Anda di halaman 1dari 17

INFLASI

4.1 Manfaat dan Dampak Inflasi


Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang
perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar untuk
pengambilan keputusan baik di tingkat ekonomi mikro atau makro baik fiskal maupun
moneter. Pada tingkat mikro, rumah tangga atau masyarakat misalnya, dapat memanfaatkan
angka inflasi untuk dasar penyesuaian pengeluaran kebutuhan sehari-hari dengan pendapatan
mereka yang relatif tetap. Selain itu pada tingkat korporat angka inflasi dapat dipakai untuk
perencanaan pembelanjaan dan kontrak bisnis. Dalam lingkup yang lebih luas (makro) angka
inflasi menggambarkan kondisi/stabilitas moneter dan perekonomian. Secara spesifik
kegunaan angka inflasi antara lain untuk :
1. Indeksasi upah dan tunjangan gaji pegawai (Wage-Indexation).
Penyesuaian tingkat upah sebagai akibat inflasi yang terjadi.
2. Penyesuaian nilai kontrak (contractual Payment).
Penyesuaian nilai kontrak sebagai akibat inflasi yang terjadi dengan ketentuan dimana
harga kontrak dapat diubah atau disesuaikan dengan syarat-syarat tertentu. Jika syarat itu
terpenuhi, maka tentu saja dapat dilakukan penyesuaian harga. Biasanya syarat itu adalah
adanya fluktuasi harga yang disebabkan oleh reaksi pasar terhadap adanya pengaruh
tertentu dalam sistem pasar ataupun yang diakibatkan oleh adanya kebijakan pemerintah
khusus di bidang keuangan dan moneter yang mempengaruhi perekonomian. 
3. Eskalasi nilai proyek (Project Escalation).
Inflasi dapat merubah biaya saat penawaran proyek atau pada saat proyek berjalan.
Sehingga perlu dilakukan eskalasi nilai proyek sebagai antisipasi.
4. Penentuan target inflasi (Inflation Targeting).
Target atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank
Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU
mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara
Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan
melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat
menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya
ke depan sehingga tingkat inflasi dapat diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil.
(sumber = http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/bi-dan-inflasi/Contents/Default.aspx).
5. Indeksasi anggaran pendapatan dan belanja negara/APBN (Budget Indexation).
Inflasi menyebabkan beberapa perubahan dalam pos – pos APBN.
6. Sebagai pembagi PDB, PDRB (GDP Deflator).
GDP deflator digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga saat ini dengan
tahun tertentu yang dijdikan acuan. GDP deflator dapat dihitung dengan membagi GDP
nominal dengan GDP riil dan kemudian mengalikannya dengan 100 (Mankiw, 2006).
GDP riil mennghitung nilai produksi pada suatu harga tetap yang diambil dari periode
tertentu yang ditetapkan untuk menghitung periode selanjutnya. GDP riil digunakan
untuk melihat perubahan jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu
perekonomian (Mankiw, 2006). Yang kedua adalah GDP nominal, dilakukan dengan cara
mengukur barang dan jasa dengan menggunakan nilai atau harga yang berlaku pada saat
masa pengukuran. Dengan begitu, GDP nominal selain dipengaruhi oleh jumlah produksi
barang atau jasa, dipengaruhi juga oleh perubahan harga terhadap suatu barang atau
jasa tersebut pada periode tertentu. Berbeda dengan GDP riil, dalam penghitungannya,
GDP nominal mencakup inflasi (Mankiw, 2006).
7. Sebagai proxy perubahan biaya hidup (proxy of cost of living).
(sumber = https://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=53 dan dikembangkan
menggunakan beberapa sumber).

Inflasi juga berdampak positif tapi ada juga yang negatif. Apabila inflasi itu ringan (di bawah
10% setahun), justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong
perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang
bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa
inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali / hiperinflasi (di atas 100%
setahun), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang
menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena
harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau
karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi
harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
inflasi juga dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong tingkat
bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan
pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Berikut ini adalah dampak positif inflasi terhadap perekonomian masyarakat :
1. Peredaran / perputaran barang lebih cepat.
2. Produksi barang-barang bertambah, karena keuntungan pengusaha bertambah.
3. Kesempatan kerja bertambah, karena terjadi tambahan investasi.
4. Pendapatan nominal bertambah, tetapi riil berkurang, karena kenaikan pendapatan kecil.

Dampak negatif inflasi terhadap perekonomian masyarakat :


1. Harga barang-barang dan jasa naik.
2. Nilai dan kepercayaan terhadap uang akan turun atau berkurang.
3. Menimbulkan tindakan spekulasi.
4. Banyak proyek pembangunan macet atau terlantar.
5. Kesadaran menabung masyarakat berkurang.

Pihak-pihak yang diuntungkan dengan adanya inflasi:


a. Para pengusaha, yang pada saat sebelum terjadinya inflasi, telah memiliki persediaan
barang yang siap dijual dalam jumlah besar.
b. Para pedagang, yang dengan terjadinya inflasi menggunakan kesempatan memainkan
harga barang. Cara yang dipakai adalah dengan menaikkan harga, karena ingin
mendapatkan laba / keuntungan yang besar.
c. Para spekulan, yaitu orang-orang atau badan usaha yang mengadakan spekulasi, dengan
cara menimbun barang sebanyak-banyaknya sebelum terjadinya inflasi dan menjualnya
kembali pada saat inflasi terjadi, sehingga terjadinya kenaikan harga sangat
menguntungkan mereka.
d. Para peminjam, karena pinjaman telah diambil sebelum harga barang-barang naik,
sehingga nilai riil-nya lebih tinggi daripada sesudah inflasi terjadi, tetapi peminjam
membayar kembali tetap sesuai dengan perjanjian yang dibuat sebelum terjadi inflasi.
Misalnya, para pengambil kredit KPR BTN sebelum inflasi yang mengakibatkan harga
bahan bangunan dan rumah KPR BTN naik, sedangkan jumlah angsuran yang harus
dibayar kepada BTN tetap tidak ikut dinaikkan.

Sedangkan pihak-pihak yang dirugikan antar lain:


a. Para konsumen, karena harus membayar lebih mahal, sehingga barang yang diperoleh
lebih sedikit jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya inflasi. 
b. Mereka yang berpenghasilan tetap, karena dengan penghasilan tetap, naiknya
harga barang-barang dan jasa, mengakibatkan jumlah barang-barang dan jasa yang
dapat dibeli menjadi lebih sedikit, sehingga pendapatan nyata berkurang,
sedangkankenaikan penghasilan atau pendapatan pada saat terjadi inflasi sulit
diharapkan.
c. Para pemborong atau kontraktor, karena harus mengeluarkan tambahan biaya agar dapat
menutup pengeluaran-pengeluaran yang diakibatkan terjadinya inflasi dan
mengakibatkan berkurangnya keuntungan yang diperoleh dari proyek yang dikerjakan.
d. Para pemberi pinjaman/kreditor, karena nilai riil dari pinjaman yang telahdiberikan
menjadi lebih kecil sebagai akibat terjadinya inflasi. Misalnya, sebeluminflasi,
pinjaman Rp 500.000,00 = 25 gram emas, sesudah inflasi = 20 gram emas.
e. Para penabung, karena pada saat inflasi bunga yang diperoleh dari tabungan dirasakan
lebih kecil jika dibandingkan dengan kenaikan harga yang terjadi. Disamping itu akibat
naiknya harga barang-barang dan jasa, nilai uang yang ditabung menjadi lebih rendah /
turun, jika dibandingkan dengan sebelum terjadi inflasi. Namun pemerintah juga
mempunyai cara-cara tertentu untuk mengatasi inflasi yang terjadi.

4.2 Jenis – jenis Inflasi


4.2.1 Berdasarkan Penyebabnya
1. Demand Pull Inflation (tarikan permintaan)
Demand pull inflation merupakan suatu keadaan dimana inflasi disebabkan oleh
kenaikan permintaan agregat yang lebih besar daripada kenaikan penawaran agregat.
Contohnya adalah, datangnya tahun ajaran baru akan menaikkan permintaan
pemenuhan kebutuhan dan perlengkapan sekolah, hari besar keagamaan (Idul Fitri,
Natal).

Meningkatnya kenaikan penawaran agregat bila dilihat dari kurva di bawah, maka
yang terjadi adalah kenaikan harga yang disertai dengan meningkatnya output.
Kondisi ini terjadi ketika perekonomian sedang berada dalam kondisi normal dan
tidak terjadi goncangan dan tekanan yang akan membawa perekonomian ke arah
resesi. Lebih lanjut dari keterangan kurva di bawah, dapat diambil suatu kesimpulan
dimana inflasi dalam keadaan terkendali akan bermanfaat dan dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Penjelasan: Pergeseran kurva D1-D2 disebabkan
adanya penambahan permintaan Q1- Q2 yang berakibat naiknya harga (P1-P2) jika
permintaan bertambah terus (Q2-Q3) menyebabkan harga akan terus naik (P2-P3),
begitu seterusnya. Hal ini akan menyebabkan kenaikan harga terus-menerus yang
menyebabkan terjadinya inflasi.
.
2. Cost Push Inflation (dorongan biaya)
Cost push inflation merupakan suatu keadaan dimana penawaran agregat mengalami
penurunan atau secara grafis kurva penawaran akan bergeser ke kiri. Keadaan ini akan
menyebabkan harga - harga akan meningkat secara umum dan disertai pula dengan
melemahnya jumlah output yang diproduksi oleh suatu negara. Inflasi ini timbul
karena adanya depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-
negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah
(administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan
terganggunya distribusi.

Seperti pada pendekatan dengan menggunakan kurva permintaan dan penawaran,


maka ketika kurva penawaran bergeser ke kiri, sehingga yang terjadi adalah harga
akan naik dengan diikuti oleh menurunnya jumlah barang yang ditawarkan.
Contohnya adalah kenaikan harga BBM yang akan menyebabkan peningkatan ongkos
produksi sehingga pada akhirnya menimbulkan
peningkatan harga barang – barang lainnya pula.
Penjelasan: Penurunan produksi ditunjukkan pergeseran kurva S1 ke S2. Pergeseran
kurva penawaran, jumlah penawaran menurun dari Q1 ke Q2 dan menaikkan harga
barang hasil produksi dari P1 ke P2, dan apabila biaya produksi terus naik, maka harga
akan naik lagi dari P2 ke P3. Jika ini terus terjadi maka akan mendorong kenaikan
terus-menerus dan keadaan ini yang mengarah pada terjadinya inflasi. 

4.2.2 Berdasarkan sumber penyebab


1. Inflasi Domestik
Artinya terjadinya inflasi di suatu negara murni disebabkan oleh kenaikan harga -
harga barang dan jasa di dalam negara itu sendiri. Misalkan akibat kenaikan harga -
harga bahan pokok di hampir berbagai wilayah di Indonesia, menyebabkan harga -
harga barang kebutuhan pokok naik secara umum dengan periode yang terjadi secara
terus- menerus. Kondisi ini merupakan inflasi yang terjadi akibat faktor - faktor
inflasi di dalam negeri  sehingga disebut Inflasi Domestik.
2. Inflasi Luar Negeri
Dalam kasus ini, suatu negara mengimpor inflasi dari negara yang sedang mengalami
inflasi dalam perekonomiannya. Misalkan Indonesia mengimpor Mesin dari Amerika
Serikat. Bersamaan dengan saat Indonesia mengimpor mesin dari Amerika Serikat,
perekonomian Amerika Serikat sedang mengalami inflasi yang berimbas pada
kenaikan harga mesin. Otomatis keadaan ini akan menyebabkan harga mesin yang
dibayar menjadi lebih mahal. Karena mesin merupakan teknologi penting dalam suatu
perekonomian maka ketika mesin itu dijual dan kemudian berdampak pada kenaikan
harga - harga barang secara umum, maka kondisi itu akan menimbulkan inflasi.

4.2.3 Berdasarkan intensitas


1. Inflasi ringan
Inflasi ringan berkisar antara 0 - 10%. Dalam kondisi ini inflasi justru membantu
perekonomian untuk tumbuh. Perlu diketahui, inflasi pada hakikatnya analog dengan
api. Apa maksudnya? coba bayangkan api dalam intensitas kecil tentu berguna bukan?
kita bisa menjadikan api tersebut untuk memasak, menerangi sudut - sudut ruangan
ketika lampu mati, untuk menghangatkan badan ketika suasana dingin, dan lain
sebagainya. Namun bila api besar tentu akan mengakibatkan terjadinya kebakaran.
Analog dengan api, inflasi yang kecil dan terkendali sangat dibutuhkan oleh suatu
perekonomian untuk tumbuh dan berkembang. Karena dengan inflasi yang rendah dan
terkendali akan memberkikan stimulasi bagi berkembangnya penawaran agregat
sehingga perekonomian bisa tumbuh. Idealnya inflasi yang rendah dan terkendali
adalah pada level 5%, namun maksimal inflasi jangan sampai menembus 2 digit.
2. Inflasi Sedang
Inflasi sedang berkisar antara 10 - 30%. Inflasi pada level ini sudah memberikan
dampak bagi perekonomian dimana dampaknya akan dirasakan oleh para pekerja
yang memiliki penghasilan tetap. Dampak dari inflasi ini adalah pendapatan rill dari
mereka yang memiliki penghasilan tetap akan menurun dan berkurang nilai rillnya.
Misalkan dengan uang Rp. 10.000 seseorang bisa membeli 2 mangkuk bakso, namun
akibat terjadinya inflasi nominal yang sama tidak lagi dapat membeli 2 mangkuk
bakso mungkin hanya 1 bakso. Keadaan itulah yang merupakan gambaran bahwa
kekuatan daya beli uang terhadap barang melemah. Namun kondisi ini relatif bisa
dikendalikan melalui kebijakan fiskal dan moneter yang kontraktif.
3. Inflasi  berat
Inflasi berat berada pada kisaran 30 - 100%. Inflasi ini bukan saja menurunkan
pendapatan rill masyarakat yang berpenghasilan tetap tetapi sudah berdampak kepada
sistem keuangan suatu negara. Biasanya bila suatu negara sudah berada pada kondisi
ini, arus masuk devisa relatif terhambat, nilai tukar mata uang domestik melemah
cukup tajam, kinerja pasar modal terganggu bahkan dapat mengalami suspensi atau
penutupan perdagangan sementara, dan rontoknya sejumlah perbankan yang tidak
memiliki atau tidak memenuhi kriteri Bank Sentral. Kondisi ini akan berdampak pada
pertumbuhan ekonomi yang bergerak lambat bahkan dapat tumbuh negatif.
4. Hyperinflation
Merupakan inflasi yang sudah sangat berat. Kisaran inflasi ini sudah lebih dari
100%. Kondisi ini akan mengakibatkan kerusakan sangat parah pada stabilitas sistem
keuangan sehingga bila kondisi ini terjadi suatu negara harus melakukan kebijakan
sanering atau penyehatan sistem keuangan dengan jalan memotong nominal mata
uang (kondisi ini berbeda dengan redenominasi), Umumnya kebijakan sanering akan
membuat daya beli masyarakat terkontraksi selama beberapa waktu namun akan
kembali pulih. Sanering bukan satu - satunya jalan karena negara yang mengalami
kondisi ini harus mendapatkan insentif guna memperlancar arus likuiditas pada
perekonomian sebagai dampak dari rusaknya sistem keuangan akibatnya rontoknya
perbankan suatu negara.

4.3 Cara Mengatasi Terjadinya Inflasi


4.3.1 Kebijakan Pemerintah
Kenaikan harga – harga yang tinggi dan terus menerus bukan saja menimbulkan beberapa
efek buruk atas kegiatan ekonomi, tetapi juga kepada kemakmuran individu dan masyarakat.
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang
terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat menguntungkan Maka pemilik
modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan
ini dicapai dengan membeli harta - harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan. Oleh
karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini,
investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya
lebih banyak pengangguran akan wujud. Kenaikan harga - harga menimbulkan efek yang
buruk pula ke atas perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang - barang negara itu tidak
dapat bersaing di pasaran internasional. Maka ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga - harga
produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan barang - barang
impor menjadi relatif murah. Maka lebih banyak impor akan dilakukan. Ekspor yang menurun
dan diikuti pula oleh impor yang bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam aliran
mata uang asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk. Pemerintah selalu
akan berusaha mengendalikan inflasi yang berlaku. Berbagai cara akan dijalankan
pemerintah untuk rnengurangi kecepatan jalannya inflasi.

Langkah - langkah yang sering digunakan untuk menghadapi inflasi ialah :


1. Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara
jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
 Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
a. Politik diskonto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Kebijakan diskonto dilakukan dengan
menaikkan tingkat bunga sehingga mengurangi keinginan badan-badan pemberi
kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari
masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit
akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
b. Politik pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar
modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga
bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah
uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah. Operasi pasar
terbuka (open market operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat (tight
money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti obligasi
negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang beredar di
masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang
pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi.
c. Peningkatan cash ratio: Kebijakan persediaan kas artinya cadangan yang
diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung
kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan
perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam
kas mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang
sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang. Menaikkan cadangan uang
kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada
debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah
uang yang beredar.
2. Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan finansial pemerintah.
 Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrumen berikut:
a. Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran
keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak
menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.
b. Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi
jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak.
Dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini
berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan
akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.
3. Kebijakan Non Moneter Non Fiskal adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan
finansial pemerintah maupun jumlah uang yang beredar, cara ini merupakan langkah
alternatif untuk mengatasi inflasi.
 Kebijakan ini dapat dilakukan melalui instrumen berikut:
a. Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya. Cara ini cukup
efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi
tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah
membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor
produksi bahan bakar, produksi beras.
b. Menekan tingkat upah. tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji,
dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif
sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada
akhirnya akan menimbulkan inflasi.
c. Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga
maksimal.
d. Pemerintah melakukan distribusi secara langsung. Dimaksudkan agar harga
tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam
menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga
yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak
baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap
maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang
dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
e. Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan
cara melakukan sannering (pemotongan nilai mata uang). Sannering berasal dari
bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi. Kebijakan
sannering antara lain:
•Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa
simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh
pemerintah. Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-
an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang
pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00
•Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil
laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan
kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat.
Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
•Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan
ceiling price.
•Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang
luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi
agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering
dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang
asing. Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai
mata uang sendiri terhadap mata uang asing.

4.4 Cara Mengukur Tingkat Inflasi


4.4.1 Indeks Harga
Untuk menghitung besar laju inflasi, sebelumnya kita harus mengetahui dulu besarnya
Indeks Harga, yaitu perbandingan perubahan harga tahun tertentu (given year) dengan tahun
dasar (based year). Indeks harga biasa digunakan untuk mengetahui ukuran perubahan
variabel-variabel ekonomi sebagai barometer keadaan perekonomian, memberi gambaran
yang tepat mengenai kecenderungan perdagangan dan kemakmuran.
 Beberapa macam indeks harga adalah sebagai berikut :
a. Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indeks yang memperhatikan harga-harga
yang harus dibayar konsumen baik di perkotaan maupun pedesaan. IHK mengukur rata-
rata perubahan harga dari suatu paket komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat/rumah
tangga di suatu daerah (urban) dalam kurun waktu tertentu. Persentase perubahan Indeks
Harga Konsumen (IHK) bisa bernilai positif atau negatif. Bila persentase perubahan IHK
positif dapat dikatakan terjadi inflasi (kenaikan harga eceran secara umum) dan
sebaliknya bila persentase perubahan IHK bernilai negatif berarti terjadi deflasi
( penurunan harga secara umum).
 Kegunaan Indeks Harga Konsumen antara lain :
1. Dapat digunakan sebagai barometer nilai tukar rupiah atau sebagai indikator inflasi.
2. Dipakai sebagai landasan untuk memperbaiki/menyesuaikan gaji dan upah karyawan.
3. Merupakan pengukur perubahan harga konsumen.
4. Indikator perubahan pengeluaran rumah tangga.
b. Indek harga perdagangan besar (Wholesaler), angka indek yang menunjukkan
perubahan - perubahan yang terjadi atas harga pada pasar primer mengenai barang-barang
tertentu. Indeks harga perdagangan besar merupakan indikator yang digunakan untuk
melihat perekonomian suatu negara, yang pada hakekatnya menyangkut komoditi yang
diperjualbelikan di suatu negara pada tingkat perdagangan besar/grosir. Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB) di Indonesia mencakup lima sektor yaitu pertanian (44
komoditas), pertambangan dan penggalian (6 komoditas), Industri (140 komoditas),
ekspor (38 komoditas) dan impor (38 komoditas).
c. Indeks Nilai Tukar Petani, untuk melihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan
petani dari tahun ke tahun digunakan indeks harga yang diterima petani, yang merupakan
rata-rata harga produsen dari hasil produksi petani sebelum farm gate atau yang disebut
dengan harga di sawah setelah petik. Dengan membandingkan indeks yang diterima
petani (IT) terhadap indeks harga yang dibayar petani (IB), maka akan diperoleh nilai
tukar petani. Indeks harga yang diterima petani (IT) merupakan suatu ukuran perubahan
harga yang terjadi pada rata-rata harga yang diterima petani untuk produksi pertaniannya.
Sedang indeks yang dibayar petani (IB) merupakan ukuran perubahan harga yang dibayar
petani untuk barang dan jasa baik untuk keperluan rumah tangga maupun produksi
pertanian. Apabila Nilai Tukar Petani (NTP) lebih dari 100, maka kondisi petani lebih
baik dari tahun dasar dan begitu sebaliknya.
 Perhitungan indeks harga adalah sebagai berikut :
Angka indek harga dapat dirumuskan sebagai berikut:
                 ∑Pn
Pn = --------------- x 100%
                 ∑Po
Keterangan :
P = angka indek harga pada tahun n
Pn = harga tahun n, tahun yang akan dihitung indeknya
Po = harga tahun dasar
Contoh kasus :
beberapa harga kebutuhan pokok sebagai berikut :
----------------------------------------------------------------
  Jenis     Harga Tahun 2003    Harga Tahun 2004
barang              (Po)                              (Pn)
---------------------------------------------------------------
Beras              3.000                             4.000
Terigu            7.000                             8.000
Gula              10.000                            8.000
------------------------------------------------------------
          ∑Po = 20.000                ∑Pn = 20.000
------------------------------------------------------------
jika tahun 2003 dianggap tahun dasar maka angka indek tahun 2003 adalah 100.
sedangkan angka indek tahun 2004 secara agregatif dapat dicari sebagai berikut :
            20.000
Pn = ------------ x 100%
            20.000
Pn = 1 x 100%
Pn = 100%,
a. Indek harga dengan Metode Laspeyres
Perhitungan angka indek laspeyres (IL) merupakan angka indek tertimbang dengan faktor
penimbang (W) secara obyektif. Faktor penimbangnya ditentukan dengan kuantitas (Q)
dengan menggunakan tahun dasar (Qo). angka indek laspeyres (IL) dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
           ∑Pn x Qo
IL = --------------- x 100%
           ∑Po x Qo
keterangan :
IL = angka indek laspeyres.
Pn = harga tahun n, tahun yang akan dihitung angka indeknya.
Po = harga tahun dasar.
Qo = kuantitas tahun dasar.
untuk lebih jelasnya tentang IL, mari kita bahas soal dibawah ini :
beberapa harga kebutuhan pokok sebagai berikut :
---------------------------------------------------------------------------------
Jenis       Harga   Harga    Kuantitas (Kg)      Po x Qo   Pn x Qo
Barang    2003      2004       2003    2004              2003        2004
                 (Po)      (Pn)        (Qo)    (Qn)
---------------------------------------------------------------------------------
Beras      3.000   4.000          90        95             270.000    360.000
Terigu    7.000   8.000          50        60             350.000    400.000
Gula      10.000   8.000          10        25             100.000      80.000
--------------------------------------------------------------------------------
∑           20.000    20.000     150      180            720.000    840.000
--------------------------------------------------------------------------------

JIka tahun 2003 dianggap sebagai tahun dasar maka angka indek tahun 2003 adalah 100.
untuk angka indek laspeyres tahun 2004 adalah sebagai berikut :
           ∑Pn x Qo
IL = --------------- x 100%
           ∑Po x Qo
            840.000
IL = -------------- x 100%  IL = 116,67%
            720.000

dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga kebutuhan pokok pada tahun 2004
mengalami kenaikan sebesar 16,67% dibandingkan tahun dasar 2003.

b. Indek harga dengan metode Paasche


Angka indek paasche merupakan angka indek tertimbang dengan faktor penimbang
secara obyektif. Faktor penimbangnya ditentukan dengan jumlah (Q) dengan
menggunakan jumlah tahun n (Qn). angka indek Paasche dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :
           ∑Pn x Qn
IP = --------------- x 100%
           ∑Po x Qn
Contoh Kasus:
Tabel daftar harga beberapa kebutuhan pokok tahun 2003 s/d 2004
--------------------------------------------------------------------------------
Jenis      Harga   Harga    Kuantitas       Po x Qn      Pn x Qn
Barang    2003     2004      2003    2004       2003           2004
                 (Po)     (Pn)       (Qo)    (Qn)
--------------------------------------------------------------------------------
Beras      3.000   4.000        90         95      285.000        380.000
Terigu    7.000   8.000        50         60      420.000        480.000
Gula      10.000   8.000        10         25      250.000        200.000
---------------------------------------------------------------------------------
∑           20.000  20.000      150      180    955.000        1.060.000
---------------------------------------------------------------------------------

JIka tahun 2003 dianggap sebagai tahun dasar maka angka indek tahun 2003 adalah 100.
untuk angka indek Paasche tahun 2004 adalah sebagai berikut :
           ∑Pn x Qn
IP = --------------- x 100%
           ∑Po x Qn

          1.060.000
IP = -------------- x 100%  IP = 110,99%
            955.000
dengan demikan dapat disimpulkan bahwa harga beberapa kebutuhan pokok pada tahun
2004 mengalami kenaikan sebesar 10,99% dibanding tahun dasar 2003.

4.4.2 Penghitungan Inflasi


Untuk memperoleh persentase (%) perubahan laju inflasi setiap bulan, dengan mengurangkan
indeks Harga Konsumen (IHK sub kelompok/kelompok/umum) suatu bulan dengan bulan
indeks (IHK sub kelompok/kelompok/umum) bulan sebelumnya dikalikan 100 atau indeks
Harga Konsumen (IHK sub kelompok/kelompok/umum) suatu bulan dibandingkan dengan
indeks harga konsumen (IHK sub kelompok/kelompok/umum) bulan sebelumnya, hasilnya
dikurangi dengan 1 dan dikalikan 100. atau dapat dijabarkan dengan rumus sebagai berikut :
I n −I ( n−1)
L(I )n = ×100 %
I ( n−1 ) t−1

Atau
In
L(I )n = −1×100 %
I ( n−1)
t−1

Dengan : L(I)n = Laju Inflasi bulan/tahun ke n.


In = Indeks bulan/tahun ke n
I(n-1) = Indeks bulan/tahun ke n-1

DAFTAR PUSTAKA
Iskandar, Putong dkk.2010. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta : Mitra Wacana Media
…………………2004.Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja
Grafindo
Suparmono.2004.Pengantar Ekonomika Makro.Yogyakarta: UPP AMP YKPN

Latihan
1. Harga jenis barang X di bulan Agustus 2011 adalah Rp 50.000,- dan harga jenis barang X
di bulan September 2011 adalah Rp 60.000,-. Sedangkan di tahun 2012, harga jenis
barang X di bulan Agustus 2012 adalah Rp 70.000,- dan di bulan September 2012 adalah
Rp 88.000,-. Maka, berapakah laju inflasi harga jenis barang X tersebut di tahun 2012?

2. Berikut ini adalah data mentah beberapa komoditi :


Harga Kuantitas
Item 2008 2009 2010 2008 2009 2010
Beras 8800 9200 9600 90 96 94
Jagung 4600 4500 4900 46 52 42
Singkong 3800 4000 4200 50 52 56
Sagu 4000 4200 4400 34 38 40
Tentukan :
a. Kenaikan harga pada tahun 2010 bila dibandingkan dengan tahun 2008
b. Kenaikan harga pada tahun 2010 bila dibandingkan dengan tahun 2009
c. Kenaikan harga pada tahun 2009 bila dibandingkan dengan tahun 2008
(Gunakan metode Paasche atau Laspayres dalam menjawab persoalan di atas)
Jawaban :
1. Penyelesaian :

Harga Sekarang
IHK Tahun 2011 = ----------------------------- x 100 %
Harga sebelumnya

60.000
= ------------- x 100 %
50.000

= 120 %

Harga Sekarang
IHK Tahun 2012 = ----------------------------- x 100 %
Harga sebelumnya

88.000
= ------------- x 100 %
70.000

= 125, 72 %

Maka, Laju Inflasi tahun 2012 = IHK Tahun 2012 – IHK Tahun 2011

= 125, 72 % - 120 %

= 5, 72 %

Anda mungkin juga menyukai