Anda di halaman 1dari 17

Jalur evakuasi merupakan sebuah jalur yang digunakan untuk mengevakuasi orang ke

tempat aman jika terjadi suatu bencana.

https://www.hseprime.com/4-tahapan-penting-yang-harus-anda-perhatikan-saat-memasang-safety-
sign-baru-di-perusahaan-part-1/

https://safetysign.co.id/news/249/4-Tahapan-Penting-yang-Harus-Anda-Perhatikan-Saat-
Memasang-Safety-Sign-Baru-di-Perusahaan-PART-2

4 Tahapan Penting Yang Harus Anda Perhatikan


Saat Memasang Safety Sign Baru Di
Perusahaan PART 2
8 Agustus 2016

Berapa ukuran yang sesuai untuk sebuah safety sign agar terbaca oleh karyawan? Bahan material
apa yang sebaiknya digunakan? Di manakah lokasi pemasangan safety sign yang tepat agar mudah
terlihat karyawan?
Sumber: safetysignindonesia.id
Pemasangan safety sign di setiap perusahaan tentu akan berbeda-beda. Hal ini tergantung pada
situasi dan kondisi area pemasangan safety sign serta kebutuhan safety sign di perusahaan tersebut.
Maka dari itu, bila Anda ingin melakukan pemasangan safety sign baru atau memperbarui safety
sign lama di perusahaan, sebaiknya ikuti 4 tahapan penting yang harus diperhatikan saat
pemasangan safety sign.
Bila pada artikel sebelumnya telah dibahas mengenai safety sign assessment dan pemilihan safety
sign yang benar, pembahasan pada artikel kali ini adalah mengenai pemilihan lokasi, ukuran,
model safety sign, dan pemilihan material safety sign yang benar.

Baca juga artikel ini:

 4 Tahapan Penting yang Harus Anda Perhatikan Saat Memasang Safety Sign Baru di
Perusahaan Part.01
 7 Langkah Penting Agar Safety Sign Anda Efektif
 Mengenal Lebih Dalam Tentang Rambu K3, Penting Dipahami HSE Officer

Step 3: Menentukan Lokasi, Ukuran, dan Model Safety Sign yang Tepat
Agar safety sign di area kerja Anda berfungsi maksimal untuk mengantisipasi bahaya dan
meminimalkan kecelakaan kerja, berikut pedoman umum yang dapat diterapkan saat
pemasangan safety sign:

Sumber: safetysignindonesia.id
Lokasi Pemasangan Safety Sign

 Posisikan safety sign di lokasi yang mudah dilihat dengan jelas


 Posisikan safety sign dalam jarak pandang yang tepat sehingga informasinya terbaca jelas
 Pastikan posisi safety sign tidak tertutup atau tersembunyi
 Posisikan safety sign di lokasi dimana karyawan memiliki waktu yang cukup untuk membaca
pesan yang disampaikan, sehingga bisa menghindari bahaya dan melakukan tindakan yang
diperlukan untuk menjaga keselamatan
 Pastikan safety sign di area kerja mendapat penerangan yang memadai agar pesan terlihat
jelas
 Posisikan safety sign yang berhubungan secara bersebelahan
 Hindari menempatkan lebih dari empat sign dalam area yang sama
 Posisikan safety sign petunjuk arah/ jalur evakuasi secara berurutan sehingga rute keluar
menuju titik kumpul menjadi jelas

Tinggi Pemasangan Safety sign


 Untuk penempatan safety sign level tertinggi (seperti rambu lokasi penyimpanan peralatan
keselamatan, peralatan pemadam kebakaran, EXIT sign) dipasang setidaknya 198 cm dari
dasar lantai.
 Untuk penempatan safety sign dengan level ketinggian medium, biasanya dipasang di
tengah-tengah antara 114 - 168 cm dari dasar lantai.
 Untuk penempatan safety sign dengan ketinggian rendah (seperti rambu rute evakuasi/ jalan
keluar) ditempatkan tidak lebih dari 46 cm dari dasar lantai sehingga tanda dapat terlihat
dengan jelas bila kondisi ruangan dipenuhi asap kebakaran.

Model Safety Sign

 Safety sign model flat, flag, dan panoramic. Gunakan flat sign agar bisa dilihat dari sudut
pandang lurus atau kurang dari 60° dari posisi pusat (posisi pekerja berdiri). Gunakan
model panoramic atau flag-mounted agar tanda dapat dilihat dari sudut ruangan.

Sumber: ishn.com

 Untuk safety sign petunjuk arah dapat digunakan untuk membantu karyawan menemukan
benda (seperti peralatan pemadam kebakaran dan peralatan keselamatan) yang posisinya
tidak mudah terlihat orang.
 Pertimbangan lain: Pilihlah ukuran dan model safety sign yang tepat, serta pastikan posisinya
dapat terlihat jelas dari berbagai sudut/ semua arah dan mendapat penerangan yang
memadai.
Tabel yang menunjukkan hubungan jarak baca aman minimum dengan tinggi dan ukuran huruf yang
digunakan pada safety sign.
Sumber: safetysign.co.id

STEP 4: Pemilihan Material Safety Sign yang Tepat


Material atau bahan safety sign menjadi hal penting yang harus diperhatikan karena sangat
berpengaruh pada ketahanan dan keterbacaan safety sign. Material safety sign dan label harus
disesuaikan dengan kondisi di area kerja dan lokasi pemasangannya. Berikut beberapa faktor penting
yang harus dipertimbangkan ketika memilih material safety sign sesuai standar OSHA/ANSI:

 Penempatan sign di dalam atau di luar ruangan


 Tahan pudar
 Temperatur suhu di area kerja
 Temperatur suhu ekstrem di area kerja
 Kondisi pencahayaan/ penerangan
 Kondisi pencahayaan darurat (kemungkinan perlu menggunakan bahan reflektif
atau photoluminescent untuk safety sign tertentu, seperti rambu petunjuk arah jalan keluar/
jalur evakuasi sehingga masih dapat terlihat jelas dalam kondisi ruangan gelap)
 Ketahanan terhadap goresan
 Daya rekat tinggi dan tahan air
 Kontaminasi di area kerja
 Prosedur perawatan dan pembersihan
Sangat penting bagi Anda untuk memperhatikan ukuran, lokasi dan cara pemasangan, serta
material safety sign. Masalahnya, bila safety sign tidak terbaca dengan baik, lokasi pemasangan
kurang tepat, dan material tidak tahan lama, pemasangan safety sign untuk meminimalkan
kecelakaan kerja tidak akan berfungsi secara maksimal.
Bila Anda bingung untuk melakukan pemasangan safety sign, penting bagi Anda untuk
memilih perusahaan jasa penyedia safety sign tepercaya dan profesional. Dengan menggunakan jasa
tersebut, tidak hanya lebih menghemat waktu, tetapi Anda juga bisa mendapatkan keuntungan
lainnya, di antaranya:

1. Gambar, simbol/ piktogram sesuai dengan standar Nasional atau Internasional


2. Ukuran sign sesuai dengan jarak pandang sehingga mudah terlihat/ terbaca karyawan
3. Posisi penempatan dan cara pemasangan sign sesuai kondisi area
4. Material sign yang digunakan sesuai kondisi area
5. Pemilihan sign sesuai identifikasi bahaya atau sesuai kebutuhan
6. Dengan menggunakan safety sign sesuai standar, risiko kecelakaan bisa lebih diminimalkan
atau bahkan ZERO ACCIDENT

Pastikan Anda tidak melewatkan empat tahapan penting di atas saat melakukan pemasangan safety
sign baru atau memperbarui safety sign lama di perusahaan Anda.
Semoga Bermanfaat. Salam safety!
https://cduasatu.wordpress.com/2016/12/05/galeri-jalur-evakuasi-tempat-berkumpul/

untuk apa kita membuat jalur evakuasi? biasanya sih untuk


kelengkapan akreditasi, atau memang prosedur dari suatu instansi
yang mengharuskan adanya jalur evakuasi dan titik kumpul darurat
apa lagi sudah ada aturan mengenai hal tersebut, kalau di C21
Makassar belakangan ini mendapat pesanan dari berbagai instansi,
mulai dari puskesmas, rumah sakit, kampus/sekolah tinggi,
perusahaan, instansi pemerintahan, sampai keluar daerah
makassar. kalau menurut saya pribadi fungsi jalur evakuasi
menurut konsep pemasangannya ada dua, pertama memang
bermanfaat, kedua cuman di pasang sebagai hiasan saja hehe…
kaya useless gitu. jalur evakuasi bagi saya yaitu sesuatu yang mutlak
atau harus ada di sebuah instansi, apalagi di gedung-gedung
bertingkat, juga gedung yang konstruksinya aga rumit gitu.
Yang terpikirkan oleh saya, seandainya terjadi musibah (misalnya
kebakaran), bisa habis semua orang dalam gedung. Saat kondisi
kebakaran pasti listrik dimatikan. Saya membayangkan, dalam
kondisi terang benderang saja saya bingung jalan keluarnya
kemana? Apalagi dalam suasanan gelap. Banyak lorong,
pencahayaannya secara total hanya bertumpu pada cahaya lampu.

Kembali ke instansi yang disebut orang sebagai puskesmas. Saya


sendiri kurang paham bagaimana esensinya ketika sebuah
puskesmas yg secara fisik tidak terlalu rumit, banyak akses keluar,
hanya satu lantai, dengan jumlah ruangan terbatas, kenapa harus
menyediakan jalur evakuasi. Berikutnya, yang saya lebih bingung
lagi adalah bagaimana seharusnya model penempatan jalur
evakuasi yang ada di puskesmas??? Saya sering menemukan model
penempatan yang arah ke kanan kirinya simpang siur. Dan karena
saya turut berkecimpung dalam berjualan rambu evakuasi, saya
pun turut tergelitik untuk mengikuti arah jalur evakuasi di
puskesmas itu. Arah simpang simpang siur, titik berkumpul tidak
aman, bahkan ada di salah satu puskesmas yang titik berkumpulnya
hanya sebuah kertas tertempel di dekat pintu masuk. Kalau terjadi
musibah (misalnya gempa) malah bisa jadi musibah bagi semua
orang yang berkumpul disana karena kejatuhan atap bangunan.
hehehe (cerita teman saya)

Ketentuan menganai jalur evakuasi


Mungkin salah satu peraturan yang menjadi dasar kewajiban
pengadaan rambu jalur evakuasi tertuang pada Undang-undang no
28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan juga Peraturan
Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Bangunan Gedung. PP No
36 tahun 2005 tentang bangunan gedung menyatakan
bahwa “Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan
rumah deret sederhana, harus menyediakan sarana evakuasi yang
meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat,
dan jalur evakuasi yang dapat menjamin kemudahan pengguna bangunan
gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan gedung secara
aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat”
Download selengkapnya PP No 36 tahun 2005 tentang Bangunan
Gedung
Pada ayat 3 di pasal yang sama disebutkan bahwa sarana pintu
keluar darurat dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda
arah yang mudah dibaca dan jelas. Prinsip penyelenggaraan
bangunan dengan standar keselamatan dan kemudahan evakuasi
ini juga dijelaskan dalam UU No 28 TAHUN 2002 TENTANG
BANGUNAN GEDUNG dimana pada pasal 27 dinyatakan
Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari,
dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan
sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung. Pada pasal 30 ayat 1
dinyatakan bahwa akses evakuasi dalam keadaan darurat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat(2) harus disediakan di dalam bangunan
gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar
darurat, dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran dan/atau
bencana lainnya, kecuali rumah tinggal.

Download selengkapnya mengenai Undang Undang No 28 tentang


Bangunan Gedung
Adapun kriteria atau syarat jalur evakuasi diantaranya memenuhi
kriteria berikut :

 Jalur Evakuasi harus memiliki akses langsung ke jalan atau ruang


terbuka yang aman, dilengkapi Penanda yang jelas dan mudah terlihat.
 Jalur Evakuasi dilengkapi penerangan yang cukup.
 Jalur Evakuasi bebas dari benda yang mudah terbakar atau benda yang
dapat membahayakan.
 Jalur Evakuasi bersih dari orang atau barang yang dapat menghalangi
gerak, tidak melewati ruang yang dapat dikunci.
 Jalur Evakuasi memiliki lebar minimal 71.1 cm dan tinggi langit-langit
minimal 230 cm.
 Pintu Darurat dapat dibuka ke luar, searah Jalur Evakuasi menuju Titik
Kumpul, bisa dibuka dengan mudah, bahkan dalam keadaan panik.
 Pintu Darurat dilengkapi dengan penutup pintu otomatis.
 Pintu Darurat dicat dengan warna mencolok dan berbeda dengan
bagian bangunan yang lain.
Sudahkah Instansi Anda mengatur jalur evakuasi? Minimal
mendekati ketentuan yang telah disebutkan diatas. Jangan sampai
malah rambu jalur evakuasi mengarah ke pintu terkunci atau gang
buntu, seperti yang pernah saya pasang di instansi penyedia listrik
nasional, tapi tidak semua sih. Ketentuan diatas setidaknya
memberikan gambaran ketika Anda hendak menata rambu
jalurnya. Mengenai ketentuan yang menyangkut pintu darurat dan
lain-lainnya bisa Anda sesuaikan atau bahkan dapat “diabaikan”
ketika secara teknis dan secara fisik memang bangunan Anda tidak
memerlukan itu, atau memang bangunan Anda sudah ada sebelum
regulasi tersebut ada. Masak iya Anda akan nyusuli membuatkan
pintu darurat?

Ukuran jalur evakuasi


kalau bicara ukuran tergantung pesanan sih sebenarnya, rata-rata
pesanan para pelanggan berpariasi ada ukuran 30×10 cm sampai
40×15 cm, kalau mau ukuran 2×1 meter, tapi ngga mungkin
kayaknya hehe…

Apakah harus glow in the dark


glow in the dark? maksudnya nyala ketika disaat kelap, Kalau warna
harus mencolok mungkin iya, cuman menurut saya tidak serta
merta bisa disimpulkan harus glow in ther dark. Kalau dari
artinya, glow in the dark itu kan menyala dalam gelap. Dan itu hanya
dimiliki oleh bahan fosfor. sekarang sudah ada versi stikernya yang
kami pakai sekarang di c21 makassar. Bedakan lho ya“nyala dalam
gelap” itu berbeda dengan “menyala ketika dapat cahaya”

https://safetysign.co.id/news/403/Standar-Sarana-Evakuasi-Keadaan-Darurat-Gedung-Bertingkat-
Bagaimana-Menurut-Regulasi

Indonesia saat ini memiliki gedung bertingkat dengan jumlah yang cukup banyak.
Dilansir katadata.co.id, pada tahun 2017, Jakarta menduduki posisi ke tujuh di dunia dengan 362
gedung pencakar langit.
Semakin banyaknya gedung bertingkat tentu harus diimbangi dengan keamanan dan keselamatan
yang memadai. Gedung bertingkat yang dapat menampung banyak orang berpotensi menimbulkan
korban apabila terjadi keadaan darurat. Maka, diperlukan perencanaan proses evakuasi yang baik
agar korban jiwa atau kerugian lainnya dapat diminimalkan.
Selain mengantisipasi keadaan darurat dengan menyediakan sarana pencegahan dan
penanggulangan kebakaran, menata akses evakuasi juga penting untuk mempercepat proses
evakuasi penghuni sehingga akan memperkecil risiko timbulnya korban.
Jalur evakuasi pada sebuah gedung harus berfungsi berdasarkan prosedur evakuasi dengan
memberikan kemudahan pada orang yang menggunakannya. Penghuni gedung bertingkat harus
dapat menyelamatkan diri secepatnya ketika terjadi keadaan darurat.
Dengan adanya jalur evakuasi yang memperlihatkan arah keluar gedung atau arah menuju tempat
berlindung yang aman dapat membantu penghuni gedung untuk menyelamatkan diri.
Baca juga artikel ini:
• 10 Poin Penting Yang Harus Dipahami Pekerja Tentang Perencanaan Tanggap
Darurat
• Kebakaran Pabrik Cokelat Hingga PRJ, Bukti Lemahnya Penerapan Prosedur
Keselamatan Kebakaran

Sarana Evakuasi Gedung Bertingkat Sesuai Regulasi


Sesuai Permen RI Nomor 36 Tahun 2005, Pasal 59, setiap gedung harus menyediakan sarana
evakuasi yang meliputi:

 Sistem peringatan bahaya bagi pengguna, dapat berupa sistem alarm kebakaran dan/atau
sistem peringatan menggunakan audio/tata suara
 Pintu keluar darurat
 Jalur evakuasi
 Penyediaan tangga darurat/kebakaran
Sarana tersebut harus dapat menjamin kemudahan pengguna gedung untuk melakukan evakuasi
dari dalam gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.
Penyediaan sarana evakuasi harus disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi gedung, jumlah dan
kondisi pengguna gedung, serta jarak pencapaian ke tempat yang aman. Sarana pintu keluar darurat
dan jalur evakuasi juga harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas.
Regulasi mengenai sarana evakuasi juga tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017
tentang persyaratan kemudahan bangunan gedung. Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap
bangunan gedung harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi:

Bagian-bagian sarana evakuasi


Sumber: pu.go.id
a. Akses Eksit (Exit Access)
Akses eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang mengarah ke pintu eksit. Akses eksit harus
memenuhi persyaratan:

 Terproteksi dari bahaya kebakaran


 Bebas dari segala hambatan yang menghalangi pintu keluar, akses ke dalamnya, jalan keluar
atau visibilitas dari akses eksit
 Diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan dikenali
 Lebar akses eksit diukur dari titik tersempit dalam hal akses eksit memiliki lebar yang tidak
seragam. Minimal harus bisa dilalui oleh kursi roda dan cukup untuk jumlah orang yang
dievakuasi
 Akses eksit di luar ruangan dapat melalui balkon, serambi atau atap yang dilengkapi dengan
kantilever, dinding pengaman, dan menggunakan material penutup lantai yang lembut dan
solid
 Pintu akses eksit dapat dipasang di sepanjang jalur evakuasi menuju eksit atau sebagai
akses ke ruangan atau ruang selain toilet, kamar tidur, gudang, ruang utilitas, pantri, dan
sejenisnya
 Pintu akses eksit harus secara jelas mudah dikenali
 Pintu akses eksit dari ruangan berkapasitas lebih dari 50 orang yang terbuka ke arah koridor
umum tidak boleh melebihi setengah dari lebar koridor.

b. Eksit (Exit)
Eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang dipisahkan dari area lainnya dalam bangunan
gedung oleh konstruksi atau peralatan yang menyediakan lintasan jalan terproteksi menuju eksit
pelepasan. Eksit harus memenuhi persyaratan:
 Bangunan gedung di atas 1 lantai harus dilengkapi dengan eksit berupa tangga eksit yang
tertutup dan terlindung dari api, asap kebakaran, dan rintangan lainnya . Catatan: Aturan
lebar tangga eksit dan bordes tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017
Lampiran 2.
 Tangga eksit harus dilengkapi pegangan (handrail)

 Tangga eksit terbuka yang terletak di luar bangunan harus berjarak paling sedikit 1 meter dari
bukaan dinding yang berdekatan dengan tangga tersebut
 Bangunan gedung dengan 2 atau lebih lantai basement yang luasnya lebih dari 900m² harus
dilengkapi dengan saf tangga eksit dan tidak perlu dilengkapi dengan lift kebakaran
 Bangunan gedung dengan ketinggian sampai dengan 3 lantai, eksit harus memiliki tingkat
ketahanan api (TKA) paling sedikit 1 jam dan ketinggian mulai dari 4 lantai memiliki tingkat
ketahanan api (TKA) paling sedikit 2 jam
 Jika terdapat lebih dari 1 eksit pada 1 lantai, sedikitnya harus tersedia 2 eksit yang terpisah
untuk meminimalkan kemungkinan keduanya terhalang oleh api atau keadaan darurat lainnya
 Tidak disarankan melewati area dengan tingkat bahaya tinggi untuk menuju eksit terdekat
kecuali jalur perjalanan diproteksi dengan partisi yang sesuai atau penghalang fisik lainnya
 Pintu eksit harus diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan dikenali

─ Penanda eksit harus memiliki warna khusus dan kontras dengan dekorasi, penyelesaian interior,
dan penanda lainnya. Penanda eksit harus mengandung kata “EKSIT” atau kata lain yang mudah
dibaca dengan tinggi huruf paling kurang 15 cm dan lebar huruf paling kurang 1,875 cm

Rambu K3 Pintu Exit

─ Penanda eksit bertuliskan “EKSIT” atau penanda sejenis dengan anak panah yang menunjukkan
arah eksit, harus ditempatkan pada akses eksit untuk mengarahkan pada eksit terdekat.

 Pintu eksit harus menggunakan jenis pintu ayun (swinging door) yang dapat menutup
otomatis
 Pintu eksit harus membuka ke arah perjalanan keluar untuk ruang yang dihuni oleh lebih dari
50 orang atau digunakan untuk hunian dengan tingkat bahaya tinggi
 Jika terdapat pintu, bagian, atau tangga yang bukan sebagai eksit dan dapat disalah tafsirkan
sebagai sebuah eksit, perlu diberikan identifikasi dengan penanda “bukan jalan keluar” atau
sesuai dengan fungsi ruang sebenarnya seperti “menuju basement”
 Beberapa perangkat deteksi seperti alarm dapat dipasang untuk membatasi penyalahgunaan
eksit yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi eksit, menghambat atau menghalangi
proses evakuasi
 Eksit harus memiliki ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda saat terjadi kebakaran
atau keadaan darurat lainnya.

Perancangan dan penyediaan eksit harus memperhatikan kemudahan dan kesiapan eksit untuk
digunakan setiap waktu dan penyediaan tempat berlindung bagi pengguna kursi roda. Untuk contoh
penghitungan jumlah dan kecukupan akomodasi eksit tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14
Tahun 2017 Lampiran
c. Eksit Pelepasan (Exit Discharge)
Eksit pelepasan merupakan bagian dari sarana evakuasi antara batas ujung eksit dan jalan umum
yang berada di luar bangunan gedung untuk evakuasi pada saat terjadi keadaan darurat. Eksit
pelepasan harus memenuhi persyaratan:

 Berada di permukaan tanah atau langsung ke ruang terbuka yang aman di luar bangunan
gedung
 Pada bangunan gedung yang diproteksi oleh sprinkler, paling banyak 50 persen dari jumlah
eksit dapat dilepas langsung ke ruang sirkulasi tertutup di permukaan tanah dengan
ketentuan:

─ Eksit pelepasan harus mudah terlihat dan memiliki akses langsung ke ruang terbuka yang aman di
luar bangunan gedung
─ Jarak paling jauh antara eksit pelepasan dan ruang terbuka di luar bangunan gedung harus tidak
melebihi 10 m
─ Jika terdapat kegiatan komersial seperti kios atau yang terletak di sepanjang 1 sisi atau kedua sisi
jalur evakuasi sebagai ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung, harus terdapat jarak
pemisah paling sedikit 10 m antara kegiatan komersial dan jalur evakuasi
─ Lebar bersih pintu eksit menuju ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung harus mampu
menerima beban hunian di lantai pertama dan jumlah pengguna dan pengunjung bangunan gedung
yang keluar dari tangga eksit.
Perancangan dan penyediaan eksit pelepasan harus memperhatikan kemudahan dan kesiapan eksit
untuk digunakan setiap waktu serta ketersediaan akses langsung ke jalan, halaman, lapangan, atau
ruang terbuka yang aman tanpa hambatan.
2. Sarana Pendukung Evakuasi Lain
Rencana evakuasi merupakan panduan evakuasi ke luar bangunan gedung yang digunakan oleh
pengguna dan pengunjung bangunan gedung, serta petugas evakuasi pada saat bencana atau
keadaan darurat lainnya.
Sarana pendukung evakuasi lainnya terdiri atas:

 Rencana evakuasi

Harus memenuhi persyaratan:


─ Gambar dan tulisan harus dapat terbaca dengan jelas
─ Harus menunjukkan tata letak lantai terhadap orientasi bangunan yang benar dan menekankan
pada jalur evakuasi (dalam kaitannya dengan lokasi pembaca), koridor evakuasi, dan eksit
menggunakan kata, warna, dan tanda arah yang tepat
─ Informasi lain yang dapat dilengkapi pada rencana evakuasi kebakaran meliputi:

 Lift kebakaran
 Selang kebakaran
 Alat pemadam api ringan (APAR)
 Pipa tegak kering dan/atau pipa tegak basah
 Papan indikator api/kebakaran
 Titik panggil alarm manual.

 Sistem peringatan bahaya bagi pengguna

Sistem peringatan bahaya bagi pengguna merupakan peringatan dini bagi pengguna dan
pengunjung bangunan gedung terhadap bencana atau keadaan darurat lainnya. Sistem
peringatan bahaya paling sedikit terdiri atas sistem audio dan/atau sistem visual.
Perancangan dan penyediaan sistem peringatan harus memperhatikan:
─ Kemampuan berfungsi secara otomatis dalam kondisi darurat
─ Kemampuan untuk diaktifkan secara manual sesuai dengan prosedur pengamanan bangunan pada
zona tertentu
─ Kemudahan pencapaian dan penempatan pada lokasi yang mudah terlihat

 Pencahayaan eksit dan tanda arah

Pencahayaan eksit dan tanda arah merupakan pencahayaan buatan dan tanda arah pada jalur
perjalanan menerus ke tempat yang aman untuk keperluan evakuasi pada saat bencana atau
keadaan darurat lainnya.
Harus memenuhi persyaratan:
─ Penggunaan penandaan photoluminescent/pita ditempatkan di sepanjang jalur evakuasi eksit pada:

 Sepanjang dinding internal;


 Sepanjang koridor;
 Pintu lobi bebas asap;
 Lobi pemadam kebakaran; dan
 Tangga eksit.

─ Penandaan photoluminescent/pita dapat dihilangkan dengan ketentuan:

 Sumber daya listrik darurat pada pencahayaan eksit, tanda arah eksit dan tanda-tanda arah
di lokasi di atas dilengkapi dengan baterai terpisah (sistem titik tunggal) atau pasokan baterai
sentral yang didukung oleh generator siaga
 Terdapat paling sedikit 2 pencahayaan darurat dalam lobi bebas asap, lobi pemadam
kebakaran dan koridor dengan tanda arah eksit
 Terdapat paling sedikit 1 pencahayaan darurat di setiap bordes tangga eksit.
 Lebar penandaan photoluminescent/pita paling sedikit 50 mm yang ditempatkan pada level
terendah
 Bagian bawah tanda pada level rendah tidak boleh kurang dari 150 mm atau tidak lebih dari
400 mm di atas level lantai.

 Area tempat berlindung (refuge area)

Area tempat berlindung merupakan suatu lantai yang dirancang untuk area berkumpul
pengguna dan pengunjung bangunan gedung apabila terjadi keadaan darurat yang harus
disediakan pada interval tidak lebih dari 16 (enam belas) lantai.

 Titik berkumpul (assembly point)

Titik berkumpul atau assembly point merupakan tempat yang digunakan bagi pengguna dan
pengunjung bangunan gedung untuk berkumpul setelah proses evakuasi. Perancangan dan
penyediaan titik berkumpul harus memperhatikan:
─ Kesesuaian sebagai lokasi akhir yang dituju dalam rute evakuasi
─ Keamanan dan kemudahan akses pengguna dan pengunjung gedung
─ Jarak aman dari bahaya termasuk runtuhan bangunan gedung
─ Kemungkinan untuk mampu difungsikan secara komunal oleh para pengguna dan pengunjung
gedung
─ Kapasitas titik berkumpul.
Titik berkumpul harus memenuhi persyaratan:
─ Jarak minimum titik berkumpul dari bangunan gedung adalah 20 m untuk melindungi pengguna dan
pengunjung bangunan gedung dari keruntuhan atau bahaya lainnya.
─ Titik berkumpul dapat berupa jalan atau ruang terbuka.
─ Lokasi titik berkumpul tidak boleh menghalangi akses dan manuver mobil pemadam kebakaran.
─ Memiliki akses menuju ke tempat yang lebih aman, tidak menghalangi dan mudah dijangkau oleh
kendaraan atau tim medis.

 Lift kebakaran

Perancangan dan penyediaan sarana pendukung evakuasi lainnya harus memperhatikan:


─ Kemudahan pencapaian yang bebas hambatan
─ Pengenalan, penandaan, dan penempatan pada lokasi yang mudah terlihat dan dipahami oleh
pengguna bangunan gedung dan pengunjung bangunan gedung
─ Kecukupan pencahayaan
─ Proteksi terhadap api dan pengendalian asap.
Tujuan penyediaan sarana evakuasi dilakukan untuk:

 Kemudahan evakuasi pengguna dan pengunjung bangunan gedung dari dalam ke luar
bangunan gedung
 Kemudahan petugas evakuasi dalam melakukan evakuasi pengguna dan pengunjung
bangunan gedung.

Poin Penting Jalur Evakuasi


Jalur evakuasi adalah lintasan yang digunakan sebagai pemindahan langsung dan cepat dari orang-
orang yang akan menjauh dari ancaman atau kejadian yang dapat membahayakan. Evakuasi terbagi
menjadi dua jenis, yakni:

 Evakuasi skala kecil, contohnya penyelamatan yang dilakukan dari sebuah bangunan yang
diakibatkan karena ancaman bom atau kebakaran.
 Evakuasi skala besar, contohnya penyelamatan dari sebuah daerah banjir, letusan gunung
berapi atau badai.

Jumlah dan kapasitas jalur evakuasi biasanya menyesuaikan dengan jumlah penghuni gedung dan
ukuran gedung tersebut. Kebutuhan jalur evakuasi dipengaruhi oleh waktu rata-rata untuk mencapai
lokasi yang aman (titik kumpul) yang berada di halaman gedung dan tidak ada bangunan di atasnya.
Dalam merancang jalur evakuasi, pengelola gedung juga harus memerhatikan banyak hal, misalnya
ketersediaan tangga, pintu yang digunakan, dan sarana evakuasi lainnya. Para ahli keselamatan
merekomendasikan setiap gedung memiliki minimal dua atau lebih jalur evakuasi.
Persyaratan Jalur Evakuasi
 Rute evakuasi harus bebas dari barang-barang yang dapat mengganggu kelancaran
evakuasi dan mudah dicapai
 Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman sementara dari bahaya api,
asap dan gas. Dalam penempatan pintu keluar darurat harus diatur sedemikian rupa
sehingga di mana saja penghuni dapat, menjangkau pintu keluar (exit)
 Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan, dan mempunyai lebar untuk
koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan keluar 2 m
 Rute evakuasi harus diberi penerangan yang cukup dan tidak tergantung dari sumber utama
 Arah menuju pintu keluar (exit) harus dipasang petunjuk yang jelas
 Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan.

Penandaan Sarana Jalan Keluar


Sesuai SNI 03-1746- 2000 dan Permen PU Nomor 26 Tahun 2008, sarana jalan keluar pada sebuah
bangunan gedung harus diberi tanda. Eksit, selain dari pintu eksit utama di bagian luar bangunan
gedung, harus diberi tanda dengan sebuah tanda yang disetujui yang mudah terlihat dari setiap arah
akses eksit.
Penandaan eksit harus memenuhi kriteria:

 Tanda eksit harus di tempatnya pada setiap pintu eksit yang disyaratkan untuk tanda eksit
 Tanda eksit yang bisa diraba harus terbaca
 Tanda eksit harus memenuhi ketentuan yang berlaku.

Akses Eksit
Akses ke eksit juga harus diberi tanda dengan tanda yang disetujui, mudah terlihat di semua keadaan
di mana eksit atau jalan untuk mencapainya tidak terlihat oleh pengguna dan pengunjung bangunan
gedung. Tanda harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak ada titik di dalam akses eksit
koridor yang ditempatkan lebih dari 30 m dari tanda terdekat.
Tanda Eksit Dekat Permukaan Lantai
Apabila tanda eksit terdekat diperlukan, tanda eksit harus diletakkan di dekat permukaan lantai
sebagai tambahan tanda yang diperlukan untuk pintu atau koridor.
Bagian bawah dari tanda ini harus tidak kurang dari 15 cm atau tidak lebih dari 20 cm. Untuk pintu
eksit tanda tersebut harus dipasangkan pada pintu atau dekat pinggir pintu terdekat dan tepi tanda
tersebut dalam jarak 10 cm dari kosen pintu.
Lokasi Pemasangan
Penandaan jalan keluar di bawah yang baru akan dipasang harus diletakkan pada jarak vertikal tidak
lebih dari 20 cm di atas ujung bagian atas bukaan jalan ke luar yang dimaksud/ditujukan oleh
penandaan.
Penandaan jalan keluar harus diletakkan pada jarak horizontal tidak lebih lebar dari yang diisyaratkan
untuk bukaan jalan keluar, dimaksud untuk menunjukkan oleh penandaan ke ujung terdekat dari
penandaan.
Informasi lebih lengkap mengenai penandaan arah jalan keluar tercantum dalam SNI 03 – 1746 -
2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan
terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan Permen PU Nomor 26 Tahun 2008 tentang
persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.

Titik Kumpul
Dalam konteks mitigasi bencana, rencana tanggap darurat menjadi bagian penting dalam
kesiapsiagaan, terutama berkaitan dengan pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana
dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat terjadi bencana dan hari-hari
pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari pihak luar datang.

Komponen rencana tanggap darurat


Meliputi 7 (tujuh) komponen, yaitu:

1. Rencana untuk merespons keadaan darurat, yakni adanya rencana penyelamatan yang
setiap anggota harus mengetahui apa yang harus dilakukan saat kondisi darurat terjadi.
2. Rencana evakuasi (Peta Jalur Evakuasi), yakni adanya rencana mengenai jalur aman
yang dapat dilewati saat kondisi darurat, adanya kesepakatan mengenai tempat/titik
berkumpul jika terpisah saat terjadi bencana, dan adanya keluarga/kerabat/teman, yang
memberikan tempat pengungsian sementara saat kondisi darurat.
3. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan, meliputi tersedianya
kotak P3K atau obat-obatan penting lainnya untuk pertolongan pertama, adanya
pelatihan pertolongan pertama, dan adanya akses untuk merespon keadaan darurat.
4. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi tersedianya kebutuhan dasar untuk keadaan
darurat (makanan siap saji dan minuman dalam kemasan), tersedianya alat/akses
komunikasi alternatif keluarga (HP/radio), tersedianya alat penerangan alternatif pada
saat darurat (senter dan baterai cadangan/lampu/jenset).
5. Peralatan dan perlengkapan siaga bencana.
6. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana seperti tersedianya
nomor telepon rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran, PAM, PLN, Telkom.
7. Latihan dan simulasi kesiapsiagaan bencana.

Dalam perencanaan proses(penentuan rencana/jalur) evakuasi, ada beberapa istilah yang


sekiranya perlu dipahami seperti; Titik Kumpul, Jalur Evakuasi, Tempat Evakuasi
Sementara, Tempat Evakuasi Akhir.

 Titik Kumpul adalah area terbuka di dekat pusat-pusat lingkungan permukiman yang
apabila terjadi bencana maka menjadi titik pertemuan penduduk yang hendak diungsikan ke
tempat yang lebih aman, yakni Tempat Evakuasi Sementara (TES). Titik Kumpul sebagian
besar merupakan lapangan olah raga, sebagian kecil berupa area terbuka yang
memungkinkan dilakukan kegiatan pengungsian seperti halaman kantor desa, sekolah atau
tempat ibadah.
 Jalur Evakuasi adalah jalur yang menghubungkan hunian/titik kumpul dengan TES dan jalur
yang menghubungkan TES dengan Tempat Evakuasi Akhir (TEA). JEB dapat berupa
berbagai kelas jalan, mulai dari jalan lingkungan, jalan lokal hingga jalan kolektor. Sebaiknya
jalur ini dibuat dengan rute yang semaksimal mungkin menjauhi/menghindari areal yang
mungkin dilalui/imbas bencana secara langsung maupun tidak langsung.
 Tempat Evakuasi Sementara yang selanjutnya disingkat TES adalah tempat berkumpul
sementara bagi pengungsi saat terjadi bencana. TES berupa lapangan terbuka yang aman
dari jalur terjangan material gunungapi maupun lahar dan dekat dengan JEB.
 Tempat Evakuasi Akhir yang selanjutnya disingkat TEA adalah tempat berkumpul akhir bagi
pengungsi yang dapat berfungsi sebagai tempat hunian sementara saat terjadi bencana.
Salah satu syarat utama TEA adalah ketentuan lokasi harus di luar KRB Gunung Merapi.

Indikator/prasyarat Titik Kumpul adalah


1. Ketersediaan areal/ruang terbuka yang cukup memadai.
2. Mudah diakses oleh korban bencana maupun penolong
3. Cukup terlindung dari jangkauan bahaya langsung atau tidaklangsung dari bencana
4. Ketersediaan tempat naungan/ruang sementara terutama bagi kelompok rentan (lansia,
bayi, ibu hamil, difable)
5. Adanya kemudahan akses mobilisasi(perpindahan kelokasi yang lebih aman) secara
cepat.
6. Ketersediaan sarana komunikasi memadai yang terhubungan dengan struktur organisasi
kedaruratan.
7. Ketersediaan sarana pertolongan pertama (emergency kits)
8. Ketersedian akses transportasi memadai (mobilisasi transportasi) yang akan membawa
ke tempat yang lebih aman secara cepat dan aman.
9. Ketersediaan peta jalur evakuasi yang mudah dibaca dan dipahami secara cepat.

Anda mungkin juga menyukai