Anda di halaman 1dari 26

PEDOMAN

PELAYANAN PUSKESMAS
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Puskesmas merupakan pusat penggerak pembangunan berwawasan


kesehatan, pusat pemberdayaan masyrakat dalam kemandirian hidup sehat. Untuk
dapat menunjang fungsi tersebutdiperlukan sarana dan prasarana yang memadai
baik sarana fisik maupun sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Selain itu
agar dapat melaksanakan fungsi puskesmas sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomer 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, maka harus ditunjang
dengan manajemen yang baik dimana diperlukan perencanaan yang jelas dan
terukur, strategi yang terarah serta pelaksanaan yang akuntable dan diperlukan
pengawasan, pengendalian, penilaian dan evaluasi terhadap semua kegiatan
Puskesmas sesuai ketentuan yang berlaku.
Untuk itulah diperlukan adanya panduan atau pedoman didalam
penyelenggaraan kegiatan puskesmas dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
puskesmas dan pencapaian tujuan yang hendak diraih.

B. Tujuan Pedoman

1. Tujuan Umum :
Pedoman pelayanan puskesmas ini disusun sebagai acuan bagi puskesmas
dalam membangun system pelayanan puskesmas baik untuk upaya kesehatan
masyarakat maupun untuk pelayanan klinis serta administrasi dan manajemen
puskesmas.
2. Tujuan Khusus:
1. Untuk mewujudkan masyarakat yang mampu menjangkau pelayanan
kesehatan bermutu
2. Untuk mewujudkan masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang sehat
3. Untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki derajat kesehatan yang optimal
baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

C. Ruang Lingkup Pedoman

Pedoman pelayanan puskesmas ini ditetapkan pada keseluruhan proses yang


terkait, upaya kesehatan perorangan, UKM program esensial, dan program
pengembangan.

D. Batasan Operasional

Upaya Kesehatan Perseorangan


- Pelayanan rawat jalan meliputi :
1. Unit pelayanan umum
2. Unit pelayanan gigi dan mulut
3. Unit pelayanan KIA/KB
4. Unit pelayanan gizi
5. Unit pelayanan MTBS
6. Unit pelayanan imunisasi
7. Pelayanan UGD 24 jam

- Pelayanan Rawat Inap


1. Rawat inap
2. Kamar bersalin

- Pelayanan Penunjang Medis


1. Unit pelayanan pendaftaran dan rekam medis
2. Unit pelayanan laboratorium
3. Kamar obat
4. Unit pelayanan ambulance 24 jam

E. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;


2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Akreditasi
Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, Dan Tempat
Praktik Mandiri Dokter Gigi;
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang ada di Puskesmas Manding yang melaksanakan


tugas sebagai pelayanan puskesmas

Kualifikasi sumber daya manusia di Puskesmas Manding untuk Pelayanan


JENIS
NO PNS PTT/KONTRAK SUKWAN JUMLAH
KETENAGAAN
1 Kepala Puskesmas 1 1
2 Kasubbag. TU 1 1
3 Dokter Umum 1 1
4 Dokter Gigi 1 1 2
5 Bidan 14 17 31
6 Perawat 11 13 13 37
7 Perawat Gigi 1 1 2
Petugas
8
Laboratorium 1 1 2
9 Petugas Gizi 1 1 2
10 Petugas Promkes 1 1
11 Petugas Kesling 2 2
12 Petugas Farmasi 1 2 3
14 Staf 12 12
15 Petugas Kebersihan 3 3
16 Petugas Keamanan 3 3
JUMLAH 45 23 35 103

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
a. USAHA KESEHATAN MASYARAKAT ESSENSIAL
1 PENANGGUNG JAWAB UKM AISATURRIDA, SST
ESSENSIAL
2 PROMKES RIFQATIL AINI, S.KM
3 KESEHATAN LINGKUNGAN RIKA BADRIYANTI, A.Md. KL
4 KIA KB AISATURRIDA, SST
5 GIZI ANA ARIFAH, A.Md. Gz
6 KEPERAWATAN KESMAS AINUR RAHMAN, S.Kep. Ns
PUSPA ARTIKO
7 PENYAKIT TIDAK MENULAR
SHANTI, S.Kep.Ns
8 P2TB R. NURUL HASANAH, S.Kep. Ns
9 P2 KUSTA AINUR RASYIDI
10 P2 ISPA DAN DIARE IRMA YULIASTUTIK, A.Md. Kep
11 KECACINGAN LISNUR LIVANI, A.Md. Keb
12 P2 MALARIA, DBD AINUR RASYIDI
13 PMS, HIV AIDS R. NURUL HASANAH, S.Kep, Ns
14 IMUNISASI SRI WIDYASTUTIK
15 SURVAILENS KHAIRIL ABDUNUR RAMADHAN,
S.Kep.Ns

b. USAHA KESEHATAN MASYARAKAT PENGEMBANGAN


1 KESEHATAN JIWA NANANG SUGIARTO, A.Md. Kep
2 KESEHATAN GIGI ELOK NITA PRIATIN, A.Md. Kesgi
3 UKK, OLAHRAGA NUR ACH EFENDI, S.Kep.Ns
4 KESEHATAN HAJI NANANG SUGIARTO, A.Md. Kep
5 KESEHATAN INDERA PUSPA ARTIKO SHANTY,
S.Kep.Ns
6 KESEHATAN LANSIA YATIK, A.Md. Kep
7 PKPR DAN UKS YATIK, A.Md.Kep
8 BATRA FEBRY PUJI ASTUTIK,S.Rarm,
APT

c. USAHA KESEHATAN PERORANGAN


1 PENANGGUNG JAWAB UKP R. NURUL HASANAH, S.Kep.Ns
2 PEMERIKSAAN UMUM dr. UTARI DEWI SUKMA
3 KESEHATAN GILUT drg. YUDHA ARI WINATA
4 GIZI ANA ARIFAH, A.Md. Gz
5 KEFARMASIAN FEBRY PUJI ASTUTIK, S.Farm,
APT
6 GAWAT DARURAT DAN RAWAT R. NURUL HASANAH, S.Kep. Ns
INAP
7 PERSALINAN DAN NIFAS LISNUR LIVANI, A.Md. Keb
8 KIA – KB AISATURRIDA SST
9 MTBS IRMA YULIASTUTIK, A.Md. Kep
10 IMUNISASI SRI WIDYASTUTIK, A.Md. Keb
11 LABORATORIUM ISTIK NURIL QOMARI, A.Md. AK
12 REKAM MEDIS SRI IRIANA
13 PETUGAS KEAMANAN - ANDRIONO SHOLIHIN
- MOH. SYAIFUL
- MOH. DULLAH

C. JADWAL KEGIATAN
a. USAHA KESEHATAN MASYARAKAT
URAIAN BULAN
NO
KEGIATAN JAN FEB MAR APRL MEI JUN JUL AGST SEPT OKT NOV DES
Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial
Kesehatan
1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
keluarga dan gizi
Promosi dan
2 pemberdayaan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
masyarakat
3 Kesling √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4 Penyakit menular √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Imunisasi dan
5 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
surveilans
Penyakit tidak
6 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
menular
Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan dan Upaya Kesehatan Lainnya
1 ARU √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kesker dan
2 √ √ √ √ √ √ √ √
olahraga
3 Kesehatan haji √ √ √ √ √ √
4 Kesehatan jiwa √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 Kesehatan gilut √ √ √ √ √ √
D. PENGATURAN JAGA

JAM PELAYANAN RAWAT JALAN


PUSKESMAS MANDING
SENIN – MINGGU
24 JAM
UGD
SENIN-KAMIS JAM 07.30-12.00 WIB
JUMAT JAM 07.00-10.00 WIB
SABTU JAM 08.00-11.00 WIB

JADWAL JAGA UGD, RAWAT INAP, VK


PUSKESMAS MANDING
PAGI JAM 08.00-13.30 WIB
SIANG JAM 13.30-20.30 WIB
MALAM JAM 20.30-08.00 WIB
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG

B. STANDAR FASILITAS

1. Tata Ruang Bangunan


- Permanen
- Bangunan berdiri sendiri/tidak bergabung dengan tempat tinggal atau unit kerja
lain
- Rancangan tata ruang/bangunan harus mempehatikan fungsi sebagai fasilitas
pelayanan kesehatan
- Bangunan harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur
dalam rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota dan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang bersangkutan
- Tata Ruang Puskesmas mengikuti Peraturan Tata Ruang Daerah
a. Ditetapkan nilai koefisiensi Dasar Bangunan (KDB) maksimal untuk
Puskesmas adalah 60%
b. Ditetapkan nilai koefisiensi Lantai Bangunan (KLB) maksimal untuk
Puskesmas adalah 1,8
c. Ditetapkan nilai koefisiensi Daerah Hijau (KDH) minimal untuk Puskesmas
adalah 15%
d. Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sempadan Pagar (GSP)
2. Desain
- Tata letak ruang pelayanan pada bangunan Puskesmas harus diatur dengan
memperhatikan zona Puskesmas sebagai bangunan fasilitas pelayanan
kesehatan
- Tata letak ruangan diatur dan dikelompokkan dengan memperhatikan zona
infeksius dan non infeksius
- Zona berdasarkan privasi kegiatan :
a. area publik : akses langsung dengan lingkungan luar, misalnya ruang
pendaftaran
b. area semi publik : area yang tidak berhubungan langsung dengan lingkungan
luar puskesmas. Misalnya, laboratorium, ruang rapat
c. area privat : area dibatasi bagi pengunjung pukesmas. Misalnya, Ruang
Sterilisasi, Ruang Rawat Inap.
- Zona berdasarkan pelayanan :
a. Ruang Rawat Inap pasien letaknya mudah terjangkau dari ruang jaga
petugas
b. Perawatan pasca persalinan antara ibu dengan bayi dilakukan dengan sistem
rawat gabung
- Pencahayaan dan penghawaan yang nyaman dan aman untuk semua bagian
bangunan
- disediakan fasilitas pendingin untuk penyimpanan obat - obatan khusus dan
vaksin dengan suplai listrik yang tidak boleh terputus
- Lebar Koridor 2,40 M, dengan ketinggian langit langit minimal 2,80 M, lurus,
apabila ada perbedaan ketinggian permukaan pijakan, maka dapat
menggunakan ram dengan kemiringan tidak lebih 7º
- Lebar Koridor 2,40 M, dengan ketinggian langit langit minimal 2,80 M, lurus,
apabila ada perbedaan ketinggian permukaan pijakan, maka dapat
menggunakan ram dengan kemiringan tidak lebih 7º
3. Lambang
- Bangunan Puskesmas harus memasang lambang Puskesmas sesuai
Permenkes, dan diletakan didepan bangunan yang mudah dilihat dari jarak jauh
4. Ruangan
a. Ruang Kantor
- Ruang Administrasi Kantor 16 M2
- Ruang Kepala Puskesmas 9 M2
- Ruang Rapat 30 M2
b. Ruang Pelayanan
- Ruang Pendaftaran dan Rekam Medik 9 M2
- Ruang Tunggu 24 M2
- Ruang Pemeriksaan Umum 9 M2
- Ruang Tindakan 25 M2
- Ruang KIA, KB dan Imunisasi 12 M2
- Klinik Gizi 9 M2
- Ruang Kesehatan Gigi dan Mulut 12 M2
- Ruangan ASI / Laktasi 6 M2
- Klinik Sanitasi dan Ruang Promosi Kesehatan 9 M2
- Ruang Farmasi / Kamar Obat 9 M2
- Ruang Persalinan 12 M2
- Ruang Rawat Pasca Persalinan
- Ruang Laboratorium 12 M2
- Ruang Sterilisasi
- Ruang Penyelenggaraan Makanan
- Kamar Mandi / WC pasien ( Laki - Laki dan Perempuan terpisah ) 8 M2
dikondisikan untuk dapat digunakan oleh penyandang disabilitas
- KM / WC untuk Persalinan
- KM / WC Petugas 8 M2
- Gudang Obat 9 M2
- Gudang Umum 6 M2
c. Ruangan Pendukung
- Rumah Dinas Tenaga Kesehatan paling sedikit 2 (dua) unit
- Parkir kendaraan roda 2 dan 4 serta garasi untuk ambulance dan Puskesmas
Keliling
d. Komponen Bangunan dan Material
- Kuat terhadap kemungkinan bencana tidak bocor, tahan lama, tidak menjadi
perindukan Vektor
- Material atap tidak korosif, dan tidak mudah terbakar
e. Langit-langit
- Kuat, Berwarna Terang, Mudah dibersihkan, tanpa profit, dan terlihat tanpa
sambungan ( seamless )
- Ketinggian langit - langit dari lantai minimal 2,8 m
f. Dinding
- Material dinding Keras, rata, tidak berpori, tidak menyebabkan silau, kedap air,
mudah dibersihkan, dan tidak ada sambungan, materal disesuaikan dengan
kondisi di daerah setempat
- Dinding KM / WC kedap air, dilapisi keramik setinggi 150 cm
- Dinding Laboratorium tahan bahan kimia, permukaan rata, tidak licin, warna
terang, mudah dibersihkan, sambungan seminimal mungkin
g. Lantai
- Material Kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, mudah
dibersihkan, sambungan seminimal mungkin
h. Pintu dan jendela
- Lebar bukaan pintu utama dan ruang gawat darurat minimal 120 cm atau dapat
dilalui brangkar / pintu - pintu yang bukan akses brangkar memiliki lebar bukaan
minimal 90 Cm, pintu harus terbuka keluar
- Pintu Khusus KM / WC diruang perawatan dan pintu KM/ WC penyandang
disabilitas harus terbuka keluar dan lebar daun pintu minimal 90 cm
- Material Pintu KM / WC kedap air
i. Kamar mandi (KM) / WC
- Memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna
- Lantai terbuat dari bahan yang tidak licin
- Pintu mudah dibuka dan ditutup
- Kunci dipilih sedemikian rupa sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi
darurat
- Type Closed disesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaan pengguna
- Disediakan minimal 1 KM / WC Umum untk penyandang Disabilitas, dilengkapi
dengan rambu / simbol penyandang disabiitas pada bagian luarnya, dilengkapi
pegangan rambat (handraill) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan
dengan pengguna kursi roda dan penyandang disabilitas lainnya. pegangan
disarankan berbentuk siku mengarah keatas
j. Akebilitas Penyandang Disabilitas dan Lansia
- menyediakan fasilitas dan aksebilitas ( KM / WC, Parkir, Telepon Umum, Jalur
Pemandu, Rambu dan Marka, Tangga, Pintu, Ram ) untuk disabilitas
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

ALUR PELAYANAN PUSKESMAS MANDING


Pasien
Datang

Lansia ≥ 60 Tidak Gawat


Tahun, Bayi/ Gawat Darura

Loket UGD Kamar


Bersalin/
VKK
Unit Rawat Jalan: TRIAS
- Unit Pelayanan Gigi
- Unit Pelayanan Umum
TIDA
- Unit Pelayanan KIA/KB Y
Ruj Dapat
- Unit Pelayanan MTBS/ Ditang Tanda-
uk
tanda
Y Persalin
Unit Penunjang: A an
- Laboratorium TIDA
- Gizi Perlu
- Kamar Obat Rawat

Y
A
Ruang Perawatan

Unit
TIDAK Kepuasan
Pengaduan
Kotak Saran Pasien
Kotak (PUAS/TID
Kepuasan
Y
A

Kasir Pasien
Pulang
BAB V
LOGISTIK

Manajemen logistik sebagai suatu fungsi mempunyai kegiatan-kegiatan :


A. Perencanaan Kebutuhan
Fungsi perencanaan ini pada dasarnya adalah menghitung berapa besar kebutuhan
bahan logistik yang diperlukan untuk periode waktu tertentu, biasanya untuk satu
tahun. Ada dua cara pendekatan yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan
obat, yaitu :
1. Dengan mengetahui atau menghitung kebutuhan yang telah dengan nyata
dipergunakan dalam periode waktu yang lalu :
a. Jumlah sisa/persediaan pada awal periode
b. jumlah pembelian pada periode waktu
c. jumlah bahan logistik yang terpakai selama periode
d. membuat analisis efisiensi penggunaan bahan logistik, dikaitkan dengan
kinerja yang dicapai
e. membuat analisis kelancaran penyediaan bahan logistik, misalnya frekuensi
barang yang diminta ‘habis’ atau tidak ada persediaan,jumlah barang yang
menumpuk, serta penyebab terjadinya keadaan tersebut.

2. Dengan melihat program kerja yang akan datang:


a. membuat analisa kebutuhan untuk dapat menunjang pelaksana kegiatan
pada periode waktu yang akan datang, yang berorientasi kepada program
pelayanan, pola penyakit, target kinerja pelayanan
b. memperhatikan kebijakan pimpinan mengenai standarisai bahan, ataupun
kebijakan dalam pengadaan. (Untuk obat misalnya ada Formularium, untuk
pengadaan di Puskesmas)
c. menyesuaikan perhitungan dengan memperhatikan persediaan awal, baik
meliputi jenis, jumlah maupun spesifikasi logistic
d. memperhatikan kemampuan gudang tempat penyimpanan barang.
B. Penganggaran
Fungsi berikutnya adalah menghitung kebutuhan diatas dengan harga satuan
(dapat berdasarkan harga pembeli waktu yang lalu atau menurut informasi yang
terbaru), sehingga akan diketahui kebutuhan anggaran untuk pengadaaan bahan
logistik tersebut.

C. Pengadaan
Fungsi berikutnya adalah pengadaan, yaitu semua kegiatan yang dilakukan
untuk mengadakan bahan logistik yang telah direncanakan, baik melalui prosedur :
1. Pembelian
2. Produksi sendiri, maupun dengan
3. Sumbangan dari pihak lain yang tidak mengikat
Untuk pengadaan obat di Puskesmas dilakukan oleh Gudang Farmasi
Kabupaten berdasarkan usulan kebutuhan obat dari Puskesmas.

D. Penyimpanan
Fungsi penyimpanan ini sebenarnya termasuk juga fungsi penerimaan barang,
yang sebenarnya juga mempunyai peran strategi. Secara garis besar yang harus dicek
kebenarannya adalah :
1. Kesesuaian dengan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan serta waktu
penyerahan barang terhadap surat pesan (SP), surat perintah kerja
(SPK)atau purchase order (PO).
2. Kondisi fisik bahan, apakah tidak ada perubahan warna, kemasan, bau, noda
dan sebagainya yang menindikasikan tingkat kualitas bahan.
3. Kesesuian waktu penerimaan bahan terhadap batas waktu SP/PO

Barang yang diterima tersebut kemudian dibuatkan berita acara penerimaan


(BAP) barang. Berdasarkan sifat dan kepentingan barang/bahan logistik ada
beberapajenis barang logistik, yang biasanya tidak langsung disimpan digudang, akan
tetapi diterimakan langsung kepada pengguna. Yang penting adalah bahwa mekanisme
ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tercipta internal check (saling uji secara
otomatis) yang memadai, yang ditetapkan oleh yang berwenang (Pimpinan).

Fungsi penyimpanan ini sangat menentukan kelancaran distribusi.Beberapa


keuntungan melakukan fungsi penyimpanan ini adalah :

1. Untuk mengantisipasi keadaan yang fluktuatif, karena sering terjadi kesulitan


memperkirakan kebutuhan secara akurat
2. Untuk menghindari kekosongan bahan (out of stock)
3. Untuk menghemat biaya, serta mengantisipasi fluktuasi kenaikan harga
bahan
4. Untuk menjaga agar kualitas bahan dalam keadaan siap dipakai
5. Untuk mempercepat pendistribusian

Ada beberapa teori tentang pengendalian persediaan logistik, namun dalam


penerapannya harus hati-hati. Misalnya saja untuk menerapkan teori pengendalian
persediaan ada beberapa syarat, antara lain :

1. Kebutuhan bahan dapat diperkirakan dan dihitung dengan pasti.


2. Kesinambungan pemasok dapat dijamin
3. System informasi logistik yang terintegrasi dalam system informasi manajemen ,
memadai
4. Pengawasan internal (internal auditor) berjalan dengan baik dan konsekuen
5. Membudayakan pelaksanaan kerja yang tertib dan sehat
6. Reward dan punishment system yang konsisten dan konsekuen
7. Tersedia gudang dan pengelolaan yang memadai
8. Anggaran yang cukup.

Metode yang sering digunakan dalam pengendalian persediaan di Puskesmas


adalah dengan memperhatikan sifat barang/obat, apakah termasuk barang vital,
esensial atau normal (VEN system), digabungkan dengan apakah barang tersebut
termasuk fast atau slow moving. Kombinasi kedua metode ini selama periode tertentu
kemudian dihitung kebutuhan atau penggunaannya akan diketahui rata-rata
penggunaan perbulan, dan juga fluktuasi permintaannya. Dari perhitungan itu secara
empiris, dapat ditentukan berapa besar jumlah :

1. Persediaan minimal/jenis barang per bulan


2. Persediaan maksimal/jenis barang per bulan
3. Persediaan pengaman (iron stock/idle stock)

Untuk menghitung ini, yang perlu diperhatikan adalah berapa lama (durasi)
waktu penyediaan sejak pesanan diterima rekanan/supplier sampai barang diterima
oleh Puskesmas (ini disebut Lead Time) dan berapa kebutuhan barang selama periode
tersebut.

Dalam penyimpanan dikenal ada system FIFO (first in first out). Khusus di
puskesmas seharusnya FIFO juga dibaca sebagai first expired first out (FEFO), manan
yang mempunyai mempunyai masa kadaluarsa pendek/singkat harus dikeluarkan
terlebih dahulu, tidak tergantung kapan diterimanya digudang.

E. Pendistribusian

Efisiensi pelaksanaan fungsi pendistribusian ini juga secara tidak langsung


akan mempengaruhi kecermatan dan kecepatan penyediaan oleh karena itu harus
ditetapkan prosedur yang baku pendistribusian bahan logistik, meliputi :

1. Siapa yang berwenang dan bertanggungjawab mengenai kebenaran dan


kewajaran permintaan bahan, baik mengenai jumlah, spesifikasi maupun
penyerahannya. Hal ini sangat penting agar tidak terjadi pemborosan atau
pengeluaran yang tidak perlu.
2. Siapa yang berwenang dan bertanggungjawab menyetujui permintaan dan
pengeluaran barang dari gudang.
F. Penghapusan

Penghapusan adalah proses penghapusan tanggungjawab bendahara barang


atas bahan atau barang tertentu sekaligus mengeluarkan dari catatan/pembukuan yang
berlaku, penghapusan barang diperlukan karena :

1. Bahan/barang rusak tidak dapat dipakai kembali


2. Bahan/barang tidak dapat didaur ulang atau tidak ekonomis untuk didaur ulang.
3. Bahan/barang sudah melewati masa kadaluarsa (expired date)
4. Bahan/barang hilang karena pencurian atau sebab lain

Penghapusan barang dapat dilakukan dengan :

1. Pemusnahan, yaitu dibakar atau dipendam/ditanam


2. Dijual/dilelang. Untuk instansi pemerintah, hasil penjualan dan pelelangan harus
disetor ke kas Negara.

Setelah penghapusan dilaksanakan, maka dibuat berita acara Penghapusan,


yang tembusannya dikirim ke instansi yang berkompeten.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien (patient safety) adalah reduksi dan meminimalkan tindakan yang
tidak aman dalam sistem pelayanan kesehatan sebisa mungkin melalui pratik yang terbaik untuk
mencapai luaran klinis yang optimum. (The Canadian Patient Safety Dictionary, October 2003).
Keselamatan pasien menghindarkan pasien dari cedera/cedera potensial dalam pelayanan yang
bertujuan untuk membantu pasien.

Tujuan Patient Safety terciptanya budaya keselamatan pasien di Puskesmas.,


meningkatnya akuntabilitas (tanggung jawab) Puskesmas terhadap pasien dan
masyarakat,menurunnya KTD (kejadian tidak diharapkan) di Puskesmas, terlaksananya program
- program pencegahan, sehingga tidak terjadi pengulangan KTD (kejadian tidak diharapkan).

Sistem Patient Safety

• Assesment Resiko

• Identifikasi dan Pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien

• Pelaporan dan analisa insiden

• Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya

• Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko


Solusi: Mencegah terjadinya CEDERA akibat kesalahan suatu tindakan atau tidak melakukan
tindakan yang seharusnya dilakukan.

Adverse Event /KTD (Kejadian Tidak Diharapkan)

Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommission) ketimbang daripada
“underlying dessease” atau kondisi pasien (KPP-RS). KTD yang tidak dapat dicegah
(unprevetable adverse event) yaitu suatu KTD akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah
dengan pengetahuan yang mutakhir.
Near miss/ KNC (Kejadian Nyaris Cedera)

Suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak


mengambil tindakan yang seharusnya diambil (ommission), yang dpt mencederai pasien tetapi
cedera serius tidak terjadi karena keberuntungan*), karena pencegahan**), atau karena
peringanan***).

Misal :
- Pasien menerima obat yang sebenarnya kontra indikasi tetapi tdk timbul reakasi.
- Obat dengan lethal overdosis akan diberikan tetapi diketahui staf lain
dan membatalkannya sebelum obat dikonsumsi pasien.
- Obat dengan lethal overdosis diberikan tetapi diketahui secara dini dan
diberikan antidotum-nya

Tujuh standar keselamatan pasien

1. Hak pasien:Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapat informasi ttg rencana
dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan KTD,
2. Mendidik pasien dan keluarga:Puskesmas harus mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tangung jawab pasien dalam asuhan pasien,
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan:Puskesmas menjamin
keseinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan,
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien:Puskesmas harus mendisain proses baru atau
memperbaiki prosed yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien,
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien:Pimpinan mendorong dan
menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi melalui
penerapan tujuh langkah menuju KPRS. Pimpinan menjamim berlangsungnya program
proaktif untuk identifikasi risiko keselatan pasien dan program menekan atau mengurangi
KTD. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien. Pimpinan
mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji dan
meningkatkan kinerja Puskesmas serta meningkatkan keselamatan pasien. Pimpinan
mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja Puskesmas
dan keselamatan pasien,
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien Puskesmas memiliki proses pendidikan,
pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan
keselamatan pasien secara jelasPuskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan untuk meningkatkan dan ememlihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien,
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien:Puskesmas
merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. Transmisi data dan informasi
harus tepat waktu dan akurat.

Tujuh langkah menuju kesematan pasien


1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien:Ciptakan kepemimpinan dan
budaya yang terbuka dan adil,
2. Pimpin dan dukung staf anda:Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas
tentang keselamatan pasien,
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko:Kembangkan sistem dan proses pengelolaan
risiko serta lakukan identifikasi dan kajian hal yang potensial bermasalah,
4. Kembangkan sistem pelaporan:Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden, serta Puskesmas mengatur pelaoran kepada KKPRS,
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien:Kembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien,
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien: dorong staf untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu
timbul,
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien:Gunakan infromasi
yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan sistem pelayanan.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan


bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus dilaksanakan di semua tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit
atau mempunyai karyawan sedikitnya 10 orang. Jika memperhatikan dari isi pasal diatas, maka
jelaslah bahwa Puskesmas termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman
bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung
yang bekerja di Puskesmas, tetapi juga terhadap pasien maupun pengunjung Puskesmas.
Potensi bahaya di Puskesmas, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di Puskesmas, yaitu kecelakaan (peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera
lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gangguan psikososial dan ergonomi.
Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan
diPuskesmas, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan Puskesmas.
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya
tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik maupun peralatan
kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam Puskesmas atau instansi kesehatan
dapat digolongkan dalam :
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat–
obatan);
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik;
3. Bahaya radiasi;
4. Luka bakar;
5. Syok akibat aliran listrik;
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam;
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Pada umumnya bahaya tersebut dapat
dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta
penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja di Puskesmas / instansi kesehatan.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 Puskesmas perlu dikelola
dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 Puskesmas lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan
sebuah pedoman manajemen K3 di Puskesmas, baik bagi pengelola maupun karyawan
Puskesmas.
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan
mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak
kelalaian atau kesalahan ( malpraktek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari
kesalahan kerja. Proses manajemen keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium seperti proses
manajemen umumnya adalah penerapan berbagai fungsi manajemen, yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan dan pengawasan. Fungsi perencanaan meliputi perkiraan / peramalan,
dilanjutkan dengan penetapan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, menganalisa data, fakta dan
informasi, merumuskan masalah serta menyusun program. Fungsi berikutnya adalah fungsi
pelaksanaan yang mencakup pengorganisasian penempatan staf, pendanaan serta implemen- tasi
program. Fungsi terakhir ialah fungsi pengawasan yang meliputi penataan dan evaluasi hasil
kegiatan serta pengendalian.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu sistem
kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu produk
atau jasa yang diberikan kepada pelanggan. Pengendalian mutu pada pelayanan kesehatan
diperlukan agar produk layanan kesehatan terjaga kualitasnya sehingga memuaskan masyarakat
sebagai pelanggan. Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan melalui
pelbagai model manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan
adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan menghasilkan pengembangan
berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu pelayanan kesehatan.
Yoseph M. Juran terkenal dengan konsep "Trilogy" mutu dan mengidentifikasikannya
dalam tiga kegiatan:
1. Perencanaan mutu meliputi: siapa pelanggan, apa kebutuhannya, meningkatkan produk
sesuai kebutuhan, dan merencanakan proses untuk suatu produksi,
2. Pengendalian mutu: mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan antara kinerja
aktual dan tujuan,
3. Peningkatan mutu: membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan peningkatan
mutu.
Setiap kegiatan dijabarkan dalam langkah-Iangkah yang semuanya mengacu pada upaya
peningkatan mutu.

Peluang untuk memecahkan masalah harus digunakan pada saat yang tepat oleh mereka
yang bertanggungjawab melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1 : Mengidentifikasi, memilih, dan mendefinisikan masalah. Kenali hal-hal yang
berpotensi menjadi masalah dan kaji situasi dimana staf mungkin dapat
mempebaikinya.
Tentukan kriteria untuk memilih masalah yang paling penting. Definisikan secara
operasional masalah yang dipilih, misalnya,bagaimana staf mengetahui bahwa hal
yang diidentifikasi merupakan masalah?Bagaimana staf mengetahui bahwa masalah
sudah terpecahkan, dengan cara menentukan kriteria keberhasilan pemecahan
masalah.
Langkah 2 : Pelajari dengan seksama proses yang terjadi dari segala aspek.
Tentukan di mana dan kapan masalah muncul. Pahami proses terjadinya masalah.

Langkah 3 : Tentukan sebab masalah yang pokok


Tentukan faktor-faktor yang menimbulkan masalah dan keterkaitannya dengan
masalah. Gunakan metode untuk mengetes hipotesis tentang sebab-sebab yang
mungkin menimbulkan masalah tersebut. Kumpulkan data untuk mengetes
hipotesis dan untuk menentukan faktor penyebab yang paling dominan.
Langkah 4 : Identifikasi semua solusi yang mungkin. Berfikirlah secara kreatif untuk menangani
sebab-sebab masalah yang mungkin dapat diatasi.
Langkah 5 : Pilih solusi yang dapat dilaksanakan.
Analisalah cara-cara pemecahan masalah yang mungkin dilaksanakan, dikaji dari
aspek kriteria keberhasilan memecahkan masalah, biaya yang diperlukan,
kemungkinan solusi dapat dilaksanakannya, atau kriteria lainnya.
Langkah 6 : Melaksanakan pemecahan masalah yang berkualitas dengan PDCA

Ada empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif, yaitu:


a. Merencanakan (PLANN) : Sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan tujuan dan apa
kriteria keberhasilan. Pimpinan harus memutuskan “siapa, apa, dimana, dan bagaimana”
solusi akan dilaksanakan. Pada tahap ini, diperlukan penjelasan tentang berbagai asumsi,
dan dipikirkan tentang kemungkinan adanya penolakan dari pihak yang dijadikan
sasaran. Di sini harus sudah diputuskan tentang data yang harus dikumulkan untuk
memantau keberhasilan pelaksanaan solusi masalah.
b. Pelaksanaan (DO) : Melaksanakan solusi sering melibatkan pelatihan, termasuk proses
pengumpulan data/informasi untuk memantau perubahan yang terjadi, dan mengamati
tingkat kemudahan atau kesulitan pelaksanaan solusi. Amati bagamana solusi tersebut
dilaksanakan. Buat catatan tentang segala sesuatu yang dianggap menyimpang dari
kesepakatan. Setiap masalah atau kesalahan yang muncul dalamproses ini harus diartikan
sebagai kesempatan untuk membuat perbaikan.
c. Cek (CHECK) : Amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran apa yang
diperoleh dari tindakan yang sudah dilakukan.
d. Bertindak (ACTION) : Ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran yang
diperoleh dari tindakan yang sudah diambil : ”Lanjutkan proses solusi, atau hentikan,
atau ulang kembali tindakan dari awal dengan tujuan melakukan modifikasi”.
BAB IX
PENUTUP

Pelayanan kesehatan bermutu berorientasi pada kepuasan pelanggan atau


pasien. Dimensi mutu tersebut menyangkut mutu bagi pemakai jasa pelayanan
kesehatan,maupun penyelenggara pelayanan kesehatan.
Kepuasan pasien merupakan salah satu indiktor kualitas pelayanan. Dan
banyaknya kunjungan pasien ke Puskesmas tidak lepas dari kebutuhan akan pelayanan
kesehatan.
Kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh sistem dan tenaga pelayanan.
Namun ketenagaan pelayanan seringkali menghadapi kendala dalam hal jumlah,
sebaran, mutu dan kualifikasi, sistem pengembangan karir, dan kesejahteraan tenaga
pelaksana pelayanan. Permasalahan yang muncul menimbulkan persepsi rendahnya
kualitas pelayanan, yang berawal dari kesenjangan antara aturan dan standar yang ada
dengan pelaksanaan pelayanan yg tidak bisa menyesuaikan.
Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu,
managemen resiko dan keselamatan pasien perlu diterapkan dalam pengelolaan
Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Pedoman ini menyampaikan hasil kajian ketenagaan sarana dan pengendalian
mutu pelayanan puskesmas, agar Puskesmas dapat menjalankan fungsinya secara
optimal perlu dikelola dengan baik, baik kinerja pelayanan proses pelayanan maupun
sumberdaya yg digunakan.

Anda mungkin juga menyukai