SKRIPSI
OLEH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP
KEWENANGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DESA
SKRIPSI
OLEH
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan karya ilmiah
keberadaannya.
dan juga masukan sehingga penulis Skripsi ini dapat berjalan dengan baik dan
lancar sehingga dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis dengan ketulusan hati
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, Selaku Dekan Fakultas Hukum
i
4. Muhammad Husni, SH, MH, Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
a. Para Orang Tua Penulis, Drs. Rasin Tarigan, SE, M.Sc, Maria Kaban, SH,
M.Hum, Sariaman Tarigan dan juga saudara kandung dari penulis yakni
Louis Eu Nico Tarigan dan Diana Lee Tarigan yang selalu mendukung
dalam doa dan memberikan motivasi bagi penulis dalam penulisan skripsi
ini.
SH, Enos Syahputra Sipahutar, SH, Agie Gama, Anthony Patam, Cok
disebutkan satu persatu, atas doa, dukungan dan motivasi yang telah
diberikan.
ii
c. Kepada Teman-teman Royal Warrior and Company, Ikatan Mahasiswa
Karo, Super Patam X Grup, dan Master Forex Grup yang selalu
Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena
keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya walaupun disadari bahwa penulisan skripsi ini jauh
dari kesempurnaan.
kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkat dari Tuhan.
Dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan hukum di
iii
ABSTRAK
________________________________
*Dosen Pembimbing I, Departemen HAN Fakultas Hukum USU
**Dosen Pembimbing II, Departemen HAN Fakultas Hukum USU
***Mahasiswa Departemen HAN Fakultas Hukum USU
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
v
BAB III TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP
A. Kesimpulan .............................................................................. 94
B. Saran......................................................................................... 95
vi
ABSTRAK
________________________________
*Dosen Pembimbing I, Departemen HAN Fakultas Hukum USU
**Dosen Pembimbing II, Departemen HAN Fakultas Hukum USU
***Mahasiswa Departemen HAN Fakultas Hukum USU
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pemerintahan desa (Bab XI Pasal 200 s.d 216), banyak pihak yang
dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini
Desa harus menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat
1
Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan
dan nilai-nilai social budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun
kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan
1
Penjelasan Peraturan Pemerintah RI Nomor 72, Fokusmedia, Bandung, 2012, Hlm. 85
2
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-
Desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut desa adalah
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik
adanya otonomi yang dimiliki oleh desa dan kepada desa dapat diberikan
1. Mengenai kerangka hokum dan kedudukan desa atas hasil Amandemen UUD
Pusat. 2
belum jelas meskipun telah diatur dalam UU No. 32/2004 Pasal 206
2
Daeng Sudiro, Pembahasan Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah dan Pemerintahan
Desa, Angkasa, Bandung, 1985, hal. 35
3
kewenangan asal usul dan adat istiadat pada umumnya sudah hancur karena
masuknya intervensi Negara dan eksploitasi modal. Yang masih tersisa adalah
ritual adat di desa yang sama sekali tidak berkaitan dengan kewenangan
3. Mengenai keuangan dan ekonomi desa. PP No. 72 Tahun 2005 cukup tegas
realisasinya pemerintah dan masyarakat desa tidak pernah jelas mengenai hal
Di pihak lain, banyak proyek pengembangan usaha kecil dan mikro kredit
pemilihan. 5
3
Daeng Sudiro, Op.Cit. Hlm. 37
4
A.W Widjaja, Sumber pandapatan yang telah dimiliki atau dikelola oleh desa, PT. Raja
Grafindo Persada Bina Aksara, Jakarta, 2003, Hlm. 132
5
Ibid, hlm 38
4
Bamusdes sebenarnya bukan hanya pada system pengangkatannya, tetapi juga
pada fungsi (peran) yang harus dilakukan bersama dengna kepala desa yang
popular legitimasi aturan-aturan desa yang ditetapkan dapat dinilai tidak kuat.
Tahun 2005 tidak ada. Kepala desa dipilih secara langsung oleh rakyat desa tetapi
desa ini jelas mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas kepada desa yang
luas. 7
prosesnya tidak sedikit menimbulkan gesekan social dan politik yang berimplikasi
6
W. Widjaja, Pemerintah Desa/Marga, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2001, hlm. 13
7
Ibid, Hlm 29
5
itu sendiri. Berangkat dari 4 (empat) permasalahan dasar ini, muncul kebutuhan
DESA.”
6
B. Perumusan Masalah
pemerintahan desa?
1. Tujuan Penulisan
7
2. Mamfaat Penulisan
Ada pun yang menjadi tujuan penulisan skripsi penulis yang berjudul:
b) Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alat dalam
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini adalah asli (bukan jiplakan), sebab ide, gagasan
pemikiran dan usaha penulis sendiri bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil
penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak
tertentu. Dengan ini penulis dapat bertanggung jawab atas keaslian penulisan
skripsi ini, belum pernah ada judul yang sama demikian juga dengan pembahasan
para sarjana yang diambil atua dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para
sarjana yang ada hubungannya dengan masalah dan pembahasan yang disajikan.
8
E. Tinjauan Kepustakaan
Salah satu tugas pokok yang dilaksanakan lembaga ini (BPD) adalah
masyarakat desa, sebagaimana juga diatur dalam PP No. 72 Tahun 2005 tentang
Desa, BPD dituntut mampu menjadi aspirator dan articulator antara masyarakat
desa terutama adala yang menyangkut rumusan tugas, fungsi, saling hubungan,
tanggun jawab dan kewenangan yang melekat pada struktur organisasi dalam
Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Derah Tingkat II. Selanjutnya
9
unsure-unsur organisasi yang berperan dalam upaya peningkatan pendapatan asli
dalam wilayah desa yang bersangkutan yang mempunyai hak pilih yang
Keputusan BPD.
jumlah penduduk desa yang bersangkutan. Anggota BPD dipilih dari calon-calon
F. Metodologi Penulisan
1. Materi/Bahan Penelitian
Adapun materi atau bahan penelitian ini bersumber dari data sekunder.
10
2. Alat Pengumpul Data
kepustakaan.
G. Sitematika Penulisan
Secara sistematis penulis membagi skripsi ini dalam beberapa bab dan tiap
BAB I PENDAHULUAN
DESA
Permusyawaratan Desa
11
BAB III TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP
12
BAB II
Pemerintahan Desa
mufakat. BPD mempunyai peran yang besar dalam membantu Kepala Desa untuk
oleh kabupaten/ kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan
hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar
13
Desa (BPD) memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap kebijakan desa
yang dibuat oleh Pemerintah Desa. Lembaga ini juga dapat membuat rancangan
peraturan desa. Disini terjadi mekanisme check and balance system dalam
penyelenggaraan pembangunan.
Salah satu tugas pokok yang dilaksanakan lembaga ini (BPD) adalah
masyarakat desa, sebagaimana juga diatur dalam PP. No. 72 Tahun 2005 tentang
8
A.W. Widjaja, Pemerintah Desa dan Adminitrasi Desa, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1993, hlm. 35
14
Desa, BPD dituntut mampu menjadi aspirator dan articulator antara masyarakat
32 Tahun 2004 maupun PP No. 72 tahun 2005 kurang mengalami kemajuan yang
bantuan pihak luar pada segi dana maupun kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya. 9
luas. 10
UU No. 32 Tahun 2004 yang diganti dengan PP No. 72 Tahun 2005 secara
menonjol pada UU No. 32 Tahun 2004 maupun PP No. 72 Tahun 2005 yaitu
konsep dari filosofi “keseragaman” yang digunakan dalam UU No. 5 Tahun 2004,
disamping itu upaya simplikasi pengaturan mengenai desa dan kelurahan karena
15
menyebabkan adanya desa-desa yang tidak terbina (aut of control) perlu dibuat
Tahun 2005.
desa adalah Kepala Desa dan Lembaga Musayawarah Desa. Pemerintah desa
dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh perangkat desa yang terdiri dari
kepala desa dalam menjalankan hak wewenang dan kewajiban pemerintah desa. 11
Proses pembuatan peraturan desa akan berhasil baik apabila didukung oleh
kemampuan BPD di dalam menyerap aspirasi dari masyarakat dan dibantu oleh
masyarakat di desa dengan masyawarah setiap rencana yang diajukan kepala desa
11
Ibid, Hlm. 34
12
Miftah Thoha, Op.Cit. hlm. 43
16
Sekretaris desa diangakat dan diberhentikan oleh Bupati Kepala Daerah
Tingkat II setelah mendengar pertimbangan Camat atas usul Kepala Desa sesudah
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. 13
Desa dan persyaratan yang ditentukan sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat. 14 Dengan berdasarkan pada adat istiadat dan asal usul Desa
Pemerintah Kabupaten.
13
AW Widjaja, Pemerintahan Desa/Marga, Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999
Tentang Pemerintahan Daerah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001 hlm. 65
14
Ibid, hlm. 30
15
Ibid, hlm. 43
16
Ibid, hlm. 73
17
inengemban tugas, misi dari seluruh Departemen/ Kementerian, sehingga idealnya
desa sangat dipengaruhi adanya kemauan politik (political -will) dan tindakan
politik (political action) dari pemerintah maupun komponen bangsa lainnya untuk
desa sangat dipengaruhi adanya kemauan politik ((political will) dan tindakan
politik (political action) dari pemerintah maupun komponen bangsa lainnya untuk
disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.
17
Wajong. J. Asas dan Tujuan Pemerintahan Daerah, Jembatan, Jakarta, 1973, hlm. 78
18
2. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan.
sebagai berikut:
masyarakat.
kemasyarakatan.
18
Ibid 79
19
8. Menyusun rencara program kerja tahunan dan program kerja Jima
tahunan.
Desa)
musyawarah desa. 19
sama.
Sesuai PP No. 72 Tahun 2005 pasal 212 ayat (3) sumber pendapatan desa
teridiri atas :
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/Kota;
Kabupaten/Kota;
1. Pendapatan asli desa pada umumnya berasal dari tanah desa yang tidak
desa.
19
Ibid 79
20
Kusworo, Kajian Tentang Perubahan Pemerintahan Desa Berdasarkan Undang-Undang
No. 32 Tahun 1974, Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah, Volum I, Edisi Ke-3 2004, hlm. 22
20
Badan Usaha Desa yang berbentuk perusahaan desa yang menghasilkan
kebijakan yang sudah ada dari Pemerintah Pusat, berupa program Bantuan
Desa.
pembangunan di desa.
Salah satu peluang lain sumber pendapatan desa sesuai PP No. 72 Tahun
2005 adalah berupa bantuan dari pemerintah kabupaten/kota dan bagian dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota dapat
diberikan secara proposional dalam arti setiap desa tidak hams sama nilai nominal
21
bantuannya, akan tetapi perlu diperhatikan juga dari aspek luas wilayah, jumlah
sedemikian rupa sehingga akan selalu lebih banyak berorientasi ke atas meskipun
kepala desa dipilih dan dibiayai oleh masyarakat, akan tetapi kepala desa tidak
bertanggung jawab kepada para pemilihnya baik secara langsung amupun tidak
yang menunjukkan hubungan antara orang-orang, yakni pihak yang mewakili dan
(BPD) yang berkedudukan sejajar dengan pemerintah desa. Adapun fungsi BPD
22
Desa atau yang disebut dengan nama lain beriungsi mengayomi adat istiadat,
sangat ideal sebagai wahana untuk menjalankan demokrasi di tingkat desa, bahkan
dari dan oleh penduduk desa yang memenuhi persyaratan", akan tetapi pada
tataran implementasi dari wujud kemitraan antara pemerintah desa dengan BPD
diubah menjadi Badan Permusyawaratan Desa, yang sesuai dengan pasal 209
23
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Op.Cit. Hlm. 44
23
Sedangkan anggota, pimpinan, dan masa kerja syarat dan tata cara penetapannya
2. Pimpinan Badan Permusyawatan Desa dipilih dari dan oleh anggota BPD;
dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya;
4. Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan Badan Permusyawaratan
politik lokal yang sudah ada pada masyarakat pedesaan. Budaya olitik lokal yang
proses, sedangkan mufakat berbicara tentang basil. Hasil yang baik diharapkan
diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai
konflik antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak
dapat berjalan secara harmonis antara pemerintah desa dengan BPD ternyata
24
c. Kurang memahaminya tugas dan fungsi masing-masing, sehingga ada kesan
Pemerintah Desa
pemerintahan daerah yang tangguh, yang didukung oleh system dan mekanisme
24
Sohartono, Desa digambarkan sebagai bentuk kesatuan masyarakat, Aditya Bakti,
2001, Hlm. 10
25
sinyal-sinyal tersebut. Hal ini tidak sja disebabkan oleh karena masih adnaya
dilaksanakan. 25
Salah satu cirri yang baik adalah dapat memberikan kepuasan bagi yang
memerlukan karena cepat, mudah, tepat dan dapat terjangkau. Disamping itu,
pelayanan harus relati dekat yang memerlukannya. Posisi pemerintah yang paling
Otonomi daerah yang akan terus digalakkan terus adalah otonomi daerah
yang mandiri yang dapat mewadahi dan memberikan respon secara aktif terhadap
otonomi daerah tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
25
Ibid Hlm. 11
26
terhadap pelaksanaan pembangunan disegala bidang didaerah khususnya maupun
26
nasional pada umumnya.
masyarakatnya.
ini perlu diantisipasi kedepan. Sebab suatu kebijakan ang kurang tepat dapat
menimbulkan ekses yang tidak di inginkan. Dan bukan membuat suatu pola
kebijakan yang lebih baik tetapi tidak sebaliknya. Untuk itu diperlukan sebuah
26
Rozali, Pemberdayaan Potensi Desa untuk meningkatkan Pendapatan Desa, Bina
Aksara, Jakarta, 2002, Hlm. 64
27
C. Dasar Hukum Pembentukan Badan Permusyaratan Desa
desa terutama adalah yang menyangkut rumusan tugas, fungsi, saling hubungan,
tanggung jawab dan kewenangan yang melekat pada struktur organisasi dalam
pendapatan asli daerah akan dimantapkan system dan kemampuan teknis dan
manajemennya.
aparatur pemerinth yang ada di daerah, dan antara aparatur pemerintaha tersebut
dengan dunia usaha dan masyarakat pada umumnya. Hal ini dilakukan antara lain
28
kesempatan, dan mengkordinasikan serta menyerasikan berbagai langkah kegiatan
pembangunan di daerah. 27
(BPD) yang berkedudukan sejajar dengan pemerintah desa. Adapun fungsi BPD
atau yang disebut dengan nama lain befungsi mengayomi adat istiadat, membuat
pada fungsi (peran) yang harus dilakukan bersama dengan kepala desa yang
popular legitimasi aturan-aturan desa yang ditetapkan dapat dinilai tidak kuat.
Tahun 2005 tidak ada. Kepala des dipilih secara langsung oleh rakyat desa tetapi
desa ini jelas mencedarai prinsip transparansi dan akuntabilitas kepada desa yang
27
Muhyanto, Masalah dan Tantangan Pembangunan Pedesaan Jangka Panjang Tahap
Ke-II, APMD, Yogyakarta, 1991, hlm. 74
28
Syaukani HR, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Belajar, Jakarta,
2002, hlm. 31
29
dapat berakibat pada responsivitas kepala desa terhadap kepentingan dan
politik, golongan profesi dan unsure pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi
persyaratan yang dipilih dari dan oleh penduduk desa. Untuk melaksanakan
ditempuh usaha untuk meningkatkan saling pengertian dan kerja sama antara
aparatur pemerintah yang ada di daerah, dan antara aparatur pemerintah tersebut
tersebut dengan dunia usha dan masyarakat pada umumnya. Hal ini dilakukan
30
usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan teknis dan
dinasnya. 31
bingung karena pada pertengahan awal tahun 2005 ini masa jabatna BPD yang
terpilih pada 5 (lima) tahun lalu telah habis masa jabatannya. Untuk membentuk
BPD yang baru, sesuai dengan UU No. 32/2004 dan PP No. 72/2005, Pemerintah
dengan desa-desa lain di Kabupaten yang lain diseluruh tanah air yang mengalami
hal serupa, termasuk masa jabatan Kepala Desa yang selesai pada pertengahan
tahun ini. Jika peraturan Daerah belum disyahkan oleh Pemda dan DPRD,
tanah air, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah menerbitkan Surat No.
Anggota dan Pimpinan Badan Permusyaratan Desa (BPD). Surat ini terbit 4
(empat) bulan sebelum Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 tahun 2005 tentang
31
Bambang Yudyono, Otonomi Daerah Desentralissi dan Pengembangan SDM Aparatur
Daerah dan Anggota DPRD, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm. 45
32
Kusworo, Op.Cit, hlm. 23
31
Khusus mengenai BPD dalam Surat Mendagri No. 140/2242/SJ ini,
khususnya nomor 7 (tujuh) dinyatakan bahwa para anggota BPD yang diproses
dalam wilayah desa yang bersangkutan yang mempunyai hak pilih yang
jumlah penduduk desa yang bersangkutan. Anggota DPRD dipilih dari calon-
persyaratan.
33
Bambang Yudyono, Op.Cit, Hlm 46
34
A.W Widjaya, Op.Cit, hlm. 49
32
c. Tidak pernah terlihat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang
m. Memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur
Kepala Desa menyampaikan Berita Acara Hasil Pemilihan kepada Bupati melalui
Camat. Sebelum BPD melaksanakan tugas dan wewenangnya, Bupati atau pejabat
Pimpinan dan Anggota BPD. Setelah pengambilan sumpah Anggota BPD Kepala
35
Bambang Yudyono, Otonomi Daerah Desentralissi dan Pengembangan SDM Aparatur
Daerah dan Anggota DPRD, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm. 45
36
Ibid, hlm. 51
33
Sekretariat dan Star sesuai yang dibutuhkan. Sekretaris dan Staf BPD tersebut
jumlah penduduk desa yang bersangkutan. Anggota BPD dipilih dari calon-calon
kelangsungan pembangunan.
Desa.
37
A.W w. Widjaja, Op.Cit, hlm. 13
34
BAB III
dapat memberikan suatu definisi yang dapat diterima oleh semua pihak,
mengingat Ilmu Hukum Administrasi Negara sangat luas dan terus berkembang
Namun sebagai pegangan dapat diberikan beberapa definisi dari para Ahli
sebagai berikut :
35
untuk memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan tugas
lingkungan swasta. ”
administrasi.”
36
alat perlengkapan itu sendiri, atau pula keseluruhan aturan-aturan yang
administrasi Negara sangatlah luas, banyak segi dan macam ragamnya. Dengan
37
Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Pemerintahan itu meliputi
yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-
dengan pemerintahnya.”
bahwa Hukum Administrasi Negara adalah cabang ilmu pengetahuan hukum yang
obyek :
38
1. Sebagian hukum mengenai hubungan hukum antara alat perlengkapan
para pejabat negara melakukan tugasnya yang istimewa. Dengan kata lain
tugas itu.
dalam melakukan hubungan hukum tunduk pada hukum biasa. Sebagai subyek
Perdata seperti subyek hukum lainnya. Tetapi agar dapat melaksanakan tugas
khususnya dengan baik (tugas yang tidak dapat dilaksanakan oleh subyek hukum
diberi kekuasaan istimewa agar semua masyarakat dapat tunduk pada perintahnya.
Adapun wujud dari kekuasaan istimewa ialah adanya kekuasaan “memaksa” agar
39
negara dapat memaksa seseorang atau badan hukum untuk menjual tanahnya
memaksa, sedangkan hukum yang lain berlaku bagi subyek selain administrasi
Administrasi Negara
daerah dan DPRD. Untuk pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas
kabupaten atau daerah kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten atau
40
pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari
perundangundangan.
kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja
transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-
undangan.
dan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa telah menjadi bagian tak terpisahkan dari
Indonesia (NKRI). Hal ini tertuang dalam amanat UU No. 32 Tahun 2004, Pasal
desa yang terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa”. Dari
41
bagian/perangkat pemerintah kabupaten/kota, karena sesungguhnya pemerintahan
pemerintah kabupaten/kota;
38
Daeng Sudiro, Pembahasan Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah dan Pemerintahan
Desa, Angkasa, Bandung, 1985, hal. 75
42
sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga Desa memiliki kewenangan
Desa yang ditetap kan pada tanggal 30 Desember 2005, pada pasal 1 menyebutkan
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.Sedangkan yang
Perwakilan Desa adalah lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan
peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa dan keputusan kepala
tugas Kepala Desa.Apa yang terjadi apabila Sekretaris Desa menjadi ganjalan
39
Wijaya, Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Citra Aditya Bakti, Jakarta,
2003, Hlm 76
40
Ibid
43
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 45 Tahun 2007 tentang
persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri
Sipil, pada pasal 1 yang disebut dengan Sekretaris Desa adalah Perangkat Desa
Pada pasal 14 disebutkan bahwa Sekretaris Desa yang diangkat menjadi PNS
pihak kedua dengan sengaja menempatkan diri tunduk pada kemauan pihak
pertama, Ketiga, hubungan kemitraan artinya pihak pertama dan kedua setingkat
masyarakat, semua aparatur Pemerintahan Desa, baik itu Kepala Desa, Sekretaris
Desa, dan Badan Perwakilan Desa harus benar-benar memahami kapasitas yang
44
melaksanakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa semua aparatur pemerintah
desa dalam hubungannya dapat bersinergi dan bermitra dengan baik dan tepat
akuntabel.
kriteria yang berkaitan dengan implementasi Good Governance bagi pejabat dan
hak asasi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang prima dari pemerintah.
RUU Program Legislasi Nasional prioritas pada tahun 2007. RUU ini diharapkan
dapat menjadi bagian dari reformasi birokrasi yang cukup revolusioner dan
juga akan menjadi hukum materiil bagi Hukum Administrasi Negara di Indoneisia
41
Bachsan Mustafa, SH. Sistem Hukum Administrasi NegaraIndonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung 2012, Hlm 45
42
Ibid Hlm 46
45
Hukum administrasi materil terletak diantara hukum privat dan hukum
pidana. Hukum pidana berisi norma-norma yang begitu penting bagi kehidupan
pihak partikelir tetapi harus dilakukan oleh penguasa. Hukum privat berisi norma-
kedua bidang hukum itu terletak hukum administrasi. Setelah reformasi dipilih
menjadi bagian dari bangsa Indonesia, ada beberapa Konsekwensi yang diterima
oleh bangsa Indonesia atau beberapa perubahan yang Fundamental bagi bangsa
Indonesia.
Mendefinisikan Desa
(masyarakat) saling mengenal dengan baik dan corak kehidupan mereka relatif
otonom adalah berhak mempunyai wilayah sendiri dengan batas yang sah, berhak
46
mengangkat kepala daerahnya atau majelis pemerintahan sendiri, berhak
mempunyai sumber keuangan sendiri, serta berhak atas tanahnya sendiri (menurut
I Nyoman Beratha).
sendiri, yang dalam bahasa lain disebut hak otonomi. Dengan demikian desa
secara alami telah memiliki otonominya sendiri semenjak masyarakat hukum ini
kehidupan ekonomi yang porak poranda pada masa Soekarno. Keinginan tersebut
No.5/1979 desa oleh Orde Baru dikonsepsikan sebagai “suatu wilayah yang
47
langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
Jika kemudian ditinjau lebih jauh, konsepsi desa Orde Baru merupakan
administratif adalah satuan ketatanegaraan yang terdiri atas wilayah tertentu, suatu
konteks di atas, yaitu desa merupakan bagian dari organisasi pemerintahan, baik
Baru untuk memberikan legitimasi dalam hal kontrol negara terhadap desa.
Menempatkan pemerintah desa sebagai rantai akhir dan terbawah dari sistem
Kepala Desa.
43
Bachsan Mustafa, SH. Sistem Hukum Administrasi NegaraIndonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung 2012, Hlm 80
48
Dari ketiga hal tersebut dapat dilihat keinginan utama Orde Baru atas desa,
Kedua, menempatkan desa sebagai alat dari pemerintah pusat. Titik inilah yang
lain kedudukan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang otonom makin
lama makin turun karena menjadi subsistem terbawah dari birokrasi pemerintahan
nasional. Otonomi asli desa tidak bisa lagi dilaksanakan karena kedudukan desa
Pada era reformasi, rezim yang baru diliputi persoalan lemahnya legitimasi
serta ancaman disintegrasi bangsa akibat adanya keinginan dari beberapa daerah
untuk memerdekakan diri, lepas dari Republik Indonesia. Hal di atas direspon
25/1999 yang berisi tentang pemberian otonomi kepada daerah untuk mengurus
Pada UU No. 22/1999 terutama pasal 93-111, pasal-pasal yang mengatur tentang
diharapkan demokratis dan otonom, hal ini terlihat dari pertama, adanya
49
‘keinginan’ untuk mendudukkan kembali desa terpisah dari jenjang birokrasi
masyarakat yang dihormati mempunyai hak asal usul, dan penghormatan terhadap
Berkaitan dengan struktur desa, ada beberapa perubahan yang dibawa oleh UU
No.22/1999, yaitu :
2. Pembentukan struktur pemerintahan desa baru yang terdiri atas pemerintah desa
Jika ditinjau secara umum, apa yang telah dilakukan pemerintah pada era
membawa angin segar atas harapan akan adanya otonomi desa. Harapan bagi
telah dipupuk.
persoalan yang berkaitan dengan otonomi di tingkat desa. Pada beberapa pasal
dalam UU No. 22/1999 justru membuat orang ragu atas kesungguhan pemerintah
untuk benar-benar memberikan otonomi kepada desa. Hal ini didasarkan pada
kabupaten (pasal 93). Kedua, desa masih harus melakukan tugas pembantuan dari
50
pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan kabupaten (pasal 99). Ketiga,
otonomi yang berasal dari “niat baik” negara. Karena sifatnya pemberian maka
No. 22/1999 lebih didasarkan atas usaha untuk meredam potensi disintegarasi
bangsa dibandingkan sebagai usaha yang tulus dari negara untuk mengembalikan
tersebut bukanlah otonomi desa sebagaimana konsep aslinya, yaitu desa sebagai
sendiri
51
dipertimbangkan sebab semakin kukuhnya posisi dan status sekdes sebagai
pegawai negeri atau bagian struktur formal pemerintahan, maka berimbas pada
jalannya roda pemerintahan desa yang mengacu karakter legal secara ketat. Sangat
Meski demikian, tidak bisa seratus persen dikatakan bahwa pergeseran posisi dan
warga setempat. 44
Jika ditinjau dari jumlah desa di Indonesia yang mencapai 70.611 desa,
Hal ini dikarenakan masih terdapat 5000an desa yang belum terdaftar dalam
kantor Departemen Dalam Negeri. Kendala terbesar lainnya yaitu jika kebijakan
masalah baru. 45
diskriminatif bagi kepala desa, perangkat desa dan juga Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) yang berstatus sama sebagai unsur pemerintahan desa. Kebijakan ini
44
Widjaja, Pemerintah Desa/Marga, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2001, hlm. 13
45
Ibid
52
banyak memunculkan penafsiran, opini, dan tanda tanya yang hingga saat ini
dimana semua Perangkat Desa lainnya juga mengharapkan atau menuntut untuk
menjadi PNS. Tuntutan ini secara praktikal dan realita lapangan tidak
Kepala Dusun/Kuwu/ Kepala Dukuh atau RW dan RT dll sebagai perangkat desa
baru yang sudah disiapkan pemerintah untuk Sekdes adalah PNS tersebut semakin
Pemerintahan Desa
46
Kusworo, Op.Cit, hlm.19
53
Secara konsepsional BPD yang berkedudukan sejajar dan menjadi mitra
dimaksud adalah :
a. Mengayomi, yaitu menjaga kelestarian adat dan istiadat yang hidup dan
pembangunan.
Pemerintah Desa.
Desa
rencana perjanjian antar Desa dengan pihak ketiga dan pembentukan Badan
47
Ibid
48
A.W Widjaya, Op.Cit, hlm. 131
54
Namun, fakta empiris memperlihatkan tugas dan kewenangan BPD ini
Undang No. 32 Tahun 2004, telah terjadi kemajuan dalam pelaksanaan demokrasi
di tingkat masyarakat pedesaan karena dipilih secara langsung, hanya saja dalam
sebelumnya. 50
sehingga dengan melihat pada ketentuan yang ada dalam Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 sekarang berupaya mengembalikan budaya politik lokal yang sudah
ada pada masyarakat pedesaan, yaitu dengan pendekatan filosofi, musyawarah dan
49
Ibid, hlm. 73
50
Ibid
55
mufakat. Dengan demikian kedepan, proses perekrutan anggota BPD tidak lagi
melalui pilihan langsung akan tetapi anggota BPD diwakili oleh penduduk yang
masing dan dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi bersama dengan cara
musyawarah untuk mencari mufakat, semua ini dapat terwujud apabila didasari
sebagaimana mestinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 209 dan 210 UU No. 32
aspirasi masyarakat”.
wakil rakyat tersebut, maka kepala pemerintahan yang bersangkutan juga perlu
56
Pemerintah dan Peraturan Presiden. Demikian pula Gubernur, Bupati, Walikota,
dan Kepala Desa, selain bersama-sama para wakil rakyat membentuk peraturan
daerah dan peraturan desa, juga berwenang mengeluarkan peraturan kepala daerah
proporsional, hanya berfungsi sebagai tangan kanan dari Kepala Desa. Pada sisi
lainnya, hegemoni penguasa desa sangat dominan dalam segala hal. Akibatnya
kekuasaan Kepala Desa yang dapat dikatakan analog dengan kekuasaan dictator
atau raja absolute, sehingga masyarakat kurang dapat secara leluasa menyalurkan
sebagai objek pembangunan tetapi juga subjek pembangunan dan dengan tingkat
57
kelompok kepentingan lain melalui tuntutan-tuntutan terhadap pemerintah atau
pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan di tingkat desa dengan
Ruang gerak bagi demokratisasi dan peran serta masyarakat tersebut dalam
ekonomi serta kelembagaan dan budaya tidak dapat terjadi dalam waktu relatif
birokrasi pemerintah serta lembaga swadaya masyarakat. Dengan kata lain ide-ide
baik dipusat, daerah, dan desa. Paradigma pembangunan yang sentralistik terbukti
pembangunan yang melibatkan peran serta masyarakat secara lebih luas melalui
Bangsa secara keseluruhan, dan itu hanya dapat terjadi apabila pembangunan
dimulai dari “pembangunan masyarakat desa”. Saat ini, upaya untuk membangun
58
ini disebabkan disamping karena sebagian besar penduduk tinggal di pedesaan,
manusia yang mumpuni, karena mereka inilah yang kelak akan lebih banyak
otonom adalah masyarakat yang berdaya, yang antara lain ditandai dengan
dalam era otonomi daerah yang kini mulai dilaksanakan, peningkatan partisipasi
sangat penting. Menurut Muchsan (dalam Suko Wiyono 2006: 48-59) Secara
apabila sendi tersebut semakin kuat, maka pelaksanaan otonomi daerah semakin
kuat pula, dan sebaliknya apabila sendi-sendi tersebut lemah, maka pelaksanaan
otonomi semakin lemah pula. Ketiga sendi-sendi ini sebagai pilar-pilar otonomi
59
Th.1999 tentang Pemerintahan Daerah jo UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Pusat dan Daerah telah dijabarkan tentang ketiga sendi tersebut
Pembangunan Desa, Bantuan Inpres Desa Tertinggal, bantuan bibit dan pupuk
bagi petani, Kredit Usaha Tani, Kukesra, Takesra, bantuan bergulir ternak sapi
dengan melibatkan LSM, seperti dalam program jaring pengaman sosial, dan
masyarakat.
60
Pelibatan masyarakat tidak hanya dalam bidang peningkatan kesejahteraan tetapi
Desa (BPD) dalam pemerintahan desa adalah bukti pelibatan masyarakat tersebut.
masyarakat desa. Lembaga ini memiliki urgensi yang tidak jauh berbeda dengan
ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Masa jabatan anggota BPD
adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk I (satu) kali masa
BPD dengan Kepala Desa mempunyai kedudukan setara, karena kedua belah
pihak sama-sama dipilih oleh anggota masyarakat desa tetapi kalau dilihat dari
51
A.W Widjaya, Op.Cit, hlm. 131
61
proses pemberhentian, terkesan BPD berkedudukan lebih tinggi, dimana BPD
Bupati. Sementara Kepala Desa tidak lebih dari pada itu, dalam proses penetapan
perangkat desa, Kepala Desa harus meminta persetujuan kepada BPD. Namun,
demikian kedua belah pihak tidak saling menjatuhkan karena sama-sama dilihat
Kedudukan BPD dan pemerintah desa sejajar, artinya Kepala Desa dan BPD sama
posisinya dan tidak ada yang berada lebih tinggi atau lebih rendah. Keduanya
Hubungan antara BPD dengan pemerintah desa adalah mitra, artinya antara BPD
dan kepala Desa harus bisa bekerja sama dalam penetapan peraturan desa dan
memperlancar pelaksanaan tugas kepala desa. Mengingat bahwa BPD dan Kepala
desa itu kedudukannya setara maka antara BPD dan kepala desa tidak boleh saling
62
persamaan politik, akuntabilitas lokal, dan kepekaan lokal. Perspektif
sebagai tujuan utama dari desentralisasi. Sedangkan desentralisasi politik ini pada
tingkat desa menekankan pada aspek kelembagaan desa, pembagian peran serta
namun secara geografis berjarak cukup jauh dari pusat kekuasaan di tingkat
atasnya. Hal itu menyebabkan desa memiliki arti penting sebagai basis
rakyat lokal. Peran penting desa ini disadari oleh pemerintah Hindia Belanda pada
(IGO) Stbl. 1906 No. 83, yaitu aturan hukum yang memberikan ruang bagi desa
penguasa pribumi, dan secara tidak langsung oleh penguasa Belanda. Sistem
kecamatan, dan membawahi kepala desa. Hal ini sesuai dengan skema dimana
63
bersifat otonom. Proyek politik untuk menata pemerintahan negara Indonesia pada
desa dalam wawasan pemerintah pusat. Bagaimana hal ini direfleksikan dalam
asli desa?
Pada masa rejim Orde Baru yang berkarakter represif secara politik untuk
pembangunan pabrik, ekploitasi hutan untuk kepentingan ekspor kayu, dan alih
profesi para petani tradisional menjadi buruh pabrik atau pekerja tambang.
Penekanan terhadap stabilitas politik untuk mendorong laju ekonomi ini dalam
‘kontrol’.
Desa tidak ubahnya sebagai mesin birokrasi kepanjangan dari birokrasi negara.
Pasal 3 UU No. 5/1979 menyebutkan bahwa pemerintahan desa terdiri dari kepala
64
musyawarah atau permufakatan antar elite pemerintahan desa dengan tokoh
masyarakat desa.
sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai ketua LMD. Selain LMD, terdapat
juga LKMD (lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) yang No. 28/ 1980 dan
halnya LMD terdiri dari para elite desa yang cenderung dekat dengan kepala desa,
sementara pembentukan pengurus LKMD harus disetujui oleh kepala desa, camat,
dan bupati atau walikota untuk disahkan.Oleh karenanya baik LKMD maupun
LMD tidak bisa menyuarakan pandangan kritis terhadap kepala desa. Untuk
diadakan lima tahun sekali. Desa menjadi sumber untuk mobilisasi dukungan
politik seperti di atas, otonomi asli dan masyarakat hukum yang otonom semakin
keanekaan kekhasan sosial, budaya dan ekonomi desa. Ruang politik yang
desa serta seruan dari berbagai pihak untuk menghidupan kembali struktur
65
kabupaten-kabupaten di Aceh mengeluarkan qanun atau peraturan daerah untuk
sini.
politik, yang ditandai oleh pembatasan kekuasaan pusat dan pemberian otoritas
yang lebih luas kepada pemerintah daerah UU No. 22/1999 menjadi prinsip utama
hingga 111. Dalam pasal 95, pemerintah desa- atau disebut dengan nama lain-
terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Pasal 104 mencantumkan keberadaan
BPD (Badan Perwakilan Desa) yang befungsi sebagai pengayom adat istiadat,
perubahan signifikan dalam struktur dan fungsi kelembagaan desa, dimana kepala
66
desa harus bersama-sama BPD menjalankan fungsi administrasi, anggaran dan
pembuatan keputusan desa. Dari aspek keanggotaan, Pasal 105 mengatur bahwa
anggota BPD sebagai wakil rakyat desa dipilih dari dan oleh masyarakat desa.
Kepala desa bertanggungjawab kepada rakyat melalui BPD, dan dalam Pasal 102
corak kelembagaan pemerintah desa pun menjadi beragam. UU No. 22/1999, yang
pola patron-klien di kalangan masyarakat desa, yang terbentuk pada masa Orde
Baru. Belum lagi faktor-faktor keanekaragaman pola budaya yang terus berubah.
harus mempertimbangkan pengaruh dari apa yang oleh kalangan pengamat politik
individualisme). Sehingga, jika alasan tersebut di atas dapat dipahami oleh para
pembuat keputusan, maka solusi terhadap praktek demokrasi yang hanya terjadi di
tingkat prosedural artinya demokrasi hanya sebatas aspek prosedur, namun tidak
67
diikuti oleh proses politik yang mencerminkan perilaku atau budaya demokratis
tidak hanya sebatas dengan keluarnya peraturan baru yang dampaknya tambal
tersebut sebagai variabel penentu dalam penataan pemerintah desa, baik dari
aspek kelembagaan maupun pranata desa, yang sesuai dengan asas demokrasi.
ke Bupati untuk menjatuhkan kepala desa, yang tidak lagi memainkan peran
tujuan kepentingan politik atau ekonomi, kades juga dapat berkolaborasi dengan
BPD (kolusi) sehingga tidak lagi mengawasinya. Pemilihan kepala desa dan BPD
juga seringkali diwarnai oleh isu politik uang atau intrik politik lainnya, yang
diikuti pula dengan kecenderungan anarkisme dari massa pendukung yang tidak
puas. Hal ini berarti bahwa suatu sistem demokrasi tidak bisa berlangsung tanpa
adanya jaminan penegakan hukum oleh Negara di satu pihak, dan kultur
52 52
A.W Widjaya, Op.Cit, hlm. 149
68
besar-besaran pada dua aras yaitu pertama, pola berpikir dan praktek politik para
elite desa, dan kedua, pada internal masyarakat desa sendiri, dalam konteks
transisi politik sejak 1998. BPD saja baru terbentuk kurang dari 5 tahun (terhitung
wakilnya, setelah sekian lama terbiasa dalam proses politik yang serba ditentukan
dari atas. Sesungguhnya kurun waktu antara 1999 hingga 2004 inilah periode
Barat’) dalam praktek politik desa yang peluangnya ada di tangan organisasi non
kekuasaan di tangan kepala desa dan mencabut peran badan perwakilan desa, dan
konfliktual antara BPD dan kepala desa sudah tidak dapat dikontrol lagi.
politik dan akibat negatif lainnya masih mendominasi pemerintah pusat, padahal
69
diskursus) dalam politik desa, termasuk konsep demokrasi, yang memerlukan
proses penyesuaian dalam prakteknya oleh masyarakat desa dan elite politik desa.
Tak pelak lagi, ‘gerakan resentralisasi’ oleh pemerintah pusat menyebabkan desa
/2005 yang memuat beberapa perubahan penting berkaitan dengan peran ‘Badan
terhadap kebijakan desa; serta tentang peran dan kedudukan kepala desa. Pasal 29
pasal 202 ayat (1) UU No. 32/2004 memberikan pengertian ‘pemerintah desa
terdiri atas kepala desa dan perangkat desa’. BPD dikurangi kedudukan dan
disamping itu keanggotaan BPD yang awalnya dalam UU No. 22/1999 dipilih
pasal 15 ayat (2) PP No. 72/2005 yang menyebutkan bahwa kepala desa
kepada bupati atau walikota; sedangkan tanggung jawab kepala desa kepada BPD
70
kepada rakyat. Tentu saja ini berarti tidak ada lagi fungsi check and balances
sebagai prinsip demokrasi dalam pola hubungan antara BPD dan kepala desa;
terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa’, dengan pasal 35
(b) PP tentang desa. Meskipun pada pasal 35(c) PP tentang desa disebutkan
pengawasan BPD.
pembangunan nasional. Artinya, desa tidak lagi memiliki otonomi untuk mengatur
kekuasaan di tangan kepala desa, dan ‘mempreteli’ fungsi dan wewenang BPD,
53
Bachsan Mustafa, Op.Cit, Hlm 180
71
BAB IV
Pemerintahan Desa
desa dibuat sedemikian rupa sehingga akan selalu lebih banyak berorientsi keatas,
meskipun kepala desa dipilih dan dibiayai oleh masyarkat akan tetpai kepala desa
langsung. Berkaitan dengan itu hubungan BPD dengan pemerintahan desa, BPD
baru berjalan awal tahun 2001 di seluruh pemerintah Kabupaten dan Pemerintah
kota.
72
Latar belakang mengapa UU No. 32 Tahun 2004 yang relatif baru,
daerah.
yang cenderung menuntut efisiensi dan daya saing masyarakat, bangsa dan
Negara yang lebih tinggi, memerlukan arahan normatif yang jelas pada
tingkatan Undang-Undang.
UU No. 32 Tahun 2004 yang diganti dengan PP No. 72 Tahun 2005 secara
pada UU No. 32 Tahun 2004 maupun PP No. 72 Tahun 2005 yaitu filosofi yang
73
filosofi “keseragaman” yang digunakan dalam UU No. 32 Tahun 2004, disamping
itu upaya simplikasi pengaturan mengenai desa dan kelurahan karena sebelumnya
adanya desa-desa yang tidak terbina (aut of control) perlu dibuat pedoman umum
cukup kuat yang pada pemerintahan orde baru diseragamkan melalui UU No. 32
Tahun 2004 baik nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan desa
dengan corak nasional yang banyak diilhami oleh pola desa di Jawa dan Madura.
Dasar 1945 yang perlunya mengakui serta menghormati hak-hak, asal-usul daerah
yang bersifat istimewa. Penegasan desa tersebut terlihat pada pasal 1 angka 10
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang menyebutkan “Desa atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya desa, adalah kesatuan masyarakat hokum yang
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara
sesuai PP No. 72 Tahun 2005 pemahamannya berangkat dari pasal 200 sampai
dengan pasal 216 atau dengan kata lain terdapat sejumlah 16 pasal yang mengatur
74
tentng desa. Pasal 200 ayat (1) PP No. 72 Tahun 2005 menyebutkan “Dalam
Permusyawaratan Desa”. Untuk lebih terfokus pemahaman pasal ini, maka berikut
ini akan diuraikan mengenai pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa
sebagai berikut :
2. Pemerintah Desa
Negara. Sedangkan pengertian pemerintah desa sesuai pasal 201 ayat (1)
disebutkan “Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa”, pasal
ini mengandung makna bahwa kepala des sebagai unsur pimpinan melaksanakan
tugas dan kewajiban dibidang eksekutif yang dibantu oleh perangkat des yang
a. Kepala Desa
Sebagai pencerminan otonomi desa, kepala desa dipilih langsung oleh dan
dari penduduk desa warga Negara Republik Indonesia. Adapun masa jabatan,
1. Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali
75
4. Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin
pemerintah kabupaten/kota.
b. Perangkat Desa
terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa", perubahan yang mendasar yang
sekretaris desa harus diisi dari pegawai negeri sipil sebagaimana tercantum dalam
"pasal 202 ayat (3) yang menyebutkan "Sekretaris desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
76
c. Pola Struktur Organisasi Pemerintah Desa
Penjelasan pasal 202 ayat (2) "Yang dimaksud dengan perangkat desa
lainnya" dalam ketentuan ini adalah perangkat pembantu kepala desa yang terdiri
dari sekretari desa, pelaksanan teknis lapangan seperti kepala urusan, dan unsur
kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lainnya", dari penjelasan
jauh berbeda, di manan sesuai PP tersebut perangkat desa dapat terdiri dari:
kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, untuk lebih jelasnya
berikut ini contoh bagan organisasi pemerintahan desa mengacu PP No. 72 Tahun
2005.
77
Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa
sebagai penjabaran dari PP No. 33 Tahun 2005 belum dikeluarkan, akan tetapi
bila mencermati dari pasal 200 ayat (1), pasal 202 ayat (1), pasal 202 ayat (3),
78
Kekurang harmonisan hubungan antara pemerintah desa dengan BPD
2004, sehingga dengan melihat pada ketentuan yang ada dalam PP No. 72 Tahun
2005 sekarang berupaya mengembalikan budaya politi lokal yang sudah ada pada
Dengan demikian ke depan, proses perekrutan anggota BPD- tidak lagi melalui
pilihan langsung akan tetapi anggota BPD diwakili oleh penduduk yang
bersama dengan cara musyawarah untuk mencari mufakat, semua ini dapat
No. 32 Tahun 2004 maupun UU No. 32 Tahun 2004 kurang mengalanii kemajuan
pada bantuan pihak luar pada segi dana maupun kebutuhan-kebutuhan dasar
lainnya.
79
desa sangat dipengaruhi adanya kemauan politik (political will) dan tindakan
politik (political action) dari pemerintah maupun komponen bangsa lainnya untuk
Sesuai PP No. 72 Tahun 2005 pasal 212 ayat (3) sumber pendapatan desa
teridiri atas :
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterinia oleh
Kabupaten/Kota;
Kabupaten/Kota;
Pertama : pendapatan asli desa pada umumnya berasal dari tanah desa yang tidak
semua desa memiliki, kalaupun ada digunakan untuk penghasilan pamong desa.
belum ada, sedangkan hasil swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat
melestarikan kebijakan yang sudah ada dari Pemerintah Pusat, berupa program
80
tambahan penghasilan bagi perangkat desa. Keempat: hibah dan sumbangan dari
pembangunan di desa.
Salah satu peluang lain sumber pendapatan desa sesuai PP No. 72 Tahun
2005 adalah berupa bantuan dari pemerintah kabupaten/kota dan bagian dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota dapat
diberikan secara proposional dalam arti setiap desa tidak hams sama nilai nominal
bantuannya, akan tetapi perlu diperhatikan juga dari aspek luas wilayah, jumlah
sedemikian rupa sehingga akan selalu lebih banyak berorientasi ke atas meskipun
kepala desa dipilih dan dibiayai oleh masyarakat, akan tetapi kepala desa tidak
bertanggung jawab kepada para pemilihnya baik secara langsung amupun tidak
81
Camat sebagai kepala wilayah pada masa PP No. 72 Tahun 2005 memiliki
yang dijalankan camat berasal dari kepala wilayah yang lebih tinggi
No. 72 Tahun 2005 hubungan kerja camat dengan pemerintah desa dan
kewenangan delegatif, hal ini tersirat dalam pasal 126 ayat (2) menyebutkan
"Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh camat yang
hal ini sebagaimana terlihat pada pasal 126 ayat (3) menyebutkan "Selain
umum;
Undangan;
umum;
82
e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintah di tingkat
kecamatan;
kelurahan.
3. Hubungan kerja camat dengan lurah bersifat hierarkhis, sebab lurah adalah
bawahan camat, pasal 127 ayat (5) "Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
melalui camat".
208).
jelas karena pasal ini perlu penjabaran lagi dengan perda yang mengacu pada
83
Hubungan camat dengan pemerintah desa dilihat dari pasal-pasal yang
telah dikemukakan, baik yang terdapat dalam UU No. 32 Tahun 2004 maupun PP
No. 72 Tahun 2005 hanya bersifat koordinatif dan fasilitatif tidak bersifat
hirarkhis.
Hal ini dilandaskan pada prinsip umum pemerintahan yang dipakai bahwa pada
Bila dicermati arah pasal 202 ayat (3) tersebut diatas terlihat UU No 32
Berbeda dengan otonomi desa sesuai UU No. 32 Tahun 2004 yang menonjol
gelar jabatan kepala desa maupun perangkat desa berbeda, selain itu sekretaris
84
B. Kendala-kendala Badan Permusyawaratan Desa Dalam Menjalankan
Kewenangannya
mempunyai peran sentral yang sangat penting dan strategis. Terlebih dalam
memadai. Tingkat kesadaran masyarakat desa yang masih minim, atau bahkan
Factor sarana dan prasarana yang kuran memadai tersebut seperti fasilitas
jalan dipedesaan yang masih atau kurang tidak layak. Jalan sebagai transportasi
dan sarana perhubungan yang vital didarat, jelas merupakan sarana utama dalam
pembangunan desa yang dalam hal ini dilakukan oleh kepala desa. Factor
85
tertentu, ikut menghambat dan mempengaruhi kinerja para aparatur badan
Permusyawaratan desa.
kinerjanya.
desa.
Sebagai kepala daerah dalam hal ini desa. Sikap acuh dan kurang
sangat merugikan kedua belah pihak, pertama, bagi masyarakat pedesaan tidak
Sehingga tidak akan terbangunnya komunikasi dua arah. Sementara kerugian yang
kedua, bagi badan Permusyawaratan desa, (BPD) tidak akan dapat berfungsi
86
Factor lain yang turut menjadi kendala bagi BPD dalam melaksanakan
kewenangannya yaitu, hubungan yang kurang harmonis antara BPD dengan pihak
pemerintah daerah. Hal ini bias terjadi disebabkan kesalah pahaman, atau
terkait dengan hubungan tersebut, seperti hubungan antara Kepala Desa dengan
BPD. Beberapa issu yang terjadi dalam hubungan antara pemerintah Desa (Kepala
calon Kepala Desa yang tidak jadi kepala Desa menjadi anggota BPD
87
7. Dalam hubungan kerja organisasional,
hanya terjadi anatara hubungan Kepala Desa dengan BPD saja, namun antara
Kepala Desa dengan Sekdes juga sering menjadi kendala tersendiri. Hambatan
hubungan antara Sekdes dengan Kepala Desa biasa terjadi karena ada
tahun dan ada permasalahan kinerja Sekretaris Desa dianggap tidak memuaskan
Kepala desa, maka Sekretaris Desa tidak dapat dimutasi. Jadi persoalan antara
a. Kadang terjadi dilapangan Sekretaris desa masih mendapat bagian dari kas
desa, misalnya bagian pendapatan dari tanah bengkok, padahal Sekdes sudah
88
b. Sekretaris Desa mendapat hak pensiun, sedang Kepala Desa tidak. Hal ini
membuat Kepala Desa ingin Sekretaris Desa mempunyai kinerja yang bagus;
c. Sekretaris Desa yang tidak disukai oleh Kepala Desa karena kinerja yang tidak
memuaskan Kepala desa, sulit untuk dimutasi ketempat lain sebelum memiliki
kinerja 6 tahun;
desa yaitu :
Permusyawaratan Desa (BPD) yang selama ini dikenal dengan sebutan Lembaga
memiliki tugas dan tanggung jawab dalam penanganan kemasyarakatan baik itu
masyarakat dalam kegiatan sosial gotong royong. Oleh karena itu pemerintah desa
89
khususnya kepala desa sebagai pemimpin pemerintahan yang tertinggi di tingkat
terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi kepada Kepala Desa. Perangkat Desa yang
terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa Lainnya. Salah satu perangkat
desa adalah Sekretaris Desa, yang diisi dari Pegawai Negeri Sipil. Sekretaris Desa
Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa, yang
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Dengan posisi yang demikian maka
khususnya telah ,melakukan berbagai cara untuk dapat membuat para perangkat
perangkat desa agar juga dapat mengawasi keadaan lingkungan sekitar terutama
dalam hal ketentraman dan ketertiban masyarakat desa namun dalam hal
ketertiban pemilu para perangkat desa sangat tidak diperbolehkan untuk terlibat
90
dalam berbagai kegiatan kampanye karena hal tersebut melanggar tata tertib dan
mengadakan evaluasi dan rapat kerja terhadap perkembangan hasil tugas yang
desa ikut turut serta dalam berbagai pelatihan yang dilaksanakan ditingkat
yang berada ditingkat desa diluar pemerintah desa yang bertugas mengurus dan
desa Sumare. TNI dan POLRI merupakan instansi yang memiliki jaringan luas
kamtibmas). Namun Babinsa dan Binmas sebagai aparat yang diberikan tugas
91
membantu kepala desa dalam memelihara dan melakukan pembinaan teknis dalam
terutama pada momen-momen tertentu, apalagi saat ini wilayah pelosok desa
sering dijadikan oleh para teroris sebagai tempat yang strategis untuk
bersembunyi.
yaitu :
umumnya berupa tokoh agama, pensiunan, Pegawai Negeri Sipil dan sbahagian
pembinaan sosial kehidupan masyarakat karena dengan posisi sebagai orang yang
dengar dan di ikuti oleh masyarakat. Oleh karena itu Pemerintah Desa dalam hal
ini Kepala Desa harus senantiasa melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat
akan dapat ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat , apabila kegiatan tersebut
benar-benar diketahui, dipahami dan dihayati oleh masyarakat itu sendiri. Oleh
92
karena itu agar setiap kegiatan dapat diketahui dan dilaksanakan oleh masyarakat,
2. Pembinaan LKMD
sebagai mitra pemerintah desa dalam menampung dan mewujudkan aspirasi dan
ditampung dalam suatu wadah yang dibina oleh Pemerintah yaitu LKMD.
93
BAB V
A. Kesimpulan
(partnership)
pemerintahan desa yaitu sangat erat terkait dimana bentuk dan pola
94
pemahaman-pemahaman yang lebih peka terhadap hak dan kewajiban
Mendukung.
B. Saran
kepemerintahan Desa.
95
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
A.W. Widjaja, 1993, Pemerintah Desa dan Administrasi Desa, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Harapan, Jakarta.
Miftah Thoha, 2002, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Bachsan Mustafa, 2003, Sumber pandapatan yang telah dimiliki atau dikelola
96
B. Perundang-undangan
C. Internet
http://www.ipdn.ac.id/wakilrektor/wpcontent/uploads/MAKALAH_TENTANG_
DESA.pdf
http://kevinevolution.wordpress.com/2011/11/02/kedudukan-kewenangan-dan-
tindakan-hukum-pemerintah/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_daerah_di_Indonesia
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/82/
id.wikipedia.org/wiki/Desa
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19607/5/Chapter%20I.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29733/4/Chapter%20I.pdf
http://repository.fisip-untirta.ac.id/72/1/Skripsi_PHINANDITIA_061441.pdf
http://www.crayonpedia.org/mw/SISTEM_PEMERINTAHAN_DESA
jurnal.umy.ac.id/index.php/jsp/article/view/1472/206
97