NO SOAL BOBOT
Perubahan konstitusi di Indonesia secara formal yang dalam bahasa belanda nya disebut
verfassungsanderung adalah perubahan yang mekanismenya telah diatur di dalam
konstitusi suatu negara. Secara umum, hal ihwal mengenai amendemen UUD 1945
2 diatur dalam Pasal 37 UUD 1945. Perubahan konstitusi di Indonesia secara Informal
(verfassungswandlung) Perubahan informal konstitusi tidak mengubah teks konstitusi,
hanya mengubah makna dan/atau praktik (kontekstualisasi) atas ketentuan konstitusi.
Dalam catatan sejarah ketatanegaraan RI, perubahan informal konstitusi sudah beberapa
kali terjadi. Yang paling masyhur adalah Ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR/1983
tentang Referendum, yang mengatur hak penentuan usul perubahan undang-undang
dasar ada pada rakyat yang akan ditentukan melalui referendum.
Hasil Amandemen UUD 1945 yang pertama meliputi 9 pasal dan 16 ayat sebagai
berikut:
Hasil Amandemen UUD 1945 yang kedua meliputi 27 Pasal dalam 7 Bab sebagai
berikut:
- Bab VI mengenai Pemerintah Daerah
- Bab VII mengenai Dewan Perwakilan Daerah
- Bab IXA mengenai Wilayah Negara
- Bab X mengenai Warga Negara dan Penduduk
- Bab XA mengenai Hak Asasi Manusia
- Bab XII mengenai Pertahanan dan Keamanan
- Bab XV mengenai Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
Hasil Amandemen UUD 1945 yang kedua meliputi 23 Pasal dalam 7 Bab sebagai
berikut:
- Bab I mengenai Bentuk dan Kedaulatan
- Bab II mengenai MPR
- Bab III mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara
- Bab V mengenai Kementerian Negara
- Bab VIIA mengenai DPR
- Bab VIIB mengenai Pemilihan Umum
- Bab VIIIA mengenai BPK
- UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan
keempat adalah UUD 1945 yang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan
kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
- Perubahan tersebut diputuskan dalam rapat paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18 Agustus
2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Mahkamah Konstitusi dibentuk untuk menjamin agar konstitusi sebagai hukum tertinggi
dapat ditegakkan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi bisa
disebut sebagai the guardian of the constitution, keberadaan MK dimaksud sebagai
penjaga kemurnian konstitusi.3Maksudnya adalah gagasan pembentukan Mahkamah
Konstitusi untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Mengadili tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dalam hal menguji
Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dan kewenangan lain yang
1
Yenny, Oktavani.” Perluasan Wewenang Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal Konstitusi,” Tanjungpura
Law Journal, no 1 (2020): 39-58
2
Sudirman.” Memurnikan Kewenangan Mahkamah Konstitusisebagai Lembaga Pengawal Konstitusi(The
Guardian Of The Constitution),” Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, no. 1 (2016): 48-55
3
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), Cet. 2, h. 130.
dimilikinya.
Mahkamah Konstitusi merupakan pengawal konstiusi (The Guardian Of The
Constitutional) terkait empat wewenang dan satu kewajiban yang dimilikinya. Hal itu
membawa konsekuensi Mahkamah Konstitusi berfungsi sebagai penafsir konstitusi4.
Undang undang dasar memberikan kewenangan yang sangat besar kepada mahkamah
konstitusi sebagai pengawal Undang Undang Dasar (UUD 1945) (the guardian of the
constitution) terkait dengan empat wewenang dan satu kewajiban yang
dimilikinya.Konstitusi sebagai hukum tertinggi mengatur penyelenggaraan negara
berdasarkan prinsip demokrasi, dan salah satu fungsi konstitusi adalah melindungi hak
asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi, sehingga menjadi hak konsitusional warga
negara. Oleh karena itu, mahkamah konstitusi juga sebagai pengawal demokrasi (the
guardian of democracy), pelindung hak-hak konstitusional warga negara (the protector
of the citizen’s konstitusional rights) serta pelindung hak asasi manusia (the procetor of
human rights)5
4
Ni’matul Huda, UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h.
256.
5
Novendri M. Nggilu, Hukum Dan Teori Konstitusi (Perubahan Konstitusi Yang Partisipatif dan Populis),
Yogyakarta : UII Press, 2014, hal. 147-148