Anda di halaman 1dari 4

UJIAN TENGAH SEMESTER

Nama : Azis Paturohman


NIM : 21411030127
Mata Kuliah : Hukum Kelembaganegaraan
Kelas : 3 HTN C UIN Saizu
Waktu : 75 Menit
Dosen : Prof. Dr. Muhammad Fauzan, S.H., M.Hum.

Soal !
1. Eksistensi lembaga negara/organ negara adalah konsekuensi dianutnya konsep
pembagian kekuasaan baik pembagian kekuasaan secara vertikal maupun horizontal.
Pertanyaan :
a. Jelaskan pengertian pembgian kekuasaan secara vertikal dan horizontal !
b. Jelaskan pengertian lembaga negara dalam arti sempit dan dalam arti luas, serta
sebutkan masing-masing contohnya dalam sistem ketatanegaraar RI berdasarkan
UUD 1945 hasil amandemen !
Jawab :
a. Pembagian kekuasaan
• Horizontal
Pembagian kekuasaan secara horizontal adalah pembagian kekuasaan menurut
fungsi lembaga-lembaga tertentu. Menurut UUD 1945 setelah amandemen,
saat ini terjadi pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya tiga
jenis menjadi enam jenis kekuasaan yaitu:
a) Kekuasaan konstitutif. Kekuasaan ini dijalankan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) yang memiliki kuasa dalam mengubah dan menetapkan
Undang-Undang dasar. Dasar hukumnya adalah Pasal 3 ayat (1) UUD
1945.
b) Kekuasaan eksekutif. Kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan menjalankan
undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan negara. Pihak yang
memiliki kekuasaan ini adalah Presiden, seperti diatur pada Pasal 4 ayat
(1) UUD 1945.
c) Kekuasaan legislatif. Kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan
membentuk undang-undang dan dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Kekuasaan ini diatur melalui Pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
d) Kekuasaan yudikatif (kehakiman). Pemegang kekuasaan kehakiman
adalah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sesuai Pasal 24 ayat
(2) UUD 1945. Kekuasaan yudikatif memiliki kekuasaan untuk
menyelenggarakan peradilan dalam upaya penegakan hukum dan keadilan.
e) Kekuasaan eksaminatif (inspektif). Kekuasaan eksaminatif adalah
kekuasaan yang berkaita dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemegang kekuasaan
ini yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai Pasal 23E ayat (1)
UUD 1945.
f) Kekuasaan moneter. Kekuasaan moneter adalah kekuasaan untuk
menetapkan dan melakukan kebijakan moneter. Pelaksananya adalah Bank
Indonesia selaku bank sentra yang diatur pada Pasal 23D UUD 1945.
• Vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal adalah pembagian kekuasaan
berdasarkan tingkatannya yakni pembagian kekuasaan antara beberapa
tingkatan pemerintahan. Merujuk pada Pasal 18 ayat (1) UUD 1945, NKRI
diagi menjadi daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi menjadi
kabupaten dan kota. Setiap provnsi, kabupaten, dan kota memiliki
pemerintahan daera yang diatur menurut undang-undang. Dengan demikian,
pembagian kekuasaan secara vertikal berlangsung antara pemerintahan pusat
dengan pemerintahan daerah, baik provinsi atau kabupaten/kota. Pemerintahan
daerah berlangsung juga pembagian kekuasaan dengan pemerintahan pusat.
Pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota saling terjalin
koordinasi, pembinaan, dan pengawasan oleh pemerintahan pusat di bidang
administrasi dan kewilayahan.
b. lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan (Civilizated Organization)
yang dibuat oleh negara, dari negara, dan untuk negara, demi mencapai tujuan
negara itu. sedangkan menurut Dewi Oktaviani, lembaga negara adalah lembaga
pemerintahan yang berkedudukan di pusat yang tugas, fungsi, dan kewenangannya
secara tegas diatur dalam Undang-Undang.
UUD 1945 telah mengalami perubahan atau amandemen sebanyak empat kali,
mulai dari tahun 1999 - 2002. Salah satunya perubahan terhadap sistem
ketatanegaraan atau struktur lembaga tinggi negara. berikutlah lembaga Negara
setelah amandemen :
• MPR : Setelah amandemen, kedudukan MPR menjadi setara dengan lembaga
negara lainnya di bawah UUD 1945. MPR berwenang untuk mengubah dan
menetapkan UUD, melantik, dan memberhentikan presiden dan wakil presiden
sesuai Undang-Undang atau UU.
• DPR : Setelah amandemen, kedudukan DPR dalam sistem ketatanegaraan
semakin diperkuat karena DPR berwenang membuat UU.
• Presiden dan Wakil Presiden : Setelah amandemen, rakyat memiliki hak suara
untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung melalui pemilu.
Presiden dan Wakil Presiden memegang kekuasaan pemerintah dan berwenang
mengesahkan RUU menjadi UU.
• DPD : Dewan Perwakilan Daerah adalah perwakilan daerah dalam sistem
ketatanegaraan. DPR berwenang mengajukan RUU kepada DPR terkait
otonomi daerah.
• BPK : BPK memiliki tugas dan wewenang strategis mengenai sumber dan
anggaran keuangan negara. BPK melaporkan hasil pemeriksaan kepada DPR,
DPRD, dan DPD.
• MA : Setelah amandemen, MA membawahi badan peradilan dalam wilayah
peradilan umum peradilan militer, peradilan agama, dan peradilan tata usaha
negara.
• MK : Bersama MA, MK memegang kekuasaan kehakiman yang berwenang
menguji UU terhadap UUD.
• KY : Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan
berhak mengusulkan pengangkatan hakim agung.
2. Dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia, eksistensi Mahkamah Agung
sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman selalu menjadi materi muatan yang
diamanatkan dalam setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia.
Pertanyaan :
a. Jelaskan perbedaan pengaturan kekuasaan kehakiman dalam Undang Undang
Dasar 1945 sebelum dan sesudah diamandemen !
b. Jelaskan latar belakang eksistensi MA dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia !
Jawab :
a. Perbedaan kekuasaan kehakiman sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945
adalah dengan dibentuknya lembaga MK.
MK merupakan lembaga yang diberi kewenangan untuk menjaga konstitusi. Salah
satu fungsinya adalah menguji kesesuaian produk hukum terhadap UUD 1945.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang diberi kewenangan untuk
menilai pelaksanaan hukum di suatu wilayah atau negara. Kekuasaan ini juga
diberikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi atau vonis sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di Indonesia, kekuasaan kehakiman
terdiri dari lembaga MA dan MK.
b. Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 Mahkamah Agung lahir bersamaam
dengan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tahun 1945
Mahkamah Agung pemegang Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan Undang
Undang Nomor 19 Tahun 1964, pasal 19 : Presiden dapat turut atau campur tangan
soal-soal pengadilan. Tahun 1970 diundangkan Undang Undang Nomor 14
Tahun 1970, kemandirian Mahkamah Agung masih menjadi kajian akademik
belaka, karena ketentuan pasal 11 ayat (1) mengatur : badan badan yang
melakukan peradilan tersebut pasal 10 ayat (1) organisatoris, administrative dan
finansial ada dibawah masing-masing departemen yang bersangkutan. Tahun 1988
terjadi reformasi dan melahirkan Ketetapan MPR Nomor : X/MPR/1998 Bab II
huruf C dan Bab IV huruf C dan agenda yang harus dilaksanakan pada huruf a :
Pemisahan secara tegas antar fungsi-fungsi yudikatif dan eksekutif. Pada tahun
1999 diundangkan Undang Undang Nomor 35 Tahun 1999 dan mengembalikan
semua badan peradilan kepada Mahkamah Agung yang dikenal dengan one roof
system , khususnya ketentuan pasal 11.
Tahun 2009 diundangkan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman. Pasal 18 mengatur ketentuan kekuasaan kehakiman, yaitu
Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dan Mahkamah
Konstitusi. Pasal 30 ayat (2) mengatur Pengangkatan Hakim Agung sebagaimana
dimaksud ayat (1) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dari nama nama calon
yang diusulkan oleh Komisi Yudisial. Lahirnya lembaga baru tersebut secara
hukum alam akan menimbulkan gesekan dan gerakan perubahan.
3. Berdasarkan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen, Mahkamah Agung
berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang terhadap undang-undang dan wewenang lainnya yang
diberikan oleh undang-undang.
Pertanyaan : Coba saudara jelaskan masing-masing kewenangan tersebut !
Jawab :
Pengaturan tugas dan wewenang MA diatur secara jelas dalam Undang-Undang atau
UU MA, UU kekuasaan kehakiman, dan UU peradilan umum. Kehadiran MA didasari
oleh Pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Dasar atau UUD 1945. Berikut tugas dan
wewenang Mahkamah Agung Republik Indonesia:
a. Memeriksa dan memutus permohonan kasasi (Pasal 20 ayat 1 UU Nomor 48
Tahun 2009).
b. Memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili (Pasal 28 ayat
1 UU Nomor 14 Tahun 1985).
c. Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan tetap (Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun
1985).
d. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU (Pasal 20 ayat
1 huruf b UU Nomor 48 Tahun 2009).
e. Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan
dari semua badan peradilan yang berada di bawahnya (Pasal 32 ayat 3 UU Nomor
3 Tahun 2009).
f. Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan
peradilan yang berada di bawahnya (Pasal 32 ayat 4 UU Nomor 3 Tahun 2009)
g. Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasehat masalah hukum kepada lembaga
negara dan lembaga pemerintahan apabila diminta (Pasal 22 UU Nomor 48 Tahun
2009).
h. Memberi pertimbangan hukum atas permohonan grasi dan rehabilitasi (Pasal 35
UU Nomor 5 Tahun 2004).
i. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan
kehakiman (Pasal 24 ayat 1 UU Nomor 48 Tahun 2009).
j. Melakukan pengawasan internal atas tingkah laku hakim (Pasal 32A UU Nomor 3
Tahun 2009).
k. Mengawasi pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan (Pasal 32 ayat 2 UU
Nomor 3 Tahun 2009).

Anda mungkin juga menyukai