KEBIJAKAN PENGELOLAAN
PERTAMBANGAN RAKYAT
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, hanya karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya kajian regulasi dan kebijakan pengelolaan pertambangan rakyat sebagai dasar
penyusunan pedoman pelaksanaan kegiatan pertambangan rakyat di Indonesia dapat
diselesaikan sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Dokumen ini disusun dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait yang terdiri dari internal
maupun eksternal Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (dalam bentuk SK Tim Perumus
dan Penyusun) agar dapat memberikan gambaran umum tentang pertambangan rakyat di
Indonesia. Disamping itu, dalam penyusunan dokumen ini juga melibatkan pemangku
kepentingan diluar tim perumus dan penyusun yaitu, melakukan koordinasi dengan Asosiasi
Penambang Rakyat Indonesia (APRI) dalam rangka melakukan kunjungan lapangan ke lokasi
tambang rakyat di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat secara
bersama-sama, kemudian berkoordinasi dan berdiskusi dengan United Nations Development
Programme (UNDP) terkait proyek Gold ISMIA (KLHK, BPPT dan UNDP), serta melakukan studi
literatur.
Dari kegiatan diatas yang merupakan mekanisme proses penyusunan kajian terhadap regulasi
dan kebijakan pengelolaan pertambangan rakyat yang ada pada saat ini, diharapkan hasil kajian
ini dapat digunakan sebagai dasar penyusunan pedoman pelaksanaan kegiatan pengelolaan
pertambangan rakyat di Indonesia, yang diharapkan dapat mengurangi penambangan illegal di
Indonesia.
Atas bantuan dan kerja sama seluruh pihak yang berkontribusi dalam penyusunan kajian ini
kami mengucapkan terima kasih serta permohonan maaf jika ada kesalahan penulisan maupun
perkataan. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi kemajuan pengelolaan pertambangan
Indonesia, khususnya pertambangan rakyat. Kajian ini tentunya tidak lepas dari kekurangan
dalam penyusunannya, oleh karena itu saran dan masukan kami harapkan dari semua pihak
terkait melalui email: penyiapan.program.minerba@esdm.go.id.
Ketua Tim
Pengarah : Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin, M.Sc. - Direktur Jenderal Mineral dan Batubara
Saat ini pelaksanaan pengelolaan pertambangan rakyat belum memiliki pedoman dan
kebijakan yang tepat untuk memberikan kontribusi yang besar bagi negara dan
perekonomian domestik. Hal ini penting untuk mendukung peningkatan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) dari subsektor Minerba dan membangun kedaulatan Energi
dan Sumber Daya Mineral melalui kemandirian ekonomi pada sektor strategis ekonomi
domestik, yaitu peningkatan peran pertambangan rakyat. Kajian ini dilakukan untuk
memetakan dan mereviu pelaksanaan regulasi dan kebijakan pengelolaan pertambangan
rakyat untuk membuat rekomendasi dalam menyusun pedoman pelaksanaan kegiatan
pertambangan rakyat nasional.
Definisi dan kriteria pertambangan rakyat di dalam Undang-undang No. 3 tahun 2020
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (UU No.3/2020) telah ada, namun demikian perlu diperjelas dalam
peraturan turunannya. Dalam Undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa Izin
Pertambangan Rakyat (IPR) adalah Izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam
wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas. Namun
demikian, kriteria mengenai besaran investasi untuk pertambangan rakyat sendiri belum
disebutkan secara spesifik sebagai dasar pelaksanaannya sehingga perlu kajian lebih
lanjut dalam penentuan kriteria-kriteria tersebut.
Dalam UU No.3/2020, Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) merupakan bagian dari
Wilayah Pertambangan (WP). WP merupakan bagian dari Wilayah Hukum Pertambangan.
Dari 34 Provinsi di Indonesia, baru terdapat 25 Provinsi (sekitar 73.6%) yang sudah
menetapkan WPR dan beberapa daerah masih mengusulkan untuk dilakukan penetapan
WPR, misalnya dari Provinsi Jawa Barat dan Papua. Sesuai data yang diperoleh, WPR di
Indonesia mempunyai total luas 580.712 hektar dengan total blok sebanyak 3.329 blok.
Data IPR di seluruh Indonesia yang tercatat pada Direktorat Jenderal Mineral dan
Batubara per November 2020 sebanyak 16 IPR. Jumlah ini sangatlah minim dibandingkan
dengan Jumlah blok WPR dan total luas Wilayah WPR di Indonesia.
Beberapa permasalahan dalam pengelolaan pertambangan rakyat antara lain:
kewenangan penetapan WP setiap 5 tahun sekali, tumpang tindih wilayah dengan sektor
lain, wilayah yang ditetapkan tidak mengandung sumberdaya dan cadangan serta
keterbatasan dari Pemerintah Daerah untuk menyiapkan dokumen pendukung dalam
rangka penerbitan IPR. Dalam hal pembinaan dan pengawasan pertambangan rakyat,
Pemerintah dapat melakukan pembinaan dan pengawasan sesuai dengan amanat UU
No.3/2020 pasal 73 bahwasanya Menteri melakukan pembinaan di bidang pengusahaan,
teknologi pertambangan, serta permodalan dan pemasaran dalam usaha meningkatkan
kemampuan IPR serta bertanggung jawab terhadap pelaksanaan keselamatan
pertambangan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah selama ini banyak
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan yang memiliki
Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan aktivitas pertambangan ilegal di dalam IUP aktif, hal
ini tentunya diperlukan suatu terobosan bagaimana menata dan melakukan formalisasi
dan legalisasi kegiatan pertambangan rakyat yang sebelumnya ilegal menjadi legal
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................... i
TIM PENYUSUN DAN PERUMUS ................................................................................................................... ii
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................................................ vii
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................... 1
1.2. Tujuan ............................................................................................................................................ 1
1.3. Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 1
1.4. Metodologi Kajian ......................................................................................................................... 2
BAB II KONDISI SAAT INI................................................................................................................................ 3
2.1. Istilah Pertambangan Rakyat ......................................................................................................... 3
2.2. Regulasi Terkait Pertambangan Rakyat ......................................................................................... 4
2.3. Kriteria Pertambangan Rakyat dalam Regulasi ............................................................................. 4
2.4. Alur Penetapan Wilayah dan Izin Pertambangan Rakyat di Indonesia ......................................... 6
2.5. Potensi Pertambangan Rakyat di Indonesia .................................................................................. 9
2.5.1. Data WPR – IPR yang Telah Ditetapkan dan Diusulkan ........................................................ 9
2.5.2. Data Sumberdaya dan Cadangan Pertambangan Rakyat di dalam WPR ............................ 11
2.5.3. Penambang Rakyat dalam Kategori Tambang Rakyat yang sudah Berkegiatan ................. 12
2.5.4. Potensi Ekonomi dari Tambang Rakyat .............................................................................. 13
2.6. Kondisi Pertambangan Ilegal (PETI) di Indonesia ........................................................................ 13
2.6.1. Motif dan Pola PETI ............................................................................................................. 13
2.6.2. Tambang Ilegal di Luar dan di Dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan .......................... 15
2.6.3. Pelaku Kegiatan Penambangan Tanpa izin (PETI) .............................................................. 17
2.6.4. Komoditas tambang dari PETI ............................................................................................. 18
2.6.5. Dampak yang ditimbulkan PETI .......................................................................................... 18
2.6.6. Pelaksanaan Penertiban Tambang Ilegal ............................................................................ 18
2.7. Pengelolaan Pertambangan Rakyat di Nigeria ............................................................................ 20
BAB III PEMBAHASAN DENGAN PEMANGKU KEPENTINGAN...................................................................... 22
3.1. Definisi Pertambangan Rakyat .................................................................................................... 22
3.2. Aktivitas Tambang Rakyat Pada Wilayah yang Belum Ditetapkan Sebagai WPR ........................ 24
3.3. Hasil Kunjungan Lapangan........................................................................................................... 24
3.4. Permasalahan yang dihadapi oleh Pertambangan Rakyat .......................................................... 26
3.5. Kendala Permohonan dan Penetapan WPR – IPR ....................................................................... 26
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan UU 4/2009 dan UU 3/2020 ................................................................................ 4
Tabel 2. Regulasi terkait Pertambangan Rakyat .................................................................................... 5
Tabel 3. Rekapitulasi data WPR di Indonesia......................................................................................... 9
Tabel 4. Rekapitulasi IPR aktif di Indonesia ......................................................................................... 10
Tabel 5. Data PETI dan IPR di Indonesia ............................................................................................. 11
Tabel 6. Nigerian Minerals and Mining Act 2011 untuk small scale mining .......................................... 21
Tabel 7. Permasalahan Tambang Rakyat ............................................................................................ 26
Tabel 8. Pembangunan Fasilitas Pengolahan Emas Non Merkuri KLHK ............................................. 30
Tabel 9. Langkah-langkah Strategis Pertambangan Rakyat ................................................................ 36
Tabel 10. Konsep Pengelolaan Wilayah dan Percepatan Perizinan .................................................... 41
Tabel 11. Perbedaan antara Pendampingan, Pelatihan dan Pembinaan ............................................ 45
Tabel 12. Konsep Pengawasan dan Pencegahan ................................................................................ 47
1.2. Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk menelaah secara komprehensif melalui reviu dan analisis
terhadap pelaksanaan regulasi dan kebijakan yang ada untuk kegiatan pertambangan
rakyat. Dengan demikian dapat diinventarisasi dan diidentifikasi segala kekurangan
dan faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pertambangan rakyat
yang baik. Hasil kajian ini diharapkan menyediakan suatu konsep pengelolaan
pertambangan rakyat melalui rekomendasi dan pedoman tentang pertambangan yang
baik, khususnya dari segi keselamatan kerja dan lindungan lingkungan serta manfaat
bagi masyarakat setempat pelaku tambang rakyat.
Analisis &
Penyiapan Pembentukan Rapat Kunjungan Forum Group
Penulisan
Bahan Tim Perumus Koordinasi Lapangan Discussion
Laporan
Pada bab ini akan dibahas mengenai kondisi pertambangan rakyat yang ada di
Indonesia saat ini mulai dari istilah tambang rakyat, peraturan dan regulasi terkait,
mekanisme Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat
(IPR) serta jumlah IPR yang telah diterbitkan.
Luas Maksimal WPR adalah 25 (dua Luas Maksimal WPR adalah 100 (seratus) hektar
Luas WPR puluh lima) hektar
Tidak diatur mengenai jaminan terhadap Pemerintah menjamin terhadap WPR yang telah
Jaminan WPR WPR yang telah ditetapkan ditetapkan
Perpres, Inpres,
No UU PP Permen Kepmen
Kepres
1. UU No 4/2009 tentang PP 22/2010 tentang Wilayah - Permen ESDM 11/2018 tetntang Tata Cara
Kepmen ESDM 1796K/30/MEM/2018
Pertambangan Mineral Pertambangan Pemberian Wilayah, Perizinan, Dan
Kepmen ESDM 1798K/30/MEM/2018
dan Batubara PP 23/2010 tentang Pelaksanaaan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha
Kepmen ESDM 1801K/30/MEM/2018
Kegiatan Usaha Pertambangan Pertambangan Mineral Dan Batubara
Kepmen ESDM 1802K/30/MEM/2018
Mineral dan Batubara Permen ESDM 25/2018 tentang
Kepmen ESDM 1806K/30/MEM/2018
PP 55/2010 tentang Pembinaan Dan Pegusahaan Pertambangan Mineral dan
Batubara Kepmen ESDM 1823K/30/MEM/2018
Pengawasan Penyelenggaraan
Pengelolaan Dan Pelaksanaan Permen ESDM 26/2018 tentang Kepmen ESDM 1824K/30/MEM/2018
Usaha Pertambangan Mineral Dan Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Kepmen ESDM 1825K/30/MEM/2018
Batubara Baik dan Pengawasan Pertambangan Kepmen ESDM 1826K/30/MEM/2018
PP 78/2010 tentang reklamasi dan Mineral dan Batubara Kepmen ESDM 1827K/30/MEM/2018
pasca tambang Kepmen ESDM 1828K/30/MEM/2018
2. UU 3/2020 Perubahan - - - -
atas Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara
3. UU 32/2009 tentang PP 27/2012 tentang Izin Lingkungan Permen LH 102/2016 tentang Pedoman
Perlindungan dan PP 24/2018 tentang Pelayanan Perpres 21/2019
Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup
Pengelolaan Lingkungan Perizinan terintegrasi secara Rencana Aksi Nasional
bagi usaha dan/atau kegiatan yang telah -
Hidup Elektronik Pengurangan dan
memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tapi
PP 101/2014 tentang Pengelolaan Penghapusan Merkuri
belum memiliki dokumen lingkungan hidup
Limbah B3
WPR harus memenuhi kriteria yang disebutkan oleh Pasal 22 UU 3/2020, dan sesuai
dengan pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan usaha pertambangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengusulan WPR dilakukan
dengan memperhatikan kesesuaian tata ruang, daya dukung lingkungan, daya
tampung kegiatan serta memperhatikan pasal 24 UU 4/2009, yaitu wilayah atau
tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tapi belum ditetapkan sebagai
WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR kemudian wilayah tersebut di
overlaykan dengan peta potensi/cadangan minerba yang memenuhi kriteria
penetapan WPR. Rencana tersebut kemudian ditetapkan dalam suatu Wilayah
Pertambangan (WP) oleh Pemerintah Pusat setelah ditentukan oleh Pemerintah
Daerah Provinsi sesuai dengan kewenangannya dan berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Untuk detail mengenai alur proses WPR dan
IPR dapat dilihat pada Gambar 3.
Dalam penentuan WPR, beberapa lokasi yang tidak dapat dijadikan kawasan untuk
usaha pertambangan rakyat, yaitu:
a. Wilayah Suaka alam, Hutan Wisata dan Hutan Lindung;
b. Wilayah yang tertutup untuk umum (seperti lapangan dan bangunan sekitar
kawasan pertahanan);
c. Tempat umum (public spaces) seperti kuburan, jalanan, saluran air/listrik/gas,
tanggul sungai, dll;
d. Tempat perusahaan pertambangan; dan
e. Bangunan rumah tempat tinggal, pabrik dan halamannya, kecuali dengan izin
pemiliknya.
Izin Pertambangan Rakyat (IPR) menurut definisi dalam undang-undang adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat
dengan luas wilayah dan investasi terbatas. IPR harus diperoleh sebelum penambang
rakyat dapat melakukan kegiatan pertambangannya. Berdasarkan UU 3/2020, semua
perizinan termasuk perizinan pertambangan rakyat ditarik ke pemerintah pusat dalam
hal ini menteri, akan tetapi terdapat peluang untuk mendelegasikan kewenangan
tersebut kepada pemerintah Provinsi sesuai dengan Pasal 35 ayat 4 UU 3/2020.
Berdasarkan data yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, status
jumlah IUP Nasional per November 2020, terdapat 5.413 IUP dan IPR, dengan rincian
2.559 IUP Mineral logam dan batubara, 2.835 IUP Mineral Non Logam dan Batuan, 3
IUPK dan 16 IPR. Detail lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 4.
IUPK
3 IUPK
IPR
16 IPR
1
Sumber: Ditjen Minerba tahun 2020
2
Sumber: Ditjen Minerba Tahun 2020
9 Jatim Malang Tambang Indonesia III Koperasi 01/01/24 9,86 Pasir Besi
10 Banten Pandeglang Bumi Jaya Mandiri Koperasi 07/06/23 10,00 Pasir Besi
13 NTT Alor Petrus Mauleti Sdr 01/11/21 1,00 Pasir dan Batu Kali
14 NTT Rote Ndao Tesabela Jaya Kelompok 11/11/21 3,74 Pasir Laut
Total IPR yang dilaporkan berjumlah 89 IPR dengan jumlah terbanyak berada di
Lokasi Daerah Istimewa Yogyakarta, hal ini tentunya melebihi dari jumlah IPR yang
tercatat di Internal Ditjen Mineral dan Batubara sehingga memerlukan perhatian
khusus. Berdasarkan hasil diskusi beberapa data yang disampaikan oleh Dinas ESDM
3
Sumber: Ditjen Minerba Tahun 2020
Menambang Menambang di
dengan Izin luar Wilayah
Eksplorasi IUPnya
Kerjasama
Pelaku dengan Oknum IUP sudah
memanfaatkan atau berakhir tapi
Masyarakat untuk memalsukan masih melakukan
menambang penambangan
untuk dapatkan
SKAB
2.6.2. Tambang Ilegal di Luar dan di Dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan
Berdasarkan data yang dihimpun dari Direktorat Pembinaan Pengusahaan Mineral
tahun, Direktorat Pengusahaan Batubara, serta Pelaporan dari Pemerintah Provinsi,
Penyebaran PETI cukup merata dari Sabang sampai Merauke (Ditjen Minerba, 2019).
Berdasarkan laporan dari Pemerintah Provinsi, PETI terdapat di lokasi Jawa Timur,
Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sumatera Utara, Jambi, Maluku, Kalimantan Tengah serta Gorontalo (Gambar 6).
4
Sumber : Ditjen Minerba tahun 2019
Gambar 8. Peta Sebaran PETI di dalam Wilayah KK dan IUP PMA Mineral6
5
Sumber: Ditjen Minerba tahun 2019.
6
Sumber: Ditjen Minerba tahun 2019.
7
Sumber: Ditjen Minerba tahun 2019.
Selain penghargaan tersebut, Desa ini juga telah mendapat kunjungan dari 38 negara
dibawah naungan organisasi PBB yaitu Environmental Protection Agency (EPA).
Rencana selanjutnya adalah mengembangkan Desa Ciguha menjadi desa wisata
alam bagi masyarakat Indonesia yang terintegrasi (Perkebunan, perikanan,
peternakan, pertanian, kolam pemandian, dll) dengan tidak meninggalkan ciri khas
desa sebagai lokasi bekas tambang emas tanpa izin, ilustrasi dapat dilihat pada
Gambar 11.
Dalam proses penyusunan kajian ini, sesuai dengan metodologi yang dijelaskan pada
Bab 1, salah satu aktifitas yang dilaksanakan untuk mengidentifikasi, merumuskan,
memetakan dan mencari solusi untuk pengelolaan pertambangan rakyat yang tepat
guna maka dilakukan beberapa kali Focus Group Discussion dengan seluruh
pemangku kepentingan terkait dalam kegiatan pertambangan rakyat.
Pertambangan
Rakyat
Pasal 69, 73, 139 – 144 UU 4/2009 mengatur tentang pembinaan dan
pengawasan;
Pasal 73 UU 3/2020 mengatur tentang pembinaan dan pengawasan yang
dilakukan oleh Menteri;
Pasal 24 UU 4/2009: Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah
dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan
sebagai WPR.
PP 55 tahun 2010 Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan
Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara
Kepmen ESDM no. 1827/2018 tentang Pedoman pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan yang Baik dalam lampiran 2 butir 8 poin p: penggunaan bahan
kimia beracun (sianida, asam sulfat, asam nitrat, caustic soda, dan sejenisnya)
dan poin q: penggunaan merkuri untuk proses pengolahan dan pemurnian
dilarang.
Pengawasan oleh daerah Kab/kota tidak efektif, sejak pemberlakuan UU 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan daerah, sejalan dengan hilangnya kewenangan
perizinan oleh Bupati/Walkot di Bidang Minerba termasuk WPR dan IPR. Pengawasan
akan efektif jika dilakukan sendiri oleh pemberi IPR.
Sifat permisif masyarakat/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga memicu
maraknya PETI dengan dalih Pertambangan Rakyat padahal justru banyak merugikan
negara dan tidak mensejahterakan rakyat. Pembinaan dan pengawasan tambang
rakyat harus diutamakan, apabila tidak bisa dibina maka akan ditertibkan. Pembinaan
kepada penambang rakyat harus dari pemerintah. Konsep Bapak asuh dan bapak
Belum adanya
peraturan di WPR yang
tingkat Pemerintah ditentukan oleh
Provinsi yang
mengatur
mengenai
Pemda tidak
memiliki
kandungan atau
PETI
pelaksanaan Tata cadangan minerba
Kelola IPR
Pertambangan
Oleh karena itu Pemerintah Daerah perlu melakukan kegiatan eksplorasi dalam
rangka mempersiapkan lahan yang potensial bagi penambang rakyat dengan
mempertimbangkan keterdapatan dan distribusi dari endapan mineral dan akses
menuju lokasi.
Pemerintah Daerah juga perlu berkoordinasi dengan para penambang lokal yang
ada didaerah tersebut serta para pemangku kepentingan terkait untuk memberikan
masukan mengenai pengusulan WPR tersebut.
Untuk PETI yang telah ada saat ini diperlukan percepatan formalisasi dan
2 Perizinan legalisasi kegiatannya dengan mempertimbangkan dan mengevaluasi kriteria-
kriteria tertentu sesuai peraturan perundangan dengan opsi penertiban atau
Apabila diperlukan kegiatan yang bersifat nasional untuk memperbaiki tata kelola
pertambangan rakyat, maka sebaiknya dapat dikoordinasikan oleh Bappenas
selaku pembina perencana nasional dengan melibatkan KLHK, BPPT, Kemenko
Marves, KESDM, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya.
Disamping itu, perlu percepatan formalisasi pertambangan rakyat dalam rangka
menggerakkan pemulihan ekonomi nasional kegiatan pertambangan rakyat
menjadi salah satu prioritas.
Tujuan dari Pendampingan, Pelatihan dan Pembinaan ini agar para penambang
rakyat dapat mengimplementasikan Good Mining Practices dan Sustainable Mining.
Good Mining Practices adalah seluruh proses yang dilalui dari awal sampai akhir yang
dilakukan dengan baik dengan mengikuti standar yang telah ditetapkan, mengikuti
norma dan peraturan yang berlaku sehingga mencapai tujuan pertambangan yang
efektif dan efisien. Good Mining Practices juga harus memenuhi 2 (dua) aspek utama
yaitu Aspek Keselamatan Pertambangan dan Aspek Perlindungan Lingkungan.
Dengan implementasi aspek-aspek ini diharapkan kasus-kasus kematian pada
kegiatan pertambangan rakyat serta kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
penggunaan merkuri pada pengolahan emas dapat diminimalisir serta dihilangkan.
Sedangkan konsep Sustainable Mining adalah setiap pengembangan dan
pemanfaatan mineral dan batubara harus berkesinambungan dan/atau tergantikan
dengan kegiatan ekonomi lainnya setelah pascatambang. Bahan Carbon Active dapat
digunakan sebagai bahan bakar pengolahan dan pemurnian emas pada
pertambangan rakyat dengan menggunakan produk yang dibuat oleh Puslitbang
Tekmira yang berbahan baku dari tempurung kelapa.
Salah satu hambatan untuk program pendampingan, pelatihan dan pembinaan
kepada penambang rakyat ini adalah sebagai berikut :
Kurangnya infrastruktur dan kapasitas sumberdaya manusia dari pemerintah
daerah terutama pemerintah Provinsi sehingga memerlukan keterlibatan instansi
Kementerian/Lembaga terkait lainnya seperti KLHK, BPPT, LIPI, Puslitbang
Tekmira KESDM, dan Perguruan Tinggi.
Penambang Rakyat yang mungkin sulit untuk menerima teknologi baru terutama
para penambang yang sebelumnya sudah terbiasa menggunakan suatu teknologi
seperti menggunakan merkuri.
Di masa lalu Pemerintah Daerah pernah memberikan pelatihan akan tetapi materi
yang disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Hal ini
disebabkan karena pelatihan yang diberikan berpatokan pada konsep
penambangan skala besar, sehingga tidak cocok dan tidak ekonomis untuk
diterapkan dalam skala pertambangan rakyat. Maka karena itu perlu dibuat suatu
1. Pertambangan ilegal selama ini belum menjadi objek pengawasan dari pemerintah
pusat dan pemerintah provinsi. Pemerintah pusat dan provinsi hanya mengurus
kegiatan kegiatan pertambangan yang sudah memiliki izin atau legal dan belum
melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pertambangan rakyat (PERA)
dan pertambangan ilegal (PETI);
2. Sistem pengawasan dari pihak pemerintah dan aparat penegak hukum yang tidak
terintegrasi menjadi salah satu penyebab kegiatan pertambangan ilegal tetap
terjadi sehingga diperlukan suatu kebijakan khusus pemerintah dengan cara
membentuk tim pengawasan terpadu yang didukung dengan sistem, pola kerja,
dan sarana prasarana yang memadai;
3. Terbatasnya kewenangan, sumberdaya manusia dan anggaran menjadi kendala
bagi pemerintah untuk mengurus pertambangan ilegal yang terjadi di wilayahnya,
oleh karena itu diperlukan kerja sama antar instansi terkait dengan kegiatan
pertambangan dan berjalan secara terus menerus;
4. Berdasarkan UU 23/2014, WPR masuk ke dalam WP menjadi kewenangan pusat
dalam penetapannya, WP tersebut ditetapkan 5 tahun sekali. Sebaiknya
pengajuan WPR jangan dibatasi 5 tahun sekali. Kalau ada pengajuan dari
Kabupaten, harus tetap diproses di Provinsi dan Kementerian, minimal setiap
tahun diperbolehkan untuk dilakukan pengajuan dari masyarakat mengingat masih
banyaknya wilayah penambang rakyat yang belum masuk di dalam Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) dan antara Jumlah WPR dan Jumlah IPR yang
diterbitkan tidak sebanding. Beberapa Wilayah yang akan diajukan menjadi WPR
sebagian besar tumpang tindih dengan wilayah kegiatan perkebunan, pertanian
dan kehutanan sehingga diperlukan suatu langkah terobosan bagaimana
mengatasi permasalahan lintas sektoral;
5. Beberapa Permasalahan Pemda dalam menetapkan WPR yaitu:
a. Belum semua Pemerintah Daerah melakukan inventarisasi lahan mana saja
yang dapat dibuat menjadi WPR dengan mempertimbangkan status legal lahan
dari lokasi yang sudah dieksploitasi masyarakat;
b. Sebelum pemerintah dapat mengusulkan WPR, Pemerintah Provinsi harus
menyiapkan seluruh kelengkapan dokumen serta dana untuk eksplorasi,
pembinaan dan pengawasan, reklamasi,pasca tambang, dll. Beberapa
Pemerintah Daerah tidak mempunyai kompetensi dan kapabilitas untuk
melakukan itu.
6. Perlu dibuat suatu program Percepatan Formalisasi dan Legalisasi Kegiatan
Pertambangan Rakyat, terutama kegiatan yang sudah berlangsung secara turun
temurun dan sesuai dengan pasal 24 UU 4/2009 untuk wilayah yang sudah
dikerjakan. Untuk kegiatan pertambangan rakyat yang dikerjakan oleh penduduk
setempat dan tidak termasuk di dalam daerah yang tumpang tindih dengan sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian dan bukan termasuk di dalam area yang
terlarang untuk ditambang dapat ditetapkan menjadi WPR dan kemudian
diterbitkan menjadi IPR;
1. Proses penetapan WPR dan proses penerbitan IPR agar dipermudah sesuai
dengan usulan Pemerintah Daerah dan Revisi WPR agar dapat ditinjau kembali
untuk tidak dilakukan 5 tahun sekali karena pemda kesulitan mengajukan WPR
ketika harus menunggu 5 tahun. Pengajuan WPR jangan dibatasi 5 tahun sekali.
Kalau ada pengajuan dari Kabupaten, harus tetap diproses di Provinsi dan
Kementerian. Minimal boleh tiap tahun ada pengajuan dari masyarakat;
2. Larangan Penggunaan Alat Berat dan Pembatasan Horse Power Mesin untuk
Kegiatan IPR sebaiknya dihilangkan untuk IPR Koperasi dikarenakan tidak
mendukung kegiatan pertambangan yang efektif dan efisien;
3. IPR Perorangan sebaiknya diberikan untuk jenis endapan aluvial/sekunder,
metode penambangan sederhana dan tidak padat modal, sedangkan untuk
endapan Primer dapat diberikan untuk IPR yang berbentuk badan hukum seperti
koperasi;
4. Penghilangan Komoditas Batubara dalam pemberian Izin IPR tidak menyelesaikan
masalah terutama untuk daerah-daerah yang hanya mempunyai sumberdaya dan
cadangan batubara dan mata pencaharian penduduk setempat hanya dari
kegiatan pertambangan tersebut sehingga harus dipikirkan kembali alternatif mata
pencaharian bagi penambang rakyat komoditas Batubara;
5. Perlu adanya kajian terhadap teknologi terkait dengan tambang rakyat, isu
keluarga yang dibawa oleh pekerja tambang, kerugian negara, kerusakan
lingkungan, distribusi perdagangan emas dan klasifikasi pertambangan rakyat
berdasarkan jenis kegiatannya;
6. Perlu adanya pedoman kaidah teknis pertambangan rakyat yang diatur di dalam
turunan peraturan perundangan minerba termasuk di dalamnya terkait dengan
permohonan perizinan, metode penambangan, metode pengolahan, penjualan
termasuk kaidah teknik pertambangan yang baik;
7. Perlu dibuat Rencana tata kelola pertambangan rakyat yang terintegrasi lintas
K/L/D/S dan percepatan formalisasi atau legalisasi pertambangan rakyat yang
belum berizin menjadi IPR atau bentuk perizinan lainnya yang sesuai dengan
Undang-undang serta pelibatan asosiasi atau LSM terkait pertambangan rakyat
sehingga pemerintah mempunyai data yang cukup dan mendapat pemahaman
dari berbagai aspek;
8. Kunjungan lapangan secara langsung ke wilayah kegiatan pertambangan rakyat
(sesuai bunyi pasal 24 UU 4 tahun 2009) dari hulu sampai hilir dari penambangan
sampai pengolahan (contoh bijih emas) perlu dilakukan agar dalam penyusunan
regulasi dan kebijakan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan;
9. Cerita sukses dari Desa Ciguha dapat menjadi alternatif dalam pengelolaan dan
pemanfaatan wilayah bekas PETI (bijih emas) menjadi wilayah wisata alam
(dengan ciri masih ada contoh wilayah bekas PETI) sesuai dengan keinginan
masyarakat lokal/ setempat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan
ekonomi rakyat lokal secara swadaya/ swakelola maupun kemitraan dengan
pemangku kepentingan terkait lainnya;
APRI. (2020). Pengelolaan Tambang rakyat dan Solusi PETI. Jakarta: APRI.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. (2015). Cetak Biru Pertambangan untuk
mendukung Pembangunan yang berkelanjutan. Jakarta: Kementerian ESDM.
Ditjen B3. (2020). Alternatif Solusi Penggunaan Bahan Kimia untuk Pengolahan
Emas non Merkuri. Jakarta: KLHK.
Ditjen Minerba. (2019, Juli). Penanganan Penambangan Tanpa Izin. Jakarta, DKI
Jakarta, Indonesia.
Ditjen Minerba. (2020, Mei 20). Kondisi Penambangan Emas Skala Kecil di
Indonesia. Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia.
Ditjen Minerba. (2020, Desember). Status IUP Nasional. Jakarta, DKI Jakarta,
Indonesia.
Hutabarat, I. (2020). Peran Pendidikan dalam Pembangunan Kapasitas Pekerja
Tambang Pada Pertambangan Rakyat . Bandung: PPSDM Geominerba.
Nigerian Minerals and Mining Regulations. (2011). Diambil kembali dari
https://www.a-mla.org/masteract/download/565
Nurjaman, D. M. (2020). Efektivitas Metode Pengolahan Bijih Emas dengan Teknik
Pelarutan. Jakarta: BPPT.
Ombusdman RI. (2019). Pengawasan Terintegrasi dalam Rangka Pencegahan dan
Penegakan Hukum Pertambangan Ilegal. Jakarta: Ombusdman RI.
Ongku P Hasibuan. (2020). Penanganan PETI Di lingkungan PT Indo Muro
Kencana. Jakarta: PT IMK.
Perkasa, K. P. (2020). Peran Polhukam dalam Sinergisitas Pengelolaan Tambang
Rakyat untuk Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Kemenko Polhukam.
Planet Gold Indonesia. (2020). Peran Project Gold ISMIA dalam Membantu PESK.
Jakarta: GOLD ISMIA.
Pusat Sumber Daya Geologi. (2019). Pemutakhiran Data dan Neraca Sumberdaya
Mineral dan Batubara Status 2019. Bandung: PSDG.
Ridwan Nanda Mulyana. (2018, September 11). Nasional Peristiwa. Diambil kembali
dari Kontan: https://nasional.kontan.co.id/news/klhk-terindikasi-
pertambangan-ilegal-negara-rugi-lebih-dari-rp-38-triliun-per-tahun
SDBH. (2020). Pertambangan Rakyat dan Alternatif Solusi PETI. Jakarta: ESDM.
Suprapto, S. J. (2006). Sumber Daya Emas Primer Sekala Kecil untuk
Pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat. Bandung: Pusat
Sumberdaya Geologi.