. Fakor-Faktor Efektivitas Hukum
Efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool
of social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang
bertujuan terciptanya suatu keadaan yang sersi antara stabilitas dan perubahan di dalam
masyarakat. Selain itu hukum juga memliki fungi lain yaitu sebagai a tool of social engineering
yang dimaksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat
berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke
dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivitas hukum merupakan proses yang
Ketika kita ingin mengetahu sejauh mana efektivitas dari hukum, maka pertama-tama harus
dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran
ketaatannya, kita akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif.
Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih
dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati atau tidak
Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekanto, SH.,MA faktor yang mempengaruhi efektifitas
9
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta: Kenacana.
h.375
Faktor kebudayaan.10
penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum
keadilan. Kepastian hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat
abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan Undang-
Undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika melihat suatu
permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum
tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja, masih banyak aturan-aturan yang
hidup dalam masyrakat yang mampu mengatur kehidupan masyarakat. Jika hukum tujuannya
hanya sekedar keadilan, maka kesulitannya karena keadilan itu bersifat subjektif, sangat
Faktor ini meliputi pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum atau law
enforcement. Bagian-bagian itu law enforcement adalah aparatur penegak hukum yang mampu
memberikan kepastian, keadilan, dan kemanfaat hukum secara proporsional. Aparatur penegak
hukum menyangkup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya)
penegak hukum, sedangkan aparat penegak hukum dalam arti sempit dimulai dari kepolisian,
kejaksaan, kehakiman, penasehat hukum dan petugas sipil lembaga permasyarakatan. Setiap
aparat dan apartur diberikan kewenangan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, yang
10
Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegak Hukum, Penerbit PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.5
meliputi kegiatan penerimaan laporan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian,
penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pembinaan kembali terpidana.
Sistem peradilan pidana harus merupakan kesatuan terpadu dari usaha-usaha untuk
memakai sebagiaan ukuran statistik kriminalitas, maka keberhasilan sitem peradilan pidana
akan dinilai berdasarkan jumlah kejahatan yang sampai alat penegak hukum. Beberapa banyak
yang dapat diselesaikan kepolisian, kemudian diajukan oleh kejaksaan ke pengadilan dan
dalam pemeriksaan di pengadilan di nyatakan bersalah dan dihukum. Sebenarnya apa yang
diketahui dan diselesaikan melalui sistem peradilan piadana hanya puncaknya saja dari suatu
gunung es. Masih banyak yang tidak terlihat, tidak dilaporkan (mungkin pula tidak diketahui,
misalnya dalam hal “kejahatan dimana korbannya tidak dapat ditentukan” atau “crimes without
victims”) dan karena itu tidak dapat dipersalahkan sepenuhnya kepada sistem peradilan pidana.
Karena tugas sistem ini adalah terutama menyelesaikan kasus-kasus yang sampai padanya.
(status) dan peranan (role). Kedudukan (social) merupakan posisi tertentu di dalam struktur
kemasyarakatan. Kedudukan tersebut merupakan peranan atau role, oleh karena itu seseorang
yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya mempunyai peranan. Suatu hak merupakan
wewenang untuk berbuat dan tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.
harus memperhatikan etika yang berlaku dalam lingkup profesinya, etika memperhatikan atau
mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Dalam profesi
penegak hukum sendiri mereka telah memiliki kode etik yang telah ditetapkan dan disepakati
itu masih banyak di langgar oleh para penegak hukum. Akibat perbuatan-perbuatan para
penegak hukum yang tidak memiliki integritas bahkan dapat dikatakan tidak beretika dalam
diharapkan oleh bangsa ini, bahkan menimbulkan pikiran-pikiran negative dan mengurangi
Aturan para aparat dan aparatur penegak hukum dijabarkan sebagai berikut :
polisi. Secara umum kedudukan, fungsi dan tugas kepolisian di atur dalam Undang-
2. Kejaksaan, secara umum kedudukan, fungsi dan tugas kepolisian diatur dalam Undang-
3. Kehakiman, secara umum kedudukan, fungsi dan tugas kepolisian diatur dalam
melakukan penegakan hukum tersebut dapat diatasi dengan cara mendidik, membiaskan diri
untuk mempunyai sikap-sikap anatara lain: sikap terbuka, senantiasa siap menerima perubahan,
peka terhada masalah yang terjadi, senantiasa mempunyai informasi yang lengkap, orentasi ke
masa kini dan masa depan, menyadari potensi yang dapat dikembangkan, berpegang pada suatu
perencanaan, percaya pada kemampuan iptek, menyadari dan menghormati hak dan kewajiban,
berpegang teguh pada keputusan yang diambil atas dasar penalaran dan perhitungan yang
mantab.
Fasilitas pendukung secara sederhana dapat dirumuskan sebagai sarana untuk mencapai
tujuan. Ruang lingkupnya terutama adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor
pendukung. Fasilitas pendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil,
organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan sebagainya.
Jika fasilitas pendukung tidak terpenuhi maka mustahil penegak hukum akan tercapai
tujuannya. Kepastian dan kecepatan penyelesaian perkara tergantung pada fasilitas pendukung
bagi kepastian dan penanganan perkara-perkara pidana, sehingga tanpa adanya sarana atau
fasilitas tersebut tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya
dengan peranan yang aktual, maka untuk sarana atau fasilitas tersebut sebaiknya dilakukan
Soerjono Soekanto sendiri menyatakan bahwa tidak mungkin penegak hukum akan
berlangsung dengan lancar tanpa adanya sarana atau fasilitas yang memadai. Fasilitas atau
sarana yang memadai tersebut, antara lain: mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seturusnya.
Kalau hal itu tidak terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Kita
bisa bayangkan bagaimana penegakan peraturan akan berjalan sementara aparat penegaknya
memiliki pendidikan yang memadai, memiliki tata kelola organisasi yang buruk, ditambah
dengan keuangan yang minim. Akan tetapi hal itu bukanlah segala-galanya kalau aparatnya
sendiri masih buruk, karena sebaik apapun sarana atau fasilitas yang membantu penegakkan
hukum tanpa adanya aparat penegak hukum yang baik hal itu hanya akan terasa sia-sia. Hal itu
dapat kita lihat misalnya pada insatasi kepolisian, dimana saat ini hampir bisa dikatakan dalam
fasilitas pihak kepolisian sudah dapat dikatakan mapan, tapi berdasarkan survey yang
terkorup saat ini ada di tubuh kepolisian dengan indeks suap sebesar 48%, bentuk korupsi yang
terjadi di tubuh kepolisian, itu contohnya saja seperti korupsi kecil-kecilan oleh polisi lantas
yang mungkin sering dialami oleh pengendara, sampai ke tingkat yang lebih tinggi semisal
tersangka kasus korupsi susno. Begitu juga dalam lingkup pengadilan dan kejaksaan pun tidak
4. Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian
Masyarakat Indonesia mempunyai pendapat mengenai hukum sangat berpareasi antara lain :
3. Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah, yakni patokan perilaku pantas yang
diharapkan;
Berbagai pengertian tersebut di atas timbul karena masyarakat hidup dalam konteks yang
berbeda, sehingga yang seharusnya dikedepankan adalah keserasiannya, hal ini bertujuan
supaya ada titik tolak yang sama. Masyarakat juga mempunyai kecenderungan yang besar
untuk mengartikan hukum dan bahkan mengindetifikasi dengan petugas (dalam hal ini adalah
Salah satu akibatnya adalah bahwa baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola
perilaku penegak hukum itu sendiri yang merupakan pendapatnya sebagai cerminan dari
hukum sebagai struktur dan proses. Keadaan tersebut juga dapat memberikan pengaruh baik,
yakni bahwa penegak hukum akan merasa bahwa perilkaunya senantiasa mendapat perhatian
dari masyarakat.
Permasalahan lain yang timbul sebagai akibat anggapan masyarakat adalah mengenai
penerapan Undang-undang yang ada/ berlaku. Jika penegak hukum menyadari dirinya
Perundang-undangan bisa terlalu luas atau bahkan terlalu sempit. Selain itu mungkin timbul
kebiasaan untuk kurang menelaah bahwa Perundang-undangan kadangkala tertinggal dengan
mengalami perubahan dalam kadar tertentu. Perubahan tersebut dapat dilakukan melalui
penerangan atau penyuluhan hukum yang bersinambungan dan senantiasa dievaluasi hasil-
5. Faktor Kebudayaan
Kebudaayan menurut Soerjono Soekanto, mempunyi fungsi yang sangat besar bagi manusia
dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak,
berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan
demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perilakuan yang menetapkan peraturan
a. Pengertian Konsumen
Konsumen sebagai istilah yang sering dipergunakan dalam percakapan sehari-hari yang
perlu untuk diberikan batasan pengertian agar dapat mempermudah pembahasan tentang
11
Ahmadi Miru, 2011, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h.19
Pengertian konsumen dalam rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang
Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang bersedia dalam masyarakat, bagi
kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak untuk
diperdagangkan kembali.12
pengertian Konsumen dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo dalam bukunya ynag berjudul Hukum Perlindungan
Dalam kepustakaan ekonomi dikenal akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir
adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara
adalah konsumen yang menggunakan suatu produk bagian dari proses produksi suatu
produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen
akhir. Dapat diketahui pengertian konsumen dalam UUPK lebh luas daripada
pengertian konsumen pada rancangan Undang-undang Perlindungan Konsumen,
karena UUPK juga meliputi pemakian barang untuk kepentingan makhluk hidup lain.
Hal ini berarti bahwa UUPK dapat memberikan perlindungan kepada Konsumen yang
bukan manusia (hewan, maupun tumbuh-yumbuhan). Pengertian yang luas seperti itu
12
Yayasan Lembaga Konsumen, Perlindungan Konsumen Indnesia, suatu sumbangan
Pemikiran Tentang Rancangan Undang-undang Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Yayasan Lembaga
Konsumen, 1981), h.2
sangat tepat dalam rangka memberikan perlindungan seluas-luasnya kepada
Konsumen.13
Menurut Az. Nasution menegaskan batasan tentang Konsumen, yakni :
a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk
tujuan tertentu
b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/jasa untuk
digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan
komersial)
c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan barang
dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau
Sehubungan dengan hal tersebut, Menurut Hans W.Miklitz, secara garis besar dapat
1. Konsumen yang terinformasi (well informed) yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
b. Mempunyai sumber daya ekonomi yang cukup, sehingga dapat berperan dalam
c. Lancar berkomunikasi
a. Kurang berpendidikan
13
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT.
Rajawali Pers, h.4-6
14
Az. Nasution, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit
Media, h. 13
c. Tidak lancar berkomunikasi.15
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan Perlindungan adalah tempat berlindung.16
Pemaknaan kata perlindungan secara kebahasan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan
unsur-unsur, yaitu :
Pelindungan Konsumen/UUPK), yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-
undang Perlindungan Konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala
upaya menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadikan
tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan
perlindungan Konsumen.17
15
Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT. Grasindo Edisi
Revisi, h. 3
16
Suharto dan Iryanto, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, PT.
Grasindo, h.19
17
Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen,
Bogor,Ghalia Indonesia, h. 9
Tujuan yang ingin dicapai dalam perlindungan Konsumen umumnya dapat dibagi dalam
sebagai berikut :
18
Adrian Sutedi, ibid, h.9
19
Celina Tri Siwi Krisyanti, 2009, Hukum Perlindungan konsumen, Jakarta, Sinar Grafika,
h.115
C. Prinsip-prinsip Perlindungan Konsumen
Prinsip-prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam
diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab seberapa
jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. Secara umum bahwa
principle).
Principle)
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based
on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Prinsip
ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum jika ada
unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHPerdata, yang lazim dikenal sebagai pasal
tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu :
1. Adanya perbuatan
20
Andi Sri Rezky Wulandari, S.h.,M.H, dan Nurdiyana Tadjuddin, S.H., M.H, 2018, Hukum
Perlindungan Konsumen, Mitra Wacana Media; Jakarta, h. 39
4. Adanya hubungan kuasalitas antara kesalahan dan kerugian
Kesalahan disini adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Prinsip tanggung jawab
ini dapat diterima karena adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi
pihak korban. Dengan kata lain, tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti
Pembagiannya dalam beban pembuktiannya, asas ini mengikuti ketentuan pasal 163
(RBG) dan Pasal Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Disitu dikatakan, barang siapa yang
mengakui mempunyai suatu hak, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu (actorie
incumbit probatio). Ketentuan ini juga sejalan dengan teori umum dalam hukum acara, yakni
asas audi et altern partem atau asas kedudukan yang sama antara semua pihak yang berpekara.
Disini hakim harus member para pihak beban yang seimbang dan patut sehingga masing-
Perkara yang perlu diperjelas dalam prinsip ini, yang sebenarnya juga berlaku umum untuk
prinsp-prinsip lainnya adalah definisi tentang subjek pelaku kesalahan (pasal 1367
KUHPerdata). Dalam doktrin hukum dikenal asas vicarious liability dan coporate liability
vicarious liability (atau disebut juga respondeat superior, let the master answer), mengandung
pengertian, majikan bertanggung jawab atas kerugian pihak lain yang ditimbulkan oleh orang-
orang karyawan yang berada dibawah pengawasannya (captaian of the ship doctrine).
Penerapan prinsip ini adalah berdasarkan Konsumen hanya melihat semua dibalik dinding
suatu korporasi itu sebagai suatu kesatuan. Ia tidak dapat membedakan mana yang
berhubungan secara organic dengan korporasi dan mana yang tidak. Doktrin yang berakhir ini
disebut ostensible agency. Maksudnya, jika suatu korporasi memberi kesan kepada
21
Andi Sri Rezky Wulandari, S.h.,M.H, dan Nurdiyana Tadjuddin, S.H., M.H, 2018, Hukum
Perlindungan Konsumen, Mitra Wacana Media; Jakarta, h. 41
masyarakat, orang yang bekerja disitu adalah karyawan yang tunduk dibawah
perintah/koordinasi korporasi tersebut, maka sudah cukup syarat bagi koporasi itu untuk wajib
tanggung jawab ini pernah diakui, sebagaimana dapat dilihat dalam pasal 17, 18 ayat (1), pasal
2. Pengangkutan dapat membebaskan diri dan tanggng jawab jika ia dapat membuktikan,
3. Pengangkutan dapat membebaskan diri dan tanggung jawab jika ia dapat membuktikan,
baik.
Prinsip pembalikan beban pembuktian adalah sesorang dianggap bersalah, sampai yang
bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum
praduga tidak bersalah (presumpation of innocence) yang lazim dikenal dalam hukum. Maka
dari prinsip ini konsumen berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada pada pihak
pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini harus mempunyai bukti-bukti dirinya tidak bersalah.
Tentu saja Konsumen tidak lalu berarti dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi
Konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat dibalik oleh pelaku usaha, jika ia
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak selalu
bertangungjawab (presumpation Non liability principle) hanya dikenal dalam bentuk transaksi
Konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasannya demikian biasanya secara common sense
dapat dibenarkan. Contohnya dalam penerapan prinsip ini adalah dalam hukum pengangkutan.
Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan
diawasi oleh si penumpang (Konsumen) adalah tanggung jawab dan penumpang . dalam hal
Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikan dengan prinsi
Meskipun demikian, pada dasarnya strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang
menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, ada pengecualian-
pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dan tanggung jawab tanpa kesalahan dan
kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada
harga produknya.
digunakan untuk “menjerat” pelaku usaha, khususnya produsen barang yang merugikan
Konsumen. Produsen wajib bertanggungjawab atas kerugian yang diderita Konsumen atas
penggunaan barang/jasa yang dimiliki pemilik usaha. Gugatan ini dapat dilakukan berdasarkan
• Melanggar jaminan (breach of warranty), misalnya khasiat yang timbul tidak sesuai
Dalam penerapan tanggung jawab mutlak terletak pada risk liability. Dalam risk liability,
kewajiban mengganti rugi dibebankan kepada pihak yang menimbulkan resiko adanya
ini menguntungkan para pelaku usaha karena mencamtumkan klausul eksonerasi dalam
membatasi maksimal tanggung jawab. Bila ada pembatasan mutlak harus berdasarkan pada
Peraturan Perundang-Undangan.22
kewajiban yang harus dipatuhi oleh perusahaan pengangkutan dalam menjalankan usahanya.
Apabila dalam melaksanakan kewajibannya itu terjadi pelanggaran maka tentu saja tanggung
22
Ibid, h.46
1. Bertanggung jawab atas barang yang hilang/dicuri dan memberikan ganti kerugian
sopir/pekerjanya23
Teori berasal dari kata Theoria yang berarti perenungan, dan kata theoria itu sendiri
berasal dari kata thea yang dalam Bahasa Yunani berarti cara atau hasil pandang. 24 Teori
merupakan rangkaian yang logis dari beberapa proposisi. Teori merupakan abstatrkasi dari
pengertian atau hubungan dari proposisi dalil.25 Menurut masri Singarimbun dan Sofian
Efendi, Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, kontrak, definisi, dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan
antar konsep.
2)Teori merupakan secara sistematis suatu fenomena social dengan cara menentukan
23
Gulto,2016,Tanggungjawabperusahaan http://www.gultomlawconsultants.com/tanggung-
jawab-perusahaan-jasa-pengankutan-dalam-pengangkutan-barang-dalam-hal-terjadinya-hilang-
dicurinya-barang_html (diakses pada tanggal 28 Juni 2022 pukul 13:15 WITA)
24
Soetandyo Widnyosoeebroto, 2001, Hukum Paradigma Metode dan Dinamika Salahnya,
Esam dan Huma, Jakarta, hal. 184
25
Ishaq, 2017, Metode Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis serta Dosertasi, Alfabeta,
Bandung, hal. 62.
3)Teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang
Teori sebagai pisau analisis yaitu teori digunakan untuk dijadikan panduan dalam
melakukan analisis, dengan memebrikan penelitian (Preskripsi) terhadap temuan fakta atau
peristiwa hukum yang ada sesuai dengan teori atau tidak. Fungsi teori dalam penelitian ini
adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala
yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini meruakan penelitian empiris, artinya……..
Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu
yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efetivitas sebagai
ketepatan pengunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, efektif adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak
Sedangkan efektifitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan untuk
memantau.27 Jika dilihat dari sudut pandang hukum, yang dimaksud dengan “dia” disini adalah
pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata efektifitas sendiri berasal dari kata efktif, yang berarti
terjadi efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien
berarti efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak dicapai atau dikehendaki dari
perbuatan itu.
Pada dasarnya efektivitas adalah pengukur dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, sasaran atau tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of
26
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, Jakarta, Balai Pustaka. H.284
27
Ibid.
social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang
bertujuan terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan didalam
masyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a too of social
engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum
dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyrakat dari pola pemikiran yang
tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan
Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-
tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian besar target yang
menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakaan bahwa aturan hukum yang bersangkutan
adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita
tetap masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati
atau tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya. Sebagaimana yang telah
Faktor-faktor yang mengukur ketaatan terhadap hukum secara umum antara lain28 :
a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari orang-orang
b. Kejelasan rumusan dari subtansi atuan hukum, sehingga mudah dipahami oleh target
bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab hukum yang bersifat
28
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Inteprestasi Undang-undang (Legisprudence). Jakarta, Penerbit
Kencana, h.375
melarang (prohbitur) lebih mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat
mengharuskan (mandatur).
e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipidanakan dengan sifat aturan
f. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus proporsional dan
g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi pelanggaran terhadap
aturan hukum tersebut, adalah memang memungkinkan, karena tindakan agar yang
diatur dan diancamkan sanksi, memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati,
h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relative akan jauh
lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan nilai moral yang
i. Efekif atau efektifnya suatu aturan hukum secara umum, juga tergantung pada optimal
dan professional tidak aparat penegak hukum untuk menegakan aturan hukum tersebut.
j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan adanya
berpendapat bahwa seyogyanya yang dikaji, bukan ketaatan terhadap hukum pada umumnya,
melainkan ketaatan terhadap antara hukum tertentu saja. Achmad ali sendiri berpendapat
a. Bagaimana ketaatan terhadap hukum secara umum dan faktor-faktor apa yang
mempengaruhinya;
29
Ibid. h. 376
b. Bagiamana ketaatan terhadap suatu aturan hukum tertentu dan faktor-faktor apa yang
mempengaruhinya.
Jika yang dikaji adalah efektivitas perundang-undangan, maka dapat dikatakan bahwa
tentang efektifnya suatu Perundang-undangan, banyak tergantung pada beberapa faktor, antara
lain :
Jadi, Achamd ali berpendapat bahwa pada umunya faktor yang banyak mempengaruhi
wewenang dan fugsi dari penegak hukum, baik di dalam penjelasan tugas yang dibebankan
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat martabat, serta pengakuan terhadap
hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari
kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu
hal dari lainnya. Berkaitan dengan Konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan
30
Ibid. h. 378
31
Ibid. h. 379
terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhnya hak-hak
tersebut 32
Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana Perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu
Pada perlindungan hukum preventif ini, subjek hukum diberikan kesempatan untuk
bentuk yang definitive. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum
preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan
bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong
untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di
Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap
tindakan pemerintah bertampu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lainnya
konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan
kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip
negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
32
Philipus M. Hadjon , 2005, Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia, Citra Aditya
Bakti:,Bandung, h.1-2
manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama
Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar, dilakukan secara adil dan jujur serta
bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Rasa keadilan dan hukum harus ditegakkan
berdasarkan hukum Positf untuk menegakan keadilan dalam hukum sesuai dengan realitas
masyarakat yang menghendaki tercapainya masyarakat yang aman dan damai. Keadilan harus
dibangun sesuai dengan cita hukum (Rechitdee) dalam negara hukum (Rechtsstaat), bukan
Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
meliputi perlindungan Konsumen terhadap barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan
untuk mendapatkan barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian barang
Cakupan perlindungan Konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu :
33
Philipus M. Hadjon, Op Cit, h. 30
34
Ishaq, 2009, dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika; Jakarta, h. 43
2. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada
Konsumen35
Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan Konsumen adalah menciptakan rasa
aman bagi Konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidup. Terbukti bahwa semua perlindungan
Singkatnya, bahwa segala upaya yang dimaksud dalam perlindungan Konsumen tersebut tidak
saja terhadap tindakan preventif, akan tetapi juga tindakan represif dalam semua bidang
dilakukan dengan :
usaha
4. Memberikan perlindungan kepada Konsumen dari praktik usaha yang menipu dan
menyesatkan
35
Dr. Zulham, S.H.,M.Hum, 2016, Hukum Perlindungan Konsumen, Prenadamedia Group;
Jakarta, h. 22
36
Dr. Zulham, S.H.,M.Hum, 2016, Hukum Perlindungan Konsumen, Prenadamedia Group;
Jakarta, h. 23
2.3 Kerangka Pikir
Peran Pos Indonesia Sunset Road Bali Efektivitas Uu No. 38 Tahun 2009
dalam Memberikan Perlindungan tentang Pos terhadap konsumen apabila
hukum terhadap konssumen atas terjadinya keterlambtan, kerusakan dan
keterlambatan, kerusakan dan kehilangan barang kiriman
kehilangan barang kiriman
METODE PENELITIAN
rencana yang sudah disusun tercapai secara optimal.37 Sedangkan menurut Soerjono Soekanto,
Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan
menggunakan alat-alat tertentu. Sedangkan Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa, usaha mana
Berdasarkan metode tersebut diatas, maka metode penelitian berisi segala sesuatu yang
dilakukan oleh peneliti mulai dari persiapan, pelaksanaan dan akhir daei sebuah penelitian.
Bagian metode penelitian berisi teknik pengambilan data, cara atau teknik pengelohan data,
Penelitian hukum ada dua jenis yaitu penelitian hukum empiris dan penelitian hukum
normative. Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang menggunakan studi hukum
empiris berupa prilaku masyarakat.39 Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan
sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai segala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang
dialami oleh setiap orang dalam hubungan hiidup masyarakat, sumber data penelitian hukum
empiris tidak bertolak pada hukum Positif, melainkan hasil observasi di lokasi penelitian.40
37
Wina Sanjaya, 2008, Strategi Pembelajaraan Berprientasi Stadard Proses Pendidikan,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.147
38
Soerjono Soekanto, 2013, Penelitian Hukum: Suatu Tinjuan Singkat, PT Raharja Grafindo
Persada, Jakarta, h.14
39
Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet. I, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h.40.
40
Ibid, h. 54
Penelitian hukum normative adalah penelitian yang ditujukan untuk mengkaji kualitas
dan norma hukum sendiri, sehingga sering kali penelitian hukum normative diklasifikasikan
sebagai penelitian kualitatif. Studi kasus hukum normatif berupa produk perilaku hukum,
dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris
dimana bertujuan untuk melihat hukum dalam arti nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos atas Keterlambatan, Kerusakan, dan
Dilihat dari sifatnya, penelitian ini menggunakan dua metode Pendekatan yaitu :
Kerusakan dan Kehilangan barang kiriman di PT Pos Indonesia Sunset Road Bali.
41
Ibid, h. 52
3.3 Sumber Data
Sumber data adalah satu yang paling vital dalam penelitian. Kesalahan dalam
menggunakan dan memahami serta memilih sumber data, maka data yang diperoleh akan
meleset dari yang diharapkan. Oleh karenanya peneliti harus bisa memahami sumber data yang
mesti digunakan dalam penelitiannya itu.42 Sumber data merupakan tempat dimana dan
kemana data dari suatu penelitian diperoleh. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama
yaitu data yang diperoleh langsung melalui wawancara dan observasi dilapangan dengan
informan, informan yang dimaksud adalah Manager Operasional Pos Indonesia dan Karyawan
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan dokumen, peraturan
perundang-undangan, laporan, arsip, literature dan hasil penelitian lainnya. Data sekunder di
bidang hukum ditijau dari ketentuan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
42
Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Radja Grafindo, Jakarta, h.43
Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan penulis
menggunakan hasil karya ilmiah para sarjana dan hasil-hasil penelitian, seperti: buku-
buku yang berhubungan dengan Perlindungan Konsumen, hasil penelitian, jurnal, dan
makalah. Serta bahan-bahan dari internet, baik dari media cetak ataupun media
Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder, seperti: Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum
3.4 Lokasi
Lokasi yang diperuntukan dalam penelitian ini adalah Kantor Pos Sunset Road Bali
3.5 Analisis
Analisis bahan hukum dilakukan untuk memecahkan masalah yang tertuang dalam
rumusan masalah dengan menggunakan analisis data deskritif kualitatif yaitu menggambarkan
suatu keadaan atau suatu fenomena dengan kata-kata atau kalimat kemudian dipisahkan
43
Suharsimi Arikanto, 2006, Prosuder Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Cipta Jakarta, h.
26
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Ali, Achmad 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
Bakti:,Bandung.
Kansil, C.S.T, S.H., dan Christine S.T. Kansil, S.H., M.H, 2006, Pokok-
pokok pengetahuan Hukum dagang Indonesia Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta.
Krisyanti, Celina Tri Siwi 2009, Hukum Perlindungan konsumen, Sinar Grafika,
Jakarta.
Miru, Ahmadi 2011, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di
Miru, Ahmadi, dan Sutarman Yodo 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.
Muhammad, Abdul Kadir 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet. I, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung
Nasution, Az. 2011, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit
Media, Jakarta.
Wulandari, Andi Sri Rezky, S.h.,M.H, dan Nurdiyana Tadjuddin, S.H., M.H, 2018,
Zulganef, 2008, Metode Penelitian social dan Bisnis, Graha ilmu, Yogyakarta.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
kementerianbumn,2011/10/tentangPoshttp://www.bumn.go.id/Posindonesia/2011/10/tentang
Pos.html
(diakses pada tanggal 28 Juni 2022 pukul 14:00 WITA)
Pos Indonesia, 2012/05/ tentang Pos http://www.Posindonesia.co.id/ (diakses pada