Anda di halaman 1dari 7

Museum Yahudi Berlin

Oleh: Akbar Al Ghifari - 185060500111012

Jewish Museum Berlin atau Museum Yahudi Berlin pertama kali dibuka pada tahun 2001.
Ide untuk mendirikan museum Yahudi ini muncul dari bagian barat Berlin pada tahun 1989
tepatnya sebelum diruntuhkannya Tembok Berlin. Terjadi perjalanan yang sangat panjang dari ide
awal museum ini sampai dengan desain finalnya, yang tentu saja dipenuhi oleh banyak perselisihan
di dalamnya.
Rencana awal berdirinya museum ini adalah menjadikan Departemen Museum Berlin
tersebut sebagai hak milik negara bagian Berlin. Akan tetapi, ketika W. Michael Blumenthal
diangkat sebagai direktur rencana ini dengan sangat disayangkan harus ditinggalkan. Ia menjaga
lembaga Museum Yahudi Berlin agar tetap independen. Pada tahun 2001, barulah tanggung jawab
terhadap kelembagaan dari Museum Yahudi Berlin ini diberikan ke pemerintah federal Jerman dan
jalannya museum terjadi di bawah pengawasan federal langsung.
Museum Yahudi Berlin dibuka secara resmi pada 9 September 2001 dengan konser meriah
yang dilakukan oleh Daniel Barenboim. Pada pesta makan malam berikutnya, presiden Jerman
pada saat itu yaitu Johannes Rau dan juga tak lupa direktur dari museum tersebut yaitu W. Michael
Blumenthal menyapa 850 tamu undangan terkemuka yang aktif dalam bidang politik, bisnis, dan
seni. Para tamu undangan tersebut berasal dari Jerman dan juga mancanegara.
Pembukaan untuk masyarakat luas dijadwalkan pada tanggal 11 September 2001, tetapi
acara tersebut harus ditunda selama dua hari karena adanya penyerangan teroris pada gedung
World Trade Center yang berada di Kota New York.
Setelah acara pembukaan museum yang begitu megah, Rafael Roth Multimedia Learning
Center juga dibuka di ruang bawah tanah gedung yang didesain oleh Libeskind. Sampai dengan
masa penutupannya yang bertepatan pada Maret 2017, tempat tersebut adalah tempat bagi para
pengunjung untuk bisa menemukan serta mempelajari sejarah dan budaya Yahudi. Tempat ini
memiliki dua puluh stasiun komputer dengan aplikasi media yang beragam yang dapat
menampilkan dokumen, objek, film, rekaman audio, serta permainan interaktif untuk
memudahkan para pengunjung yang datang.
Sebuah bangunan baru yang juga merupakan karya dari Daniel Libeskind dibuka secara
resmi pada tahun 2012. Bangunan ini bernama Academy of The Jewish Museum Berlin. Program
akademi terkait diluncurkan pada tahun 2013 dan berfokus pada forum Yahudi-Islam dengan
pembahasan tentang migrasi dan keberagaman.
W. Michael Blumenthal, yang berperan besar dalam menciptakan dan mengembangkan
museum, resmi mundur sebagai direktur pada September 2014. Pada tahun 2015, Museum Yahudi
Berlin menganugerahi mantan direkturnya tersebut dengan Prize for Understanding and Tolerance
dan pada Januari 2016, akademi museum berganti nama menjadi W. Michael Blumenthal Academy
untuk memberikan rasa hormat terhadap jasanya.
Dari 2014 hingga 2019, sarjana Studi Yahudi yang terkenal secara internasional yaitu Peter
Schäfer diberikan jabatan sebagai Direktur Utama Museum Yahudi Berlin. Setelah bertahun-tahun
menjabat sebagai Direktur Program dan Wakil Direktur, pada tahun 2017 Cilly Kugelmann
digantikan oleh Léontine Meijer-van Mensch, yang juga menjabat peran ganda ini hingga 2019.
Sedangkan kurator dan manajer museum dipegang oleh Hetty Berg. Ia telah mengarahkan museum
ini sejak 1 April 2020.

Berbicara dari segi arsitektur dari museum ini, maka kita berbicara tentang bangunan yang
didesain oleh seorang arsitek bernama Daniel Libeskind. Bangunan yang cukup unik dengan
bentuk zig zag dan fasad yang terbuat dari metal. Bangunan ini juga dilengkapi denga ruang bawah
tanah, dinding dengan banyak sudut, dan "voids" yang terbentuk oleh beton. Di dalamnya pun,
bangunan ini tidak dilengkapi dengan penghangat maupun pendingin ruang atau air conditioner.
Dengan desain yang disebut sebagai "Between the Lines", sang arsitek asal Amerika yaitu Daniel
Libeskind tidak hanya memiliki keinginan untuk merancang dan mendesain bangunan sebagai
museum saja, tetapi juga berkeinginan untuk menceritakan histori orang-orang yahudi yang berada
di Jerman. Bahkan sebelum Museum Yahudi Berlin dibuka pada musim gugur di tahun 2001,
hampir 350.000 orang telah datang untuk berkeliling di dalam gedung kosong. Bangunan ini terus
menurus mempesona tamu yang datang dan tak terhitung jumlahnya, para tamu yang datang pun
beragam tak hanya dari Jerman namun juga dari mancanegara. Saat ini gedung hasil rancangan
Libeskind ini menaungi pameran permanen, yang saat ini akan dimodernisasi dan belum dapat
diakses oleh masyarakat luas. Desain dari bangunan ini memungkinkan munculnya banyak
interpretasi dan kesan bagi orang banyak. Bagi beberapa orang bangunan ini menggambarkan
bintang David yang rusak, sedangkan bagi sebagian yang lain bangunan ini seperti kilatan dari
cahaya petir. Banyak orang yang merasakan rasa tidak aman atau insecure dan disorientasi setelah
mengunjungi museum ini.
“Between the Lines” milik Daniel Libeskind memenangkan sayembara pada tahun 1989
dalam rangka perluasan area Museum Yahudi Berlin yang diadakan oleh pihak departemen dari
museum tersebut. Hal ini adalah pertama kalinya salah satu dari karya desain dan rancangannya
benar-benar dibangun.
Nama resmi dari proyeknya adalah “Jewish Museum”, namun Daniel Libeskind
menamainya dengan “Between the Lines”. Karena bagi diri Libeskind sendiri, bangunan ini adalah
tentang dua garis pemikiran, dua garis organisasi manusia, dan dua hubungan. Bangunan besutan
Daniel Libeskind ini berdiri secara terpisah dan independen. Untuk memasuki ruang pameran di
dalamnya, para pengunjung harus berjalan melewati lorong bawah tanah terlebih dahulu. Lorong
ini pun hanya bisa diakses lewat bangunan tua museum yang memiliki desain baroque style. Daniel
Libeskind mendesain denah dari bangunan ini didasarkan oleh dua garis, yang pertama adalah
garis zig zag yang terlihat pada bangunan dan yang kedua adalah garis lurus yang tidak terlihat.
Dari dua garis ini nantinya ada titik-titik yang bersinggungan dan saling memotong, perpotongan
ini lah yang nantinya menjadi ”voids” atau ruang kosong pada bangunan tersebut. Ruang kosong
ini juga memotong bangunan dari ruang bawah tanah sampai dengan ke atap bangunan. Pada
bagian luar juga bisa kita lihat banyaknya garis miring, garis miring ini adalah jendela yang tampak
tidak tersistematis dan membuatnya sangat sulit untuk membedakan individu tiap lantai dari luar.
Libeskind menyebutkan bahwa ia mendapatkan inspirasi dari empat sumber yang berbada
untuk desainnya. Tokoh-tokoh terkemuka Yahudi dan non-Yahudi seperti Paul Celan, Max
Liebermann, Heinrich von Kleist, Rahel Varnhagen, dan juga Friedrich Hegel mendukung adanya
hubungan antara tradisi Yahudi dan budaya Jerman sebelum adanya kejadian Shoah atau mungkin
bisa disebut sebagai genosida terhadap orang-orang yahudi di Jerman yang dilakukan oleh Nazi.
Libeskind menandai alamat mereka pada peta, dan dari sanalah muncul jaringan garis yang
nantinya Ia kembangkan menjadi struktur bangunan dan jendela. Ide-ide lain datang dari opera
Moses and Aaron karya komposer terkenal Arnold Schönberg, lalu dari The Memorial Book for
the Victims of the Nazi Persecution of Jews in Germany (1933–1945) yang merupakan arsip federal
Jerman, dan yang terakhir adalah esai berjudul “One-Way Street” karya Walter Benjamin.
“Voids” atau ruang kosong memotong keseluruhan sumbu vertikal dari bangunan ini.
Terbentuk oleh beton yang di dalamnya tidak terdapat penghangat ataupun pendingin ruangan dan
sebagian besar tidak memiliki pencahayaan buatan atau lampu. Hanya beberapa dari bagian yang
bisa diakses masuk. Di lantai tepat di atas ruang pameran terlihat void yang saling berhubungan
dilengkapi dengan dinding yang dicat dengan warna hitam. Salah satu dari lima void tersebut berisi
instalasi Shalekhet (Fallen Leaves) karya seniman Israel bernama Menashe Kadishman.
Daniel Libeskind menggunakan void untuk menggambarkan kekosongan secara fisik yang
dirasakan oleh orang-orang Yahudi dan terjadi karena adanya pengusiran, penghancuran dan
pemusnahan pada saat Shoah. Hal tersebut tidak dapat disembuhkan secara nyata. Libeskind ingin
membuat rasa kehilangan tersebut terlihat dan dapat dirasakan oleh orang lain lewat karya
arsitektur.
Tiga sumbu melintasi bagian bawah bangunan besutan Libeskind ini, sumbu-sumbu
tersebut melambangkan tiga perkembangan sejarah kehidupan orang-orang Yahudi yang berada
di Jerman, yaitu Sumbu Pengasingan, Sumbu Holocaust, dan Sumbu Kontinuitas.
Sepanjang sumbu ini, ditampilkan benda-benda yang menceritakan kisah-kisah orang
yahudi yang dianiaya dan dibunuh pada masa pemerintahan National Socialism/Nazi serta harus
bermigrasi. Tampilan yang paling menarik perhatian ada di awal Sumbu Pengasingan karena
menampilkan konservasi sejarah objek-objek selama era pemerintahan Nazi, cenderamata tersebut
dipertahankan karena pernah dibawa oleh keluarga-keluarga yahudi Ketika bermigrasi. Barang-
barang yang dicuri pun ditemukan kembali sedikit demi sedikit setelah perang dan dikembalikan
kepada pemilik aslinya. Iniliah yang menyebabkan koleksi barang milik Museum Yahudi Berlin
berkaitan sangat erat dengan tragedy Holocaust atau Shoah.
Rafael Roth Gallery terletak di titik persinggungan dari tiga sumbu resebut. Sejak tahun
2020, tempat tersebut telah menampung instalasi video berjudul Drummerrsss karya dari seniman
Israel bernama Gilad Ratman.
Sumbu Kontinuitas berakhir di tangga yang cukup curam dengan proyeksi cahaya yang
diarahkan sampai ke bagian ujung atasnya. Melalui 82 anak tangga, barulah pengunjung dapat
mencapai pintu masuk ke pameran utama di lantai 2.
Sumbu Holocaust berakhir di “Voided Void” atau Menara Holocaust. Bangunan tersebut
terisolasi dan satu-satunya jalan yang terkoneksi ke gedung Libeskind adalah lewat bawah tanah.
Saat siang hari cahaya yang masuk menembus ke dalam menara hanya melalui celah sempit di
sela-sela beton dan suara dari luar pun tidak dapat terdengar karena teredam oleh dinding. Banyak
pengunjung yang dapat merasakan suasana penindasan dan kecemasan Ketika berada di Menara
Holocaust.
Sedangkan Sumbu Pengasingan mengarah kepada Taman Pengasingan yang terletak di
luar gedung Libeskind. Empat puluh sembilan stelae atau kolom beton ditata dalam bentuk persegi
tujuh kali tujuh di tanah yang miring. Semak-semak dari tumbuhan zaitun rusia tumbuh di atas
stelae disimbolkan sebagai harapan. Empat puluh delapan stelae diisi dengan tanah dari Berlin,
sedangkan stelae keempat puluh sembilan yang berada di pusat diisi dengan tanah yang berasal
dari Yerusalem.
Tanah yang miring pada Taman Pengasingan memberi pengunjung perasaan yang tidak
stabil dan disorientasi. Vegetasi diletakkan sangat tinggi dan berada di luar jangkauan. Libeskind
ingin pengalaman secara spasial ini mengingatkan pengunjung tentang kurangnya orientasi dan
ketidakstabilan diri yang dirasakan oleh para imigran yang dipaksa mengangkatkan kaki dari
Jerman.
Bangunan di dalam komplek Museum Yahudi Berlin tidak hanya terdiri dari bangunan
garapan Libeskind yang sudah dijelaskan di atas, namun juga ada bangunan lama museum dengan
gaya baroque yang lebih dari sekedar pintu masuk ke bangunan Libeskind. Bangunan bekas
Collegienhaus tersebut adalah bangunan dengan gaya baroque terakhir di daerah Friedrichstadt,
Berlin. Saat ini bangunan ini berfungsi sebagai pintu masuk ke dalam Museum Yahudi Berlin. Di
dalamnya terdapat beberapa fasilitas berupa loket tiket, ruang jubah, dan meja informasi bagi para
pengunjung. Tak hanya itu, gedung ini juga memiliki ruang pameran untuk pameran khusus yang
diadakan di museum, ruang untuk acara lain, took souvenir, dan juga kafetaria.
Bangunan lama ini dibangun pada tahun 1735, bangunan ini pertama kali berfungsi sebagai
Collegienhaus atau gedung Mahkamah Agung untuk Pengadilan Kerajaan. Pengadilan Tinggi
untuk wilayah Kurmark Brandenburg awalnya hanya menggunakan beberapa ruangan saja sampai
pada akhirnya mengambil alih seluruh bangunan pada tahun 1879. Bangunan ini adalah bangunan
administratif terbesar pertama yang didirikan pada masa pemerintahan Friedrich Wilhelm I (1713-
1740). Dirancang oleh arsitek bernama Philipp Gerlach, dikenal juga karena pernah merancang
Gereja Garnisun yang berada di Potsdam.
Collegienhaus diperluas dengan beberapa tambahan dan interiornya didekor ulang untuk
pertama kalinya pada abad kesembilan belas. Pada tahun 1913, pengadilan dipindahkan ke sebuah
bangunan baru yang lebih besar dan lebih luas di Kleistpark, distrik Schöneberg, Berlin.
Setelahnya bangunan ini digunakan oleh Protestan Konsistori yang berada di Berlin. Setelah
bangunan ini hampir sepenuhnya hancur pada saat Perang Dunia Kedua, bangunan ini dibangun
kembali dari tahun 1963 hingga 1969 dibawah arahan langsung arsitek bernama Günter Hönow.
Yang direncanakan untuk menjadi Museum Berlin dan dikhususkan untuk menampung sejarah
Berlin. Renovasi ketiga dilakukan tiga puluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1993. Barulah
Daniel Libeskind mengawasi renovasi bangunan tersebut.
Bangunan berbentuk “U” ini berdiri di atas tanah berbentuk persegi yang di tengah-
tengahnya ditambahkan ekstensi beratap kaca oleh Daniel Libeskind pada tahun 2007. Fasad
utama gedung tua ini memiliki proyeksi terpusat. Bentuk segitiga di atas gerbang dihiasi dengan
lambang nasional Prusia yang dikelilingi oleh tokoh-tokoh dalam kebijaksanaan dan keadilan,
yang menggambarkan fungsi awal dari bangunan ini. Semua pengunjung yang memasuki Museum
Yahudi Berlin melewati gerbang utama ini. Dan gerbang ini adalah satu-satunya koneksi ke
gedung Libeskind yang berdampingan. Jalannya pun harus melewati bawah tanah melalui tangga
berwarna hitam.
Atrium kaca dan baja yang berada ditengah halaman bangunan lama diberi nama oleh
Libeskind sebagai Sukkah. Sukkah memiliki luas sekitar 670 meter persegi dan selesai dibangun
pada September 2007. Desainnya mengacu pada Sukkot atau Kemah Suci Yahudi yang merupakan
festival panen yang dilakukan oleh orang-orang Israel saat mereka tinggal di padang pasir demi
melarikan diri dari perbudakan di Mesir.
Atap dari kaca ini ditopang oleh empat pilar baja yang berdiri dengan bebas. Bentuk ini
mengingatkan perngunjung seperti pohon. Karena di atasnya seperti terdapat cabang-cabang
pohon yang terbentuk dari baja dan memanjang di bawah. Fasad kaca pun terpampang ke arah
Taman Museum yang luas.
Halaman kaca ini adalah bangunan yang kompleks dan tidak konvensional dalam bentuk
maupun bahannya. Cabang-cabang dari baja dan puncak pohon yang rumit adalah hal unik karena
merupakan penggunaan baja yang paling tidak biasa dalam arsitektur kontemporer. Fasad kaca
terdiri dari sembilan jenis panel yang berbeda, memantulkan bangunan Libeskind dan pepohonan
yang ada di Taman Museum. Hasilnya adalah ruang transparan yang penuh dengan pantulan dan
dibanjiri oleh banyak cahaya.
Dengan demikian Halaman Kaca menyediakan lingkungan dan atmosfer yang menarik
secara arsitektur untuk berbagai macam program budaya dan pendidikan yang diadakan di
dalamnya. Atrium ini memiliki kapasitas sekitar 500 orang dan sangat cocok untuk digunakan
sebagai tempat lokakarya pendidikan, konser, konferensi, maupun resepsi karena tempat ini dapat
disewa.
Di luar bangunan terdapat dua taman yang mengelilingi bangunan lama dan juga bangunan
Libekind. Di mana bisa menjadi tempat untuk bersantai bagi pengunjung dan juga bisa menjadi
tempat untuk acara keluarga, konser, dan pameran bacaan selama Program Musim Panas Budaya.
Untuk memasuki taman tersebut pun gratis.
Taman yang pertama berada di belakang banguna tua dan dibuat antara 1984 dan 1988
untuk Museum Berlin pada saat itu, didesain oleh arsitek Hans Kollhoff dan Arthur Ovaska.
Proyek ini merupakan bagian dari Pameran Bangunan Internasional dan taman tersebut dicatat
sebagai monumen bersejarah oleh Negara Bagian Berlin. Desain taman yang geometris mencakup
arcade, pohon-pohon, dan air mancur melingkar yang terbuat granit merah di bagian belakang. Di
musim panas, tamu dapat beristirahat di kursi santai di halaman yang ditanami dengan pohon apel.
Taman ini juga menjadi tempat konser pada hari Minggu dan menampilkan jazz populer pada
serial Garden, yang merupakan bagian dari Program Musim Panas Budaya.
Taman yang kedua membentang ke arah selatan ke daerah perumahan terdekat, sehingga
menghubungkan bangunan Libeskind dengan sekitarnya. Disebut sebagai Taman Surga, di mana
tanaman Robinia tumbuh di atas tumpukan puing-puing sisa perang. Air mancur batu berbentuk
ular dan saluran yang menyalurkan air ke air mancur dari dasar pohon menggambarkan surga bagi
orang-orang Yahudi.
Di dalam komplek museum juga terdapat bangunan ketiga yang berseberangan dengan
gedung lama dan gedung Libeskind. Gedung W. Michael Blumenthal Academy berdiri di atas
lokasi bekas pasar bunga di Fromet-und-Moses-Mendelssohn-Platz. Bangunan yang dibuka pada
tahun 2012 ini merupakan rumah bagi perpustakaan museum dilengkapi dengan ruang baca public
, arsip museum, auditorium Klaus Mangold, serta ruang seminar dan lokakarya di mana biasa
diadakan program pendidikan untuk anak-anak, remaja, dan guru. Pada Januari 2016, Akademi
berganti nama menjadi Akademi W. Michael Blumenthal sesuai nama direktur pertama museum.
Bekas pasar bunga tersebut diperbaharui berdasarkan desain “In-Between Spaces”-nya
Libeskind, dibiayai berkat sumbangan sukarela dari Eric F. Ross. Bangunan baru W. Michael
Blumenthal Academy terdiri dari tiga kubus miring dan dua sayap kantor yang dibangun ke dalam
struktur yang sudah ada. Taman Diaspora juga di dalam halaman interior antara elemen bangunan.
Tiga kubus di akademi ini adalah variasi dari tema yang sama pada Taman Pengasingan
dan Halaman Kaca. Daniel Libeskind menghubungkan bangunan akademi dengan arsitektur
museum yang ada baik secara konteks maupun secara ekspresi bentuk. Kubus pertama, yang
merupakan pintu masuk ke akademi, menembus fasad bangunan dan menciptakan relasi dengan
pintu masuk utama museum di gedung lama dan gedung Libeskind di sisi yang berseberangan. Di
atas kubus terdapat bentuk alef dan bet, dua huruf pertama dalam alfabet Ibrani, menggambarkan
penelitian dan pekerjaan pendidikan yang dilakukan di dalamnya. Di bagian dalam aula, dua kubus
lainnya miring ke arah satu sama lain yang merupakan auditorium Klaus Mangold dan
perpustakaan dengan ruang baca.
Terdapat kubus berpanel kayu yang menggambarkan peti pengiriman dan juga Bahtera
Nuh. Kubus ini melambangkan warisan yang ada di Museum Yahudi Berlin berasal dari seluruh
dunia dan disimpan di akademi agar dapat diakses oleh publik. Di antara tiga kubus miring, ruang
inspirasional muncul dan memungkinkan pemandangan indah pada interior maupun pada fasad
bangunan. “In-Between Spaces” ini secara visual menghubungkan akademi dengan Halaman Kaca
pada Collegienhaus dan bangunan Libeskind.
Taman Diaspora terletak di halaman dalam W. Michael Blumenthal Academy dan berfungsi
sebagai ruang untuk pembelajaran dan refleksi dalan program pendidikan di Museum Yahudi
Berlin. Dirancang oleh seniman dari studio arsitektur lansekap "atelier le balto", Taman Diaspora
mencerminkan aspek kehidupan di Diaspora.
Di tengah area kebun ada empat plato yang terbuat dari baja, dan terlihat seperti
mengapung di udara, masing-masing memiliki luas sekitar 4 x 14 meter serta dikelilingi oleh
platform kayu. Plato dapat diatur dan digunakan dengan berbagai cara. Masing-masing ditanam
sesuai dengan tema yang berbeda: lansekap, budaya dan tanah, serta alam dan kemanusiaan. Plato
keempat, berjudul "Academy," berfungsi sebagai tempat pengujian bagi para peserta dalam
program pendidikan dan fiturnya tidak hanya berupa peta, gambar, dan foto, tetapi juga tanah,
benih, dan pot untuk ditanam. Plato ini menunjukkan tingkat variabelitas yang berbeda dan dengan
demikian menyajikan aspek-aspek baru dan menarik perhatian pada kebun.
Berbagai macam tanaman dapat ditemukan di empat plato: tanaman yang memiliki
hubungan khusus dengan kehidupan Yahudi atau kepribadian Yahudi; tanaman dalam berbagai
tahap perkembangan yang menunjukkan proses seperti pembenihan, tumbuh, dan layu; tanaman
yang telah menyelesaikan proses "diaspora" dalam arti dispersi, dan terakhir tanaman yang dipilih
oleh peserta program pendidikan.

Secara garis besar komplek Museum Yahudi Berlin terdiri dari tiga bangunan yaitu
Collegienhaus, bangunan Zig Zag, dan bangunan Akademi. Peran Libeskind ada pada Halaman
Kaca di Collegienhaus Libeskind dan kedua bangunan lainnya. Konsep yang digunakan oleh
Libeskind adalah “Between the Lines” dan “In-Between Spaces”, desainnya adalah hasil dari
permainan garis dan juga bidang.

Anda mungkin juga menyukai