Anda di halaman 1dari 5

Bagaimana Membuat Rambu Jalur

Evakuasi?
27/07/2016Admin8 comments

Untuk apa membuat jalur evakuasi? Biasanya sih untuk memenuhi kelengkapan
akreditasi. Terutama yang marak belakangan ini adalah akreditasi puskesmas dimana
hampir 100% pemesan jalur evakuasi di tempat saya adalah puskesmas atau bahasa
JKNnya sekarang adalah FKTP. Namun belakangan ini saya juga mendapatkan
pesanan dari beberapa sekolah. Mungkin untuk akreditasi juga, tapi belum sampai
berpengaruh pada kenaikan volume pesanan (khususnya di tempat saya). Mengenai
fungsinya, jika dilihat dari konep pemasangannya bagi saya fungsi jalur evakuasi yang
telah banyak terpasang di banyak instansi adalah fifty:fifty. Separohnya bermanfaat,
separohnya useless. Jalur evakuasi bagi saya pribadi merupakan piranti yang sangat
penting dan mutlak harus ada. Apalagi di tempat-tempat yang konstruksi bangunannya
sedikit rumit dan juga untuk gedung-gedung bertingkat. Saya sendiri pernah diajak oleh
seorang rekanan untuk meng-asessment sebuah gedung untuk perencanaan pembuatan
jalur evakuasi. Gedung yang secara ukuran tidak terlalu tinggi, tidak besar. Hanya dua
lantai, suasananya sejuk karena banyak sekali pepohonan besar disekeliling gedung
yang tak lain adalah sebuah kampus.

Selain daripada berita tentang kasus kebakaran sebuah rumah karaoke di Makassar
beberapa waktu lalu, gedung yang saya ceritakan tadi termasuk cerita rambu evakuasi
yang berkesan bagi saya. Yang terpikirkan oleh saya, seandainya terjadi musibah
(misalnya kebakaran), bisa habis semua orang dalam gedung. Saat kondisi kebakaran
pasti listrik dimatikan. Saya membayangkan, dalam kondisi terang benderang saja saya
bingung jalan keluarnya kemana? Apalagi dalam suasanan gelap. Banyak lorong,
pencahayaannya secara total hanya bertumpu pada cahaya lampu.

Kembali ke instansi yang disebut orang sebagai puskesmas. Saya sendiri kurang
paham bagaimana esensinya ketika sebuah puskesmas yg secara fisik tidak terlalu
rumit, banyak akses keluar, hanya satu lantai, dengan jumlah ruangan terbatas, kenapa
harus menyediakan jalur evakuasi. Berikutnya, yang saya lebih bingung lagi adalah
bagaimana seharusnya model penempatan jalur evakuasi yang ada di puskesmas???
Saya sering menemukan model penempatan yang arah ke kanan kirinya simpang siur.
Dan karena saya turut berkecimpung dalam berjualan rambu evakuasi, saya pun turut
tergelitik untuk mengikuti arah jalur evakuasi di puskesmas itu. Arah simpang simpang
siur, titik berkumpul tidak aman, bahkan ada di salah satu puskesmas yang titik
berkumpulnya hanya sebuah kertas tertempel di dekat pintu masuk. Kalau terjadi
musibah (misalnya gempa) malah bisa jadi musibah bagi semua orang yang berkumpul
disana karena kejatuhan atap bangunan. hehehe

Ketentuan Mengenai Jalur Evakuasi


Mungkin salah satu peraturan yang menjadi dasar kewajiban pengadaan rambu jalur
evakuasi tertuang pada Undang-undang no 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
dan juga Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Bangunan Gedung. PP No
36 tahun 2005 tentang bangunan gedung menyatakan bahwa “Setiap bangunan gedung,
kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana, harus menyediakan sarana evakuasi
yang meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi
yang dapat menjamin kemudahan pengguna bangunan gedung untuk melakukan evakuasi dari
dalam bangunan gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat”
Download selengkapnya PP No 36 tahun 2005 tentang Bangunan Gedung
Pada ayat 3 di pasal yang sama disebutkan bahwa sarana pintu keluar darurat dan jalur
evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas. Prinsip
penyelenggaraan bangunan dengan standar keselamatan dan kemudahan evakuasi ini
juga dijelaskan dalam UU No 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG
dimana pada pasal 27 dinyatakan Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan
hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan
sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung. Pada pasal 30 ayat 1 dinyatakan
bahwa akses evakuasi dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat(2)
harus disediakan di dalam bangunan gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna,
pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana
lainnya, kecuali rumah tinggal.
Download selengkapnya mengenai Undang Undang No 28 tentang Bangunan Gedung

Adapun kriteria atau syarat jalur evakuasi diantaranya memenuhi kriteria berikut :

 Jalur Evakuasi harus memiliki akses langsung ke jalan atau ruang terbuka
yang aman, dilengkapi Penanda yang jelas dan mudah terlihat.
 Jalur Evakuasi dilengkapi penerangan yang cukup.
 Jalur Evakuasi bebas dari benda yang mudah terbakar atau benda yang
dapat membahayakan.
 Jalur Evakuasi bersih dari orang atau barang yang dapat menghalangi
gerak, tidak melewati ruang yang dapat dikunci.
 Jalur Evakuasi memiliki lebar minimal 71.1 cm dan tinggi langit-langit
minimal 230 cm.
 Pintu Darurat dapat dibuka ke luar, searah Jalur Evakuasi menuju Titik
Kumpul, bisa dibuka dengan mudah, bahkan dalam keadaan panik.
 Pintu Darurat dilengkapi dengan penutup pintu otomatis.
 Pintu Darurat dicat dengan warna mencolok dan berbeda dengan bagian
bangunan yang lain.

Sudahkah Instansi Anda mengatur jalur evakuasi? Mudah-mudahan pelanggan Anda


telah anda buatkan sistem akses evakuasi minimal mendekati ketentuan yang telah
disebutkan diatas. Jangan sampai malah rambu jalur evakuasi mengarah ke pintu
terkunci atau gang buntu. hehehe. Ketentuan diatas setidaknya memberikan gambaran
ketika Anda hendak menata rambu jalurnya. Mengenai ketentuan yang menyangkut
pintu darurat dan lain-lainnya bisa Anda sesuaikan atau bahkan dapat “diabaikan”
ketika secara teknis dan secara fisik memang bangunan Anda tidak memerlukan itu,
atau memang bangunan Anda sudah ada sebelum regulasi tersebut ada. Masak iya
Anda akan nyusuli membuatkan pintu darurat?

Bagaimana Cara Mudah Membuat Rambu Jalur Evakuasi???

Ulasan tadi masih lebih banyak bicara jalurnya, nah sekarang tentu Anda membutuhkan
rambunya. Anda dapat membuat sendiri rambu jalur evakuasi dengan cara yang sangat
mudah. Rambu jalur evakuasi bisa dibuat dari bahan akrilik atau foam dengan ukuran
kira-kira 30 x 12 cm. Untuk penandanya anda dapat mendownload dari link download
dibawah ini. Pertama kali yang harus anda tentukan adalah faktor ruangan atau gedung
yang akan anda buatkan jalur evakuasi. Tentukan berapa titik dan dimana saja anda
akan memasang jalur evakuasi. Lalu tentukanlah dimana kira-kira anda akan
memasang titik berkumpul dan berapa titik berkumpul yang akan Anda sediakan.

Setelah anda mempunyai perhitungan itu anda tinggal mencetak logo jalur evakuasi
yang telah kami sediakan dibawah ini pada kertas stiker, tinggal anda tentukan saja
berapa buah arah kanan dan berapa buah arah kiri. Lalu tinggal tempelkan stiker
tersebut pada akrilik. Akrilik secara eceran bisa Anda dapatkan di banyak toko yang
menyediakan bahan akrilik, di Yogyakarta misalnya di Liman, yang ada di Jalan
Malioboro. Toko ini cocok untuk membeli akrilik dalam jumlah eceran karena Liman
menjual akrilik dalam satuan ukuran 1/2 lembar dan bahkan 1/4 pun boleh. Akrilik 1/4
lembar cukup untuk membuat rambu evakuasi kira-kira 10 buah dan 1 titik berkumpul.
mengenai ukurannya Anda bisa membuat perkiraan saja, karena selama ini saya juga
menjual rambu itu hanya berdasarkan ukuran kira-kira. Saya belum menemukan
regulasi atau aturan yang secara spesifik mengatur ukuran rambu jalur evakuasi. Untuk
pembelian rambu jalur evakuasi di tempat saya biasanya Anda akan mendapatkan
ukuran kira-kira 30 cm x 11 cm. Teknis pemotongan akriliknya bisa dilakukan dengan
gerinda atau gergaji besi atau cutter khusus untuk akrilik. Kalau saya memotongnya
dengan cutting laser karena hasilnya lebih rapi dan bisa dimodifikasi bentuknya agar
sudut-sudutnya tidak tajam yang bisa berpotensi mencederai orang lain. Silakan
download link ini :

1. Logo/gambar Jalur Evakuasi


2. Logo/gambar Jalur Evakuasi (background hijau)
3. Titik Berkumpul
Apakah harus glow in the dark?
Kalau warna harus mencolok mungkin iya, cuman menurut saya tidak serta merta bisa
disimpulkan harus glow in ther dark. Kalau dari artinya, glow in the dark itu kan menyala
dalam gelap. Dan itu hanya dimiliki oleh bahan fosfor. Selama ini saya belum nemu
teknologi printing semacam itu. Kalaupun ada hanya yang berpendar ketika cahaya.
Bedakan lho ya “nyala dalam gelap” itu berbeda dengan “menyala ketika dapat cahaya”

Saya hanya berpikir, rambu lalu lintas  di jalan sejauh saya lihat belum ada yang bisa
menyala dalam gelap. Kalau memantulkan cahaya ketika dapat kilatan sorot lampu
memang iya. Dan saya juga melanjutkan analisa amatir saya, seandainya
teknologi glow in the dark ini aplicable, tentu sangat bermanfaat dan kenapa tidak semua
rambu lalu lintas dibuat glow in the dark??? Contoh terlampir itu bukan  glow in the dark,
ini yang saya maksud berpendar ketika mendapat pantulan sinar atau dari
bahan scotlite
Bagi saya pilihan hanya dua : pertama, kalau mau yang benar-benar membantu
pengunjung ketika gelap ya sediakanlah lampu emergency yang bisa menunjuk arah. Ada
kok di pasaran. Banyak yang salah kaprah dan mengartikan scotlite yang dapat
memantulkan sinar itu glow in the dark.
Menyala di dalam gelap sangat berbeda arti dengan berpendar ketika mendapat pantulan
sinar

Jika kalau yang anda maksud glow in the dark atau fospor itu adalah contoh tersebut,
maka percayalah, dia akan mati kalau listrik padam. Kalau saya  akan lebih hemat jika
anda membuat yang biasa-biasa saja. Harganya lebih hemat, fungsinya lebih kurang
sama. Ini pilihan kedua yang saya maksud. Contoh-contoh model jalur evakuasi lain
silakan klik link berikut. Anda dapat melihat beda antara rambu jalur evakuasi yang
mampu berpendar dan yang tidak berpendar ketika mendapat sorotan cahaya.

Anda mungkin juga menyukai