Anda di halaman 1dari 5

Pemberontakan Andi Azis terjadi di Makassar, Sulawesi

Selatan. Peristiwa ini berlangsung di bawah


kepemimpinan Andi Azis, mantan perwira Koninklijke
Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) pada 5-15 April
1950.

Sejarah Pemberontakan Andi Azis bermula dari


berakhirnya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada akhir
tahun 1949. Pada konferensi itu, KNIL dibubarkan dan
Negara Indonesia Timur (NIT) disahkan sebagai bagian
dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Keputusan tersebut
kemudian ditentang oleh Andi Azis yang tidak setuju
kalau NIT bergabung dengan RIS. Karena Andi Azis
menginginkan Indonesia menjadi negara federasi. Ide
negara federasi dicetuskan Van Mook yang menjadi
pemimpin Belanda saat itu yang sebenarnya merupakan
bagian dari strategi politik pecah belah ala
Belanda, devide et impera.

Pemberontakan ini terjadi karena adanya tuntutan Andi


Azis dan pasukannya yang berasal dari KNIL (pasukan
Belanda di Indonesia) agar hanya pasukannya saja yang
dijadikan sebagai pasukan APRIS di Negara Indonesia
Timur. Akan tetapi, keinginan ini ditolak oleh pemerintah
Indonesia, yang kemudian mengirimkan pasukan TNI ke
Makassar. Dalam suasana politik yang sedang cukup
tegang saat itu terdengar berita bahwa pada 5 April 1950,
pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS)
mengirimkan sekitar 900 pasukan APRIS dari TNI ke
Makassar, yang bertujuan untuk menjaga keamanan di
sana. Kesatuan TNI/APRIS ini dipimpin oleh Mayor HV
Worang dan diangkut dengan dua buah kapal. Berita
kedatangan mereka lantas menyulut ketidakpuasan
dikalangan pasukan Andi Azis, ada kekhawatiran dari
kalangan tentara KNIL bahwa mereka akan diperlakukan
secara diskriminatif oleh pimpinan APRIS/TNI.

Pemberontakan Andi Azis dimulai pada tanggal 5 April


1950 pukul 05.00 pagi. Saat itu, pasukan KNIL yang
dipimpin oleh Andi Azis langsung menyerbu markas
APRIS yang berada di Makassar. Pasukan KNIL yang
dipimpin oleh Andi Azis ini diberi nama Pasukan Bebas.
Beberapa tentara APRIS pun menjadi korban dalam
penyerangan ini, bahkan beberapa perwira dari APRIS
seperti Letkol A. J. Mokoginta pun turut menjadi tawanan
Pasukan Bebas. Dalam tempo waktu yang singkat, Andi
Azis beserta pasukannya berhasil menduduki markas
APRIS sekaligus menguasai kota Makassar.

Melihat Makassar sudah dikuasai Andi Azis, upaya


pemerintah dalam menghadapi Pemberontakan Andi Azis
yaitu mengirim 12.000 tentara yang dipimpin oleh Letkol
A. E. Kawilarang pada 7 April 1950. Dikarenakan
Makassar menjadi kacau balau, pada tanggal 8 April
1950, pemerintah RIS memberikan ultimatum kepada
Andi Azis agar melapor ke Jakarta dan
mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam waktu
yang sudah ditentukan. Selain itu, Andi Azis juga diminta
untuk mengembalikan senjata rampasan, menghentikan
pasukan, hingga membebaskan semua tawanan. Akan
tetapi, Andi Azis malah ngeyel dan enggan berangkat ke
Jakarta sesuai waktu yang sudah ditentukan. Hal itu
membuat Bung Karno secara tegas menyatakan bahwa
Andi Azis adalah seorang pemberontak dan
memerintahkan pasukan ekspedisi untuk segera
menumpasnya.

Ketika Soekawati, Presiden NIT saat itu, mengetahui


Andi Azis dicap sebagai pemberontak, beliau
menyarankan Andi Azis untuk menyerahkan diri ke
pemerintah RIS di Jakarta. Merasa tidak punya pilihan
lain, Andi Azis pun akhirnya menyerahkan diri dengan
berangkat ke Jakarta pada tanggal 15 April 1950.
Kemudian Andi Azis pun diadili sebagai pemberontak
dan divonis 14 tahun penjara.

Pada kala itu, ada beberapa dampak Pemberontakan Andi


Azis yang juga akhirnya membentuk nasib Negara
Indonesia Timur. Yaitu :
1. Ir. P. D Diapri, Perdana Menteri NIT kala itu
mengundurkan diri karena tidak setuju dengan
pemberontakan Andi Azis.
2. Ir. Putuhena diangkat menggantikan Ir. Diapri. Ia
merupakan tokoh yang pro republik.
3. Sukawati, Wali Negara NIT, pada 21 April 1950
mengumumkan jika NIT bersedia untuk gabung dengan
NKRI.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai