Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.  LATAR BELAKANG 
A. Latar Belakang Pemberontakan Andi Aziz
Saat itu keadaan Sulawesi Selatan, khususnya Makassar, sedang bergejolak. Rakyat yang anti
federal (RIS), mengadakan demonstrasi dan mendesak agar NIT (Negara Indonesia Timur)
dibubarkan dan bergabung kembali dengan RI. Kelompok yang setuju dengan gagasan Negara
federal, mengadakan demonstrasi balasan. Suasana semakin terasa panas dan genting saat
menyebarnya isu bahwa batalyon pimpinan Mayor H.V. Worang dari Jawa, akan ditempatkan
di Sulawesi Selatan. Padahal pasukan yang sebagian besar terdiri atas putara Sulawesi Utara itu
sesungguhnya dikirim ke Manado dengan kapal Waekelo. Mereka harus singgah di Makassar
untuk menambah perbekalan. Andi Azis dan pengikutnya khawatir kedudukan mereka akan
terdesak oleh pasukan dari Jawa tersebut.
Pada pagi hari tanggal 5 April 1950, Andi Aziz dengan pasukannya menyerang markas
APRIS dan menduduki objek-objek penting, seperti lapangan terbang dan kantor telekomunikasi.
Dalam waktu singkat kota Makassar dapat dikuasai karena pasukan APRIS jumlahnya sangat
sedikit. Pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat) terpaksa menghadapi pemberontakan
dengan kekuatan senjata. Tiga hari kemudian, yaitu pada tanggal 8 April 1950, pemerintah
mengeluarkan ultimatum agar Andi Aziz melaporkan diri ke Jakarta dalam waktu 4 X 24 jam.
Untuk mempertanggungjawabkan tindakannya, pasukan Andi Aziz dilarang keluar dari
asrama. Perlengkapan senjata mereka pun harus diserahkan kepada APRIS. Ultimatum tersebut
tidak dipenuhi, sehingga pemerintah pusat terpaksa mengerahkan kekuatan senjata untuk
menumpas Andi Aziz dan pasukannya.
Pasukan gabungan APRIS dikerahkan ke Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kolonel A.E.
Kawilarang. Ia dibantu oleh para perwira komandan pasukan, seperti Letkol. Soeharto, Mayor
H.V. Worang, Andi Mattalata, dan Letnan S. Sukowati. Angkatan Laut mengerahkan kapal
perang Hang Tuah, Banteng, dan Rajawali, sedangkan Angkatan Udara membantu dengan
1 1
beberapa pesawat pembom B-25 Mitchell.
B. Latar Belakang Pemberontakan RMS
Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas prajurit KNIL
dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa agung Negara
Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H.
Manuhutu. Pemerintah Pusat yang mencoba menyelesaikan secara damai, mengirim tim yang
diketuai Dr. J. Leimena sebagai misi perdamaian ke Ambon. Tapi kemudian, misi yang terdiri
dari para politikus, pendeta, dokter dan wartawan, gagal dan pemerintah pusat memutuskan
untuk menumpas RMS, lewat kekuatan senjata. Dibentuklah pasukan di bawah pimpinan
Kolonel A.E. Kawilarang.

Pada 14 Juli 1950 Pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-pos penting RMS.
Sementara, RMS yang memusatkan kekuatannya di Pulau Seram dan Ambon, juga menguasai
perairan laut Maluku Tengah, memblokade dan menghancurkan kapal-kapal pemerintah.
Pemberontakan ini berhasil digagalkan secara tuntas pada bulan November 1950, sementara para
pemimpin RMS mengasingkan diri ke Belanda. Pada 1951 sekitar 4.000 orang Maluku Selatan,
tentara KNIL beserta keluarganya (jumlah keseluruhannya sekitar 12.500 orang), mengungsi ke
Belanda, yang saat itu diyakini hanya untuk sementara saja.

Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April
1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia
masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap
sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada
November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.

Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan memperjuangkan
RMS ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan
Maluku hanya menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak
menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati tetap
menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh.

2 2
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah sejarah dari biografi Andi Aziz?
2. Apa dampak yang didapat dari pemberontakan Andi Aziz?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah untuk menumpas pemberontakan Andi Aziz?
4. Apa hikmah yang didapat dari pemberontakan Andi Aziz?
5. Apa tujuan dari pemberontak RMS?
6. Bagaimana peran Belanda dalam pemberontakan RMS?
7. Siapa saja tokoh dalam pemberontakan RMS?
8. Bagaimana upaya penyelesaian pemberontakan RMS?

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejarah dari pemberontakan Andi Aziz.
2. Untuk mengetahui apa saja damoak yang didapat dari gerakan pemberontakan Andi Aziz.
3. Untuk memberitahu tahu kepada pembaca apa saja yang dilakukan pemerintah untuk
menumpas pemberontakan Andi Aziz.
4. Untuk mengetahui hikmah apa yang didapat dari pemberontakan Andi Aziz.
5. Untuk mengetahui tujuan dari pemberontakan RMS.
6. Mengetahui peran Belanda dalam pemberontakan RMS.
7. untuk mengetahui tokoh yang terlobat dalam pemberontakan RMS.
8. Uuntuk mengetahui upaya penyelesaian pemberontakan RMS.

3 3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemberontakan Andi Aziz


2.1.Sejarah Biografi Andi Aziz

Andi Abdul Azis (lahir di Simpangbinangal, kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, 19


September 1924; umur 91 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia yang dikenal karena
keterlibatannya dalam Peristiwa Andi Azis.
Andi Azis lahir dari keluarga keturunan Bugis di Sulawesi Selatan. Pada awal tahun 1930-an
Andi Azis kemudian dibawa seorang pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda keBelanda.
Pada tahun 1935 ia memasuki Leger School dan tamat tahun 1938 lalu meneruskan ke Lyceum
sampai tahun 1944. Sebenarnya Andi Azis sangat berhasrat untuk memasuki sekolah militer di
negeri Belanda untuk menjadi seorang prajurit tetapi niat itu tidak terlaksana karena
pecah Perang Dunia II. Kemudian Andi Azis memasuki Koninklijk Leger dan bertugas sebagai
tim pertempuran bawah tanah melawan Tentara Pendudukan Jerman (Nazi). Dari pasukan bawah
4 4
tanah kemudian Andi Azis dipindahkan kebelakang garis pertahanan Jerman, untuk
melumpuhkan pertahanan Jerman dari dalam. Karena di Eropa kedudukan sekutu semakin
terjepit, maka secara diam-diam Andi Azis dengan kelompoknya menyeberang ke Inggris,
daerah paling aman dari Jerman — walaupun sebelum 1944 sering mendapat kiriman bom
Jerman dari udara.

2.2  Latar Belakang Pemberontakan Andi Azis


Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang diawali dengan
adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung di
Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal,
mereka mendesak NIT supaya segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi lain
terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya Negara Federal. Keadaan
tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan dan ketegangan di masyarakat.
Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5 April 1950
pemerintah mengutus pasukan TNI sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan
daerah tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai mengancam kedudukan
kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini
bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah komando kapten Andi
Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung
jawabnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lata belakang pemberontakan Andi Azis adalah :
1.   Menuntut bahwa keamanan di Negara Indonesia Timur hanya merupakan tanggung jawab
pasukan bekas KNIL saja.
2.  Menentang campur tangan pasukan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat)
terhadap konflik di Sulawesi Selatan.
3.   Mempertahankan berdirinya Negara Indonesia Timur.

5 5
2.3.Dampak Pemberontakan Andi Aziz

Pada tanggal 5 April 1950, anggota pasukan Andi Azis menyerang markas Tentara Nesional
Indonesia (TNI) yang bertempat di Makassar, dan mereka pun berhasil menguasainya. Bahkan,
Letkol Mokoginta berhasil ditawan oleh pasukan Andi Azis. Akhirnya, Ir.P.D Diapri (Perdana
Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak setuju dengan apa yang sudah dilakukan oleh Andi
Azis dan ia digantikan oleh Ir. Putuhena yang pro-RI. Pada tanggal 21 April 1950, Sukawati
yang menjabat sebagai Wali Negara NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia untuk bergabung
dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Ada beberapa dampak pemberontakan Andi Azis yang berpengaruh bagi Indonesia, beberapa
diantaranya adalah:

1. Penyerangan ke Markas Tentara Nasional Indonesia [TNI]


Dampak pemberontakan Andi Azis yang pertama adalah penyerangan ke Markas Tentara
Nasional Indonesia atau TNI yang ada di Makassar oleh Andi Azis yang akhirnya berhasil
dikuasai. Selain itu, Letkol Mokoginta juga ditawan oleh pasukan Abdi Azis yang akhirnya
membuat Ir.P.D Diapri seorang perdana Menteri NIT mengundurkan diri karena tidak setuju
dengan pemberontakan tersebut.

2. Bergabungnya NIT dengan NKRI


6 6
Dampak selanjutnya dari pemberontakan Andri Azis adalah penggabungan NIT dengan NKRI.
Di tanggal 21 April 1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara NIT memberikan
pengumuman jika NIT mau bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI.

3. Terbentuknya Pasukan Bebas


Kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai masyarakat sebagai sebuah ancaman untuk kelompok
masyarakat pro federal. Dengan ini, kelompok federal kemudian bergabung dan membentuk
Pasukan Keamanan yang berada dibawah pimpinan Andi Azis. Andi Azis juga beranggapan jika
masalah keamanan yang terjadi di Sulawesi Selatan tersebut menjadi tanggung jawab dirinya.

4. Penyerangan Markas Panglima Territorium


Andi Aziz termakan dengan hasutan dari Mr. Dr. Soumokil yang ingin Negara Indonesia Timur
[NIT] tetap dipertahankan. Andi Azis kemudian mengerahkan anak buahnya untuk menyerang
Markas Panglima Territorium dimana ia bersama dengan anak buahnya melucuti senjata TNI
yang sedang menjaga daerah tersebut. Tidak hanya itu, Andi Azis juga berusaha untuk
menghalangi pendaratan pasukan TNI ke Makassar sebab beranggapan jika tanggung jawab
Makassar harus ada di tangan bekas tentara KNIL.

2.4.   Upaya Penumpasan Pemberontakan Andi Aziz

Untuk menanggulangi pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Azis, pada tanggal 8 April
1950 pemerintah memberikan perintah kepada Andi Azis bahwa setiap 4 x 24 Jam ia harus
melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang sudah ia lakukan.
Untuk pasukan yang terlibat dalam pemberontakan tersebut diperintahkan untuk menyerahkan
diri dan melepaskan semua tawanan. Pada waktu yang sama, dikirim pasukan yang dipimpin
oleh A.E. Kawilarang untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan.
Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta setelah didesak oleh Sukawati, Presiden
dari Negara NIT. Namun karena keterlambatannya untuk melapor, Andi Azis akhirnya ditangkap
dan diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan untuk pasukan TNI yang
dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada
tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil menguasai Makassar tanpa adanya perlawanan dari
pihak
7 pemberontak. 7
Pada Tanggal 26 April 1950, anggota ekspedisi yang dipimpin oleh A.E Kawilarang
mendarat di daratan Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan-pun tidak
berlangsung lama karena keberadaan anggota KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan
pasukan APRIS keluar dari Makassar. Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan memancing
emosi yang menimbulkan terjadinya bentrok antara pasukan KL-KNIL dengan pasukan APRIS.
Pertempuran antara pasukan APRIS dengan KL-KNIL berlangsung pada tanggal 5 Agustus
1950. Kota Makassar pada saat itu sedang berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
karena terjadinya peperangan antara pasukan KL-KNIL dengan APRIS. Pada pertempuran
tersebut pasukan APRIS berhasil menaklukan lawan, dan pasukan APRIS-pun melakukan
strategi pengepungan terhadap tentara-tentara KNIL tersebut.
Tanggal 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa
kedudukannya sudah tidak menguntungkan lagi untuk perperang dan melawan serangan dari
lawan. Perundingan tersebut akhirnya dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan
Mayor Jendral Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil perundingan kedua belah pihakpun setuju
untuk menghentikan baku tembak yang menyebabkan terjadinya kegaduhan di daerah Makassar
tersebut, dan dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus meninggalkan Makassar.

2.5.     Meninggalnya Kapten Andi Azis


Pada tanggal 30 Januari 1984 seluruh keluarga dari Andi Azis diselimuti oleh duka yang
mendalam karena kepergian sang Kapten, Andi Abdoel Azis. Di usianya yang sudah menginjak
61 Tahun, ia meninggal di Rumah Sakit Husada Jakarta karena serangan jantung yang
dideritanya. Andi Azis meninggalkan seorang Istri dan jenasahnya diterbangkan dari Jakarta Ke
Sulawesi Selatan, lalu dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna Daeng Maliungan
yang bertempat di desa Tuwung, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Dalam suasana duka,
mantan Presiden RI, BJ. Habibie beserta istrinya Hasri Ainun, mantan Wakil Presiden RI, Try
Sutrisno dan para anggota perwira TNI turut berduka cita dan hadir dalam acara pemakaman
Andi Azis.

8 8
2.6.     Hikmah di Balik Pemberontakan Andi Azis
Kapten Andi Abdoel Azis, ia adalah seorang pemberontak yang tidak pernah menyakiti dan
membunuh orang untuk kepentingan pribadinya. Ia hanyalah korban propaganda dari Belanda,
karena kebutaannya terhadap dunia politik. Andi Azis adalah seorang militer sejati yang
mencoba untuk mempertahankan kesatuan Negara Republik Indonesia pada masa itu, dan dalam
kesehariannya, seorang Andi Azis cukup dipandang dan dihargai oleh masyarakat suku Bugis
Makassar yang bertempat tinggal di Tanjung Priok, Jakarta. Disanalah Andi Azis diakui sebagai
salah satu sesepuh yang selalu dimintai nasehat oleh para penduduk tentang bagaimana cara
menjadikan suku Bugis Makassar supaya tetap dalam keadaan rukun dan sejahtera.
Andi Azis dikenal juga sebagai orang yang murah hati dan suka menolong. Ia selalu berpesan
kepada anak-anak angkatnya bahwa “Siapapun boleh dibawa masuk ke dalam rumahnya kecuali
3 jenis manusia yaitu pemabuk, penjudi, dan pemain perempuan.
Seorang Andi Azis patut kita jadikan sebagai bahan pembelajaran bahwa kita selama hidup
di dunia ini jangan terlalu percaya sama apa yang orang lain katakan, percayalah kepada hati
nurani, jangan terlalu percaya sama orang lain karena orang itu belum tentu bisa mengajak kita
ke jalan yang benar dan mungkin malah mengajak kita untuk berbuat salah. Maka dari itu,
alangkah lebih baiknya kita harus berwaspada dan berhati-hati dalam mempercayai orang lain.

B. Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan)


2.7. Tujuan Pemberontakan RMS
Pemberontakan ini dilakukan oleh Soumokil, yang menantang Jaksa Agung, yang bermaksud
untuk membebaskan wilayah Maluku dari negara kesatuan Republik Indonesia.Sebelum
proklamasi Republik Maluku Selatan, gubernur Sembilan Bangsa, yang memiliki anggota
Angkatan Bersenjata KNIL dan Partai Timur Besar, pada awalnya melakukan berbagai
propaganda.Hal ini dilakukan agar wilayah Maluku dapat dipisahkan dari wilayah Republik
Indonesia Serikat.

Di sisi lain, Soumokil telah berhasil meyakinkan masyarakat dan membangun kekuatan di
wilayah Maluku Tengah.Sementara itu, orang-orang yang tidak mendukung Republik Indonesia
Serikat
9 dan mengklaim mendukungnya diancam atau dipenjara.Akhirnya,9 pada 25 April 1950,
Republik Maluku Selatan diproklamirkan. Saat itu Presiden J.H. Manuhutu dengan Perdana
Menteri Albert Fairisal. Para menteri terpilih termasuk Dr. C.R.S. Soumokil, D.J. Gasperz, J.B.
Pattiradjawane, J. Toule, S.J., H. Norimarna, P. Lokollo, H.F. Pieter, A. Nanholy, Z. Pesuwarissa
dan Ir. JA. Manusama.Sementara Dr.J.P nikijuluw diangkat sebagai Wakil Presiden Republik
Maluku Selatan untuk luar negeri pada tanggal 27 April 1950, ia berpusat di Den Haag, Belanda.
Pada 3 Mei 1950, Soumokil menggantikan Manuhutui sebagai Presiden Republik Maluku
Selatan. Pada 9 Mei 1950, Tentara Republik Maluku Selatan (APMRS) dibentuk, dipimpin oleh
Sersan Mayor KNIL, D.J. Samson. Sementara kepala staf dipimpin oleh Sersan Mayor Pattiwale.
Beberapa karyawan lainnya adalah Sersan Mayor Aipasa, Sersan Mayor Pieter dan Sersan
Mayor Kastanja.

2.8. Peran Belanda dalam Pembentukan RMS


Oleh karena kemerdekaan RMS yang di Proklamirkan oleh sebagian besar rakyat Maluku, pada
tanggal 24 April 1950 di kota Ambon, ditentang oleh Pemerintah RI dibawah pimpinan Sukarno
– Hatta, maka Pemerintah RI meng-ultimatum semua para aktifis RMS yang memproklamirkan
berdirinya Republik Maluku Selatan untuk menyerahkan diri kepadda pemerintah RI, sehingga
semua aktifis RMS itu ditangkapi oleh Pasukan2 Militer yang dikirim dari Pulau JawaKarena
adanya penangkapan yang dilakukan oleh militer Pemerintah RI, maka para pimpinan teras RMS
tersebut, ber-inisiatif untuk menghindar sementara ke Negeri Belanda, kepindahan para pimpinan
RMS ini mendapat bantuan sepenuhnya dari Pemerintah Belanda pada saat itu. Dengan adanya
kesediaan bantuan dari Pemerintah Belanda untuk mengangkut sebagian besar rakyat Maluku
dengan biaya sepenuhnya dari Pemerintah Belanda, maka sebagian besar rakyat di Maluku yang
beragama kristen, memilih dengan kehendaknya sendiri untuk pindah ke Negeri Belanda. Pada
waktu itu, Ada lebih dari 15.000 rakyat Maluku yang memilih pindah ke negeri Belanda.

Pindahnya sebagian rakyat maluku ini, oleh Pemerintahan Sukarno-Hatta, diissukan sebagai
“PENGUNGSIAN PARA PENDUKUNG RMS”, lalu dengan dalih pemberontakan, pemerintah
RI menangkapi para Menteri RMS dan para aktifisnya, lalu mereka dipanjarakan dan diadili oleh
pengadilan militer RI, dengan hukuman berat bahkan dieksekusi Mati.

Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan, seperti Sosial,
Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda dengan
para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat
pemerintahan Sukarno tidak bisa berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku,
sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua jajarannya,
sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai
Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS,
para pendukung RMS membentuk apa yang disebut Pemerintahan RMS di pengasingan.

Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi peristiwa
Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan kepada
Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di
Belanda
10 dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para aktifis
10 RMS di Belanda.
Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan karena pemerintah Belanda menarik dukungan
mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan teror ini dilakukan karena
pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan sepenuh hati memberikan dukungan
sejak mula. Di antara kegiatan yang di lansir Press Belanda sabagai teror, adalah ketika di tahun
1978 kelompok RMS menyandera 70 warga sipil di gedung pemerintah Belanda di Assen-
Wassenaar.

Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok sempalan RMS,
seperti kelompok Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya merupakan nama lain
(atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah
kereta api dan menyandera 38 penumpangnya di tahun 1975. Ada juga kelompok sempalan yang
tidak dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100 orang di sebuah sekolah dan di saat yang
sama juga menyandera 50 orang di sebuah kereta api. Sejak tahun 80an hingga sekarang aktivitas
teror seperti itu tidak pernah dilakukan lagi.

2.9. Tokoh Pemberontakan RMS

Pada tahun 1952 Presiden Maluku Selatan J.H. Manuhutu ditangkap. Selama
kepemimpinan Republik Maluku Selatan, yang lain melarikan diri ke Belanda.Akhirnya,
para tahanan juga menerima sanksi, termasuk:

1. J.H. Munhutu, presiden RMS, dijatuhi hukuman 4 tahun penjara


2. Albert Wairisal, yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, dijatuhi hukuman 5
tahun penjara
3. D. J. Gasper, yang menjabat sebagai Sekretaris Rumah, dijatuhi hukuman 4½
tahun
4. J.B. Pattirajawane, yang menjabat sebagai menteri keuangan, dijatuhi hukuman
4½ tahun
5. G.G.H. Apituley, yang menjabat sebagai menteri keuangan, dijatuhi hukuman 5½
11 tahun 11
6. T. Nussy, yang menjabat sebagai kepala staf untuk pasukan RMS, dijatuhi
hukuman 7 tahun
7. D. J. Samson, yang menjabat sebagai panglima tentara RMS, dijatuhi hukuman 10
tahun penjara
8. Ibrahim Oharilla, yang menjabat sebagai Menteri Pangan, dijatuhi hukuman 4½
tahun
9. J.S.H. Norimarna, yang menjabat sebagai Menteri Kekayaan, dijatuhi hukuman 5½
tahun

2.10. Upaya Penyelesaian Pemberontakan RMS

Pemerintah Republik Indonesia berupaya untuk mengakhiri pemberontakan di wilayah Maluku


secara damai.Metode yang digunakan oleh pemerintah adalah meluncurkan misi penjaga
perdamaian yang dipimpin oleh seorang pemimpin lokal Maluku, Dr. Leimena. Sayangnya,
Soumokil menolak upaya ini. Selain itu, penyebaran misi penjaga perdamaian dari dokter,
politisi, pendeta dan jurnalis tidak dapat mengenai Soumokil.

Dengan upaya perdamaian ditolak, agresi militer akhirnya dilakukan untuk membersihkan
gerakan republik Maluku Selatan. Pasukan tersebut dinamai Gerakan Operasi Militer III,
dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang, yang pada saat itu menjabat sebagai komandan tentara
dan wilayah Indonesia Timur. Akhirnya, operasi dimulai pada 14 Juli 1950. Sementara itu,
Republik Maluku Selatan mengumumkan pada 15 Juli 1950 bahwa keadaan negara itu
berbahaya. Pada tanggal 28 September 1950, pasukan GOM III menyerbu wilayah Ambon dan
menaklukkan Benteng Nieuw Victoria. Republik Maluku Selatan dikalahkan dengan
penggulingan pasukan di Ambon. Pusat pemerintahan dipindahkan ke Pulau Seram.

2.12. Dampak Pemberontakan RMS


Pada 1978, anggota RMS menyandera sekitar 70 warga sipil di gedung pemerintah
12 12 Belanda di
Assen-Wesseran.Teror itu juga dilakukan oleh beberapa kelompok yang dipimpin oleh RMS,
seperti kelompok bunuh diri di Maluku selatan Pada 1975 kelompok ini naik kereta dan
menyandera 38 penumpang kereta. Akibat insiden ini, 23 orang ditangkap oleh polisi. Setelah
penangkapan, mereka tidak menerima ini karena mereka percaya bahwa itu tidak sesuai dengan
hukum yang berlaku. Mereka juga membawa gubernur Maluku dan kepala Kantor Kejaksaan
Tinggi Maluku ke pengadilan karena mengeksekusi penahanan yang diduga sebagai provokator
karena mengibarkan bendera RMS.

Kampanye ini berlanjut hingga 2004. Ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di
Kudamati. Hasilnya adalah konflik penangkapan dan konflik antara aktivis RMS dan Republik
Indonesia.Dengan tindakan ini tidak cukup, anggota RMS sekali lagi menunjukkan keberadaan
mereka kepada orang Indonesia. Lebih buruk lagi, mereka tidak ragu-ragu untuk meminta
Pengadilan Negeri Den Haag untuk menuntut Presiden SBY dan menangkapnya dalam kasus hak
asasi manusia. Peristiwa terburuk terjadi pada 2007 ketika Presiden SBY menghadiri Hari
Keluarga Nasional di Ambon, Maluku. Ironisnya, ketika mereka memasuki lapangan, para penari
Cakalele tidak setengah hati mengangkat bendera RMS di depan Presiden SBY.

13 13

Anda mungkin juga menyukai