Anda di halaman 1dari 16

M imbar K eadilan, Jurnal Ilmu Hukum

Edisi: Januari - Juni 2014, Hal. 71 - 86 ISSN: 0853-8964

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN EKSPEDITUR KEPADA


KONSUMEN BERDASARKAN UU NO. 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Oleh :

Hermawan Lumba
Alumni Fakultas Hukum
Untag Surabaya

Sumiyati
Dosen Fakultas Hukum UNTAG Surabaya
e-mail : sumiyati@untag-sby.ac.id

Abstrak

Perusahaan Jasa Pengiriman Barang (Perusahaan Ekspeditur) merupakan salah satu


bentuk perantaraan yang sering digunakan oleh masyarakat dalam kegiatan pemenuhan
kebutuhan terutama dalam proses pengiriman barang. Di dalam proses pengiriman
barang, sering terjadi suatu keadaan yang menyebabkan barang yang di antarkan tidak
sampai ke pihak yang di perjanjikan sesuai dengan keadaan yang di perjanjikan. Di dalam
perkembangannya, banyak kasus bermunculan yang berkaitan dengan kelalaian
Perusahaan Jasa Pengiriman Barang (Ekspeditur) yang menyebabkan keterlambatan,
rusak atau hilangnya barang sehingga menimbulkan kerugian di pihak pengguna jasa.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisa
pertanggungjawaban Perusahaan Jasa Pengiriman Barang (Ekspeditur) yang melakukan
kelalaian dan menyebabkan keterlambatan, rusak atau hilangnya barang dan untuk
mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yang menggunakan jasa dari
perusahaan jasa pengiriman barang apabila terjadi kelalaian, dikaitkan dengan Undang-
undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Keywords : ekspenditur, perlindungan konsumen

PENDAHULUAN bahkan dari dan keluar negeri. Berdasarkan


Pelaksanaan pembangunan di Indonesia, kenyataan tersebut banyak bermunculan peru-
bidang transportasi merupakan sarana yang sahaan yang memberikan layanan jasa pengi-
sangat penting dan strategis dalam memper- riman barang.
lancar roda kehidupan perekonimian, mem- Dalam melaksanakan pelayanan jasa me-
perkokoh persatuan dan kesatuan serta mem- lalui perusahaan yang melayani jasa pengi-
pengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan riman barang, pihak perusahaan berkewajiban
negara. Peranan transportasi dalam banyak menerima dan menyelenggarakan pengiriman
segi kehidupan ini tercermin pada semakin barang dari tempat asal ke tempat tujuan
tertentu dengan selamat. Mengingat perusaha-
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan
jasa angkutan bagi pengangkutan orang serta an pengiriman barang bergerak dalam bidang
barang dari dan keseluruh pelosok tanah air, jasa, maka faktor penting yang patut di-

71
Hermawan Lumba; Sumiyati

perhatikan adalah kepercayaan pengguna jasa, konsumen atau pengguna jasa pengiriman
dimana mereka menggunakan jasa perusahaan barang tersebut menuntut pertanggung-
tersebut karena mereka percaya bahwa barang jawaban terhadap Perusahaan Jasa Pengi-
atau kiriman yang mereka kirim melalui jasa riman Barang (Ekspeditur). Namun terkadang
perusahaan tersebut akan sampai dengan pihak Perusahaan Jasa Pengiriman Barang
selamat di tempat tujuan. (Ekspeditur) tidak mau bertanggung jawab
Hal tersebut berhubungan erat dengan dengan alasan-alasan tertentu. Menurut Pasal
tanggung jawab perusahaan pengiriman ba- 19 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlin-
rang dalam memberikan pelayanan jasa dungan Konsumen :
berupa pengiriman barang dari satu tempat ke 1. Pelaku Usaha bertanggung jawab membe-
tempat lain. Dalam melaksanakan kewajiban- rikan ganti rugi atas kerusakan, pence-
nya untuk mengantarkan barang, perusahaan maran, dan/atau kerugian konsumen akibat
pengiriman barang melalui jajarannya beru- konsumsi barang dan/atau jasa yang di-
saha memberikan pelayanan yang terbaik hasilkan atau diperdagangkan;
kepada pengguna jasanya.Akan tetapi dalam 2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1)
kenyataanya tetap ada pelaksanaan perusaha- dapat berupa pengembalian uang atau
an yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan. penggantian barang dan/atau jasa yang
Perjanjian pengangkutan antara pihak- sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
pihak yang berkepentingan itu akan melahir- kesehatan dan/atau pemberian santunan
kan hubungan kewajiban dan hak yang harus yang sesuai dengan ketentuan Perundang-
direalisasikan melalui proses penyelenggaraan undangan yang berlaku;
pengangkutan, sedangkan tujuan yang hendak 3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam
dicapai oleh pihak-pihak yang berkepentingan tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
itu pada dasarnya meliputi tibanya barang tanggal transaksi;
dengan selamat dan lunasnya pembayaran 4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimak-
biaya pengangkutan. Dalam pengertian tuju- sud pada ayat (1) dan (2) tidak meng-
annya yang dimaksud disini adalah termasuk hapuskan kemungkinan adanya tuntutan
juga segi kepentingan masyarakat, yaitu pidana berdasarkan pembuktian lebih
manfaat yang mereka peroleh setelah peng- lanjut mengenai adanya unsur kesalahan;
angkutan selesai1. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
Begitu pentingnya peranan pengangkutan ayat (1) dan (2) tidak berlaku apabila
laut di dalam lalu lintas perpindahan barang pelaku usaha dapat membuktikan bahwa
atau perdagangan baik domestik maupun kesalahan tersebut merupakan kesalahan
internasional, dimana pengangkutan laut men- konsumen.
jadi pilihan yang sangat strategis, efektif dan
ekonomis dalam pengiriman barang maupun Rumusan Masalah
orang dari satu tempat ke tempat yang lain. Sesuai dengan judul yang dirumuskan
Hal ini membuat pengguna jasa pengi- yaitu Tanggung Jawab Perusahaan Jasa
riman barang tersebut merasa dirugikan. Pengirim Barang (Ekspeditur) Kepada Konsu-
Adapun bentuk pelayanan yang merugikan itu men Atas Obyek Yang Dikirim Melalui Jalur
adalah barang yang terlambat datang ke Transportasi Laut Ditinjau Dari Uundang-
tempat tujuan, rusak, atau hilang.Dengan undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlin-
dirugikannya konsumen atau pengguna jasa dungan Konsumen, maka dapat dirumuskan
pengiriman barang, hal ini mengakibatkan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tanggung jawab dari pihak
1
HMN Purwosutjipto, Pengertian Hukum Dagang, Perusahaan Jasa Pengiriman Barang (Eks-
Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 1981, peditur) atas obyek yang dikirim, jika
hal. 2.
terjadi kerugian pada pihak konsumen?

72
Pertanggungjawaban Perusahaan Ekspeditur Kepada Konsumen Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen

2. Upaya hukum apakah yang dapat dilaku- 5. pembatasan tanggung jawab (limitation of
kan untuk menuntut tanggung jawab pada liability)4.
pihak Perusahaan Jasa Pengiriman Barang
(Ekspeditur) jika, terjadi kerugian pada 1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan
pihak konsumen? Unsur Kesalahan
Prinsip ini menyatakan, seseorang baru
METODOLOGI PENELITIAN dimintakan pertanggungjawabannya secara
Penelitian yang dipergunakan adalah jenis hukum jika ada unsur kesalahan yang dila-
penelitian yuridis normatif.Penelitian dengan kukannya. Pasal 1365 Kitab Undang-undang
pendekatan secara yuridis normatif adalah Hukum Perdata, yang lazim dikenal sebagai
metode pendekatan yang didasarkan pada pasal tentang perbuatan melawan hukum,
peraturan Perundang-undangan dan bahan- mengharuskan terpenuhinya empat unsur
bahan literatureyang ada kaitannya dengan pokok, yaitu :
permasalahan2. Pendekatan masalah untuk 1. Adanya perbuatan;
mencari kebenaran yang didasarkan pada 2. Adanya unsur kesalahan;
peraturan hukum yang ada dan berlaku di 3. Adanya kerugian yang diderita;
Indonesia yang berkaitan dengan perlin- 4. Adanya hubungan kausalitas antara
dungan hukum terhadap konsumen dalam kesalahan dan kerugian5.
proses pengiriman barang melalui Perusahaan Kesalahan adalah unsur yang bertentangan
Jasa Pengiriman Barang (Ekspeditur) menurut dengaQ KXNXP 3HQJHUWLDQ ³+XNXP´ WLGDN
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang hanya bertentangan dengan Undang-undang,
Perlindungan Konsumen.
tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam
masyarakat6.
PEMBAHASAN
Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab 2. Prinsip Tanggung Jawab Praduga
Prinsip tanggung jawab merupakan perihal Selalu Bertanggung Jawab
yang sangat penting di dalam hukum per- Prinsip ini menyatakan; Tergugat selalu
lindungan konsumen. Dalam kasus pe- dianggap bertanggung jawab (presumption of
langgaran hak konsumen, diperlukan kehati- liability principle), sampai ia dapat membuk-
hatian dalam menganalisis siapa yang harus tikan ia tidak bersalah7. Jadi, beban pembuk-
bertanggung jawab dan seberapa jauh tian ada pada si tergugat.Berkaitan dengan
tanggung jawabdapat dibebankan kepada prinsip tanggung jawab ini, dalam doktrin
pihak-pihak terkait3. Secara umum, prinsip- hukum pengangkutan khususnya, dikenal 4
prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat (empat) variasi :
dibedakan sebagai berikut : a. Pengangkut dapat membebaskan diri
1. kesalahan (liability based on fault); dari tanggung jawab kalau ia dapat
2. praduga selalu bertanggung jawab (pre- membuktikan, kerugian ditimbulkan
sumption of liability); oleh hal-hal diluar kekuasaannya;
3. praduga selalu tidak bertanggung jawab b. Pengangkut dapat membebaskan diri
(presemption of nonliability); dari tanggung jawab jika ia dapat
4. tanggung jawab mutlak (stich liability); membukti-kan, ia mengambil suatu

4
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan
2
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 92.
Hukum dan Jarimetri, Jakarta, Cet. IV, Ghalia 5
Ibid.
Indonesia, 1990, hal. 11.
6
3 Ibid hal. 93.
Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen
7
Indonesia, Jakarta, PT. Grasindo, hal. 59. Ibid hal. 94.

73
Hermawan Lumba; Sumiyati

tindakan yang diperlukan untuk meng- 5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan


hindari timbulnya kerugian; Pembatasan
c. Pengangkut dapat membebaskan diri
Prinsip tanggung jawab dengan pemba-
dari tanggung jawab jika ia dapat mem-
tasan (limitation of liability principle) sangat
buktikan, kerugian yang timbul bukan
disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantum-
karena kesalahannya;
kan sebagai klausul eksonerasi dalam per-
d. Pengangkut tidak bertanggung jawab
janjian standar yang dibuatnya 11.
jika kerugian itu ditimbulkan oleh kesa-
Prinsip tanggung jawab ini sangat meru-
lahan/kelalaian penumpang atau karena
gikan konsumen bila ditetapkan secara sepi-
kualitas/mutu barang yang diangkut
hak. Dalam Undang-undang No. 8 Tahun
tidak baik8.
1999 Tentang Perlindungan Konsumen seha-
rusnya pelaku usaha tidak boleh secara
3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu sepihak menentukan klausul yang merugikan
Bertanggung Jawab (presemption non- konsumen, termasuk membatasi maksimal
liability principle) tanggung jawabnya.
Prinsip praduga untuk tidak selalu ber-
tanggung jawab (presemption nonliability Tanggung Jawab Pelaku Usaha
principle) hanya dikenal dalam lingkup tran- Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun
saksi konsumen yang sangat terbatas, dan 1999 Tentang Perlindungan Konsumen me-
pembatasan demikian biasanya secara com- nunjukkan bentuk-bentuk tanggungjawab
mon sense dapat dibenarkan9. pelaku usaha terhdap konsumen. Dasar
timbulnya tanggung jawab pelaku usaha
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Perusahaan Jasa Pengiriman Barang (Ekspe-
Menurut R.C. Hoeber et.al., biasanya prin- ditur) atas kerugian konsumen yang menye-
sip tanggung jawab mutlak ini diterapkan butkan, setiap pelaku usaha dalam menja-
karena : lankan kegiatan usaha hendaknya selalu
1. Konsumen tidak dalam posisi mengun- beritikad baik dalam melakukan kegiatan
tungkan untuk membuktikan adanya usahanya dengan tidak melakukan perbuatan
kesalahan dalam suatu proses produksi yang dapat merugikan konsumen mengingat
dan distribusi yang kompleks; perangkat hukum yang ada telah cukup
2. Diasumsikan produsen lebih dapat lengkap untuk melindungi hak-hak konsumen
mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada namun hal ini tidak dimaksudkan untuk
gugatan atas kesalahannya, misalnya mamatikan usaha para pelaku usaha. Oleh
dengan asuransi atau menambah kom- karena itu dalam menjalankan kegiatan usaha
ponen biaya tertentu pada harga produk- sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-
nya; undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlin-
3. Asas ini dapat memaksa produsen untuk dungan Konsumen, menyebutkan kewajiban
lebih hati-hati10. pelaku usaha.
Berkaitan dengan hal diatas dalam reali-
tanya hak-hak konsumen sering terabaikan
oleh karena suatu perbuatan pelaku usaha
yang tidak mengindahkan kewajibannya seba-
8
gaimana yang diatur dalam UUPK (Undang-
Ibid hal. 95. undang Perlindungan Konsumen) Pasal 7 (a,
9
Shidarta, op. cit, hal. 62. b, c, dan g). Kewajiban yang dimaksud yaitu
10
Shidarta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen tidak ada itikad baik dari pelaku usaha dalam
Indonesia, Jakarta, PT. Grasindo, hal. 78.
11
Ibit hal. 64.

74
Pertanggungjawaban Perusahaan Ekspeditur Kepada Konsumen Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen

melakukan kegiatannya yang mengakibatkan macam perjanjian dengan mana pihak yang
kerugian terhadap konsumen karena ketidak- satu mengikatkan dirinya untuk melakukan
sesuaian pemberian informasi secara jelas, pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan
benar, dan jujur mengenai jaminan barang menerima upah; perjanjian perburuhan dan
dan/jasa serta perlakuan yang diskriminatif SHPERURQJDQ´ 3HUQ\DWDDQ GLDWDV PHQ\DWDNDQ
dari pelaku usaha kepada konsumen, dengan EDKZD VLIDW KXNXP ³SHOD\DQDQ EHUNDOD´ DGD
demikian pelaku usaha harus memberi kom- dalam perjanjian ekspedisi karena hubungan
pensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian ekspeditur dan pengirim tidak tetap, yakni
apabila barang yang diterima tidak sesuai ketika pengirim membutuhkan pengangkut
dengan sebelumnya. untuk mengirim barangnya melalui ekspe-
ditur.
A. Wanprestasi Pasal 1792 KUHPerdata menyatakan:
³3HPEHULDQ NXDVD DGDODK VXDWX SHUMDQMLDQ
Hubungan yang terjadi antara Perusahaan
dengan mana seorang memberikan kekuasaan
Jasa Pengiriman Barang (Ekspeditur) dan
kepada seorang lain, yang menerimanya,
konsumen atau pengguna jasa pengiriman
untuk atas namanya menyelenggarakan suatu
EDUDQJ PHUXSDNDQ KXEXQJDQ ³.RQWUDNWXDO´
XUXVDQ´
yang lahir akibat perjanjian (kontrak) yang
6LIDW ³SHPEHULDQ NXDVD´ LQL Dda karena
mereka buat,maka adanya hubungan antara
pengirim memberikan kuasa kepada ekspe-
konsumen dan Perusahaan Jasa Pengiriman
ditur untuk mencarikan pengangkut bagi
Barang (Ekspeditur) itu disebut hubungan
pihak pengirim. Hal ini terjadi apabila
Kontraktual. Hubungan inilah yang dapat
ekspeditur dalam mengadakan perjanjian
menyebabkan konsumen sebagai pihak yang
pengangkutan bertindak atas nama pengirim.
dirugikan dapat mengajukan gugatan ganti
Biasanya ekspeditur dalam menjalankan
rugi terhadap Perusahaan Jasa Pengiriman
tugasnya untuk mencarikan pengangkut ber-
Barang (Ekspeditur). Jika tidak ada hubungan
tindak atas namanya sendiri, walaupun untuk
kontraktual tersebut maka dengan mudah
kepentingan pihak pengirim.Jika Perusahaan
pihak Perusahaan Jasa Pengiriman Barang
Jasa Pengiriman Barang (Ekspeditur) tidak
(Ekspeditur) mengajukan bantahan bahwa
memenuhi kewajibannya maka dapat dikata-
pihak yang bertanggungjawab hanyalah pihak
kan wanprestasi.
yang terikat dalam suatu perjanjian (privity of
Apabila salah satu pihak tidak memenuhi
contract).
prestasinya, maka dinyatakan telah wanpres-
Perjanjian yang mereka buat adalah
WDVL DUWLQ\D ³WLGDN PHPHQXKL NHZDMLEDQ \DQJ
perjanjian Ekspedisi sebagaimana dalam
WHODK GLWHWDSNDQ GDODP SHULNDWDQ´12. Hal ini
Pasal 86 KUHD bahwa Perjanjian ekspedisi
berarti bahwa wanprestasi terjadi karena tidak
merupakan perjanjian timbal balik antara
dipenuhinya suatu perikatan. Perikatan menu-
ekspeditur yang mengikatkan diri untuk
rut Pasal 1233 KUH Perdata, yang menen-
mencarikan pengangkut bagi pihak pengirim,
tukan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan
dengan pihak pengirim yang mengikatkan
baik karena perjanjian, baik karena Undang-
diri untuk membayar kepada Perusahaan Jasa
undang. Dengan demikian, di samping perjan-
Pengiriman Barang (Ekspeditur).
jian, Undang-undang juga dapat menimbulkan
Perjanjian ekspedisi memiliki sifat hukum
suatu perikatan. Mengenai hubungan antara
³SHOD\DQDQ EHUNDOD´ 3DVDO .8+
perikatandengan perjanjian, dijelaskan oleh
3HUGDWD GDQ ³SHPEHULDQ NXDVD´ 3DVDO
6XEHNWL VHEDJDL EHULNXW ³+XEXQJDQ DQWDUD
KUHPerdata).
perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian
Pasal 1601 KUHPerdata menyebutkan:
³6HODLQ SHUMDQMLDQ-perjanjian untuk melaku- itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah
kan jasa, yang diatur oleh ketentuan-keten-
12
tuan yang khusus dan syarat-syarat yang Prof. R. Subekti. S.H., Pokok-pokok dari Hukum
diperjanjikan, dan jika itu tidak, maka ada dua Perdata. Intermasa, Jakarta, cet. XI. 1975, hal. 20.

75
Hermawan Lumba; Sumiyati

sumber perikatan, di samping sumber-sumber bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-
ODLQ´13. pihak mengikat pada saat kedua belah pihak
Di atas telah disebutkan bahwa salah satu mencapai kata sepakat mengenai hal-hal
unsur wanprestasi adalah berakibat merugikan pokok yang dijanjikan. Dengan tercapainya
orang lain. Hal ini sesuai dengan yang di- kata sepakat maka untuk tahap berikutnya
kemukakan oleh Yahya Harahap bahwasanya pelaksanaan perjanjian tersebut.
jika wanprestasi itu benar-benar menimbulkan Seseorang yang dinyatakan wanprestasi
kerugian kepada kreditur, maka debitur wajib dan digugat ganti kerugian mempunyai hak
mengganti kerugian yang timbul. Namun untuk mengelaknya dengan alasan sebagai
untuk itu harus ada hubungan sebab akibat berikut:
atau kausal verband antara wanprestasi 1. Force Majeur/Over macht (keadaan
dengan kerugian14. memaksa);
Dengan demikian, seseorang yang wan- 2. Exeptio Non Adimpleti Contractus;
prestasi memberikan hak kepada pihak lain 3. Rechtsverwerking (pelepasan hak).
yang dirugikannya untuk menggugat ganti Keadaan memaksa atau force majeur,
kerugian. Mengenai bentuk ganti kerugian, menurut Subekti adalah seorang debitur yang
Pasal 1243 KUHPerdata menentukan bahwa; dituduh lalai dan dimintakan supaya kepada-
Penggantian biaya, kerugian dan bunga kare- nya diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia
na tak dipenuhinya suatu perikatan mulai dapat membela diri dengan mengajukan
diwajibkan, bila debitur, walaupun telah beberapa macam alasan untuk membebaskan
dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi dirinya dari hukuman-hukuman itu. Pembe-
perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus laan tersebut, yaitu mengajukan tuntutan
diberikan atau dilakukannya hanya dapat adanya keadaan memaksa (overmacht atau
diberikan atau dilakukannya dalam waktu force majeur). Sementara, Riduan Syahrani
yang melampaui waktu yang telah ditentukan. menjelaskan overmacht sering juga disebut
Ini berarti bentuk ganti kerugian berupa force majeur yang lazimnya diterjemahkan
penggantian biaya, rugi, dan bunga. Mengenai dengan keadaan memaksa danada pula yang
penggantian biaya, rugi, dan bunga dijelaskan
PHQ\HEXW GHQJDQ ³VHEDE NDKDU´16.
oleh Subekti sebagai berikut: Biaya adalah
Force majeur dalam hukum perdata diatur
segala pengeluaran atau perongkosan yang
dalam buku III KUHPerdata dalam Pasal
nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu
1244 dan 1245 KUHPerdata. Pasal 1244
pihak15. Yang dimaksudkan dengan istilah
KUHPerdata menentukan:Jika ada alasan
rugi adalahkerugian karena kerusakan barang- untuk itu, si berutang harus dihukum
barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan mengganti biaya, rugi, dan bunga apabila ia
oleh kelalaian si debitur. Yang dimaksudkan tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau
dengan bunga adalah kerugian yang berupa tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya
kehilangan keuntungan, yang sudah dibayang- perikatan itu, disebabkan suatu halyang tak
kan atau sudah dihitung oleh kreditur. terduga, pun tak dapat dipertanggung-
Gugatan atas dasar wanprestasi diawali jawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika
dengan tidak dipenuhinya suatu kewajiban itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.
yang timbul dari suatu perjanjian, yang berarti Sementara Pasal 1245 KUHPerdata
termasuk perikatan yang dilahirkan dari menentukan: Tidaklah biaya rugi dan bunga,
perjanjian. Sebagaimana disebutkan di atas harus digantinya, apabila lantaran keadaan
memaksa atau lantaran suatu kejadian tak
13
Ibid.
disengaja si berutang berhalangan membe-
14
Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, 16
Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas
Alumni, Bandung, 1986, hal. 65.
Hukum Perdata, P.T, Alumni, Bandung, Tahun 2006,
15
R. Subekti SH. Op. cit., hal. 47 hal. 243.

76
Pertanggungjawaban Perusahaan Ekspeditur Kepada Konsumen Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen

rikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, dari kewajiban membayar ganti kerugian atas
atau lantaran hal-hal yang sama telah mela- dasar wanprestasi.
kukan perbuatan yang terlarang. Rechtsverwerking, bahwa seorang debitur
Memperhatikan ketentuan Pasal 1244 dan yang dituduh melakukan wanprestasi, selain
1245 KUHPerdata di atas, dapat dijelaskan dapat membela dirinya dengan mengajukan
bahwa apabila debitur tidak dapat memenuhi alasan overmachtdan exeptio non adempleti
kewajibannya, yaitu tidak memenuhi sama contractus, juga dapat mengajukan recht-
sekali, memenuhi tetapi terlambat atau me- verwerking (pelepasan hak). Rechtverwerking
menuhi tetapi tidak sesuai dengan yang (pelepasan hak) adalah sikap dari pihak
dijanjikan, maka diwajibkan untuk membe- krediturbaik berupa pernyataan secara tegas
rikan ganti kerugian atas dasar wanprestasi. maupun diam-diam bahwa ia tidak menun-
Debitur yang dinyatakan wanprestasi dapat tutlagi terhadap debitur apa-apa yang meru-
mengelak dari tanggung jawab pemberian pakan haknya19.
ganti kerugian dengan mengemukakan dalam
keadaan memaksa atau force majeur. Force B. Contoh Kasus :
majeur merupakan sarana bagi debitur untuk
Pada tanggal 1 Juni 2012 CV. Fantasi
membela diri dari tuduhan lalai pemenuhan
selaku konsumen mengirim barang (mesin
prestasi dengan mengemukakan alasan bahwa
penggiling padi) ke Perusahaan Jasa Pengi-
tidak dipenuhinya prestasi disebabkan karena
riman Barang (Ekspeditur) Surya Citra, di
keadaan memaksa atau force majeur.
dalam transaksi kedua belah pihak sudah
.DLWDQQ\D GHQJDQ PDVDODK DVDV ³exceptio
sepakat, yaitu pada tanggal 3 Juni 2012
non adimpleti contractus´ Riduan Syarani
barang-barang milik CV. Fantasi harus
mengemukakan:³([FHSWLR QRQ DGLPSOHWL FRQ-
dikirim ketempat tujuan (Ende-Flores) sece-
WUDFWXV´ adalah tangkisan yang menyatakan
patnya, dikarenakan tanggal 8 Juni 2012
bahwa ia (debitur) tidak melaksanakan
barang-barang milik CV. Fantasi itu sudah
perjanjian sebagaimana mestinya justru oleh
harus digunakan oleh para petani. Berhubung
karena kreditur sendiri tidak melaksanakan
sudah jatuh tempo proyek pengadaan mesin
perjanjian itu sebagaimana mestinya. Bila-
penggiling padi yang harus segera diberikan
mana debitur selaku tergugat dapat membuk-
kepada petani. Pada kenyataan barang yang
tikan kebenaran tangkisannya maka ia tidak
dikirim oleh Perusahaan jasa pengirim Barang
dapat dimintakan pertanggungjawaban apa-
(Ekspeditur) Surya Citra terlambat sampai ke
apa atas tidak dilaksanakannya perjanjian
kempat tujuan, akibat dari keterlambatan
itu17.
pengiriman barang tersebut CV. Fantasi
0DNVXG GDUL DVDV ³exceptio non adimpleti
dikenai sanksi oleh Pemerintah Daerah se-
FRQWUDFWXV´ adalah hak debitur yang digugat
tempat (Ende-Flores). Kerena merasa dirugi-
atas dasar wanprestasi, bahwa dirinya me-
kan, maka CV. Fantasi meminta ganti rugi
mang wanprestasi, tetapi itu dilakukannya
kepada Perusahaan Jasa Pengiriman barang
karena kreditur sendiri telah wanprestasi,
(Ekspeditur) Surya Citra atas kelalaiannya.
dengan ketentuan pihak debitur dapat mem-
Hal ini merupakan kelalaian dari Peru-
buktikan bahwa dirinya wanprestasi, namun
sahaan Jasa Pengirman Barang (Ekspeditur),
kreditur lebih dahulu telah wanprestasi. Hal
oleh karena itu Perusahaan Jasa Pengiriman
LQL VHVXDL SHQGDSDW 6XEHNWL ³-DQJDQ me-
Barang (Ekspeditur) wajib bertanggung jawab
nganggap saya lalai, kalau kamu sendiri juga
dengan mengganti segala kerugian barang
sudah melalaikan NHZDMLEDQPX´18. Apabila yang diderita oleh si pengirim (Konsumen)
dapat membuktikan, membebaskan debitur dengan mengacu pada perjanjian yang telah
disepakati antara kedua belah pihak.
17
Ibid hal. 154.
18 19
R. Subekti. S.H, Op. cit., hal. 57-58. Riduan Syahrani, Op. cit., h. 243.

77
Hermawan Lumba; Sumiyati

C. Mekanisme Pelaksanaan Permintaan Ganti gugatan ganti rugi merupakan beban dan
Rugi tanggung jawab pelaku usaha22. Hal ini semua
merupakan mekanisme secara prosedural
Kerugian yang di derita oleh konsumen
yang telah diatur menurut ketentuan Undang-
timbul akibat menggunakan jasa pengiriman
undang Perlindungan Konsumen.
barang yang bermasalah, yang semula konsu-
men mengharapkan barang yang dikirimnya
D. Syarat Dalam Permintaan Ganti Rugi Yang
sampai ketempat tujuan sesuai dengan apa
Menjadi Hambatan Konsumen
yang diperjanjikan oleh Perusahaan Jasa
Pengiriman Barang (Ekspeditur) namun ter- Tuntutan permintan ganti rugi oleh konsu-
nyata tidak demikian, maka sudah menjadi men terkadang dalam pelaksanaannya mene-
kewajiban pelaku usaha yang terbukti me- mui beberapa masalah yang menjadi hambat-
lakukan kesalahan untuk memberikan ganti an yang seharusnya tidak dijadikan alasan
rugi tersebut dapat meminta dengan cara ganti oleh pelaku usaha untuk menolak membe-
rugi dalam hukum perlindungan konsumen : rikan ganti rugi, alasan tersebut jika konsu-
Pelaku usaha bertanggung jawab membe- men tidak dapat menunjukan bukti semacam
rikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, perjanjian tetulis. Hal ini memang bukan
dan/atau kerugian konsumen akibat meng- menjadi permasalahan yang serius namun
konsumsi barang dan/atau jasa yang dihasil- seringkali konsumen mengabaikan suatu alat
kan atau diperdagangkan20. Jika konsumen yang biasa dijadikan bukti bahwa telah terjadi
pengguna jasa pengiriman barang dirugikan perjanjian antara konsumen dan ekspeditur.
akibat keterlambatan, hilang, dan rusaknya
barang oleh penyelenggara jasa pengiriman Upaya Hukum yang dapat ditempuh oleh
barang, konsumen dapat meminta ganti rugi Konsumen
atas kerugian yang dideritanya tersebut. Upaya-upaya yang dapat ditempuh konsu-
Ganti rugi dapat berupa pengembalian men sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 23,
uang atau penggantian barang dan/atau jasa Pasal 45-49, dan Pasal 52 Undang-undang
yang sejenis atau setara nilainya, atau
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
perawatan kesehatan dan/atau pemberian
Konsumen. Untuk mengatasi keberlikuan
santunan yang sesuai dengan ketentuan pera-
proses berperkara di pengadilan, Pasal 45 ayat
turan Perundang-undangan yang berlaku21.
(2) UUPK membuka peluang bagi para pihak
Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam yang bersengketa untuk mengupayakan
tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal penyelesaian sengketa secara damai. Penje-
transaksi dan pemberian ganti rugi tersebut lasan Pasal 45 ayat (2) memberikan penger-
tidak menghapuskan kemungkinan adanya tian penyelesaian secara damai adalah penye-
tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lesaian yangdilakukan oleh kedua belah pihak
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. yang bersengketa tanpa melalui Pengadilan
Pelaku usaha yang menolak atau tidak Negeri atau BPSK dan tidak bertentangan
memberikan tanggapan atau tidak memenuhi dengan Undang-undang ini.
ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka Pasal 48 Penyelesaian Sengketa Melalui
pelaku usaha tersebut dapat digugat melalui Pengadilan penyelesaian sengketa konsumen
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan
(BPSK) atau diajukan kebadan pengadilan tentang peradilan umum yang berlaku dengan
ditempat kedudukan konsumen. Pembuktian memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.
terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam Secara teoritis penyelesaian sengketa dapat
20 dilakukan melalui 2 (dua) cara. Cara
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian
Hukum, Bandung, PT. Citra Adityya Bakti, 2004, penyelesaian sengketa pertama melalui proses
hal. 92 pasal 19 angka 1.
21 22
Ibid, Pasal 18 Angka 2. Ibid , Pasal 28.

78
Pertanggungjawaban Perusahaan Ekspeditur Kepada Konsumen Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen

litigasi di dalam pengadilan, kemudian ber- 2. Gugatan Perwakilan Kelompok (Class


kembang proses penyelesaian sengketa mela- Action)
lui kerjasama (kooperatif) di luar pengadilan. Gugatan perwakilan kelompok atau class
Proses litigasi menghasilkan putusan yang action adalah pranata hukum yang berasal
bersifat pertentangan (adversarial) yang be- dari sistem common law. Walaupun demikian,
lum mampu merangkul kepentingan bersama,
banyak negara penganut civil law system telah
bahkan cenderung menimbulkan masalah mengadopsi prinsip tersebut, termasuk
baru, lambat dalam penyelesaiannya, membu- Indonesia, yaitu di dalam Pasal 46 ayat (1)
tuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan huruf (b) yang memungkinkan diajukannya
menimbulkan permusuhan diantara pihak suatu gugatan atas pelanggaran pelaku usaha
yang bersengketa23. yang dilakukan oleh sekelompok konsumen
Gugatan melalui pengadilan hanya dapat di yang memiliki kepentingan bersama.
tempuh jika upaya di luar pengadilan
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu 3. Gugatan Legal Standing
pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Ini berarti penyelesaian sengketa melalui Pasal 46 ayat (1) huruf (c) UUPK juga
pengadilan tetap dibuka setelah para pihak ditentukan beracara yang dilakukan oleh
gagal menyelesaikan sengketa mereka di luar lembaga tertentu yang memiliki legal
pengadilan24. standing. Hak yang dimiliki lembaga
Namun demikian, mengingat kedudukan demikian dikenal dengan hak gugat Lembaga
konsumen yang tidak seimbang dengan Swadaya Masyarakat (LSM) atau 1*2¶V
pelaku usaha, maka pemerintah menganggap Standing. Untuk memiliki legal standing
perlu diadakannya suatu penyederhanaan (lex tersebut, LPKSM yang menjadi wakil
specialis) terhadap prinsip-prinsip beracara konsumen harus tidak berstatus sebagai
yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa korban dalam perkara yang diajukan. Hal
konsumen. Proses beracara yang dikenal inilah yang merupakan perbedaan pokok
dalam hukum perlindungan konsumen, antara antara gugatan class action dengan 1*2¶V
lain: Standing25.
1. Small Claim
A. Penyelesaian Sengketa di Luar
Small Claim adalah jenis gugatan yang Pengadilan
dapat diajukan oleh konsumen, sekalipun
Pasal 47 : Penyelesaian sengketa konsu-
apabila dilihat secara ekonomis nilai gugatan-
men di luar pengadilan diselenggarakan untuk
nya sangat kecil. Di dalam hukum perlin-
mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan
dungan kosumen di berbagai Negara, proses
besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
beracara secara small claim menjadi prinsip
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan
yang diadopsi luas.Di luar Negeri ada
terjadi kembali atau tidak akan terulang
lembaga resmi Pemerintah yang khusus
kembali kerugian yang diderita konsumen.
dibentuk untuk membantu konsumen yang
Merupakan suatu kekeliruan apabila
merasa dirugikan oleh suatu produsen tertentu
seseorang menganggap bahwa didalam suatu
yang beritikad tidak baik.
masyarakat modern, hanya pranata penga-
23
dilanlah merupakan satu-satunya cara untuk
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di menyelesaikan sengketa. Masih terdapat cara-
Luar Pengadilan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung,2003, hal 3. cara lain untuk menyelesaikan sengketa di
24
luar pengadilan, seperti Konsiliasi, Mediasi
Muchsin, Tugas dan Wewenang Peradilan Terhadap
dan Arbitrase.
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen,
dalam Varia Peradilan, No. 278 Januari 2009,
Mahkamah Agung RepublikIndonesia, Jakarta,2009,
25
hal 16. Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hal 86.

79
Hermawan Lumba; Sumiyati

a) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Penyelesaian sengketa di BPSK dilakukan


(BPSK) dalam tiga bentuk yaitu Arbitrase, Konsiliasi
dan Mediasi. Dalam menyelesaikan sengketa
Secara legal term pengertian BPSK diatur
di BPSK tersebut, pihak yang bersengketa
dalam UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlin-
dapat menentukan sendiri cara penyelesaian-
dungan Konsumen dan dalam Keputusan
nya.
Menteri Perindustrian dan Perdangangan
menyebutkan Badan Penyelesaian Sengketa 1. Arbitrase
Konsumen selanjutnya dalam keputusan ini Arbitrase adalah salah satu bentuk adjudi-
disebut BPSK adalah badan yang bertugas kasi privat. Di dalam Undang-undang No. 30
menangani dan menyelesaikan sengketa Tahun 1999, pengertian DUELWUDVH DGDODK ³FDUD
antara Pelaku Usaha dan Konsumen 26. Hal penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
tersebut dapat dilihat di pasal 49 dan 52. pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian
Berdasarkan tugas dan wewenang tersebut, arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
maka dengandemikian terdapat 2 fungsi stra-
SLKDN \DQJ EHUVHQJNHWD´ Arbitrase sebagai
tegis dari BPSK : salah satu lembaga alternatif penyelesaian
a. BPSK berfungsi sebagai instrumen hu- sengketa, adalah bentuk alternatif paling
kum penyelesaian sengketa di luar formal untuk menyelesaikan sengketa sebe-
pengadilan (alternative dispute resolu- lum berlitigasi. Dalam proses inipihak ber-
tion), yaitu melalui konsiliasi, mediasi, sengketa mengemukakan masalah mereka
arbitrase. kepada pihak ketiga yang netral dan membe-
b. Melakukan pengawasan terhadap pen- rinya wewenang untuk memberi keputusan28.
cantuman klausula baku (one-sided
Adapun tahapan penyelesaian sengketa secara
standard form contrac) oleh pelaku arbitrase antara lain :
usaha Pasal 52 butir c UUPK27. 1. Para pihak yang bersengketa memilih
Dilihat dari Pasal 52 Undang-undang No 8 sendiri persidangan dengan cara ar-
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsu- bitrase.
men, dapat diketahui bahwa tugas BPSK 2. Konsumen atau ahli warisnya atau
tidak hanya menyelesaikan sengketa di luar kuasa yang dirugikan mengajukan per-
pengadilan, tetapi meliputi kegiatan berupa mohonan penyelesaian sengketa kepada
konsultasi, pengawasan terhadap pencan-
BPSK dengan cara tertulis atau lisan
tuman klausula baku, dan sebagai tempat melalui sekretariat BPSK.
pengaduan konsumen tentang adanya pe- 3. Sekretariat BPSK memberikan tanda
langgaran ketentuan perlindungan konsumen terima atas permohonan penyelesaian
serta berbagai tugas dan kewenangan lainnya sengketa konsumen baik secara tertulis
yang terkait dalam pemeriksaan pelaku usaha maupun lisan.
yang diduga melanggar UUPK. 4. Sekretariat BPSK mencatat permohonan
b) Macam-Macam Penyelesaian Sengketa Di tersebut dengan mencantumkan tanggal
BPSK dan nomor registrasi.
5. Ketua BPSK memanggil pelaku usaha
26 secara tertulis dengan salinan permo-
Keputusan Menteri Perindustrian danPerdagangan
Republik Indonesia Nomor : 305/MPP/Kep/12/2001 honan penyelesaian sengketa paling
TentangPelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan lambat 3 (tiga) hari kerja sejak per-
Penyelesaian Sengketa Konsumen Menteri Perin- mohonan tersebut diterima secara benar
dustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Pasal dan lengkap.
1 ayat 1.
6. Surat panggilan ini berisikan secara
27
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa jelas tentang hari, tanggal, jam dan
Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta
Kendala Implementasinya, Kencana, Jakarta, 2011,
28
hal. 83-84. Ibid hal. 114.

80
Pertanggungjawaban Perusahaan Ekspeditur Kepada Konsumen Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen

tempat persidangan serta kewajiban dikabulkan tanpa kehadiran pelaku


pelaku usaha untuk memberikan surat usaha29.
jawaban dan disampaikan pada hari per- Bila dibandingkan dengan proses penyele-
sidangan pertama. saian sengketa melalui lembaga peradilan,
7. BPSK kemudian membentuk majelis maka lembaga arbitrase mempunyai beberapa
yang berjumlah 3 (tiga) orang mewakili kelebihan antara lain :
unsur pemerintahan, pelaku usaha dan a) Dijamin kerahasiaan sengketa para
konsumen dibantu seorang panitera. pihak;
8. Para pihak memilih sendiri arbiter dari b) Dapat dihindari kelambatan yang diaki-
anggota BPSK dan menentukan ketua batkan karena hal prosedural dan
majelis dilakukan oleh arbiter terpilih administratif;
tersebut dari unsur pemerintahan. c) Para pihak dapat memilih arbiter yang
9. Ketua majelis wajib memberikan pe- menurut keyakinannya mempunyai
tunjuk kepada para pihak yang ber- pengetahuan, pengalaman, serta latar
sengketa tentang upaya hukum yang belakang yang cukup mengenal masalah
digunakan serta memberikan kesem- yang disengketakan, jujur dan adil;
patan para pihak untuk mempelajari d) Para pihak dapat menentukan pilihan
semua berkas yang berkaitan dengan hukum untuk menyelesaikan masalah-
persidangan dan membuat kutipan nya serta proses dan tempat penye-
seperlunya. lenggaraan arbitrase;
10. Sidang pertama yaitu dilaksanakan e) Putusan arbitrase merupakan putusan
selambat-lambatnya hari ke-7 (tujuh) yang mengikat para pihak dan dengan
terhitung sejak diterimanya pemohonan melalui tata cara yang sederhana dan
penyelesaian sengeketa konsumen oleh langsung dapat dilaksanakan30.
BPSK kepada pelaku usaha. Adapun kelemahan penyelesaian sengketa
11. Pada sidang pertama, ketua majelis melalui arbitrase :
wajib mendamaikan keduabelah pihak 1. Putusan arbitrase sangat tergantung
yang bersengketa dan bila tercapai pada kemampuan teknis arbiter untuk
perdamaian, maka sidang dimulai de- memberikan putusan yang memuaskan
ngan membacakan isi gugatan konsu- kepada kedua belah pihak. Karena
men dan surat jawaban pelaku usaha walaupun arbiter adalah seorang ahli,
serta memberikan kesempatan kepada namun belum tentu dapat memuaskan
para pihak untuk menjelaskan hal-hal para pihak;
yang dipersengketakan. 2. Tidak terikat dengan putusan arbitrase
12. Para pihak yang bersengketa tidak hadir sebelumnya, atau tidak mengenal legal
pada sidang pertama, maka majelis precedence. Oleh karenanya, bisa saja
masih memberikan kesempatan untuk terjadi putusan arbitrase yang berla-
hadir pada sidang kedua dengan wanan dan bertolak belakang;
membawa bukti yang diperlukan. 3. Pengakuan dan pelaksanaan atau ekse-
13. Sidang kedua ini diadakan selambat- kusi putusan arbitrase bergantung pada
lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak pengakuan dan kepercayaan terhadap
setelah hari sidang pertama dengan lembaga arbitrase itu sendiri;
pemberitahuan surat panggilan kepada
para pihak oleh sekretariat BPSK.
14. Apabila pada sidang kedua ternyata 29
Departemen Perindustrian dan Perdagangan,
konsumen tidak juga hadir maka Tahapan Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen
gugatan konsumen tersebut batal demi Melalui Arbitrase, YLKI, Koran Sang Saka, Edisi 6
hukum, tetapi jika yang tidak hadir Agustus 2002, hlm. 10.
pelaku usaha gugatan konsumen 30
Ibid, hal. 115.

81
Hermawan Lumba; Sumiyati

4. Proses arbitrase ini akan memakan 1. Inisiatif ada pada para pihak;
waktu, tenaga serta biaya yang lebih 2. Peran konsiliator adalah pasif;
mahal, jika ada salah satu pihak yang 3. Penyelesaian sengketa yang menyang-
belum puas dan masih ingin memper- kut bentuk maupun jurmlah ganti rugi
karakan putusan arbitrase. diserahkan sepenuhya kepada para
pihak;
2. Konsiliasi
4. Hasil musyawarah konsumen dan pela-
Dalam penyelesaian sengketa konsumen ku usaha dikeluarkan dalam bentuk
melalui konsiliasi inisiatif dari salah satu keputusan Badan Penyelesaian Seng-
pihak atau para pihak dengan membawa ke keta Konsumen;
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen31. 5. Keputusan yang dikeluarkan BPSK
Penyelesaim sengketa konsumen dengan cara hanya merupakan suatu pengesahan
konsiliasi dilakukan sendiri oleh para pihak terhadapkesepakatan para pihak dan
yang dengan didampingi oleh majelis yang tidak akan ada keputusan yang di-
bertindak pasif sebagai konsiliator (Pasal5 keluarkan tanpaadanya kasepakatan
ayat (l) KepMenperindag Nomor 350/MPP/ para pihak.
Kep/12/2001). Hal yang sangat prinsip dalam penye-
Majelis dalam menyelesaikan sengketa lesaian dengan cara konsiliasi adalah bahwa
konsumen dengan cara konsiliasi berdasarkan hasil penyelesaian sengketa tersebut dibuat
Pasal 28 KepMenperindag di atas tugas : dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani
1. Memanggil konsumen dan pelaku usaha oleh konsumen dan pelaku usaha (Pasal 37
yang bersengketa; ayat (l) KepMenperindag Nomor 350/MPP/
2. Memanggil saksi ahli bila diperlukan; Kep/12/2001). Selanjutnya menurut ayat (2)
3. Menyediakan forum bagi konsumen dan dan (3), perjanjian tertulis tersebut dikuatkan
pelaku usaha yang bersengketa; dengan keputusan majelis yang ditanda-
4. Menjawab pertanyaan konsumen dan tangani oleh ketua dan anggota majelis, dan
pelaku usaha, perihal peraturan Per- keputusan majelis tidak memuat sanksi
undang-undangan di bidang perlin- administrasi.
dungan konsumen.
3. Mediasi
Mengenai tata cara penyelesaian sengketa
konsumen dengan cara konsiliasi berdasarkan Mediasi adalah proses negosiasi penyele-
Pasal 29 KepMenperidag yang sama adalah : saian sengketa atau pemecahan masalah di
1. Majelis menyerahkan sepenuhnya pro- mana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak
ses penyelesaian sengketa kepada kon- (importial) bekerjasama dengan para pihak
sumen dan pelaku usaha yang bersang- yang bersengketa membantu memperoleh
kutan baik mengenai bentuk maupun kesepakatan perjanjian yang memuaskan.
jumlah ganti rugi; Penyelesaian sengketa melalui mediasi dila-
2. Majelis bertindak pasif sebagai konsi- kukan sendiri oleh para pihak yang ber-
liator; sengketa dengan didampingi mediator.
3. Majelis menerima hasil musyawarah Mediator menyerahkan sepenuhnya proses
konsumen dan pelaku usaha dan menge- penyelesaian sengketa kepada para pihak,
luarkan keputusan. baik mengenai bentuk maupun besarnya ganti
Dengan memperhatikan uraian di atas kerugian atau tindakan tertentu untuk menja-
dapat diketahui bahwa penyelesaian sengketa min tidak terulangnya kembali kerugian
konsumen dengan cara konsiliasi : konsumen32.
Hasil penyelesaian sengketa mediasi dan
31
konsiliasi adalah kesepakatan para pihak yang
Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen
Menurut UUPK Teori dan Praktek Penegakan
32
Hukum, PT Citra Aditya bakti, Bandung, hal. 36. Susanti Adi Nugroho, Op. cit, hal 109.

82
Pertanggungjawaban Perusahaan Ekspeditur Kepada Konsumen Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen

prosesnya dibantu oleh anggota BPSK seba- Hal ini disebabkan terminologi keberatan
gai mediator atau konsiliator, maka putusan tidak dikenal dalam sistem hukum acara yang
yang dikeluarkan BPSK tidak lebih dari suatu ada. Apakah upaya keberatan harus diajukan
pengesahan terhadap kesepakatan para pihak, dalam acara gugatan, perlawanan, atau
dan tidak akan ada putusan yang akan permohonan dan perlu tidaknya BPSK turut
dikeluarkan oleh BPSK tanpa adanya kese- digugat agar dapat secara langsung didengar
pakatan para pihak33. keterangannya. Di pihak pengadilan akan
Berbeda halnya jika para pihak memilih menimbulkan permasalahan sendiri, karena
cara penyelesaian sengketa konsumen dengan pengajuan keberatan ini akan didaftarkan
cara arbitrase, para pihak yang bersengketa pada registerapa karena pengadilan tidak
dapat mengemukakan masalah mereka kepada mempunyai register khusus keberatan.
pihak ketiga yang netral dan memberinya
wewenang untuk memberikan keputusan yang B. Penyelesaian SengketaMelalui Jalur
kemudian mengikat para pihak yang ber- Pengadilan
sengketa34. Menurut Pasal 48 Undang-undang No. 8
Pelaku usaha yang tidak puas terhadap Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
putusan BPSK cenderung melanjutkan per- penyelesaian sengketa konsumen melalui
karanya ke pengadilan, bahkan apabila perlu pengadilan mengacu pada ketentuan tentang
hingga di Mahkamah Agung, sehingga ke- peradilan umum. Ini berarti hukum acara yang
beradaan BPSK sebagai lembaga small claim dipakai dalam tata cara persidangan dan
court yang menyelesaikan sengketa konsu- pemeriksaan perkara adalah berdasarkan
men secara cepat, tidak formal dan biaya Herzine Inland Regeling (HIR) atau
murah tidak tercapai35. Rechtsreglemen Buitengewesten (RBg), yang
Permasalahan lainnya juga timbul jika mana keduanya pada dasar tidak mempunyai
pelaku usaha setelah menerima pemberi- perbedaan yang mendasar (prinsipil).
tahuan atas putusan BPSK tidak setuju atau
keberatan terhadap putusan tersebut dan a) Pengajuan Gugatan
mengajukan permohonan keberatan ke Dalam hukum acara perdata yang berlaku
Pengadilan Negeri. Timbulnya permasalahan di Indonesia, di kenal asas hakim bersifat
dikarenakan UUPK tidak menegaskan secara menunggu, pasif. Artinya bahwa inisiatif
limitatif luas lingkup adanya keberatan ter- berperkara datang dari pihak-pihak yang
hadap putusan BPSK ini. Memperhatikan berkepentingan. Di mana hal tersebut diatur
praktik peradilan saat ini, implementasi dalam Pasal 1865 KUHPerdata, yaitu setiap
instrumen hukum keberatan ini sangat orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai
membingungkan danmenimbulkan berbagai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya
persepsi dan interpretasi, terutama bagi para sendiri maupun membantah suatu hak orang
hakim dan lembaga peradilan sendiri, lain, menunjuk pada suatu peristiwa,
sehingga timbul berbagai penafsiran akan arti diwajibkan membuktikan adanya hak atau
dan maksud suatu Undang-undang. peristiwa tersebut.
Kemudian dapat di lihat bahwa dalam
33
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa
rumusan Pasal 1865 KUHPerdata tersebut
Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta mengandung beberapa makna, yang mana
Kendala Implementasinya, Kencana Prenada Media makna tersebut terdiri dari :
Group, Jakarta,2008, hal 242. 1) Seseorang dapat mengajukan suatu
34
Ibid. hal 243. peristiwa, dalam hal ini wanprestasi
35 atau perbuatan melawan hukum, untuk
Widijantoro, J dan Wisnubroto, Al, Efektifitas Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Upaya menunjukkan haknya;
Perlindungan Konsumen, Fakultas Hukum 2) Peristiwa yang diajukan itu harus
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.hal 45. dibuktikan.

83
Hermawan Lumba; Sumiyati

Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa di 3. Timbulnya kerugian bagi konsumen


dalam persidangan perdata para pihak yang (penggugat).
merasakan atau mendapatkan kerugian yang Jika gugatan ganti kerugian didasarkan
ditimbulkan dari akibat adanya hubungan pada peristiwa perbuatan melawan hukum,
hukum, berhak mengajukan penuntutan di haruslah dibuktikan :
depan persidangan dengan memberikan bukti-
1. Adanya perbuatan melawan hukum,
bukti yang berhubugan dengan persoalan baik berupa pelanggaran hak konsumen,
yang terjadi. pelanggaran terhadap kewajiban ber-
Hal ini berbeda dengan ketentuan yang hati-hati, pelanggaran norma kesusilaan,
terdapat di dalam Undang-undang Perlin- maupun pelanggaran norma kepatutan;
dungan Konsumen. Di mana tepatnya di 2. Adanya kesalahan kerugian yang di-
dalam Pasal 46 UUPK No 8 Tahun 1999. derita dari pelaku usaha, baik berupa
Berdasarkan aturan tersebut, yang dapat kesengajaan maupun kelalaian;
mengajukan gugatan dalam ketentuan 3. Adanya sejumlah kerugian yang di-
Undang-undang Perlindungan Konsumen derita konsumen penggugat;
adalah : 4. Adanya hubungan kausal antara per-
1. Setiap Konsumen yang dirugikan, ahli buatan melawan hukum yang salah itu
warisnya, baik berupa perseorangan dan kerugian.
maupun kelompok;
2. Lembaga Konsumen Swadaya Masya- Pembuktian hal-hal tersebut di atas
rakat; dilakukan menurut cara-cara yang diatur
3. Pemerintah. dalam Undang-undang. Menurut Pasal 284
RBG/164 HIR atau Pasal 1866 KUHPerdata,
b) Pemerikasaan dan Pembuktian alat-alat bukti yang dapat diajukan adalah :
Membuktikan dalam arti yuridis tidak lain 1. Surat;
berarti memberi dasar-dasar yang cukup 2. Saksi;
kepada hakim yang memeriksa perkara yang 3. Persangkaan;
bersangkutan guna memberi kepastian tentang 4. Pengakuan; dan
kebenaran peristiwa yang diajukan36. Dengan 5. Sumpah.
jalan pembuktian, menjadi jelas bagi hakim
tentang hukumannya suatu perkara sehingga KESIMPULAN
memudahkan hakim untuk mengonstatir Pertanggungjawaban Perusahaan Ekspedi-
peristiwa, mengualifikasi, dan kemudian tur kepada konsumen atas kerusakan, pence-
mengontitusikannya. maran dan/atau kerugian konsumen berupa
Sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal pengembalian uang atau penggantian barang
1865 KUHPerdata, di mana peristiwa yang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya
menjadi dasar hak tersebut mesti dibuktikan sebagaimana diatur dalam pasal 19 Undang-
oleh penggugat. Artinya kalau gugatan atas undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlin-
ganti kerugian didasarkan pada peristiwa
dungan Konsumen. Konsumen yang telah di
wanprestasi konsumen sebagai penggugat rugikan dapat meminta ganti rugi ke
perlu membuktikan : Perusahaan Ekspeditur, jika Perusahaan
1. Adanya hubungan perikatan (kontrak, Ekspeditur menolak memberikan ganti rugi,
perjanjian); konsumen dapat menggugat melalui BPSK
2. Adanya bagian-bagian dari kerwajiban atau mengajukan ke badan peradilan di
yang tidak dipenuhi oleh pelaku usaha; tempat kedudukan konsumen.
dan Hendaknya Perusahaan Jasa Pengiriman
Barang (Ekspeditur) tidak menggunakan ber-
36
Martolusuma Sudikno, Hukum Acara Perdata bagai alasan untuk mengelak dari tanggung
Indonesia. (Liberty Yogyakarta, 1988) Hal 35. jawabnya sebagai penyelenggara ekspedisi,

84
Pertanggungjawaban Perusahaan Ekspeditur Kepada Konsumen Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen

yaitu untuk memberikan ganti rugi jika Muhammad, Abdulkadir, Hukum Dan Pene-
barang yang diangkut tersebut mengalami litian Hukum, Bandung, PT. Citra Adityya
kerusakan atau musnah atau terlambat sampai Bakti, 2004.
di tempat tujuan. Hendaknya Perusahaan Jasa Muhammad Abdulkadir, Hukum Pengang-
Pengiriman Barang (Ekspeditur) memak- kutan Darat, Laut, dan Udara, Citra aditya
simalkan keberadaan dari buku harian yang
Bakti, Bandung, 1991.
mencatat mengenai kondisi jalur laut yang
selama ini memang sebagai trayeknya. Dan Nugroho, Susanti Adi, Proses Penyelesaian
Perusahaan Jasa Pengiriman Barang (Ekspe- Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
ditur) memberikan suatu sanksi bagi awak Acara Serta Kendala Implementasinya,
kapal yang lalai membukukan segala kejadian Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
dalam perjalanan angkutan. 2011.
Purwosutjipto, HMN, Pengertian Pokok
DAFTAR PUSTAKA Hukum Dagang, Di Indonesia Jilid 3,
Djambatan, Jakarta, 1981.
A. BUKU
Raharjo Handri, Hukum Perjanjian di Indo-
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata nesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009.
Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, Setiawan, Rachmad,Hukum Perwakilan dan
2000. Kuasa, penerbit PT. Tatanusa, Jakarta,
Adji, Sution Usman, Hukum Pengangkutan 2005.
Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1990. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Indonesia, Jakarta, PT. Grasindo, 2004.
Tahapan Proses Penyelesaian Sengketa Shofie, Yusuf, Penyelesaian Sengketa Konsu-
Konsumen Melalui Arbitrase, YLKI, men Menurut UUPK Teori dan Praktek
Koran Sang Saka, Edisi 6 Agustus 2002. Penegakan Hukum, PT Citra Aditya bakti,
Hamidjojo, R. Soetojo Prawiro dan Pohan, Bandung.
Marthalena, Hukum Perikatan, Bina Ilmu, Siregar, Hasnil Basri, Kapita Selekta Hukum
Surabaya, 1978. Laut Dagang, Kelompok Studi Hukum
Harahap, Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, Dan Masyarakat Fakultas Hukum USU,
Alumni, Bandung, 1986. Medan, 1993.
Ichsan, Achmad, Hukum Dagang, Cetakan Soekardono, Hukum Dagang Indonesia Jilid
III, Pradnya Paramita, Jakarta, 1984. 2, Cetakan I, Rajawali, Jakarta, 1981.
Kristiyanti, Celina Tri Siwi, Hukum Perlin- Subekti.S.H. R, Pokok-pokok dari Hukum
dungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, Perdata. Intermasa, Jakarta, cet. XI. 1975.
2008. Sudikno, Martolusuma, Hukum Acara Per-
Meliala, A. Qirom Syamsudin, Pokok-Pokok data Indonesia.Liberty Yogyakarta, 1988.
Hukum Perjanjian Beserta Perkembangan- Syahrani, Riduan, Seluk Beluk Dan Asas-Asas
nya, Liberty, Yogyakarta, 1985. Hukum Perdata, P.T, Alumni, Bandung,
Sudikno Mertokusumo: Hukum Acara Per- Tahun 2006.
data Indonesia, penerbit Liberty, Yogya- Tjakranegara, Soegijatna, Hukum Pengang-
karta 1993. kutan Barang Dan Penumpang, Rineka
Putusan MARI. No. 288 K/Pdt/1986 tanggal Cipta, Jakarta, 1995.
22 Desember 1987.

85
Hermawan Lumba; Sumiyati

Usman, Rachmadi, Pilihan Penyelesaian Keputusan Menteri Perindustrian dan Perda-


Sengketa di Luar Pengadilan, PT. Citra gangan Republik Indonesia Nomor :
Aditya Bakti, Bandung, 2003 305/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksa-
naan Tugas dan Wewenang Badan Penye-
Widijantoro, J dan Wisnubroto, Al, Efektifitas
lesaian Sengketa Konsumen Menteri
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Perindustrian dan Perdagangan Republik
Dalam Upaya Perlindungan Konsumen,
Indonesia, Pasal 1 ayat 1.
Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya,
Yogyakarta. Muchsin, 2009, Tugas dan Wewenang Pera-
dilan Terhadap Putusan Badan Penye-
Widjaya I.G Rai, Merancang Suatu Kontrak,
lesaian Sengketa Konsumen, dalam Varia
Jakarta, Megapoin, 2002.
Peradilan, No. 278 Januari 2009, Mah-
kamah Agung Republik Indonesia, Jakarta.
B. PERATURAN PERUNDANG- Undang-undang Perlindungan Konsumen No.
UNDANGAN 8 Tahun 1999

Kitab Undang-undang Hukum Dagang


(KUHD)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHP)

86

Anda mungkin juga menyukai