Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“Transformasi spektral citra ”

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Tengah Semester Mata Kuliah Penginderaan Jauh Dasar

(AKBK3301)

Dosen Pengampu:

Aswin Nur Saputra, S.Pd., M.Sc

Disusun Oleh:

Alam Arifin

2110115210013

A-1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2022
Kata Pengantar
Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Transformasi spektral citra ” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
tengah semester dari bapa Aswin Nur Saputra, S.Pd., M.Sc pada mata kuliah
Penginderaan Jauh Dasar. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang respon spectral di berbagai objek muka bumi bagi pembaca dan juga
bagi penulis..

Saya mengucapkan terimakasih kepada bapa Aswin Nur Saputra, S.Pd., M.Sc
selaku dosen mata kuliah Penginderaan Jauh Dasar yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini seperti teman
sama keluarga dan jurnal jurnal yang ada sya ambil.. harapan kami, informasi dan materi
yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna
di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami
memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Banjarmasin, 13 november 2022

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar..........................................................................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................................................................3
Pembahasan...............................................................................................................................................4
A. Pengertian Resolusi Sprektral.........................................................................................................4
B. Mekanisme.....................................................................................................................................7
C. Kekurangan dan Kelebihan........................................................................................................12
D. Kesimpulan..................................................................................................................................14
Daftar Pustaka.........................................................................................................................................15
Pembahasan

A. Pengertian Resolusi Sprektral

Resolusi spektral sesuai dengan namanya, resolusi spektral adalah


kemampuan suatu sistem optik elektronik untuk membedakan informasi (objek)

berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya. Karakteristik spektral atau lebih


sering disebut sebagai resolusi spektral,Data penginderaan jauh direkam pada
julat panjang gelombang tertentu. Masing-masing satelit biasanya membawa lebih
dari satu jenis sensor dimana tiap sensor akan memiliki kemampuan untuk
merekam julat panjang gelombang tertentu.

Resolusi spektral ialah interval panjang gelombang khusus pada spektrum


elektromagnetik yang direkam oleh sensor. Semakin sempit lebar interval
spektrum elektromagnetik, resolusi spektralnya akan menjadi semakin tinggi.
Misalnya SPOT pankromatik band 3 memiliki lebar interval 0.51-073 m,
sedagkan TM3 memiliki lebar interval 0.63-0.69 m. Artinya resolusi spektral
SPOT lebih tinggi dari TM3.

Resolusi spektral adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk


membedakan informasi (objek) yang didasarkan pada pantulan atau pancaran
spektralnya (Danoedoro, 2012). Apabila semakin banyak jumlah salurannya
terlebih lagi dengan julat yang sempit, maka kemungkinannya untuk membedakan
objek-objek berdasarkan respons spektralnya akan semakin tinggi.Hal tersebut
menjelaskan bahwa apabila julat (interval panjang gelombangnya) semakin
sempit dan/atau banyak jumlah salurannya, maka semakin tinggi pula resolusi
spektral yang dimiliki.

Spektral merupakan hasil interaksi antara energi elektromagnetik (EM)


dengan suatu objek. Objek yang terdapat di permukaan bumi memiliki
karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya (khas). Tiap objek memiliki sifat
daya serap yang berbeda-beda, ada yang daya serapnya (absorpsi) terhadap EM
tinggi dan pantulannya rendah, sebaliknya ada pula objek yang mempunyai daya
serap yang rendah dan daya pantulnya tinggi.

Pola pantulan dan absorpsi ini akan berbeda untuk panjang gelombang
(wavelength) yang berbeda. Apabila dikaitkan dengan citra satelit, maka tiap-tiap
objek akan memberikan pantulan EM yang berbeda, sehingga kita dapat
membedakan suatu objek dengan objek yang lain (identifikasi) (Kusumowidagdo
dkk, 2007).

Adapun definisi resolusi spektral menurut para ahli antara lain:

1. Science Direct, Resolusi spektral adalah rentang panjang gelombang di mana


saluran spektral beroperasi oleh sensor.
2. Horiba Scientific, Resolusi spektral merupakan kemampuan untuk
menyelesaikan fitur spektral dan pita ke dalam komponen yang terpisah.
Resolusi spektral yang diperlukan oleh analis atau peneliti tergantung pada
aplikasi yang terlibat. Misalnya, analisis rutin untuk identifikasi sampel dasar
biasanya memerlukan resolusi rendah/sedang.
3. Government of Canada, Resolusi spektral menggambarkan kemampuan makna
sensor untuk menentukan interval panjang gelombang halus. Semakin halus
resolusi spektral, semakin sempit rentang panjang gelombang untuk saluran atau
pita tertentu.

Terdapat gradasi warna dari hasil proses transformasi nilai spectral NDVI,
yaitu dari gelap hingga putih. Hal ini mengindikasikan tidak adanya perubahan
dari obyek yang terekam oleh sensor Citra Landsat ketiga tanggal, namun
memiliki nilai NDVI yang berbeda untuk tiap kelompok jenis kandungan hijau
daun dari vegetasinya. Perbedaan warna yang ditunjukkan dari pembuatan
Komposit (RGB) hasil proses transformasi nilai spektral NDVI mengindikasi
adanya perubahan nilai pantulan hijau daun yang diterima sensor pada ketiga
tanggal perekaman Citra Landsat. Prosestransformasi nilai spektral Principal
Component Analysis memberikan kenampakan obyek lebih tajam dari nilai pada
citra aslinya yang ditunjukkan dengan gradasi keabuan. Penggunaan lahan sawah
dengan beberapa fase-fase padi, terutama pada kondisi bera memberikan tampilan
warna yang berbeda dengan obyek lainnya.

Hasil proses transformasi nilai spektral dari NDVI memberikan nilai yang
tinggi untuk biomass yang rapat, sedangkan di lahan sawah dapat mendeteksi pola
rotasi tanamnya. Namun kalau dilihat dari nilai akurasi yang ditunjukkan tidak
memberikan gambaran seperti apa yang tampak pada tampilannya. Analisis dari
hasil proses transformasi nilai spektral NDVI menggunakan ketiga tanggal
perekaman Citra Landsat ETM+ secara langsung dapat memberikan gambaran
berapa kali dalam satu tahun musim tanam lahan sawah ditanami. Penggunaan
proses transformasi nilai spectral NDVI dapat memisahkan antara lahan sawah
dengan kebun campuran secara tegas dan jelas batasnya.

Hasil proses transformasi nilai spektral NDVI citra Landsat ETM+


komposit warna (RGB) multi-temporal dapat membedakan penutup lahan sawah
dengan penutup lahan lainnya. Proses transformasi nilai spektral Tasseled Cap
Transformation lebih untuk membedakan kelembaban lahannya, sehingga
memberikan analisis yang lebih tepat. Analisis pola rotasi tanam lahan sawah
menggunakan proses transformasi nilai spektral dan saluran asli. Penggabungan
proses transformasi nilai spektral Principal Component Analysis, NDVI, dan
Tasseled Cap Transformation yang diharapkan memberikan keuntungan dalam
melakukan klasifikasi terselia, karena masing-masing proses transformasi
mempunyai keunggulan yang muncul saat digabungkan. Hasil penelitian yang
telah dilaksanakan tidak terbukti, bahwa penggunaan transformasi nilai spectral
dalam rangka identifikasi pola rotasi tanam di lahan sawah dapat menambah
akurasi proses identifikasi. Demikian juga penggabungan ketiga transformasi nilai
spektral dalam rangka proses identifikasi pola rotasi tanam lahan sawah lebih
rendah daripada penggunaan proses transformasi nilai spektral Principal
Component Analysis yang berdiri sendiri.
B. Mekanisme
Citra Landsat ETM+ dengan nilai spektral (digital number) yang tinggi
pada saluran inframerah. Fase generatif merupakan fase padi mulai terisi bulir
padinya, keberadaan air sudah mulai berkurang dan yang memberikan respon
dominan adalah bulir tanaman padi. Fase bera di lahan sawah ditandai dengan
kondisi lahan sawah yang kosong tanpa tanaman padi, sehingga lahan lebih
dominan. Integrasi transformasi nilai spektral Principal Component Analysis
(PCA), NDVI, dan Tasseled Cap Transformation (TCT) dalam rangka pemetaan
pola rotasi tanam lahan sawah dilakukan dengan cara membuat komposit warna
(RGB) multi-temporal dari citra Landsat ETM+ yang digunakan dalam penelitian.
Citra Landsat ETM+ saluran asli dilakukan prosedur yang sama, yaitu dengan
membuat komposit warna (RGB) multi- temporal. Dalam rangka mendukung
pengambilan keputusan dalam proses integrasi transformasi nilai spektral dalam
rangka pemetaan pola rotasi tanam lahan sawah, maka digunakan dukungan peta-
peta data sekunder dengan bantuan SIG
Pendekatan spektral (yang dilandasi oleh paradigma spektral) merinci
fenomena kajian ke dalam variabel-variabel spektral, baik berupa nilai spektral
asli
hasil perekaman sensor maupun nilai indeks hasil transformasi spektral. Variabel-
variabel spektral ini diasumsikan menggambarkan fenomena variasi kerapatan
vegetasi, kelembaban tanah, ataupun variasi jenis penutup lahan. Pendekatan
spasio-temporal mengkombinasikan informasi spektral dan informasi (multi)-
temporal dalam time-series analysis. Pendekatan kunci foto menekankan
kenampakan fotomorfik pada citra melalui interpretasi fotografik. Ada banyak
pendekatan dalam penginderaan jauh, tetapi yang jelas semua pendekatan itu
bersifat operasional dan secara hirarkhis berada di bawah teori maupun paradigma
yang memayunginya. Sebagai contoh, pemodelan kehilangan tanah dengan USLE
(model deterministik- empiris-induktif) menggunakan masukan data erosivitas
hujan, erodibilitas tanah, Panjang dan kemiringan lereng, serta penutup lahan dan
praktek konservasi. Kebanyakan peneliti menggunakan satuan pemetaan tanah
(menurut paradigma morfologi bentanglahan) untuk memetakan tingkat
erodibilitasnya; sementara peta penutup lahan diturunkan melalui metode
klasifikasi multispektral yang berkembang di bawah paradigma spektral.
Danoedoro et al. (2008) memadukan peta penutup lahan hasil segmentasi berbasis
obyek (mengikuti paradigma morfo-spasial kuantitatif) dengan hasil klasifikasi
multispektral menurut paradigma spektral.

Aspek spasial dan spektral telah mewujud dalam paradigma-paradigma


penginderaan jauh, tetapi tidak ada satu penulis pun yang menyebutkan adanya
paradigma temporal dalam kajiannya. Aspek temporal dalam kajian penginderaan
jauh, dan bahkan geografi, tidak pernah berdiri sendiri. Berbeda halnya dengan
cara pandang penginderaan jauh atas fenomena geografis secara spasial ataupun
spektral, tidak ada satu pun fenomena yang dianalisis semata-mata berdasarkan
aspek temporalnya saja. Aspek temporal selalu muncul terkombinasi dengan
aspek lain dalam bentuk pendekatan (approaches), misalnya pendekatan spasio-
temporal, atau spektro-temporal. Pendekatan multi-temporal dalam penginderaan
jauh selalu diletakkan dalam konteks paradigma yang memayunginya, baik
morfologi bentanglahan, spektral , maupun morfo-spasial kuantitatif.

Danoedoro, 2012, selain penajaman spektral, masih ada transformasi lain


yang sering digunakan untuk menghasilkan informasi baru. Transformasi ini
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu a) transformasi yang dapat mempertajam
informasi tertentu, namun sekaligus menghilangkan atau menekan informasi lain,
dan b) transformasi yang meringkas informasi dengan cara mengurangi
dimensional data. Transformasi citra adalah salah satu teknik yang sering
digunakan dalam Interpretasi citra secara digital.

A. Efek Penisbahan Saluran Penisbahan saluran dapat menonjolkan aspek


kerapatan vegetasi, khususnya untuk penisbahan saluran inframerah dekat dan
saluran merah. Disamping itu, secara umum dapat menekan efek bayangan,
misalnya pada lereng yang bervegetasi (Lillesand et all, 2008).
B. Penisbahan Saluran Penisbahan saluran (band ratio) biasa digunakan untuk
menghasilkan evek tertentu dalam penonjolan dalam aspek vegetasi,
pengurangan evek bayangan dan penonjolan litologi: Dengan penisbahan ini,
masalah timbul dengan mempresentasikan nilai kecerahan yang baru.

Pada gambar dapat dilihat bagaimana perubahan perbedaan nilai untuk


jenis vegetasi yang sama, dari citra asli ke citra baru hasil penisbahan. Begitu juga
efek perubahan perbedaan nilai untuk tipe vegetasi yang berbeda (daun jarum dan
daun lebar). Untuk daerah yang terbuka kadang-kadang penisbahan ini dapat
diterapkan untuk pembeda litologi secara spectral (Danoedoro, 2012). Dari teori
yang telah dijelaskan dapat disimpulkan, posisi sudut datang cahaya dan
morfologis wilayah mempengaruhi nilai kecerahan vegetasi, dengan penisbahan
saluran memberikan efek kemampuan untuk mengurangi variasi informasi dan
meningkatkan kepekaan pada objek vegetasi.

Danoedoro (2012) menyatakan, semua benda dengan temperature diatas


0o Kelvin (-273oC) memberikan REM. Pada umumnya, radiasi energi berbentuk
kurva untuk berbagai temperatur hal ini juga menunjukkan variasi besaran energi
yang diradiasikan sejalan dengan perubahan Panjang gelombang. Disamping itu,
apabila temperatur sumber radiasi naik maka jumlah radiasi energi juga naik.

Atmosfer bersifat transparan terhadap REM (radiasi elektro magnetik),


meskipun hanya untuk beberapa bagian spektral saja. Untuk bahagian lain
atmosfer justru bersifat opaque (tidak tembus). Sementara sebahagian besar
sisanya bersifat tidak sepenuhnya transparan. Variasi sifat ini disebabkan oleh
hamburan (scattering) radiasi oleh partikel-partikel dan molekul-molekul
atmosfer, serapan energi sering kali berupa serapan resonasi moekular, serta emisi
radiasi oleh benda atau partikel lain di atmosfer. Kondisi atmosfer bervariasi
secara keruangan dan temporal sehingga sebenarnya kekuatan hamburan, serapan,
dan emisi tidak merata atau konstan.

Penyerapan menyebabkan penurunan jumlah energi yang mampu


menembus atmosfer yang mecapai bumi. Dengan demikian, energi yang
mencapai permukaan bumi dan dipantulkan kembali ke sensor berkurang
jumlahnya. Pantulan pada permukaan benda (reflectance at a surface interface)
dapat terjadi dalam bentuk dan cara yang berbeda-beda. Tergantung pada tiga hal
berikut ini: (1) sudut datang energi, (b) kekasaran permukaan sebagai fungsi
panjang gelombang, (c) materi, karena materi ini mempengaruhi sudut efraksi dan
persentase energi yang dipantulkan.

Dalam kaitan posisi sumber energi (misalnya matahari), posisi permukaan


benda, dan posisi sensor, dikenal dengan tiga macam pantulan, yaitu:

a) Pantulan hemisferis, terjadi apabila energi (cahaya) datang dari berbagai


sumber mendekati separuh bola langit atau hemisfer, begitu pula pantulan ke
sensornya.

(b) Pantulan direksional, terjadi apabila sumber energi datang dari


berbagai arah (seperti halnya pantulan hemisferis), tetapi hanya pantulan
kesensor saja (direksional) saja yang tercatat oleh sensor.
(c) Pantulan bidireksional, merupakan pantulan yang tercatat oleh
sensor pada posisi atau arah yang berbeda dengan arah datangnya energi.

Dari teori yang telah diuraikan dapat disimpulkan, atmosfer merupakan


salah satu faktor yang mempengaruhi variasi nilai radiasi elektromagnetik yang
tercatat oleh sensor, karena adanya proses hamburan, penyerapan dan emisi. Posisi
penyinaran (sumber energi) dan sensor juga mempengaruhi nilai kecerahan hasil
perekaman gelombang elektromagnetik.

Pengembangan transformasi spektral merupakan upaya untuk meningkatkan


kemampuan ekstraksi informasi data spektral pantulan tanah dari indeks nilai dan
rotasi saluran citra dengan komponen utama. Pengembangan indeks nilai dan
komponen utama dilakukan agar dapat menyadap lebih teliti kondisi kadar air tanah
di daerah pesisir Kota Makassar dan daerah sekitarnya yang memanfaatkan citra
multispektral Landsat 5 TM tahun 2006. Metode ekstraksi informasi tentang
kandungan lengas tanah dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua
cara yaitu: (1) indeks nilai dikembangkan dari transformasi Fukuhara setelah
dikombinasikan dengan WDVI atau persamaan bobot garis tanah dan Fraksi pantulan
tanah yang merupakan indeks turunan dari NDVI; (2) transformasi komponen utama
dikembangkan melalui transformasi NDMI setelah dimodifikasi dengan hasil regresi
linier ketiga komponen utama yang diperoleh. Analisis statistik diterapkan untuk
melihat derajat hubungan antara data tanggapan spektral dari kondisi lengas tanah
pada citra baru hasil pengembangan transformasi spektral dengan kelembaban tanah
permukaan relatif kedalaman 0-10 cm, serta hubungannya terhadap daerah dengan
ketiggian agak bervariasi yang direpresentasikan oleh indeks kebasahan topografi.
Indeks kelengasan (Ikls_3) adalah indeks hasil pengembangan transformasi spektral
yang terbaik dan lebih teliti diantara tiga indeks lainnya. Nilai koefisien korelasi
dapat ditunjukkan oleh hubungan yang sedang yaitu pada indeks kelengasan (Ikls_3)
dengan data pengukuran lengas tanah relatif di lapangan adalah -0,736 dengan
koefisien determinasi (r2) sebesar 0,542, sedangkan terhadap indeks kebasahan
topografi memiliki hubungan yang sedang sebesar 0,773 serta koefisien determinasi
(r2) 0,597. Persamaan agihan spasial lengas tanah yang diperoleh terhadap
kelembaban tanah permukaan adalah Ŷ = 0,6238 – 0,2247 X dengan RMSE
sebesar 0,038 sedangkan terhadap nilai indeks kebasahan topografi Ŷ = 1,769 X +
0,312 dengan nilai RMSE sebesar 0,207.

C. Kekurangan dan Kelebihan


Metode transformasi spektral berdasarkan harmonik bola telah banyak
digunakan untuk menyelesaikan bagian dinamis dalam model sirkulasi umum
atmosfermetode berdasarkan harmonik bola telah banyak digunakan untuk
menyelesaikan bagian dinamis dalam model sirkulasi umum atmosfer (GCM)
karena akurasinya yang tinggi. Ini adalah strategi sederhana namun efektif untuk
mencapai penyeimbangan muatan yang baik di antara prosesor. Karena ini adalah
sumber daya yang terdiri dari cluster PC yang memenuhi tingkat daya komputasi
tinggi, ini menghabiskan biaya komputasi minimal. Secara umum, kinerja
komputasi bergantung pada arsitektur komputer dan tingkat pengoptimalan kode.
Fenomena cuaca buruk seperti topan mungkin cocok untuk mengevaluasi
kemampuan model dalam memprediksi cuaca. Sangat diyakini bahwa grid
geodesik berdasarkan icosahedron memegang banyak janji untuk masa depan
pemodelan sirkulasi umum atmosfer.
Sebuah metode transformasi spektral dikembangkan untuk mentransformasi
citra warna semu SPOT menjadi citra warna alami yang disimulasikan. metode ini
pada dasarnya menggunakan citra Landsat Tm true color sebagai citra referensi
untuk menyusun transformasi spektral citra SPOT. Gambar yang disimulasikan
telah dibandingkan secara visual dan kuantitatif dengan gambar referensi untuk
detail gambar yang berbeda dan jenis tutupan lahan yang bervariasi. Hasilnya
menunjukkan bahwa gambar SPOT dapat diubah secara spektral menjadi gambar
warna alami yang hampir identik dalam hal efek visualnya. Selain itu, koefisien
korelasi yang tinggi antara gambar referensi dan simulasi juga menunjukkan
keberhasilan penerapan metode transformasi spektral ini.
Pekerjaan selanjutnya menunjukkan penggunaan ekstensif data iklim bulanan:
Joly dan Voldoire, (2009)Kentat dkk. (2013) menganalisis pengukuran iklim,
pengambilan satelit Kecepatan Angin laut rata-rata bulanan untuk memvalidasi
akurasi yang diperlukan dalam perhitungan fluks panas udara-laut. Wang dan
Zeng (2015) telah mengelaborasi data iklim untuk mengukur suhu udara
permukaan tanah. Amendola et al. (2017)Wang dkk. (2018)telah mengembangkan
metode untuk memanipulasi kumpulan data grid dengan Fast Fourier Transform
(FFT) untuk lebih memahami proses gabungan laut-atmosfer. menggunakan
Transformasi Fourier untuk menggabungkan kembali distribusi Gaussian yang
diperoleh melalui Neural Network untuk prakiraan cuaca musiman.menggunakan
rata-rata bulanan, telah membangun indeks suhu permukaan laut boreal di Pasifik
ekuator. Andres dan Agostaa (2014) , mengelaborasi korelasi antara data jaringan
atmosfer, samudera dengan nodal bulan dengan menggunakan data iklim terfilter
dan Fast Fourier Transform.
Gambar multispektral memperumit skenario ini. Dimensi ketiga (spektral)
secara kualitatif berbeda dari dimensi spasial, dan umumnya tidak dapat
dimodelkan sebagai stasioner. Korelasi antara pita spektral yang berdekatan,
misalnya, dapat sangat bervariasi tergantung pada pita spektral mana yang
dipertimbangkan. Dalam citra penginderaan jauh, misalnya, dua pita spektral
inframerah yang berdekatan mungkin memiliki korelasi yang lebih tinggi secara
konsisten daripada pita yang berdekatan dalam rentang yang terlihat. Korelasi
demikian tergantung pada posisi absolut dalam dimensi spektral , yang melanggar
stasioneritas . Ini berarti bahwa transformasi frekuensi sederhana sepanjang
dimensi spektral umumnya tidak efektif. Selain itu, kita akan melihat sebagian
besarmetode kompresi multispektral bekerja dengan memperlakukan setiap pita
spektral secara berbeda. Hal ini dapat dilakukan dengan menghitung KL atau
transformasi serupa di seluruh pita spektral, menggunakan filter prediksi yang
bervariasi untuk setiap pita spektral, atau menerapkan metode kuantisasi atau
pengelompokan vektor yang dilatih untuk variasi statistik di antara pita. Untuk
gambar fotografi, beberapa teknik mengambil keuntungan eksplisit dari
karakteristik sistem visual manusia untuk menentukan hubungan antara
komponen spektral .
D. Kesimpulan
Pengembangan transformasi spektral merupakan upaya untuk meningkatkan
kemampuan ekstraksi informasi data spektral pantulan tanah dari indeks nilai dan
rotasi saluran citra dengan komponen utama. Pengembangan indeks nilai dan
komponen utama dilakukan agar dapat menyadap lebih teliti kondisi kadar air
tanah di daerah pesisir Kota Makassar dan daerah sekitarnya yang memanfaatkan
citra multispektral Landsat 5 TM tahun 2006. Metode ekstraksi informasi tentang
kandungan lengas tanah dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua
cara yaitu: (1) indeks nilai dikembangkan dari transformasi Fukuhara setelah
dikombinasikan dengan WDVI atau persamaan bobot garis tanah dan Fraksi
pantulan tanah yang merupakan indeks turunan dari NDVI; (2) transformasi
komponen utama dikembangkan melalui transformasi NDMI setelah dimodifikasi
dengan hasil regresi linier ketiga komponen utama yang diperoleh. Analisis
statistik diterapkan untuk melihat derajat hubungan antara data tanggapan spektral
dari kondisi lengas tanah pada citra baru hasil pengembangan transformasi
spektral dengan kelembaban tanah permukaan relatif kedalaman 0-10 cm, serta
hubungannya terhadap daerah dengan ketiggian agak bervariasi yang
direpresentasikan oleh indeks kebasahan topografi. Indeks kelengasan (Ikls_3)
adalah indeks hasil pengembangan transformasi spektral yang terbaik dan lebih
teliti diantara tiga indeks lainnya. Nilai koefisien korelasi dapat ditunjukkan oleh
hubungan yang sedang yaitu pada indeks kelengasan (Ikls_3) dengan data
pengukuran lengas tanah relatif di lapangan adalah -0,736 dengan koefisien
determinasi (r2) sebesar 0,542, sedangkan terhadap indeks kebasahan topografi
memiliki hubungan yang sedang sebesar 0,773 serta koefisien determinasi (r2)
0,597.
Daftar Pustaka

Danoedoro, P. (2010). PENGINDERAAN JAUH: POSISI, PARADIGMA, DAN


PEMODELANNYA DALAM KAJIAN GEOGRAFI.

Murdiyati, S. R., Danoedoro, P., & Jatmiko, R. H. (2010). Integrasi transformasi spektral
citra Landsat ETM+ dan SIG untuk pemetaan pola rotasi tanam lahan sawah Kabupaten dan Kota
Semarang serta daerah sekitarnya di Jawa Tengah. Majalah Geografi Indonesia, 24(2), 121-141.

Wang, Y., Ji, S., & Zhang, Y. (2021). A Learnable Joint Spatial and Spectral Transformation
for High Resolution Remote Sensing Image Retrieval. IEEE Journal of Selected Topics in Applied
Earth Observations and Remote Sensing, 14, 8100-8112.

Blanes, I., & Serra-Sagristà, J. (2010). Pairwise orthogonal transform for spectral image
coding. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, 49(3), 961-972.

Anda mungkin juga menyukai