segala kondisi
Orang seperti ini akan menjadi hamba yang taat dari segala segi,
kecil maupun besar, kaya maupun miskin, sehat maupun sakit, dengan
hati, lisan maupun anggota badan.
Seorang hamba dan apa yang dimilikinya adalah kepunyaan Tuhan
dan Pemiliknya, dia tidak akan berbuat kecuali dengan perintah-Nya.
Bagaimana mungkin dia memiliki langkah pada dirinya, padahal
dirinya sendiri adalah milik Tuhannya, ubun-ubunnya ada di tangan-
Nya, hati- nya berada di antara kedua jari-Nya.
Kematian dan kehidupannya, kebahagiaan dan kesengsaraannya,
kesehatan dan sakitnya, semuanya disandarkan pada Allah Ta’ala. Tidak
ada sedikit pun yang berasal dari hamba, bahkan dirinya dan seluruh
alam semesta yang paling tinggi dan paling rendah sekalipun berada
da- lam genggaman Allah Ta’ala, maka mengapa masih ada yang
berharap dan takut kepada selain Allah?
Orang yang mau menyaksikan hal itu maka kebutuhan dan kepen-
tingannya akan disandarkan kepada Tuhannya, suatu sifat yang lazim.
Dan kapan pun ia melihat orang-orang demikian maka ia tidak akan bu-
tuh kepada mereka, ia tidak akan menggantungkan harapan dan angan-
angannya kepada mereka, tauhidnya mantap, sikap tawakal,
peribadatan dan pengetahuannya akan tetap lurus.
)
)ﯦ)ﯣ)ﯤﯥ
)ﯢ)ﯞ)ﯟﯠ)ﯡ
)ﯝﯙﯚ)ﯛ)ﯜ
ﯧﯨﯩﯪ ﯫ ﯬ ﯭ
“…(Sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia
menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itu
lah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui” (QS. Ar-Ruum: 30)
• Kedua: Pengetahuan yang lahir karena rasa malu kepada Allah, cinta
karena-Nya, keterkaitan hati terhadap-Nya, rindu, cinta dan
kembali
kepada-Nya, serta menjauh dari ketergantungan makhluk menuju
ketergantungan kepada-Nya.
Ini adalah pengetahuan yang paling tinggi dan paling agung. Ke-
beradaan makhluk di dalamnya berbeda-beda dan bertingkat-tingkat, ti-
dak ada yang bisa menghitungnya kecuali Allah, Tuhan yang
mengenali mereka dan menyingkapkan hati mereka dengan
pengetahuan-Nya yang membedakannya dari yang lainnya.
“Semuanya menyembah, menaati Allah dan menikmati hal itu sesuai
dengan pengetahuan tersebut dan sesuai dengan apa yang Allah sing
kapkan darinya. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, orang yang paling
mengetahui hal itu pernah mengatakan, “Aku tidak dapat menghitung
segala pujian atasMu. Engkau adalah sebagaimana Engkau memuji atas
diriMu sendiri.” (HR. Muslim).1
Pancaran sinar La Ilaha Illallah menghilangkan ‘awan’ dosa dan
gumpalan asapnya sesuai dengan kekuatan dan kelemahan pancaran
tersebut. Kalimat syahadat ini memiliki cahaya dalam hati manusia dan
pemiliknya berbeda-beda dalam cahaya tersebut, tidak ada yang bisa
mengetahuinya kecuali Allah Azza wa Jalla.
Di antara manusia ada yang cahaya La Ilaha Illallah dalam hati-
nya seperti matahari, ada yang seperti bulan, ada yang seperti bintang
gemerlapan, ada yang sangat besar. Ada pula ada yang cahaya La Ilaha
Illallah dalam hatinya seperti lampu yang terang, sementara yang lain-
nya laksana lentera yang redup, dan lain-lain.
Untuk itu, cahaya-cahaya tersebut akan nampak pada hari Kiamat
di samping kanan-kiri dan hadapan mereka sesuai dengan kadar yang
mereka miliki dan sesuai dengan cahaya kalimat La Ilaha Illallah yang
ada dalam hati kaum mukminin.
Setiap kali cahaya kalimat ini membesar dan bertambah kuat maka
ia mampu membakar sebagian syubhat (hal-hal yang samar) dan syah-
wat (nafsu) sesuai dengan kekuatan dan kedahsyatan cahaya tersebut.
Suatu ketika jika ia sampai pada kondisi yang bertemu dengan syubhat,
syahwat maupun dosa maka ia akan membakarnya. Inilah kondisi
orang yang jujur (benar) tauhidnya yang tidak tercampuri dengan
kemusyrikan sedikit pun.
Beragam syubhat, syahwat, dosa dan maksiat apa pun yang mende-
kati cahaya ini maka akan terbakar, sebab ‘langit’ imannya telah menjaga