FEBRUARI 2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................i
DAFTAR TABEL................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................iii
DAFTAR FOTO.................................................................................................................iv
1. PENDAHULUAN....................................................................................................6
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................7
1.2. Maksud dan Tujuan................................................................................................7
1.3. Lingkup Pekerjaan..................................................................................................7
1.4. Sumber data dan Informasi....................................................................................8
1.5. Kontributor Penyusunan Laporan...........................................................................9
2. LOKASI DAN KONDISI UMUM DAERAH PROJECT.........................................10
2.1. Konsensi Lahan....................................................................................................10
2.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah..........................................................................13
2.3. Kepemilikan Konsesi Lahan.................................................................................13
2.4. Kawasan Hutan....................................................................................................14
3. GEOLOGI.............................................................................................................16
3.1. Geologi Regional..................................................................................................16
3.2. Geologi Lokal........................................................................................................33
4. EKSPLORASI......................................................................................................45
4.1. Pemetaan Geologi Permukaan............................................................................45
4.2. Pengambilan Sampel...........................................................................................45
5. PROSPEK GEOLOGI DAN MINERALISASI.......................................................49
5.1. Proses Pengayaan Nikel......................................................................................49
5.2. Sebaran Laterit.....................................................................................................50
5.3. Distribusi Kimia.....................................................................................................53
6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.................................................................56
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng Dan Beda Tinggi
Tabel 3.2 Hasil Analisa pengambilan conto IUP MOROWALI UTARA 22.......................54
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3 Peta Status Kawasan Hutan IUP MOROWALI UTARA 22..........................15
Gambar 3.1 Peta Unit Litotektonik Sulawesi (modifikasi Parkinson, 1998; Hall and
Gambar 3.4 Korelasi Satuan Stratigrafi Regional IUP MOROWALI UTARA 22..............28
Gambar 4.1 Peta Stasiun dan Tracking IUP MOROWALI UTARA 22.............................47
Foto 3.1 Kenampakan Morfologi Perbukitan Tersayat Kuat Curam Denudasional, pada
lokasi IUP Morowali Utara 22 difoto dari arah 267° W.........................................36
Foto 3.2 Kenampakan Morfologi Perbukitan Tersayat Agak Curam Denudasional, pada
lokasi IUP Morowali Utara 22 difoto dari arah 336° NW......................................37
Foto 3.3 Singkapan Batuan Peridotie pada bagian Barat Laut IUP Morowali Utara 22...39
Foto 3.4 Singkapan Batuan Peridotie pada bagian Barat IUP Morowali Utara 22...........40
Foto 3.5 Singkapan Batuan Peridotie pada bagian tenggara IUP Morowali Utara 22.....40
Foto 3.6 Sebaran Laterit Pada Bagian Barat IUP Morowali Utara 22..............................41
Foto 3.7 Sebaran Laterit Pada Bagian Tengah IUP Morowali Utara 22..........................42
Foto 3.8 Sebaran Laterit Pada Bagian Utara IUP Morowali Utara 22..............................42
Foto 4.1 Pengambilan Sampel Laterit Permukaan pada bagian tengah IUP Morowali
Utara 22................................................................................................................46
Foto 4.2 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan dengan Hand Auger pada bagian
Tengah IUP Morowali Utara 22............................................................................46
Foto 5.1 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan menggunakan Hand Auger pada Hole
Auger 01...............................................................................................................51
Foto 5.2 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan menggunakan Hand Auger pada Hole
Auger 03...............................................................................................................51
Foto 5.3 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan menggunakan Hand Auger pada Hole
Auger 04...............................................................................................................52
Foto 5.4 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan menggunakan Hand Auger pada Hole
Auger 05...............................................................................................................52
Foto 5.5 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan menggunakan Hand Auger pada Hole
Auger 06...............................................................................................................53
Page 6
1. PENDAHULUAN
Sebagai salah satu negara yang memiliki sumberdaya yang paling melimpah,
Indonesia dikenal merupakan pemain utama dalam pertambangan. Salah satunya
adalah nikel, dimana Indonesia menempati posisi kelima produsen nikel terbesar di
dunia. Sebagian besar nikel di Indonesia bersumber dari Provinsi di sebelah Timur
Indonesia, salah satunya Sulawesi Tengah. Salah satu daerah yang memiliki prospek
keberadaan nikel yaitu Kabupaten Morowali Utara. Penyebaran Kompleks Ultramafik
yang ada dikabupaten ini menjadikan daerah tersebut memiliki prospek bahan galian
nikel yang cukup. Untuk mengetahui potensi sebaran nikel laterit di daerah IUP Morowali
Utara 22 ini maka perlu diadakan kegiatan eksplorasi pendahuluan terlebih dahulu.
Nikel laterit merupakan salah satu mineral logam hasil dari proses pelapukan
kimia batuan ultramafik yang mengakibatkan pengkayaan unsur Ni, Fe, Mn, dan Co
secara residual dan sekunder (Syafrizalet al, 2011; Burger, 1996). Proses terbentuknya
nikel laterit dimulai dari proses pelapukan yang intensif pada batuan peridotit (Sundari
dan Woro, 2012), selanjutnya infiltrasi air hujan masuk ke dalam zona retakan batuan
dan akan melarutkan mineral yang mudah larut pada batuan dasar. Mineral dengan
berat jenis tinggi akan tertinggal di permukaan sehingga mengalami pengkayaan residu
seperti unsur Ca, Mg, dan Si. Mineral lain yang bersifat mobile akan terlarutkan ke
bawah dan membentuk suatu zona akumulasi dengan pengkayaan (supergen) seperti
Ni, Mn, dan Co (Golightly, 1979).
ofiolit terdiri atas batuan Harzburgit, lherzolit, wehrlit, webstretit, serpentinit, dunit,
diabas, dan juga gabro.
Laporan ini merupakan hasil Survey Tinjau Semi-detail dari Pemetaan Geologi
dan Hand Auger, yang mencakup kondisi geologi lokal daerah penyelidikan serta
potensi laterit nikel yang berkembang di daerah penyelidikan. Isi laporan membahas
tentang geomorfologi lokal, geologi lokal serta potensi lateritisasi nikel pada daerah
penyelidikan. Laporan ini merupakan hasil evaluasi dengan menggabungkan data-data
seperti data studi literatur, hasil kegiatan lapangan sebelumnya dan interpretasi geologi
daerah penyelidikan berdasarkan hasil aktual di lapangan.
Adapun tujuan dari kegiatan ini untuk menyederhakan Peta Geologi Regional
yang telah ada menjadi zona-zona geologi dalam hubungannya dengan lokasi
keberadaan, distribusi singkapan, serta kedudukan endapan laterit nikel dan mineral
pengikutnya yang nantinya akan sangat membantu dalam pembatasan wilayah
penyelidikan Eksplorasi Lanjutan.
Melalui hasil Pemetaan Geologi yang ada, diperoleh komposisi batuan penyusun
beserta prospek lateritisasi yang ada di daerah penyelidikan yang selanjutnya dilakukan
pengambilan Conto hasil lateritisasi secara vertikal menggunakan Metode Pemboran
Hand Auger.
Februari
No Kegiatan
18 19 20 21 22 23 24 25 26
1 Studi Pustaka
2 Persiapan Logistik
3 Mobilisasi Tim
4 Orientasi Lapangan
5 Pemetaan Geologi
6 Hand Auger
7 Preparasi Sampel
8 Pelaporan
Dalam rangkaian kegiatan penyelidikan ini tenaga ahli yang terlibat dalam
kegiatan lapangan dan pengolahan data adalah tenaga ahli yang mempunyai
pengalaman dalam eksplorasi nikel laterit di beberapa daerah di Indonesia:
Gambar 2.3 Peta Status Kawasan Hutan IUP IUP MOROWALI UTARA 22
3. GEOLOGI
3.1. Geologi Regional
3.1.1. Litologi dan Struktur Regional
Pulau Sulawesi dapat terbagi menjadi empat satuan litotektonik yang dibatasi
oleh pergerakan lempeng tektonik dan sesar naik berskala besar (Gambar 4). Satuan
litotektonik Sulawesi dari barat hingga timur terdiri atas (a) busur vulkanik-plutonik
Sulawesi barat – utara (b) sabuk metamorf Sulawesi tengah (c) sabuk ofiolit Sulawesi
timur (East Sulawesi Ophiolite/ESO), dan (d) kerak benua Banggai-Sula, Tukang Besi,
dan Buton.
Gambar 3.1 Peta Unit Litotektonik Sulawesi (modifikasi Parkinson, 1998; Hall and
Wilson, 2000; dalam Kadarusman, 2004)
Kondisi geologi Pulau Sulawesi bagian barat berbeda dengan bagian timurnya.
Bagian Barat Sulawesi meliputi Lengan Selatan, bagian barat Tengah Sulawesi, Leher
Sulawesi, dan Lengan Utara. Bagian Timurnya terdiri atas Lengan Timur, bagian timur
Tengah Sulawesi, dan Lengan Tenggara. Bagian Barat Sulawesi didominasi oleh batuan
gunungapi dan batuan sedimen. Sedangkan pada bagian Timur didominasi oleh dua
kelompok besar batuan yang mempunyai asal berbeda: batuan asal lempeng samudra
dan batuan asal lempeng benua. Batuan klastik dan karbonat yang umumnya berumur
Neogen, dinamai Molase Sulawesi, melampar luas di kedua bagian Sulawesi tersebut.
Batuan tertua di Bagian Barat Sulawesi adalah melange, batuan Malihan dan
granit, yang ditindih oleh sedimen flysch berumur Kapur Akhir. Kala Paleogen dan
Neogen daerah ini didominasi oleh batuan gunungapi disertai dengan batuan sedimen
klastika dan karbonat laut dangkal. Di ujung Lengan Utara kegiatan gunungapi masih
aktif sampai sekarang.
Bagian Timur Sulawesi disusun oleh batuan asal samudra (kepingan samudra)
dan benua (kepingan benua), yang kemudian ditutupi oleh Molasa Sulawesi. Batuan
asal samudra, yang berasal dari sabuk ofiolit Sulawesi Timur (East Sulawesi
Ophiolite/ESO), yang diduga berasal dari punggung tengah samudera (mid-oceanic
ridge). Kompleks ofiolit ini terdiri atas batuan peridotit (lersolit, harsburgit, dan dunit),
gabro-gabro mikro, retas-retas piroksenit, diabas (dolerit), basal, dan endapan pelagos
laut dalam berupa rijang radiolaria, serpih atau batugamping merah. Berdasarkan
penarikan K-Ar dan kandungan fosil dalam sedimen laut dalam, umur dari kompleks
ofiolit ini adalah Kapur Akhir – Oligosen Akhir.
Batuan asal benua diduga merupakan kepingan benua yang terpisah dari pinggir
utara Australia. Kepingan benua yang mempunyai berbagai ukuran ini tersebar mulai
ujung timur Lengan Timur Sulawesi sampai Pulau Buton. Dua kepingan benua terbesar
adalah Kepingan Benua Banggai-Sula di Lengan Timur dan Kepingan Benua Sulawesi
Tenggara di Lengan Tenggara Sulawesi. Batuan tertua di kedua kepingan benua ini
adalah batuan malihan berumur Karbon Akhir, yang ditindih takselaras oleh batuan
gunungapi dan diterobos oleh batuan granitan. Kedua batuan itu berumur sama Trias
Tengah – Trias Akhir. Ketiga jenis batuan itu menjadi batuan dasar bagi batuan sedimen
yang diendapkan kemudian, yaitu sedimen klastika berumur Trias-Jura dan karbonat
berumur Kapur. Batuan sedimen yang didominasi karbonat berumur Eosen-Oligosen,
menumpang secara tidak selaras di atas batuan Mesozoikum tersebut.
Pada akhir dan setelah terjadi tumbukan antara kepingan benua dan kepingan
samudra pada Oligosen Akhir-awal Miosen Tengah, di Bagian Timur dan Bagian Barat
Sulawesi terendapkan Molasa Sulawesi. Batuan Molasa Sulawesi ini terbentuk pada
sekitar Miosen Awal – Pliosen, berupa sedimen klastika halus hinnga kasar dan
karbonat, yang diendapkan pada lingkungan Darat hingga laut dangkal Menurut
Kadarusman dkk. (2004), Daerah Konawe Selatan termasuk dalam ofiolit Sulawesi timur
(East Sulawesi Ophiolite/ESO). Sabuk ofiolit ini merupakan salah satu ofiolit terbesar di
dunia, yang memanjang dari Teluk Gorontalo, melewati lengan barat dan tengah, dan
mengarah ke lengan tenggara Sulawesi, hingga pulau Buton serta Kabaena. Sabuk ofilit
ini juga meluas ke Kompleks Lamasi Lengan Selatan melewati Teluk Bone Total
panjang sabuk ofiolit ini mencapai lebih dari 700 km dan luas area singkapannya
mencapai lebih dari 15.000 km2.
Litologi ofiolit (ultramafik dan mafik sekuen) hadir disepanjang bagian Utara
pesisir Lengan Barat. Pada bagian yang lebih besar dari ESO, sekuen ultramafik
mendominasi pada Lengan Tenggara, bagian selatan Lengan Barat dan Pulau
Kabaena, sedangkan unit vulkanik basaltik muncul di area Lamasi. Batuan ultramafik
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah sebagian besar tersusun oleh peridotit yang
telah terserpentinisasi pada berbagai derajat serpentinisasi.
Struktur geologi di Sulawesi didominasi oleh arah barat laut – tenggara yang
berupa sesar mendatar sinistral dan sesar naik. Sesar Palu–Koro memotong Sulawesi
bagian barat dan tengah, menerus ke bagian utara hingga ke Palung Sulawesi Utara
yang merupakan batas tepi benua di Laut Sulawesi. Jalur Sesar Palu – Koro yang
Sesar Matano merupakan sesar mendatar sinistral berarah barat laut – timur
memotong Sulawesi Tengah dan melalui Danau Matano, merupakan kelanjutan dari
Sesar Palu ke arah timur yang kemudian berlanjut dengan prisma akresi Tolo di Laut
Banda Utara. Sistem Sesar Lawanopo berarah barat laut – tenggara, melewati Teluk
Bone dan Sulawesi Tenggara. Sesar ini kemungkinan berperan dalam pembukaan Teluk
Bone, seperti pembukaan yang terjadi di daratan Sulawesi Tenggara yang merupakan
zona sesar mendatar sinistral Neogen.
Struktur foliasi juga umumnya berkembang baik dalam satuan batuan malihan
Kompleks Pompangeo dan di beberapa tempat dalam amfibolit, sekis glaukofan dan
serpentin yang tersekiskan dalam Kompleks Ultramafik. Secara umum foliasi berarah
barat – timur dan baratlaut – tenggara. Di beberapa tempat foliasi terlipat dan pada jalur
sesar mengalami gejala kink banding.
Kekar dijumpai hampir pada semua batuan, terutama batuan beku (Kompleks
Ultramafik dan Mafik), batuan sedimen malih Mesozoikum, dan batuan malihan
(Kompleks Pompangeo). Dalam batuan Neogen kekar kurang berkembang. Sejarah
Dari intrepretasi secara geologi secara regional, Satuan Litologi Regional yang
terdapat pada wilayah IUP Morowali Utara 22 adalah sebagai berikut:
Satuan batuan di Lembar Batui dapat dikelompokkan dan ditempatkan dalam dua
mendala, yaitu Mendala Banggai-Sula dan Mendala Sulawesi Timur sementara untuk
Lembar Malili terdapat Mendala Sulawesi Barat sebagai jalur magmatik (Cenozoic
Volcanics and Plutonic Rocks) yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda
(Sukamto, 1975).
Mendala Sulawesi Timur meliputi Kompleks Ultramafik (Ku) yang sampai saat ini
umumya masih dianggap yang paling tua. Batuannya terdiri dari harzburgit, lherzolit,
wehrlit, websterlit, serpentinit, dunit dan gabro. Secara tektonik Kompleks Ultramafik
menindih satuan batuan yang berumur Mesozoikum, baik dari Mendala Banggai-Sula
ataupun Mendala Sulawesi Timur. Formasi Matano (Km) terdiri atas kalsilutit hablur
bersisipan napal, serpih dan rijang diduga berumur Kapur Akhir. Formasi Matano secara
tak selaras tertindih oleh Formasi Tomata (Tmpt) yang terdiri dari atas batupasir,
lempung, tuf, dan konglomerat dengan sisipan lignit, yang diperkirakan berumur Miosen
Akhir - Pliosen. Di beberapa tempat terdapat aluvium (Qa) yang menindih secara tak
selaras Formasi Tomata. Aluvium berupa endapan sungai, pantai rawa dan danau,
terdiri dari atas kerikil, kerakal, pasir lempung dan sisa tumbuhan. Endapan muda
tersebut diduga berumur Plistosen - Holosen.
baik, padat. Tebal tiap lapisannya sampai 5 cm. Serpih, berwarna kelabu kehitaman,
berlapis baik, padat. Tebal tiap lapisannya mencapai 5 cm. Setempat ditemukan lensa
tipis dan sisipan batupasir, berwarna kelabu, berbutir kasar, padat. Tebal lensa sampai
0,5 cm. Filit, berwarna kelabu tua, berbutir halus, padat, berlapis baik, perdaunan
Sebagai ciri khusus, setempat berurat kuarsa sampai 1 cm, yang sejajar arah
perdaunan; tebal filit mencapai 5 cm. Batupasir, berwarna kelabu kecoklatan, berbutir
halus sampai kasar, padat, lapisan cukup baik, ketebalan sampai 10 cm. Batugamping,
berwarna putih kotor, kelabu muda sampai coklat kemerahan, berbutir halus, berlapis
baik. Di beberapa tempat rekahan terisi kalsit, tebal lapisan sampai 1 cm. Tebal lapisan
batugamping sekitar 15 cm. Setempat ditemukan buncak rijang. Rijang, berwarna coklat
kemerahan, mengandung radiolaria, berupa lensa setebal 5 cm, dan berupa buncak
dalam batugamping, membulattanggung sampai membulat; ukurun mencapai 5 cm,
perlapisan cukup baik. Berdasarkan kandungan fosil Globotruncana sp di dalam
batugamping dan Radiolaria di dalam rijang, Formasi Masiku diduga berumur Jura Akhir
Kapur Awal, dan lingkungan pengendapannya laut dalam. Hubungannya dengan
Formasi Nanaka tidak diketahui. Sebaran satuan ini meliputi daerah hulu S. Ongkaya
dan Peg. Wawoombu di bagian utara dan baratdaya Lembar. Singkapan yang baik
terdapat dekat Kampung Masiku di Peg. Wawoombo. Tebal satuan sekitar 500 m.
Formasi Masiku tertindih secara selaras oleh Formasi Matano.
FORMASI MATANO (Km) : kalsilutit, napal, serpih dan rijang. Kalsilutit, berbutir
halus, berwarna kelabu, padat dan keras, lapisannya baik, tebal lapisan berkisar antara
10 - 15 cm. Napal, berwarna, kelabu, berlapis baik, padat dan keras. Tebal masing-
masing lapisan mencapai 15 cm. Setempat sisipan rijang setebal 10 cm. Serpih,
benvama kelabu, berlapis baik, padat. Tebal tiap lapisannya sampai 5 cm. Rijang,
berupa sisipan dalam batugamping dan napal. Tebal sisipan sampai 10 cm, berwarna
merah sampai coklat kemerahan. Berdasarkan kandungan fosil Heterohelix sp., dalam
batugamping, dan Radiolaria dalam rijang, Formasi Matano diduga berumur Kapur Akhir
(Budiman, 1980, hubungan tertulis); berlingkungan pengendapan laut dalam. Sebaran
satuan meliputi daerah antara hulu S. Ongkaya dan Peg. Verbeek, Peg. Wawoombu dan
Bulu Warungkelewatu, di bagian utara dan selatan Lembar. Tebalnya sekitar 550 m.
Formasi Matano tertindih secara selaras oleh Formasi Salodik. Di beberapa tempat
persentuhan tektonik dengan batuan ultramafik; hubungan dengan batuan sedimen
yang lebih tua tidak jelas.
halus dan memperlihatkan struktur kataklastik. Klorit, zoisit dan mineral gelap, terdapat
terutama pada lajur milonit, kecuali itu mineral ini terdapat pula di seluruh bagian batuan.
Serpentinit, berwarna kelabu tua sampai hijau kehitaman, pejal dan padat. Mineral
penyusunnya terdiri dari antigont, pasir dan magnetit, berbutir halus, dengan retakan
tidak teratur, yang umumnya terisi magnetit hitam kedap. Mineral pasir berwarna kelabu,
sangat halus, berkelompok pada beberapa tempat. Batuan ini umumnya
memperlihatkan struktur kekar dan cermin sesar (slickenside) yang dapat dilihat dengan
mata telanjang. Diabas, berwarna kelabu, kelabu kehijauan sampai hitam kehijauan,
padat dan pejal, berbutir halus sampai sedang, setempat hablur penuh. Mineral
penyusunnya terdiri atas plagioklas, ortoklas, piroksen dan bijih, jenis plagioklasnya
labradorit. Di beberapa tempat batuan terubah kuat. Dunit, berbutir halus sampai kasar,
berwarna kehijauan, kelabu kehijauan sampai kehitaman, pejal dan padat. Setempat
tampak porfiroblastik. Susunan mineral terdiri atas olivin (sekitar 90%), piroksen,
plagiokias, dan bijih; mineral ubahan terdiri dari serpentin, talkum, dan klorit, masing-
masing hasil ubahan olivin dan piroksen. Di beberapa tempat batuan terubah kuat;
memperlihatkan struktur sarang, bank-bank, bentuk sisa, dan bentuk semu dengan
serpentin dan talkum sebagai mineral pengganti. Gabro, berbintik hitam, berbutir
Sedang sampai kasar, padat dan pejal. Mineral penyusunnya terdiri atas plagioklas, dan
olivin jenis plagioklas yakni labradorit-bitaonit. Sebagian olivin terubah jadi antigorit, dan
bijih, plagioklas jadi serisit. Batuan ini ditemukan berupa retas menerobos batuan
ultramafik.
kuat terdapat pada bagian lembah dengan kontur yang rapat mencirikan area tersebut
dominasi fresh rock. Sedangkan, Perbukitan yangberada di antara perbukitan tersebut
yaitu pada bagian tengah, tenggara dan selatan IUP didominasi oleh perbukitan dengan
Kemiringan Antara 2° - 16° (Sangat Landai – Agak Curam) dengan elevasi 320 – 580
Mdpl menjadi area indikasi untuk proses laterisasi didukung dengan kemiringan yang
relatif dominan tidak curam yang secara jelas disajikan pada gambar berikut:
Salah satu faktor utama dalam pembentukan nikel laterit adalah aspek
geomorfologi. Kemiringan yang datar dan bergelombang akan memudahkan
meresapnya air permukaan, sehingga membuat proses kerja pelapukan terjadi secara
intensif. Proses pelapukan adalah proses utama untuk membentuk nikel laterit.
Bertentangan dengan ini,kemiringan yang tinggi akan memudahkan run off air, berarti
lebih sedikit air masuk ke tanah atau batu. Sehingga membuat proses pelapukan tidak
intensif untuk membentuk laterit nikel atau bahkan tidak.
Tabel 3.1 Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng Dan Beda Tinggi
Menurut Van. Ziudam
Penyebaran satuan morfologi ini berada dibagian Timur, tengah, dan barat
lokasi penelitian dengan luas sekitar 1092.65 Ha atau sekitar 65% dari seluruh luas IUP
Morowali Utara 22. Kenampakan aktual bentuk satuan morfologi ini memiliki elevasi 400
– 700 Mdpl dengan sudut kemiringan lereng lebih dari 25° hingga 45°, pembentukan
morfologi ini di dominasi oleh aktifitas erosi air sungai maupun air hujan yang
membentuk rill erotion hingga gully erotion. Litologi penyusun satuan morfologi ini
adalah batuan ofiolit dimana outcropnya adalah peridotit dan serpentin dipermukaan
yang biasa disebut regolith.
Vegetasi pada area ini berupa hutan heterogen yang lebat berupa pohon
kayu Ulin dan Pinus. Sungai yang terdapat pada morfologi ini tergolong dalam sungai
Stadia Muda – Menengah dengan arah aliran menuju relatif ke sebelah barat laut IUP.
Foto 3.1 Kenampakan Morfologi Perbukitan Tersayat Kuat Curam Denudasional, pada
lokasi IUP Morowali Utara 22 difoto dari arah 267° W
Satuan Morfologi ini menempati luasan sekitar 588.35 Ha atau sekitar 35%
dari total luas lokasi IUP Morowali Utara 22. Satuan ini pada secara aktual berada di
bagian lokasi area penyelidikan. Kenampakan satuan ini dicirikan oleh daerah
perbukitan dengan sudut lereng berada diatas 16° - 35°. Litologi penyusun satuan
morfologi ini adalah batuan ofiolit dimana outcropnya adalah peridotit dan juga banyak
sebaran laterit yang tersebar pada area morfologi ini.
Vegetasi pada umumnya berupa hutan heterogen yang lebat serta Sungai
yang terdapat pada morfologi ini tergolong dalam sungai Stadia Muda dengan arah
aliran menuju relatif ke sebelah utara dari tengah IUP yang Pegunungan.
Foto 3.2 Kenampakan Morfologi Perbukitan Tersayat Agak Curam Denudasional, pada
lokasi IUP Morowali Utara 22 difoto dari arah 336° NW
Batuan ini terletak pada bagian tenggara, barat hingga barat laut dari IUP
Morowali Utara 22 dengan luasan area sekitar 564,11 Ha atau sekitar 55% dari luas
keseluruhan IUP Morowali Utara 22. Secara fisik batuan peridotite di lokasi penelitian
berwarna segar abuabu, kehijauan hingga kehitaman, dalam keadaan lapuk berwarna
coklat, derajat kristalisasinya hipokristalin, tekstur massive, komposisi batuan didominasi
oleh mineral Piroksin, serpentin, dan olivine.
Foto 3.3 Singkapan Batuan Peridotie pada bagian Barat Laut IUP Morowali Utara 22
Foto 3.4 Singkapan Batuan Peridotie pada bagian Barat IUP Morowali Utara 22
Foto 3.5 Singkapan Batuan Peridotie pada bagian tenggara IUP Morowali Utara 22
Permukaan Laterite
Laterit atau tanah merah adalah jenis tanah tidak subur yang tadinya subur dan
kaya akan unsur hara, tetapi unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air
hujan yang tinggi. Laterit merupakan tanah yang kaya akan aluminium oksida dan telah
mengalami pelapukan yang lanjut. Area Laterisasi di daerah penyelidikan seluas 463,89
Ha atau sekitar 45% dari seluruh total Luas IUP dan dijumpai pada area timur, tengah,
hingga mengutara IUP Morowali Utara 22.
Foto 3.6 Sebaran Laterit Pada Bagian Barat IUP Morowali Utara 22
Foto 3.7 Sebaran Laterit Pada Bagian Tengah IUP Morowali Utara 22
Foto 3.8 Sebaran Laterit Pada Bagian Utara IUP Morowali Utara 22
4. EKSPLORASI
Kegiatan ini dilakukan untuk melihat kondisi geomorfologi dan litologi penyusun
daerah penelitian, profil laterit, serta batas sebaran laterit. Dalam mendapatkan data
untuk menunjang kegiatan ini dilakukan pemetaan terlebih dahulu lalu dilakukan
pengambilan conto sampel.
Foto 4.1 Pengambilan Sampel Laterit Permukaan pada bagian tengah IUP Morowali
Utara 22
Foto 4.2 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan dengan Hand Auger pada bagian
Tengah IUP Morowali Utara 22
Batuan induk bijih nikel adalah batuan ultramafik. Batuan ultramafik rata-rata
mempunyai kandungan nikel sebesar 0,2 %. Unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi
kristal mineral olivin dan piroksen, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg.
Proses terjadinya substitusi antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius ion
dan muatan ion yang hampir bersamaan diantara unsur-unsur tersebut. Proses
serpentinisasi yang terjadi pada batuan peridotit akibat pengaruh larutan hydrothermal,
akan mengubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit
peridotit. Sedangkan proses kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas
dingin yang bekerja secara continue, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada
batuan induk.
Pada pelapukan kimia khususnya, air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari
udara dan pembusukan tumbuh-tumbuhan menguraikan mineral-mineral yang tidak
stabil (olivin dan piroksen) pada batuan ultrabasa, menghasilkan Ni, Fe, Mg yang larut.
Si cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus. Di dalam
larutan, Fe teroksidasi dan mengendap sebagai ferri-hidroksida, akhirnya membentuk
mineral-mineral seperti goethit, limonit, dan hematit dekat permukaan. Bersama mineral-
mineral ini selalu ikut serta unsur cobalt dalam jumlah kecil.
Sebaran laterit banyak dijumpai di area IUP Morowali Utara 22 dan begitu
meluas, adapun luasan sebaran laterit pada area penyelidikan kurang lebih sekitar
463,89 ha. Dari luasan tersebut dilakukan pengambilan sampel secara vertikal
menggunakan Hand Auger di beberapa lokasi yang laterit yaitu pada area Timur,
Tengah, dan Utara IUP Morowali Utara 22. Adapun sample yang diambil berupa sampel
Handauger dengan kedalaman 1-3 m dari lapukan batuan dasar peridotite yang
tersusun atas batuan ofiolit yang memperlihatakn warna soil merah kecoklatan dan
mineral orthopiroksin, yang tersebar pada bagian Timur, Tengah, hingga Utara dari
rencana WIUP Morowali Utara 22.
Foto 5.1 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan menggunakan Hand Auger pada Hole
Auger 01
Foto 5.2 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan menggunakan Hand Auger pada Hole
Auger 03
Foto 5.3 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan menggunakan Hand Auger pada Hole
Auger 04
Foto 5.4 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan menggunakan Hand Auger pada Hole
Auger 05
Foto 5.5 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan menggunakan Hand Auger pada Hole
Auger 06
Foto 5.6 Pengambilan Sampel Bawah Permukaan menggunakan Hand Auger pada Hole
Auger 07
proses pelapukan batuan ultrabasa atau laterisasi, profil laterit yang dijumpai di
lapangan nampak begitu jelas dikarenakan kenampakan visual secara vertikal cukup
banyak dijumpai dan dilakukan pemboran auger dengan kedalaman maksimal 3 Meter
belum mendapatkan batuan dasar.
Tabel 5.1 Hasil analisa pengambilan conto sampel IUP Morowali Utara 22
NO Hole_ID From To X Y % Ni % Fe
1. AUGER_01 0 1 390654 9827508
2. AUGER_03 1 2 392471 9827060
3. AUGER_03 2 3 392471 9827060
4. AUGER_04 0 1 390654 9827508
5. AUGER_04 1 2 390654 9827508
6. AUGER_04 2 3 390654 9827508
7. AUGER_05 1 2 390052 9828543
8. AUGER_05 2 3 390052 9828543
9. AUGER_06 0 1 391270 9826852
10. AUGER_06 1 2 391270 9826852
11. AUGER_06 2 3 391270 9826852
12. AUGER_07 0 1 391512 9826544
13. AUGER_07 1 2 391512 9826544
14. AUGER_07 2 2.5 391512 9826544
Dari hasil analisa pengambilan conto sampel dapat dilihat bahwa secara umum
seluruh sampel permukaan pada WIUP Morowali Utara 22 memiliki kadar Ni 0.6% dan
kadar Fe dominan 37,48%. Dari hasil yang telah diperoleh memperlihatkan laterisasi
terjadi dengan baik pada area tersebut, sementara proses laterisasi yang tidak baik di
akibatkan oleh topografi area penelitian yang di atas 16% membuat proses sebaran dan
pembentukan laterite tidak memenuhi syarat yang cukup dikatakan baik.
1. Lokasi IUP Morowali Utara 22 memiliki luas kurang lebih 1.028 Ha yang terdiri
atas Hutan Produksi dengan luas 904,64 Ha atau 55% dari seluruh luas IUP dan
Hutan Produksi Terbatas seluas 123,36 Ha atau sekitar 45% dari keseluruhan
luas IUP Morowali Utara 22.
2. Litologi lokal yang terdapat didaerah WIUP terbagi kedalam 1 satuan batuan
yaitu batuan ofiolit dimana yang terdiri dari satuan batu peridotit yang tersebar
pada bagian tenggara, barat, hingga barat laut WIUP dan sebaran laterit yang
tersebar pada bagian timur, tengah, hingga utara rencana WIUP Morowali Utara
22 dengan luas sebaran laterit sekitar 463,89 Hektar.
3. Tata guna lahan dalam wilayah IUP Morowali Utara 22 secara keseluruhan masih
termasuk kedalam Kawasan Hutan dan perkebunan.
4. Topografi area penyelidikan beragam, terdapat area yang landai yang
menjadikan proses laterisasi batuan terlaterisasi dengan baik.