Disusun oleh:
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam situasi pandemi ini dimana kita serba was-was dalam melakukan berbagai
hal yang melibatkan interaksi dengan orang lain, karena bisa saja interaksi tersebut
yang menyebarkan virus menular yang membahayakan masyarakat. Virus tersebut
dalam kurun waktu beberapa bulan saja banyak merenggut banyak korban. Karena ini
banyak masyarakat menggunakan layanan digital untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dari yang bersifat primer seperti kebutuhan pokok dengan membeli lewat layanan digital
e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia yang merupakan raja e-commerce di
Indonesia untuk saat ini. Namun sebagai manusia, dikala pandemi ini kita akan
mengalami rasa bosan dan penat. Ya, kita dipaksa melakukan aktivitas berulang-ulang
tiap harinya.
Banyak masyarakat menggunakan layanan digital ini juga untuk memenuhi
kebutuhan tersiernya seperti menikmati musik dan film. Netflix salah satunya, layanan
streaming dengan popularitas yang menanjak saat ini yang sejalan dengan konsumen
penikmat Netflix menjadi daya tarik sebagaian masyarakat di Indonesia. Kita bisa
melihat serial atau film favorit kita disana, seperti “Money Heist” yang merupakan film
luar negeri atau film “Antologi Rasa” yang diproduksi dari dalam negeri. Bioskop menjadi
tutup akibat pandemi ini, layanan digital Netflix mulai digandrungi. Hal inilah yang nanti
menjadi cikal bakal mengapa Netflix dikenakan atas pajak. Bahkan dalam setiap
pemutaran film di bisokop akan dikenakan pajak didalamnya, hal ini dilihat sebagai
peluang oleh pajak di Indonesia yang dikaitkan dengan prinsip pajak keadilan. Meskipun
dalam prosesnya pajak terkait ini baru bisa dipajaki sejak Agustus 2020 yang diatur
dalam PMK 48 tahun 2020 tentang PMSE karena payung hukum atas pemungutan oleh
pihak ke-3 baru diatur pada Perpu COVID-19.
2. Permasalahan
Meskipun hal ini merupakan isu baru tampaknya banyak yang belum mengetahui
terakait berita berikut. Hal ini kami dasarkan dengan kuisioner yang kami buat untuk
memetakan terkait hal ini. Walaupun terdengar cukup bias karena yang kami lakukan
kuisioner juga dalam lingkungan masyarakat STAN namun nyatanya lebih dari setengah
dari jumlah yang mengisi masih belum mengetahui hal ini. Hal ini yang membuat kami
percaya bahwa ini merupakan persoalan yang harus kami carikan solusinya. Kamipun
juga merekap tentang pendapat mereka mengenai pajak, sebanyak 30 persen
responden menyebutkan bahwa pajak menghasilkan wujud nyata namun tidak bisa
menyebutkan bukti konkrit. Kemudian 16 persen responden melihat hasil dari pajak tidak
nampak. Hal ini juga yang menjadi prihatin kita.
3. Jenis/Format Kegiatan
Kegiatan Pengmas kita berupa pendampingan oleh Bapak Kusmono. dimana kami
membuat video animasi yang kami rasa memudahkan untuk dicerna informasi yang
kami sampaikan.
D. Kelayakan Program
Pengetahun kami mengenai masalah ini bisa dibilang sudah mumpuni. Selain dibimbing
oleh dosen. Kamipun juga sudah melakukan Tanya jawab pada dosen lain yang mengerti
masalah ini. Dalam bidang IT dikelompok kami memiliki anggota yang kompeten akan
masalah tersebut.
E. Lampiran-Lampiran
https://docs.google.com/spreadsheets/d/1PGnaq5cOooZ0C_3MBx1P8kOwmm2KDatb93U9
e-8yNY/edit?usp=drivesdk
Tim Pengusul,
Kusmono
Dosen Pendamping
Anggota Kelompok 321 KKM D-III Pajak 2018: