Anda di halaman 1dari 6

Mengenal Titi Laras Slendro dan Pelog dalam Karawitan Jawa

Dalam seni karawitan, titi laras memegang peranan yang penting dan praktis, sebab dengan
menggunakan titi laras kita dapat mencatat lagu atau gending, mempelajarinya, dan kemudian
menyimpannya untuk dokumentasi. Titi laras dalam seni musik biasanya sering disebut
dengan notasi, yaitu lambang-lambang untuk menunjukkan tinggi rendah suatu nada berupa
angka atau lambang lainnya.

Titi Laras Slendro dan Pelog

Istilah titi laras dalam penggunaannya sehari-hari sering disingkat menjadi laras. Laras ini
terdiri dari dua macam, yaitu laras slendro dan pelog. Pengertian laras slendro dan pelog
tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Laras Slendro

Laras Slendro pada umumnya menghasilkan suasana yang ringan, riang gembira dan terasa
lebih ramai. Hal ini dibuktikan dengan adegan-adegan dalam pertunjukan wayang kulit
maupun wayang wong seperti adegan perang, baris-berbaris yang diiringi dengan gending
berlaras slendro. Penggunaan laras slendro juga dapat berkesan sebaliknya seperti sedih,
sendu, maupun romantis. Sepertihalnya pada gending yang menggunakan laras slendro
miring. Nada miring merupakan nada laras slendro yang dimainkan tidak tepat pada nadanya
secara sengaja. Oleh karena itu, banyak adegan rindu, percintaan kangen, sedih, sendu,
kematian, merana diiringi gending yang berlaras slendro miring.

2. Laras Pelog

Secara umum, laras pelog menghasilkan suasana yang bersifat memberikan kesan gagah,
agung, keramat dan sakral, khususnya pada permainan gending yang menggunakan laras
pelog nem. Oleh karena itu, banyak adegan-adegan yang diiringi dengan laras pelog seperti
adegan masuknya seorang raja ke sanggar pamelegan (tempat pemujaan), adegan sakit hati,
adegan marah, maupun adegan yang menyatakan dendam. Tetapi pada permainan nada-nada
tertentu, laras pelog dapat juga memberi kesan gembira, ringan, dan semarak, misalnya pada
gending yang dimainkan pada laras pelog barang.

Selain titi laras slendro dan pelog ada beberapa jenis titi laras yang lain, yaitu sebagai berikut.

1. Titi laras Kepatihan


Titi laras kepatihan dibuat oleh Kanjeng Raden Mas Haryo Wreksadiningrat di Kepatihan
Keraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1910.

2. Titi laras Ding-Dong


Titi laras ding-dong digunakan untuk mencatat dan mempelajari gending-gending gamelan
Bali.

3. Titi laras Sariswara/Dewantaran


Titi laras sariswara/dewantaran digunakan dan diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara untuk
mengajarkan gamelan Jawa.

4. Titi laras Daminatila


Titi laras daminatila diciptakan oleh Raden Mas Machyar Angga kusumadinata untuk
karawitan Sunda.

5. Titi laras lainnya seperti titi laras tangga, titi laras rantai, dan sebagainya yang digunakan
untuk mempelajari dan mencatat gending-gending sejak dahulu.

Dalam gending-gending Jawa yang sering digunakan adalah titi laras kepatihan. Titi laras
berwujud angka 1 2 3 4 5 6 7 1' sebagai pengganti nama bilahan gamelan agar lebih mudah
dicatat dan dipelajari. Angka-angka tersebut dibaca ji ro lu pat ma nem pi ji, bukan di
baca do re mi fa sol la si do seperti notasi Barat karena nadanya memang lain sekali.

Tinggi rendahnya titi laras untuk laras slendro dan laras pelog berbeda. Pada laras slendro,
tingkatan suara untuk tiap nada sama. Setiap satu oktaf dibagi menjadi lima laras. Namun,
pada gamelan laras pelog, tingkatan nada masing-masing bilahan tidak sama. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Slendro Pelog Nem Pelog Barang

Barang 1 Panunggul (bem) 1 Barang 7

Gulu/jangga 2 Gulu/jangga 2 Gulu/jangga 2

Dada/tengah 3 Dada/tengah 3 Dada/tengah 3

Lima 5 Lima 5 Lima 5

Nem 6 Nem 6 Nem 6


Nada nada seperti pada tabel tersebut mudah ditemukan pada gender gambang, slentem
ataupun saron. Titi Laras Gender yang lengkap berbilah 14 seperti yang tampak pada gambar
di bawah ini.
Tanda titik di atas nada berarti bersuara tinggi/kecil. Sementara titik di bawah nada berarti
bersuara berat atau rendah.

Pada gender laras pelog patet nem tanpa nada 7 dan gender laras pelog patet barang tanpa
menggunakan nada 1 karena pada laras pelog patet nem tidak menyentuh nada 7. Demikian
pula laras pelog petet barang tidak memakai nada 1.

Dalam ketiga patet di atas, gender tanpa menggunakan nada 4. Jadi, apabila ada gending yang
dimainkan menggunakan nada 4 (atau biasa disebut nada pelog) hanya dapat kita dengar dari
penabuhan slentem atau saron karena slentem dan saron pelog lebih lengkap bilahan nadanya.
Gambang laras slendro dan pelog mempunyai 22 bilahan yang tampak seperti pada gambar
berikut.
Gambang laras pelog patet nem dan pelog patet barang nada-nadanya sama, hanya perlu
disediakan nada 7 sebagai pengganti. Maksudnya apabila menggunakan gending laras pelog
patet nem menggunakan nada 1, bila hendak beralih ke patet barang, nada 1 hendaknya
diganti dengan bilahan bernada 7.

Dahulu pengganti nada terdiri dari 4 bilah, yaitu ,,7 7 7’ 7’’. Namun, sekarang yang biasa
dipakai adalah 3, yaitu 7 7’ 7’’.

Penggunaan nada 7 dan 4 pada laras pelog patet 6 dan penggunaan nada 1 dan 4 pada pelog
patet barang hanya digunakan sebagai variasi nada agar ketika didengar lebih syahdu.

Slentem pada laras slendro memiliki bilahan 7. Sementara saron demung atau saron besar,
saron barung, dan saron peking sama-sama memiliki 6 bilahan seperti yang tampak pada
gambar berikut.
Saron yang berbilah 7 hanya perlu ditambah bilahan atau nada gulu/jangga di sebelah kanan
bilahan barang. Apabila bilahan berjumlah 8 tinggal menambah bilahan/nada 6 di sebalah
kiri. 
Pada slentem, saron demung, saron barung, dan saron peking semuanya memiliki 7 bilahan
nada seperti tampak pada gambar berikut.
Gending-gending Jawa biasanya dipelajari dengan menggunakan dua cara, yaitu titi
laras kepatihan dan titi laras Sariswara atau dewantaran. Titi laras kepatihan memberikan
notasi angka tetap, sama seperti nama bilahan pada gamelan. Pada patet apapun ditandai
dengan angka-angka yang sama. Barang atau panunggul selalu ditandai angka 1, jangga/gulu
selalu ditandai angka 2, dan seterusnya. Hal ini bertujuan untuk mempermudah belajar karena
tidak usah berkali-kali mengganti angka pada bilah gamelan meskipun diganti dengan patet
apa saja. Yang berubah-ubah hanyalah dasar suara sesuai dengan landasan patet.
Sementara sistem dewantaran atau sariswara, yang tidak berubah adalah titi larasnya,
bilahan gamelan disesuaikan menurut titi larasnya, bilahan gamelan disesuaikan menurut titi
laras, dasar suaranya tetap 1, bilahan 6 ditandai angka 1, bilahan gulu/jangga ditandai angka 1
sesuai dengan patet yang sedang dihadapi. Yang berubah adalah tinggi rendahnya suara, titi
laras 1 pada patet nem (6) tidak sama dengan suara titi laras 1 pada patet sanga (9) ataupun
patet manyura. Jadi, apabila ingin mempelajari gending menurut sistem dewantaran ini, kita
harus sering mengganti notasinya.

Anda mungkin juga menyukai