Anda di halaman 1dari 16

Petunjuk Arah Jalan Keluar menurut SNI 03-6574-2001 koridor dan jalur keluar

harus dilengkapi dengan tanda yang menunjukkan arah dan lokasi pintu keluar. Tanda

“EXIT” atau ‘KELUAR’ dengan anak panah harus menunjukkan arah menuju pintu

keluar atau tangga kebakaran. Untuk mempermudah proses evakuasi maka terdapat

beberapa syarat ukuran petunjuk evakuasi menurut SNI 03-6574-2001 yang harus

dipenuhi agar dapat terlihat dengan jelas, yaitu sebagai berikut :

1. Huruf mudah dilihat.

2. Tingginya minimal 15 cm.

3. Tebal huruf minimal 2 cm.

4. Kata EXIT harus mempunyai lebar huruf minimal 5 cm kecuali huruf I.

5. Jarak minimum antar huruf minimum 1 cm.

6. Tanda arah yang lebih besar dibuat dengan lebar, tebal dan jarak huruf yang

proportional dengan tingginya.

7. Huruf yang mudah dibaca dari jarak minimum 30 m dalam kondisi pencahayaan

normal (300 Lux) dan darurat (10 Lux).

Pemasangan Petunjuk Arah Evakuasi menurut SNI 03-6574- 2001

Berikut adalah syarat pemasangan syarat petunjuk arah evakuasi :

1. Arah menuju tempat yang aman harus diberi tanda arah dengan tanda arah yang

disetujui, di lokasi yang mudah dibaca dari segala arah jalan.

2. Pada setiap pintu menuju tangga yang aman, harus dipasang tanda “EKSIT

(EKSIT)” di atas gagang pintu setinggi 150 cm dari permukaan lantai terhadap

garis tengah tanda arah tersebut seperti ditunjukkan pada gambar 5.6.
Gambar ..... Lokasi pemasangan tanda “EKSIT (EXIT)” pada pintu dan dinding

3. Jalan masuk ketempat aman harus diberi tanda arah pada lokasi yang mudah

dibaca dari semua arah, bila jalan menuju tempat tersebut tidak mudah terlihat

oleh penghuninya (lihat gambar... ). 8 dari 22 SNI 03-6574-2001

Gambar ..... Lokasi pemasangan tanda arah “EKSIT (EXIT)” pada koridor

4. Apabila tanda arah menuju jalan keluar dibutuhkan di dekat lantai, tanda arah

jalan keluar harus dipasang dekat dengan permukaan lantai sebagai tambahan
tanda arah pada pintu dan koridor (lihat gambar .... ). Tanda arah ini : a).

ukurannya dan pencahayaannya sesuai dengan butir .... dan ..... b). dasar dari

tanda arah ini minimal 15 cm dan tidak lebih dari 20 cm diatas lantai. c). untuk

pintu menuju jalan keluar yang aman, tanda arah dipasang pada pintu atau yang

berdekatan ke pintu dengan ujung yang terdekat dari tanda arah ini 10 cm dari

rangka pintu.

5. Penempatan tanda arah yang dibutuhkan dalam bagian ini, harus berukuran,

berwarna khusus, dirancang untuk mudah dibaca dan harus kontras terhadap

dekorasi, penyelesaian interior, atau tanda-tanda lain. Tidak ada dekorasi,

perabotan, atau peralatan yang menggangu pandangan tanda arah diijinkan

kecuali tanda arah jalan keluar, dan harus tidak ada tanda arah dengan

pencahayaan yang tajam, display, atau obyek di dalam atau berdekatan dengan

garis pandang tanda arah jalan keluar yang dibutuhkan yang mempunyai karakter

mengurangi perhatian tanda arah tersebut.

6. Apabila lantai yang berdekatan dengan lintasan menuju jalan keluar perlu diberi

tanda arah, harus diterangi dari dalam pada jarak 20 cm dari lantai. Sistem yang

dibutuhkan dirancang mudah dilihat sepanjang lintasan jalan menuju tempat

aman dan menerus, kecuali dipotong oleh jalan pintu, jalan hall, koridor, atau

lain-lain yang berkaitan dengan arsitektur. Sistem dapat beroperasi terus menerus

atau bila sistem alarm kebakaran bekerja. Pengaktifan, lamanya dan

kelangsungan operasi dari sistem harus sesuai butir ......

7. Apabila pihak berwenang mengijinkan, tangga dari lantai atas yang menerus ke

lantai basement, tanda arah yang cocok termasuk tanda arah yang bergambar

harus ditempatkan pada lokasi yang strategis di dalam tangga ke arah jalan keluar

penghuni dalam keadaan darurat (lihat gambar ..... dan gambar ....).
Gambar ...... Lokasi pemasangan tanda arah “EKSIT (EXIT)” pada koridor

Gambar ...... Lokasi pemasangan tanda arah “EKSIT (EXIT)” pada koridor

Tangga kebakaran difungsikan sebagai tempat evakuasi untuk pengguna bangunan ketika

terjadi kebakaran, namun hanya sebagai tempat evakuasi sementara dan hanya untuk

menyambungkan antara lantai atas dengan lantai bawah bangunan, sehingga pada saat

kebakaran penghuni dapat terevakuasi keluar dari bangunan.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45 Tahun 2007 disebutkan bahwa:

1. Setiap bangunan gedung negara yang betingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi

dengan pintu darurat minimal 2 buah. Lebar pintu darurat minimum 100 cm, membuka
ke arah tangga penyelamatan, kecuali pada lantai dasar membuka kearah luar

(halaman).

2. Jarak pintu darurat maksimum dalam radius/jarak capai 25 meter dari setiap titik posisi

orang dalam satu blok bangunan gedung.

3. Ketentuan lebih lanjut tentang pintu darurat mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur

dalam standar yang dipersyaratkan.

Beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh pintu keluar diantaranya adalah :

1. Pintu harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya dua jam.

2. Pintu harus dilengkapi dengan minimal tiga engsel.

3. Pintu juga harus dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis (door closer).

4. Pintu dilengkapi dengan tuas/tungkai pembuka pintu yang berada di luar ruang tangga

(kecuali tangga yang berada di lantai dasar, berada di dalam ruang tangga), dan

sebaiknya menggunakan tuas pembuka yang memudahkan, terutama dalam keadaan

panik (panic bar).

5. Pintu dilengkapi tanda peringatan: "TANGGA DARURAT - TUTUP KEMBALI"

6. Pintu dapat dilengkapi dengan kaca tahan api dengan luas maksimal 1 m2 dan diletakkan

di setengah bagian atas dari daun pintu.


Sumber :
Jimmy S Juwana, 2000

Gambar ..... Pintu Darurat

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45 Tahun 2007 disebutkan bahwa:

1. Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dari 3 lantai, harus memiliki

tangga darurat/penyelamatan minimal 2 buah dengan jarak maksimum 45 m (bila

menggunakan sprinkler jarak bisa1,5 kali)

2. Tangga darurat/penyelamatan harus dilengkapi dengan pintu tahan api, minimum 2

jam, dengan arah pembukaan ke tangga dan dapat menutup secara otomatis dan

dilengkapi fan untuk memberikan tekanan positif. Pintu harus dilengkapi dengan

lampu dan petunjuk KELUAR atau EXIT yang menyala saat listrik/PLN mati.

Lampu exit dipasok dari bateri UPS terpusat

3. Tangga darurat/penyelamatan yang terletak di dalam bangunan harus dipisahkan dari

ruang-ruang lain dengan pintu tahan api dan tahan asap, pencapaian mudah, serta

jarak pencapaian maksimum 45 m dan min 9m


4. Lebar tangga darurat/penyelamatan minimum adalah 1,20 m Tangga

darurat/penyematan tidak boleh berbentuk tangga melingkar vertikal, exit pada lantai

dasar langsung kearah luar

5. Ketentuan lebih lanjut tentang tangga darurat/penyelamatan mengikuti ketentuan-

ketentuan yang diatur dalam standar teknis.

Dalam pemasangan jalan keluar atau jalan penyelamatan berupa tangga

darurat harus memperhatikan syarat-syarat, yaitu :

1. Tangga terbuat dari konstruksi beton atau baja yang mempunyai ketahanan

kebakaran selama 2 jam.

2. Tangga dipisahkan dari ruangan-ruangan lain dengan dinding beton yang tebalnya

minimum 15 cm atau tebal tembok 30 cm yang mempunyai ketahanan kebakaran

selama 2 jam.

3. Bahan-bahan finishing, seperti lantai dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak

licin, susuran tangan terbuat dari besi.

4. Lebar tangga minimum 120 cm (untuk lalulintas 2 orang).

5. Harus dapat dilewati minimal oleh 2 orang bersama-sama atau lebar bersih tangga

minimal 120 cm. Untuk anak tangga, lebar minimum injakan tangga 27,9 cm, tinggi

minimum 10,5 cm, tinggi maksimum 17,8 cm.

6. Harus mudah dilihat dan dicapai (lengkapi dengan petunjuk arah). Jarak maksimum

dari sentral kegiatan 30 m atau antar tangga 60 m.

7. Persyaratan tangga darurat, khususnya yang terkait dengan kemiringan tangga, jarak

pintu dengan anak tangga, tinggi pegangan tangga dan lebar serta ketinggian anak

tangga, dapat dilihat pada gambar berikut :


Gambar ...... Detail rel pegangan tangan, Sumber : SNI 03 – 1746 – 2000

a. Jenis-Jenis Alat Pemadam Api Ringan

Terdapat berbagai jenis APAR sesuai dengan kegunaannya yang diatur dalam

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No : PER.04/MEN/1980, antara lain :

1. Jenis cairan (air)

APAR dengan jenis ini menggunakan air sebagai media pemadamnya, air ini disimpan di

dalam tabung bertekanan tinggi. APAR dengan jenis air paling ekonomis karena hanya

berisi air saja dan bisa digunakan hampir di semua Kelas kebakaran, kecuali untuk Kelas

C yaitu untuk kebakaran yang berasal dari peralatan listrik karena air merupakan
penghantar listrik yang baik sehingga berbahaya apabila memadamkan api karena listrik

dengan media pemadam air. Biasanya APAR jenis ini, digunakan untuk memadamkan api

pada kebakaran Kelas A yaitu kebakaran yang bersumber dari bahan padat biasa yang

mudah terbakar. Contohnya adalah kayu kering, kertas, karet, plastik, dan sebagainya.

2. Jenis busa (foam)

APAR jenis ini menggunakan dua macam busa yaitu busa kimia dan busa mekanik. Busa

kimia dibuat dari gelembung yang berisi antara lain zat arang dan CO2, sedangkan busa

mekanik dibuat dari campuran zat arang dengan udara. Cara kerja APAR dengan jenis busa

ini adalah isolasi, yaitu menutupi sumber api dengan busa sehingga tidak ada jalan bagi

oksigen masuk yang dapat membuat api semakin besar. Busa ini merukan media pemadam

yang efektif untuk kebakaran Kelas A dan Kelas B yaitu kebakaran yang disebabkan oleh

bahan cair dan gas yang mudah menyala. Contohnya yaitu minyak tanah, bensin, solar,

thinner, LNG, LPG, dan sebagainya.

3. Jenis tepung kering / Dry Chemical Powder

APAR jenis ini berisi serbuk kimia kering. Terdapat dua jenis, yaitu APAR dengan tipe

media pemadam yang disimpan sudah dalam keadaan bertekanan dan APAR dengan tipe

media pemadam dengan media pendorongnya tersimpan secara terpisah di dalam catridge.

Biasanya menggunakan gas Nitrogen (N2) sebagai media pendorongnya. APAR dengan

jeis ini sangat efektif untuk kebakaran Kelas A, Kelas B dan Kelas C yaitu kebakaran yang

berasal dari peralatan listrik.

4. Jenis Gas (hydrocarbon berhalogen dan sebagainya)

APAR jenis ini berisi gas CO2 yang digunakan untuk memadamkan api sebagai lawan dari

oksigen. Isi tabung APAR dengan jenis CO2 ini adalah gas dalam bentuk cair yang apabila

disemprotkan akan berubah bentuk menjadi gas. Gas CO2 yang dimasukkan ke dalam
tabung apar memiliki suhu yang sangat rendah sehingga cukup berbahaya apabila terkena

kulit manusia. Penggunaan APAR CO2 lebih tepat untuk kebakaran Kelas B dan Kelas C.

PG Kebon Agung hanya menyediakan APAR dengan jenis tepung kering / Dry

Chemical Powder dan jenis gas yang menggunakan gas CO2. Penyediaan jenis APAR tersebut

telah sesuai dengan potensi bahaya yang ada di area kerja.

, antara lain :

1. Setiap satu kelompok alat pemadam api ringan (APAR) harus ditempatkan pada posisi yang

mudah dilihat dengan jelas, mudah digapai dan diambil serta dilengkapi dengan pemberian

tanda pemasangan.

2. Tinggi pemberian tanda pemasangan tersebut adalah 125 cm dari dasar lantai tepat di atas

satu atau kelompok alat pemadam api ringan yang bersangkutan.

3. Pemasangan dan penempatan alat pemadam api ringan harus sesuai dengan jenis dan

penggolongan kebakaran.

4. Penempatan antara alat pemadam api yang satu dengan lainnya atau kelompok satu dengan

lainnya tidak boleh melebihi 15 meter, kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas atau

ahli keselamatan kerja.

5. Semua tabung alat pemadam api ringan sebaiknya berwarna merah.

6. Dilarang memasang dan menggunakan alat pemadam api ringan yang didapati sudah

berlubang-lubang atau cacat karena karat.

7. Setiap alat pemadam api ringan harus dipasang (ditempatkan) menggantung pada dinding

dengan penguatan sengkang atau dengan kontruksi penguat lainnya atau ditempatkan dalam

lemari atau peti (box) yang tidak dikunci.

8. Lemari atau peti (box) dapat dikunci dengan syarat bagian depannya harus diberi kaca aman

(safety glass) dengan tebal maximum 2 mm.


9. Sengkang atau konstruksi penguat lainnya tidak boleh dikunci atau digembok atau diikat

mati. Ukuran panjang dan lebar bingkai kaca aman (safety glass) harus disesuaikan dengan

besarnya alat pemadam api ringan yang ada dalam lemari atau peti (box) sehingga mudah

dikeluarkan.

10. Pemasangan alat pemadam api ringan harus sedemikian rupa sehingga bagian paling atas

(puncaknya) berada pada ketinggian 1,2 m dari permukaan lantai kecuali jenis CO2 dan

tepung kering (dry chemical) dapat ditempatkan lebih rendah dengan syarat, jarak antara

dasar alat pemadam api ringan tidak kurang dari 15 cm dari permukaan lantai.

11. Alat pemadam api ringan tidak boleh dipasang dalam ruangan atau tempat dimana suhu

melebihi 49oC atau turun sampai 4oC kecuali apabila alat pemadam api ringan tersebut

dibuat khusus unutk suhu diluar batas tersebut.

12. Alat pemadam api ringan yang ditempatkan di alam terbuka harus dilindungi dengan tutup

pengaman.

13. Dengan melihat beberapa ketidaksesuaian seperti diatas, kami memberikan beberapa

saran antara lain adanya perbaikan tinggi APAR sesuai dengan ketentuan yaitu 120 cm

dari permukaan lantai, pemberian tanda pemasangan APAR yang diletakkan pada

dinding di area luar gedung office maupun area stasiun pemurnian yang berbentuk

persegi di area produksi dengan tinggi 125 cm dari permukaan lantai, dan adanya

penggunaan lemari atau peti (box) APAR yang berada di luar gedung office dengan

ukuran panjang dan lebar disesuaikan dengan besar APAR yang ada di dalamnya

dengan tujuan untuk melindungi kondisi fisik APAR dari adanya debu / kotoran dan

kerusakan lainnya yang mungkin dapat terjadi.

14. h.
15.
16. Gambar ..... Ketentuan Tanda Pemasangan APAR pada Dinding

17.
18. Gambar ...... Ketentuan Tinggi dan Tanda Pemasangan APAR pada Tiang

19.
20. Gambar .... Ketentuan Lemari atau Peti (box) APAR

21. 5.2.6.15 Pemeliharaan APAR

Pemeliharaan APAR juga secara detail telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi RI No. Per- 04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan

Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan, sebagai berikut :

1. Pemeriksaan dalam jangka 6 ( enam ) bulan., pemeriksaan tersebut meliputi:

a. Berisi atau tidaknya tabung, berkurang atau tidaknya tekanan dalam tabung, rusak

atau tidaknya segi pengaman cartridge atau tabung bertekanan mekanik penembus

segel.

b. Bagian-bagian luar dari tabung tidak boleh cacat termasuk handel dan label harus

selalu dalam keadaan baik.

c. Mulut pancar tidak boleh tersumbat dan pipa pancar yang terpasang tidak boleh retak

atau menunjukkkan tanda-tanda rusak.

d. Untuk alat pemadam api ringan cairan atau asam soda, diperiksa dengan cara

mencampur sedikit larutan sodium bicarbonat dan asam keras di luar tabung, apabila

reaksi cukup kuat, maka APAR tersebut dapat dipasang kembali. Untuk APAR jenis

busa dapat diperiksa dengan mencampur sedikit larutan sodium bicarbonat dan

alumunium sulfat di luar tabung, bila sudah cukup kuat maka APAR tersebut dapat

dipasang kembali.

e. Untuk APAR jenis CO2 harus diperiksa dengan cara menimbang serta mencocokkan

dengan berat yang tertera pada APAR tersebut, bila kekurangan berat 10 % tabung

APAR tersebut harus diisi kembalisesuai dengan berat yang ditentukan.

2. Pemeriksaan dalam jangka waktu 12 bulan

Pemeriksaan ini dilakukan dengan tidak ada bedanya pada saat melakukan pemeriksaan

selama 6 bulan sekali. Hanya saja terdapat beberapa jenis APAR yang memerlukan
pemeriksaan khusus dan teliti. Untuk alat pemadam api ringan jenis tepung kering (dry

chemical) dilakukan pemeriksaan dengan membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga

supaya tabung dalam posisi berdiri tegak dan kemudian diteliti menurut ketentuan sebagai

berikut :

a. Isi tabung harus sesuai dengan berat yang telah ditentukan dan tepung keringnya

dalam keadaan tercurah bebas tidak berbutir.

b. Ulir tutup kepala tidak boleh rusak dan saluran keluar tidak boleh buntu atau

tersumbat.

c. Peralatan yang bergerak tidak boleh rusak, dapat bergerak dengan bebas,

mempunyai rusuk dan sisi yang tajam.

d. Gelang tutup kepala harus dalam keadaan baik.

e. Bagian dalam dan tabung tidak boleh berlubang-lubang atau cacat karena karat.

f. Lapisan pelindung dari tabung gas bertekanan harus dalam keadaan baik.

g. 5.2.6.17 Saran berkaitan dengan ketidaksesuaian

pemeliharaan APAR

h. Dengan melihat adanya beberapa ketidaksesuaian seperti

diatas, kami menyarankan perlu adanya perbaikan dalam hal

pemeliharaan APAR di PG Kebon Agung yaitu jadwal

pengecekan APAR yang dapat dilakukan secara rutin. Selain

itu, perlu juga adanya checklist yang diletakkan di dalam

lemari / peti (box) atau dapat diletakkan menggantung pada

leher APAR karena dapat dilihat pada (Lampiran, Gambar

..... ) bahwa belum terdapat adanya checklist APAR. Oleh

karena itu kami menyarankan kepada PG Kebon Agung


dengan membuat checklist APAR dengan jangka waktu satu

bulan.

i.

Gambar ... Checklist APAR

j. Perlu adanya prosedur atau langkah kerja dalam

menggunakan APAR sehingga dapat memudahkan pekerja

yang hendak menggunakan APAR tersebut dalam keadaan

darurat. Prosedur tersebut dapat diletakkan di dalam lemari /

peti (box) , menggantung pada leher APAR bersamaan

dengan checklist APAR atau diletakkan menempel di sisi

lemari / peti (box) APAR dengan diberi pelindung pada

prosedur tersebut agar tidak cepat rusak karena adanya

kontak langsung dengan kondisi luar.

k. Berikut ini adalah prosedur penggunaan APAR yang telah

direkomendasikan kepada PG Kebon Agung:


l.
m. Gambar ...... Prosedur Penggunaan APAR

Anda mungkin juga menyukai