Anda di halaman 1dari 13

PENYEDIAAN SARANA JALUR KELUAR

DARURAT BAGI GEDUNG PARKIR

Gedung Bertingkat Memiliki Risiko-Risiko Yang Tidak Dapat Diprediksi, Maka


Kemudahan Akses Evakuasi Apabila Terjadi Keadaan Darurat Sangatlah
Penting.
Indonesia saat ini memiliki gedung bertingkat dengan jumlah yang cukup banyak.
Dilansir katadata.co.id, pada tahun 2017, Jakarta menduduki posisi ke tujuh di dunia dengan 362
gedung pencakar langit.
Semakin banyaknya gedung bertingkat tentu harus diimbangi dengan keamanan dan keselamatan
yang memadai. Gedung bertingkat yang dapat menampung banyak orang berpotensi
menimbulkan korban apabila terjadi keadaan darurat. Maka, diperlukan perencanaan proses
evakuasi yang baik agar korban jiwa atau kerugian lainnya dapat diminimalkan.
Selain mengantisipasi keadaan darurat dengan menyediakan sarana pencegahan dan
penanggulangan kebakaran, menata akses evakuasi juga penting untuk mempercepat proses
evakuasi penghuni sehingga akan memperkecil risiko timbulnya korban.
Jalur evakuasi pada sebuah gedung harus berfungsi berdasarkan prosedur evakuasi dengan
memberikan kemudahan pada orang yang menggunakannya. Penghuni gedung bertingkat harus
dapat menyelamatkan diri secepatnya ketika terjadi keadaan darurat.

1
Dengan adanya jalur evakuasi yang memperlihatkan arah keluar gedung atau arah menuju tempat
berlindung yang aman dapat membantu penghuni gedung untuk menyelamatkan diri.
Baca juga artikel ini:
• 10 Poin Penting Yang Harus Dipahami Pekerja Tentang Perencanaan Tanggap
Darurat
• Kebakaran Pabrik Cokelat Hingga PRJ, Bukti Lemahnya Penerapan Prosedur
Keselamatan Kebakaran
Sarana Evakuasi Gedung Bertingkat Sesuai Regulasi
Sesuai Permen RI Nomor 36 Tahun 2005, Pasal 59, setiap gedung harus menyediakan sarana
evakuasi yang meliputi:

 Sistem peringatan bahaya bagi pengguna, dapat berupa sistem alarm kebakaran dan/atau
sistem peringatan menggunakan audio/tata suara
 Pintu keluar darurat
 Jalur evakuasi
 Penyediaan tangga darurat/kebakaran

Sarana tersebut harus dapat menjamin kemudahan pengguna gedung untuk melakukan evakuasi
dari dalam gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.
Penyediaan sarana evakuasi harus disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi gedung, jumlah dan
kondisi pengguna gedung, serta jarak pencapaian ke tempat yang aman. Sarana pintu keluar
darurat dan jalur evakuasi juga harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan
jelas.
Regulasi mengenai sarana evakuasi juga tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017
tentang persyaratan kemudahan bangunan gedung. Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap
bangunan gedung harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi:

2
Bagian-bagian sarana evakuasi
Sumber: pu.go.id

a. Akses Eksit (Exit Access)


Akses eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang mengarah ke pintu eksit. Akses eksit
harus memenuhi persyaratan:

 Terproteksi dari bahaya kebakaran


 Bebas dari segala hambatan yang menghalangi pintu keluar, akses ke dalamnya, jalan
keluar atau visibilitas dari akses eksit
 Diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan dikenali
 Lebar akses eksit diukur dari titik tersempit dalam hal akses eksit memiliki lebar yang
tidak seragam. Minimal harus bisa dilalui oleh kursi roda dan cukup untuk jumlah orang
yang dievakuasi
 Akses eksit di luar ruangan dapat melalui balkon, serambi atau atap yang dilengkapi
dengan kantilever, dinding pengaman, dan menggunakan material penutup lantai yang
lembut dan solid
 Pintu akses eksit dapat dipasang di sepanjang jalur evakuasi menuju eksit atau sebagai
akses ke ruangan atau ruang selain toilet, kamar tidur, gudang, ruang utilitas, pantri, dan
sejenisnya
 Pintu akses eksit harus secara jelas mudah dikenali
 Pintu akses eksit dari ruangan berkapasitas lebih dari 50 orang yang terbuka ke arah
koridor umum tidak boleh melebihi setengah dari lebar koridor.

b. Eksit (Exit)
Eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang dipisahkan dari area lainnya dalam bangunan
gedung oleh konstruksi atau peralatan yang menyediakan lintasan jalan terproteksi menuju eksit
pelepasan. Eksit harus memenuhi persyaratan:

 Bangunan gedung di atas 1 lantai harus dilengkapi dengan eksit berupa tangga eksit yang
tertutup dan terlindung dari api, asap kebakaran, dan rintangan lainnya . Catatan: Aturan
lebar tangga eksit dan bordes tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017
Lampiran 2.
 Tangga eksit harus dilengkapi pegangan (handrail)

3
POSTER K3 Pegang Handrail

 Tangga eksit terbuka yang terletak di luar bangunan harus berjarak paling sedikit 1 meter
dari bukaan dinding yang berdekatan dengan tangga tersebut
 Bangunan gedung dengan 2 atau lebih lantai basement yang luasnya lebih dari 900m²
harus dilengkapi dengan saf tangga eksit dan tidak perlu dilengkapi dengan lift kebakaran
 Bangunan gedung dengan ketinggian sampai dengan 3 lantai, eksit harus memiliki tingkat
ketahanan api (TKA) paling sedikit 1 jam dan ketinggian mulai dari 4 lantai memiliki
tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 2 jam
 Jika terdapat lebih dari 1 eksit pada 1 lantai, sedikitnya harus tersedia 2 eksit yang
terpisah untuk meminimalkan kemungkinan keduanya terhalang oleh api atau keadaan
darurat lainnya
 Tidak disarankan melewati area dengan tingkat bahaya tinggi untuk menuju eksit terdekat
kecuali jalur perjalanan diproteksi dengan partisi yang sesuai atau penghalang fisik
lainnya
 Pintu eksit harus diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan dikenali

4
─ Penanda eksit harus memiliki warna khusus dan kontras dengan dekorasi, penyelesaian
interior, dan penanda lainnya. Penanda eksit harus mengandung kata “EKSIT” atau kata lain yang
mudah dibaca dengan tinggi huruf paling kurang 15 cm dan lebar huruf paling kurang 1,875 cm

Rambu K3 Pintu Exit

─ Penanda eksit bertuliskan “EKSIT” atau penanda sejenis dengan anak panah yang
menunjukkan arah eksit, harus ditempatkan pada akses eksit untuk mengarahkan pada eksit
terdekat.

 Pintu eksit harus menggunakan jenis pintu ayun (swinging door) yang dapat menutup
otomatis
 Pintu eksit harus membuka ke arah perjalanan keluar untuk ruang yang dihuni oleh lebih
dari 50 orang atau digunakan untuk hunian dengan tingkat bahaya tinggi
 Jika terdapat pintu, bagian, atau tangga yang bukan sebagai eksit dan dapat disalah
tafsirkan sebagai sebuah eksit, perlu diberikan identifikasi dengan penanda “bukan jalan
keluar” atau sesuai dengan fungsi ruang sebenarnya seperti “menuju basement”
 Beberapa perangkat deteksi seperti alarm dapat dipasang untuk membatasi
penyalahgunaan eksit yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi eksit, menghambat
atau menghalangi proses evakuasi
 Eksit harus memiliki ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda saat terjadi
kebakaran atau keadaan darurat lainnya.

Perancangan dan penyediaan eksit harus memperhatikan kemudahan dan kesiapan eksit untuk
digunakan setiap waktu dan penyediaan tempat berlindung bagi pengguna kursi roda. Untuk
contoh penghitungan jumlah dan kecukupan akomodasi eksit tercantum dalam Permen PUPR
Nomor 14 Tahun 2017 Lampiran
c. Eksit Pelepasan (Exit Discharge)

5
Eksit pelepasan merupakan bagian dari sarana evakuasi antara batas ujung eksit dan jalan umum
yang berada di luar bangunan gedung untuk evakuasi pada saat terjadi keadaan darurat. Eksit
pelepasan harus memenuhi persyaratan:

 Berada di permukaan tanah atau langsung ke ruang terbuka yang aman di luar bangunan
gedung
 Pada bangunan gedung yang diproteksi oleh sprinkler, paling banyak 50 persen dari
jumlah eksit dapat dilepas langsung ke ruang sirkulasi tertutup di permukaan tanah
dengan ketentuan:

─ Eksit pelepasan harus mudah terlihat dan memiliki akses langsung ke ruang terbuka yang
aman di luar bangunan gedung
─ Jarak paling jauh antara eksit pelepasan dan ruang terbuka di luar bangunan gedung harus
tidak melebihi 10 m
─ Jika terdapat kegiatan komersial seperti kios atau yang terletak di sepanjang 1 sisi atau kedua
sisi jalur evakuasi sebagai ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung, harus terdapat
jarak pemisah paling sedikit 10 m antara kegiatan komersial dan jalur evakuasi
─ Lebar bersih pintu eksit menuju ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung harus
mampu menerima beban hunian di lantai pertama dan jumlah pengguna dan pengunjung
bangunan gedung yang keluar dari tangga eksit.
Perancangan dan penyediaan eksit pelepasan harus memperhatikan kemudahan dan kesiapan
eksit untuk digunakan setiap waktu serta ketersediaan akses langsung ke jalan, halaman,
lapangan, atau ruang terbuka yang aman tanpa hambatan.
2. Sarana Pendukung Evakuasi Lain
Rencana evakuasi merupakan panduan evakuasi ke luar bangunan gedung yang digunakan oleh
pengguna dan pengunjung bangunan gedung, serta petugas evakuasi pada saat bencana atau
keadaan darurat lainnya.
Sarana pendukung evakuasi lainnya terdiri atas:

 Rencana evakuasi

Harus memenuhi persyaratan:


─ Gambar dan tulisan harus dapat terbaca dengan jelas
─ Harus menunjukkan tata letak lantai terhadap orientasi bangunan yang benar dan menekankan
pada jalur evakuasi (dalam kaitannya dengan lokasi pembaca), koridor evakuasi, dan eksit
menggunakan kata, warna, dan tanda arah yang tepat
─ Informasi lain yang dapat dilengkapi pada rencana evakuasi kebakaran meliputi:

 Lift kebakaran
 Selang kebakaran
 Alat pemadam api ringan (APAR)

6
 Pipa tegak kering dan/atau pipa tegak basah
 Papan indikator api/kebakaran
 Titik panggil alarm manual.

 Sistem peringatan bahaya bagi pengguna

Sistem peringatan bahaya bagi pengguna merupakan peringatan dini bagi pengguna dan
pengunjung bangunan gedung terhadap bencana atau keadaan darurat lainnya. Sistem
peringatan bahaya paling sedikit terdiri atas sistem audio dan/atau sistem visual.
Perancangan dan penyediaan sistem peringatan harus memperhatikan:
─ Kemampuan berfungsi secara otomatis dalam kondisi darurat
─ Kemampuan untuk diaktifkan secara manual sesuai dengan prosedur pengamanan bangunan
pada zona tertentu
─ Kemudahan pencapaian dan penempatan pada lokasi yang mudah terlihat

 Pencahayaan eksit dan tanda arah

Pencahayaan eksit dan tanda arah merupakan pencahayaan buatan dan tanda arah pada jalur
perjalanan menerus ke tempat yang aman untuk keperluan evakuasi pada saat bencana atau
keadaan darurat lainnya.
Harus memenuhi persyaratan:
─ Penggunaan penandaan photoluminescent/pita ditempatkan di sepanjang jalur evakuasi eksit
pada:

 Sepanjang dinding internal;


 Sepanjang koridor;
 Pintu lobi bebas asap;
 Lobi pemadam kebakaran; dan
 Tangga eksit.

─ Penandaan photoluminescent/pita dapat dihilangkan dengan ketentuan:

 Sumber daya listrik darurat pada pencahayaan eksit, tanda arah eksit dan tanda-tanda arah
di lokasi di atas dilengkapi dengan baterai terpisah (sistem titik tunggal) atau pasokan
baterai sentral yang didukung oleh generator siaga
 Terdapat paling sedikit 2 pencahayaan darurat dalam lobi bebas asap, lobi pemadam
kebakaran dan koridor dengan tanda arah eksit
 Terdapat paling sedikit 1 pencahayaan darurat di setiap bordes tangga eksit.
 Lebar penandaan photoluminescent/pita paling sedikit 50 mm yang ditempatkan pada
level terendah

7
 Bagian bawah tanda pada level rendah tidak boleh kurang dari 150 mm atau tidak lebih
dari 400 mm di atas level lantai.

Sumber: pu.go.id

 Area tempat berlindung (refuge area)

Area tempat berlindung merupakan suatu lantai yang dirancang untuk area berkumpul
pengguna dan pengunjung bangunan gedung apabila terjadi keadaan darurat yang harus
disediakan pada interval tidak lebih dari 16 (enam belas) lantai.

 Titik berkumpul (assembly point)

Titik berkumpul atau assembly point merupakan tempat yang digunakan bagi pengguna dan pengunjung
bangunan gedung untuk berkumpul setelah proses evakuasi. Perancangan dan penyediaan titik berkumpul harus
memperhatikan:
─ Kesesuaian sebagai lokasi akhir yang dituju dalam rute evakuasi
─ Keamanan dan kemudahan akses pengguna dan pengunjung gedung
─ Jarak aman dari bahaya termasuk runtuhan bangunan gedung
─ Kemungkinan untuk mampu difungsikan secara komunal oleh para pengguna dan pengunjung gedung

8
─ Kapasitas titik berkumpul.

Titik berkumpul harus memenuhi persyaratan:


─ Jarak minimum titik berkumpul dari bangunan gedung adalah 20 m untuk melindungi
pengguna dan pengunjung bangunan gedung dari keruntuhan atau bahaya lainnya.
─ Titik berkumpul dapat berupa jalan atau ruang terbuka.
─ Lokasi titik berkumpul tidak boleh menghalangi akses dan manuver mobil pemadam
kebakaran.
─ Memiliki akses menuju ke tempat yang lebih aman, tidak menghalangi dan mudah dijangkau
oleh kendaraan atau tim medis.

 Lift kebakaran

Perancangan dan penyediaan sarana pendukung evakuasi lainnya harus memperhatikan:


─ Kemudahan pencapaian yang bebas hambatan

9
─ Pengenalan, penandaan, dan penempatan pada lokasi yang mudah terlihat dan dipahami oleh
pengguna bangunan gedung dan pengunjung bangunan gedung
─ Kecukupan pencahayaan
─ Proteksi terhadap api dan pengendalian asap.
Tujuan penyediaan sarana evakuasi dilakukan untuk:

 Kemudahan evakuasi pengguna dan pengunjung bangunan gedung dari dalam ke luar
bangunan gedung
 Kemudahan petugas evakuasi dalam melakukan evakuasi pengguna dan pengunjung
bangunan gedung.

Poin Penting Jalur Evakuasi


Jalur evakuasi adalah lintasan yang digunakan sebagai pemindahan langsung dan cepat dari
orang-orang yang akan menjauh dari ancaman atau kejadian yang dapat membahayakan.
Evakuasi terbagi menjadi dua jenis, yakni:

 Evakuasi skala kecil, contohnya penyelamatan yang dilakukan dari sebuah bangunan
yang diakibatkan karena ancaman bom atau kebakaran.
 Evakuasi skala besar, contohnya penyelamatan dari sebuah daerah banjir, letusan gunung
berapi atau badai.

Jumlah dan kapasitas jalur evakuasi biasanya menyesuaikan dengan jumlah penghuni gedung
dan ukuran gedung tersebut. Kebutuhan jalur evakuasi dipengaruhi oleh waktu rata-rata untuk
mencapai lokasi yang aman (titik kumpul) yang berada di halaman gedung dan tidak ada
bangunan di atasnya.
Dalam merancang jalur evakuasi, pengelola gedung juga harus memerhatikan banyak hal,
misalnya ketersediaan tangga, pintu yang digunakan, dan sarana evakuasi lainnya. Para ahli
keselamatan merekomendasikan setiap gedung memiliki minimal dua atau lebih jalur evakuasi.

10
Persyaratan Jalur Evakuasi

 Rute evakuasi harus bebas dari barang-barang yang dapat mengganggu kelancaran
evakuasi dan mudah dicapai
 Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah aman sementara dari bahaya api,
asap dan gas. Dalam penempatan pintu keluar darurat harus diatur sedemikian rupa
sehingga di mana saja penghuni dapat, menjangkau pintu keluar (exit)
 Koridor dan jalan keluar harus tidak licin, bebas hambatan, dan mempunyai lebar untuk
koridor minimum 1,2 m dan untuk jalan keluar 2 m
 Rute evakuasi harus diberi penerangan yang cukup dan tidak tergantung dari sumber
utama
 Arah menuju pintu keluar (exit) harus dipasang petunjuk yang jelas
 Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisan.

Penandaan Sarana Jalan Keluar


Sesuai SNI 03-1746- 2000 dan Permen PU Nomor 26 Tahun 2008, sarana jalan keluar pada
sebuah bangunan gedung harus diberi tanda. Eksit, selain dari pintu eksit utama di bagian luar
bangunan gedung, harus diberi tanda dengan sebuah tanda yang disetujui yang mudah terlihat
dari setiap arah akses eksit.
Penandaan eksit harus memenuhi kriteria:

 Tanda eksit harus di tempatnya pada setiap pintu eksit yang disyaratkan untuk tanda eksit

11
 Tanda eksit yang bisa diraba harus terbaca
 Tanda eksit harus memenuhi ketentuan yang berlaku.

Akses Eksit
Akses ke eksit juga harus diberi tanda dengan tanda yang disetujui, mudah terlihat di semua
keadaan di mana eksit atau jalan untuk mencapainya tidak terlihat oleh pengguna dan
pengunjung bangunan gedung. Tanda harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak ada
titik di dalam akses eksit koridor yang ditempatkan lebih dari 30 m dari tanda terdekat.
Tanda Eksit Dekat Permukaan Lantai
Apabila tanda eksit terdekat diperlukan, tanda eksit harus diletakkan di dekat permukaan lantai
sebagai tambahan tanda yang diperlukan untuk pintu atau koridor.
Bagian bawah dari tanda ini harus tidak kurang dari 15 cm atau tidak lebih dari 20 cm. Untuk
pintu eksit tanda tersebut harus dipasangkan pada pintu atau dekat pinggir pintu terdekat dan tepi
tanda tersebut dalam jarak 10 cm dari kosen pintu.
Lokasi Pemasangan
Penandaan jalan keluar di bawah yang baru akan dipasang harus diletakkan pada jarak vertikal
tidak lebih dari 20 cm di atas ujung bagian atas bukaan jalan ke luar yang dimaksud/ditujukan
oleh penandaan.
Penandaan jalan keluar harus diletakkan pada jarak horizontal tidak lebih lebar dari yang
diisyaratkan untuk bukaan jalan keluar, dimaksud untuk menunjukkan oleh penandaan ke ujung
terdekat dari penandaan.

12
Informasi lebih lengkap mengenai penandaan arah jalan keluar tercantum dalam SNI 03 – 1746 -
2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan
terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan Permen PU Nomor 26 Tahun 2008
tentang persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.

13

Anda mungkin juga menyukai