Anda di halaman 1dari 109

Sistem saraf

sistem vital yang mengontrol fungsi


tubuh

Sistem saraf adalah sistem organ yang


terdiri atas serabut saraf yang tersusun
atas sel-sel saraf yang saling terhubung
dan esensial untuk persepsi sensoris
indrawi, aktivitas motorik volunter dan
involunter organ atau jaringan tubuh, dan
homeostasis berbagai proses fisiologis
tubuh. Sistem saraf merupakan jaringan
paling rumit dan paling penting karena
terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang
saling terhubung dan vital untuk
perkembangan bahasa, pikiran dan
ingatan. Satuan kerja utama dalam
sistem saraf adalah neuron yang diikat
oleh sel-sel glia.
Sistem saraf

Sistem saraf manusia.

Rincian

Pengidentifikasi

Bahasa Latin systema nervosum

MeSH D009420 (https://me


shb.nlm.nih.gov/recor
d/ui?ui=D009420)

TA98 A14.0.00.000 (http://


www.unifr.ch/ifaa/Pu
blic/EntryPage/TA9
8%20Tree/Entity%20
TA98%20EN/14.0.00.
000%20Entity%20TA
98%20EN.htm)

FMA 7157 (http://xiphoid.b


iostr.washington.edu/
fma/fmabrowser-hier
archy.html?fmaid=71
57)

Daftar istilah anatomi


Diagram sistem saraf manusia

Sistem saraf pada vertebrata secara


umum dibagi menjadi dua yaitu sistem
saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi
(SST). SSP terdiri dari otak dan sumsum
tulang belakang. SST utamanya terdiri
dari saraf tepi, yang merupakan serat
panjang yang menghubungkan SSP ke
setiap bagian dari tubuh. SST meliputi
saraf motorik, yang memediasi
pergerakan-pergerakan volunter
(disadari), sistem saraf otonom, meliputi
sistem saraf simpatis, sistem saraf
parasimpatis, dan fungsi regulasi
(pengaturan) involunter (tanpa disadari)
dan sistem saraf enterik (pencernaan),
sebuah bagian yang semi-bebas dari
sistem saraf yang fungsinya adalah
untuk mengontrol sistem pencernaan.

Pada tingkatan seluler, sistem saraf


didefinisikan dengan keberadaan jenis sel
khusus, yang disebut neuron, yang juga
dikenal sebagai sel saraf. Neuron
memiliki struktur khusus yang
mengizinkan neuron untuk mengirim
sinyal secara cepat dan presisi ke sel
lain. Neuron mengirimkan sinyal dalam
bentuk gelombang elektrokimia yang
berjalan sepanjang serabut tipis yang
disebut akson, yang mana akan
menyebabkan bahan kimia yang disebut
neurotransmitter dilepaskan di pertautan
yang dinamakan sinaps. Sebuah sel yang
menerima sinyal sinaptik dari sebuah
neuron dapat tereksitasi, terhambat, atau
termodulasi. Hubungan antara neuron
membentuk sirkuit neural yang membuat
persepsi organisme dari dunia dan
menentukan tingkah lakunya. Bersamaan
dengan neuron, sistem saraf
mengangung sel khusus lain yang
dinamakan sel glia (atau sederhananya
glia), yang menyediakan dukungan
struktural dan metabolik.

Sistem saraf ditemukan pada


kebanyakan hewan multiseluler, tetapi
bervariasi dalam kompleksitas.[1] Hewan
multiseluler yang tidak memiliki sistem
saraf sama sekali adalah porifera,
placozoa dan mesozoa, yang memiliki
rancangan tubuh sangat sederhana.
Sistem saraf ctenophora dan cnidaria
(contohnya, anemon, hidra, koral dan
ubur-ubur) terdiri dari jaringan saraf difus.
Semua jenis hewan lain, terkecuali
beberapa jenis cacing, memiliki sistem
saraf yang meliputi otak, sebuah central
cord (atau 2 cords berjalan paralel), dan
saraf yang beradiasi dari otak dan central
cord. Ukuran dari sistem saraf bervariasi
dari beberapa ratus sel dalam cacing
tersederhana, sampai pada tingkatan 100
triliun sel pada manusia.
Pada tingkatan paling sederhana, fungsi
sistem saraf adalah untuk mengirimkan
sinyal dari satu sel ke sel lain, atau dari
satu bagian tubuh ke bagian tubuh lain.
Sistem saraf rawan terhadap malafungsi
dalam berbagai cara, sebagai hasil cacat
genetik, kerusakan fisik akibat trauma
atau racun, infeksi, atau penuaan.
Kekhususan penelitian medis di bidang
neurologi mempelajari penyebab
malafungsi sistem saraf, dan mencari
intervensi yang dapat mencegahnya atau
memperbaikinya. Dalam sistem saraf
perifer/tepi (SST), masalah yang paling
sering terjadi adalah kegagalan konduksi
saraf, yang mana dapat disebabkan oleh
berbagai macam penyebab termasuk
neuropati diabetik dan kelainan
demyelinasi seperti sklerosis ganda dan
sklerosis lateral amiotrofik.

Ilmu yang memfokuskan penelitian/studi


tentang sistem saraf adalah neurosains.

Struktur
Nama sistem saraf berasal dari "saraf",
yang mana merupakan bundel silinder
serat yang keluar dari otak dan central
cord, dan bercabang-cabang untuk
menginervasi setiap bagian tubuh.[2]
Saraf cukup besar untuk dikenali oleh
orang Mesir, Yunani dan Romawi Kuno,[3]
tetapi struktur internalnya tidaklah
dimengerti sampai dimungkinkannya
pengujian lewat mikroskop.[4] Sebuah
pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
bahwa saraf utamanya terdiri dari akson
dari neuron, bersamaan dengan berbagai
membran (selubung) yang membungkus
saraf dan memisahkan mereka menjadi
fasikel. Neuron yang membangkitkan
saraf tidak berada sepenuhnya di dalam
saraf itu sendiri; badan sel mereka
berada di dalam otak, central cord, atau
ganglia perifer (tepi).[2]

Seluruh hewan yang lebih tinggi


tingkatannya daripada porifera memiliki
sistem saraf. Namun, bahkan porifera,
hewan uniseluler, dan non-hewan seperti
jamur lendir memiliki mekanisme
pensinyalan sel ke sel yang merupakan
pendahulu neuron.[5] Dalam hewan
simetris radial seperti ubur-ubur dan
hidra, sistem saraf terdiri dari jaringan
difus sel terisolasi.[6] Dalam hewan
bilateria, yang terdiri dari kebanyakan
mayoritas spesies yang ada, sistem
saraf memiliki struktur umum yang
berasal awal periode Kambrium, lebih
dari 500 juta tahun yang lalu.[7]

Sel

Sistem saraf memiliki 2 kategori atau


jenis sel: neuron dan sel glia.
Neuron

Sel saraf didefinisikan oleh keberadaan


sebuah jenis sel khusus— neuron
(kadang-kadang disebut "neurone" atau
"sel saraf").[2] Neuron dapat dibedakan
dari sel lain dalam sejumlah cara, tetapi
sifat yang paling mendasar adalah
bahwa mereka dapat berkomunikasi
dengan sel lain melalui sinaps, yaitu
pertautan membran-ke-membran yang
mengandung mesin molekular dan
mengizinkan transmisi sinyal cepat, baik
elektrik maupun kimiawi.[2] Setiap neuron
terdiri dari satu badan sel yang di
dalamnya terdapat sitoplasma dan inti
sel. Dari badan sel keluar dua macam
serabut saraf, yaitu dendrit dan akson.
Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke
badan sel saraf, sedangkan akson
berfungsi mengirimkan impuls dari badan
sel ke sel saraf yang lain atau ke jaringan
lain. Akson biasanya sangat panjang.
Sebaliknya, dendrit pendek. Setiap neuron
hanya mempunyai satu akson dan
minimal satu dendrit. Kedua serabut
saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian
luar akson terdapat lapisan lemak
disebut mielin yang dibentuk oleh sel
Schwann yang menempel pada akson.
Sel Schwann merupakan sel glia utama
pada sistem saraf perifer yang berfungsi
membentuk selubung mielin. Fungsi
mielin adalah melindungi akson dan
memberi nutrisi. Bagian dari akson yang
tidak terbungkus mielin disebut nodus
Ranvier, yang dapat mempercepat
penghantaran impuls.

Bahkan dalam sistem saraf spesies


tunggal seperti manusia, terdapat
beratus-ratus jenis neuron yang berbeda,
dengan bentuk, morfologi, dan fungsi
yang beragam.[8] Ragam tersebut
meliputi neuron sensorik yang
mentransmisikan stimuli fisik seperti
cahaya dan suara menjadi sinyal saraf,
dan neuron motorik yang
mentransmisikan sinyal saraf menjadi
aktivasi otot atau kelenjar; namun dalam
kebanyakan spesies kebanyakan neuron
menerima seluruh masukan mereka dari
neuron lain dan mengirim keluaran
mereka pada neuron lain.[2]

Sel Glia

Sel glia (berasal dari bahasa Yunani yang


berarti "lem") adalah sel non-neuron yang
menyediakan dukungan dan nutrisi,
mempertahankan homeostasis,
membentuk mielin, dan berpartisipasi
dalam transmisi sinyal dalam sistem
saraf.[9] Dalam otak manusia,
diperkirakan bahwa jumlah total glia
kasarnya hampir setara dengan jumlah
neuron, walaupun perbandingannya
bervariasi dalam daerah otak yang
berbeda.[10] Di antara fungsi paling
penting dari sel glia adalah untuk
mendukung neuron dan menahan mereka
di tempatnya; untuk menyediakan nutrisi
ke neuron; untuk insulasi neuron secara
elektrik; untuk menghancurkan patogen
dan menghilangkan neuron mati; dan
untuk menyediakan petunjuk pengarahan
akson dari neuron ke sasarannya.[9]
Sebuah jenis sel glia penting
(oligodendrosit dalam susunan saraf
pusat, dan sel Schwann dalam sistem
saraf tepi) menghasilkan lapisan sebuah
substansi lemak yang disebut mielin yang
membungkus akson dan menyediakan
insulasi elektrik yang mengizinkan
mereka untuk mentransmisikan potensial
aksi lebih cepat dan lebih efisien.

Macam-macam neuroglia di antaranya


adalah astrosit, oligodendrosit, mikroglia,
dan makroglia .

Anatomi pada vertebrata

Diagram yang menunjukkan pembagian utama dari sistem saraf vertebrata.


Sistem saraf dari hewan vertebrata
(termasuk manusia) dibagi menjadi
sistem saraf pusat (SSP) dan sistem
saraf tepi (SST).[11]

Sistem saraf pusat (SSP) adalah bagian


terbesar, dan termasuk otak dan
sumsum tulang belakang.[11] Kavitas
tulang belakang mengandung sumsum
tulang belakang, sementara kepala
mengandung otak. SSP tertutup dan
dilindungi oleh meninges, sebuah sistem
membran 3 lapis, termasuk lapisan luar
berkulit yang kuat, yang disebut dura
mater. Otak juga dilindungi oleh
tengkorak, dan sumsum tulang belakang
oleh vertebra (tulang belakang).
Sistem saraf tepi (SST) adalah
terminologi/istilah kolektif untuk struktur
sistem saraf yang tidak berada di dalam
SSP.[12] Kebanyakan mayoritas bundel
akson disebut saraf yang
dipertimbangkan masuk ke dalam SST,
bahkan ketika badan sel dari neuron
berada di dalam otak atau spinal cord.
SST dibagi menjadi bagian somatik dan
viseral. Bagian somatik terdiri dari saraf
yang menginervasi kulit, sendi, dan otot.
Badan sel neuron sensorik somatik
berada di 'dorsal root ganglion sumsum
tulang belakang. Bagian viseral, juga
dikenal sebagai sistem saraf otonom,
mengandung neuron yang menginervasi
organ dalam, pembuluh darah, dan
kelenjar. Sistem saraf otonom sendiri
terdiri dari 2 bagian sistem saraf
simpatis dan sistem saraf parasimpatis.
Beberapa penulis juga memasukkan
neuron sensorik yang badan selnya ada
di perifer (untuk indra seperti
pendengaran) sebagai bagan dari SST;
namun yang lain mengabaikannya.[13]

Potongan horisontal kepala perempuan dewasa yang menunjukkan kulit, tengkorak, dan otak dengan grey matter
(coklat dalam gambar ini) dan white matter yang berada di bawahnya.
Sistem saraf vertebrata juga dapat dibagi
menjadi daerah yang disebut grey matter
("gray matter" dalam ejaan Amerika) dan
white matter.[14] Grey matter (yang hanya
berwarna abu-abu bila disimpan, dan
berwarna merah muda (pink) atau coklat
muda dalam jaringan yang hidup)
mengandung proporsi tinggi badan sel
neuron. White matter komposisi
utamanya adalah akson bermielin, dan
mengambil warnanya dari mielin. White
matter meliputi seluruh saraf dan
kebanyakan dari bagian dalam otak dan
sumsum tulang belakang. Grey matter
ditemukan dalam kluster neuron dalam
otak dan sumsum tulang belakang, dan
dalam lapisan kortikal yang menggarisi
permukaan mereka. Ada perjanjian
anatomis bahwa kluster neuron dalam
otak atau sumsum tulang belakang
disebut nukleus, sementara sebuah
kluster neuron di perifer disebut
ganglion.[15] Namun ada beberapa
perkecualian terhadap aturan ini, yang
tercatat termasuk bagian dari otak depan
yang disebut basal ganglia.[16]

Anatomi perbandingan dan


evolusi

Pendahulu saraf dalam porifera

Porifera tidak memiliki sel yang


berhubungan dengan satu sama lain
dengan pertautan sinaptik, yaitu tidak
ada neuron, dan oleh karena itu tidak ada
sistem saraf. Namun, mereka memiliki
homolog dari banyak gen yang
memainkan peran penting dalam fungsi
sinaptik. Penelitian terbaru telah
menunjukkan bahwa sel porifera
mengekspresikan sekelompok protein
yang berkelompok bersama membentuk
struktur yang mirip dengan sebuah
densitas postsinaptik (bagian sinaps
yang menerima sinyal).[5] Namun, fungsi
struktur ini saat ini masih belum jelas.
Walaupun sel porifera tidak menunjukkan
transmisi sinaptik, mereka berkomunikasi
dengan satu sama lain melalui
gelombang kalsium dan impuls lain, yang
memediasi beberapa aksi sederhana
seperti kontraksi seluruh tubuh.[17]

Radiata

Ubur-ubur, jelly sisir, dan hewan lain yang


berhubungan memiliki jaringan saraf
difus daripada sebuah sistem saraf
pusat. Dalam kebanyakan ubur-ubur,
jaringan saraf tersebar kurang lebih
merata di seluruh tubuh; dalam jelly sisir
jaringan saraf terkonsentrasi dekat
dengan mulut. Jaringan saraf terdiri dari
neuron sensorik, yang mengambil sinyal
kimia, taktil, dan visual; neuron motorik,
yang dapat mengaktivasi kontraksi
dinding tubuh; dan neuron intermediat,
yang mendeteksi pola aktivitas dalam
neuron sensorik, dan dalam respons,
mengirim sinyal ke kelompok neuron
motorik. Dalam beberapa kasus,
kelompok neuron sedang berkelompok
menjadi ganglia yang berlainan.[6]

Perkembangan sistem saraf dalam


radiata relatif tidak terstruktur. Tidak
seperti bilateria, radiata hanya memiliki
dua lapisan sel primordial, endoderm dan
ektoderm. Neuron dihasilkan dari sebuah
sel khusus dari sel pendahulu
ektodermal, yang juga bertindak sebagai
pendahulu untuk setiap jenis sel
ektodermal lain.[18]
Bilateria

Kebanyakan hewan yang ada adalah


bilateria, yang artinya hewan dengan sisi
kiri dan kanan yang kurang lebih simetris.
Semua bilateria diperkirakan diturunkan
dari nenek moyang bersama seperti
cacing yang muncul pada periode
Kambrium, 550–600 juta tahun yang
lalu.[7] Bentuk tubuh bilateria dasar
adalah sebuah tuba dengan kavitas usus
yang berjalan dari mulut ke anus, dan
sebuah nerve cord dengan perbesaran
(sebuah "ganglion") untuk setiap segmen
tubuh, dengan kekhususan sebuah
ganglion besar di depan, yang disebut
"otak".

Daerah permukaan tubuh manusia yang diinervasi oleh setiap saraf tulang belakang.

Bahkan mamalia, termasuk manusia,


menunjukkan rencana tubuh bilateria
tersegmentasi pada tingkatan sistem
saraf. Sumsum tulang belakang
mengandung serangkaian segmental
ganglia, yang masing masing
membangkitkan saraf motorik dan
sensorik yang menginervasi bagian
permukaan tubuh dan otot-otot yang
membawahinya. Pada anggota tubuh,
tata letak pola inervasi kompleks, tetapi
pada bagian ini muncul serangkaian pita
sempit. Tiga segmen teratas dimiliki oleh
otak, membangkitkan otak depan, otak
tengah, dan otak belakang.[19]

Bilateria dapat terbagi, berdasarkan


peristiwa yang dapat terjadi sangat awal
dalam perkembangan embrionik, menjadi
2 kelompok (superfila) yang disebut
protostomia dan deuterostomia.[20]
Deuterostomia meliputi vertebrata
sebagaimana echinodermata,
hemichordata, dan xenoturbella.[21]
Protostomia, kelompok yang lebih
beragam, meliputi artropoda, moluska,
dan berbagai jenis cacing. Ada
perbedaan mendasar di antara 2
kelompok dalam penempatan sistem
saraf di dalam tubuh: protostomia
memiliki sebuah nerve cord pada bagian
sisi ventral (biasanya di bawah),
sementara dalam deuterostomia nerve
cord biasanya ada di sisi dorsal
(biasanya atas). Nyatanya, berbagai
aspek tubuh terbalik pada kedua
kelompok, termasuk pola ekspresi
beberapa gen menunjukkan gradien
dorsal-ke-ventral. Kebanyakan anatomis
sekarang mempertimbangkan badan
protostomes dan deuterostomes
"terbalik" satu sama lain, sebuah
hipotesis yang pertama kali diajukan oleh
Geoffroy Saint-Hilaire untuk serangga
dalam perbandingan dengan vertebrata.
Jadi serangga, contohnya, memiliki nerve
cord yang berjalan sepanjang garis
tengah ventral tubuh, sementara seluruh
vertebrata memiliki sumsum tulang
belakang yang berjalan sepanjang garis
tengah dorsal.[22]
Artropoda

Anatomi internal seekor laba-laba, menunjukkan sistem saraf dalam warna biru .

Artropoda, seperti serangga dan


krustasea, memiliki sebuah sistem saraf
terbuat dari serangkaian ganglia,
terhubung oleh ventral nerve cord yang
terdiri dari 2 koneksi paralel di sepanjang
perut..[23] Secara umum, setiap segmen
tubuh memiliki 1 ganglion pada setiap
sisi, walaupun beberapa ganglia
berfungsi membentuk otak dan ganglia
besar lain. Segmen kepala mengandung
otak, juga dikenal sebagai
supraesophageal ganglion. Dalam sistem
saraf serangga, otak secara anatomis
dibagi menjadi protocerebrum,
deutocerebrum, dan tritocerebrum.
Langsung di belakang otak adalah
subesophageal ganglion, yang terbuat
dari 3 pasangan ganglia yang berfusi. Ini
mengontrol bagian mulut, kelenjar ludah
dan otot tertentu. Banyak artropoda
memiliki organ sensoris yang
berkembang baik, termasuk mata untuk
penglihatan dan antena untuk penciuman
bau dan feromon. Informasi sensoris dari
organ-organ ini diproses oleh otak.
Dalam serangga, banyak neuron memiliki
badan sel yang bertempat di ujung otak
dan secara elektris pasif — badan sel
bertugas hanya untuk menyediakan
dukungan metabolik dan tidak
berpartisipasi dalam pensinyalan.
Sebuah serat protoplasmik dari badan
sel dan bercabang, dengan beberapa
bagian mentransmisikan sinyal dan
bagian lain menerima sinyal. Oleh karena
itu, kebanyakan bagian dari otak
serangga memiliki sel pasif badan sel
yang diatur sepanjang periferal,
sementara pemrosesan sinyal neural
berlangsung dalam sebuah serat
protoplasmik disebut neuropil, di bagian
dalam.[24]
Neuron "Teridentifikasi"

Sebuah neuron disebut teridentifikasi jika


ia memiliki sifat yang membedakannya
dari setiap neuron lain dalam hewan yang
sama—sifat seperti lokasi,
neurotransmitter, pola ekspresi gen, dan
keterhubungan — dan jika setiap individu
organisme yang berasal dari spesies
yang sama memiliki satu-satunya neuron
dengan set sifat yang sama.[25] Dalam
sistem saraf vertebrata sangat sedikit
neuron yang "teridentifikasi" dalam
pengertian ini — dalam manusia, tidak
ada — tetapi dalam sistem saraf yang
lebih sederhana, beberapa atau semua
neuron mungkin jadi akhirnya unik. Dalam
cacing bulat C. elegans yang sistem
sarafnya paling banyak digambarkan,
setiap neuron dalam tubuh secara unik
teridentifikasi, dengan lokasi yang sama
dan koneksi yang sama dalam setiap
individu cacing. Satu akibat yang tercatat
dari fakta ini adalah bahwa bentuk
sistem saraf C. elegans secara utuh
dispesifikkan oleh genom, dengan tidak
adanya plasisitas yang tergantung pada
pengalaman.[26]

Otak dari kebanyakan moluska dan


serangga juga mengandung sejumlah
neuron teridentifikasi substansial.[25]
Dalam vertebrata, neuron teridentifikasi
yang paling dikenal adalah sel Mauthner
ikan.[27] Setiap ikan memiliki 2 sel
Mauthner, yang terletak di bagian bawah
dari batang otak, 1 di sisi kiri dan 1 di sisi
kanan. Setiap sel Mauthner memiliki
akson yang menyebrang, menginervasi
neuron pada tingkatan otak yang sama
dan kemudian berjalan turun sepanjang
sumsum tulang belakang, membentuk
berbagai koneksi di sepanjang jalurnya.
Sinaps digenerasikan oleh sebuah sel
Mauthner yang sangat kuat hingga
sebuah potensi aksi tunggal dapat
membangkitkan respons tingkah laku
mayor: dalam waktu millidetik ikan
mengkurvakan tubuhnya menjadi bentuk
C, kemudian meluruskan diri, oleh karena
itu meluncur secara cepat ke depan.
Secara fungsional ini adalah respons
melarikan diri cepat, dipicu paling mudah
oleh sebuah gelombang suara kuat atau
gelombang tekanan yang menekan organ
garis lateral (sisi) ikan. Sel Mauthner
bukanlah satu-satunya sel neuron
teridentifikasi pada ikan,— masih ada
lebih dari 20 jenis, termasuk pasangan
"analog sel Mauthner " dalam setiap inti
tulang belakang segmental. Walaupun
sebuah sel Mauthner mampu
membangkitkan respons melarikan diri
secara individual, dalam konteks tingkah
laku biasa dari jenis sel lain biasanya
berkontribusi dalam membentuk
amplitudo dan arah respons.
Sel Mauthner telah digambarkan sebagai
neuron perintah. Sebuah neuron pemberi
perintah adalah tipe khusus dari neuron
teridentifikasi, didefinisikan sebagai
sebuah neuron yang mampu
mengendalikan sebuah tingkah laku
spesifik secara individual.[28] Neuron
seperti ini tampaknya paling umum
dalam sistem melarikan diri dari berbagai
spesies — akson raksasa cumi-cumi dan
sinaps raksasa cumi-cumi, yang
digunakan untuk percobaan dalam
neurofisiologi karena ukurannya yang
sangat besar, berpartisipasi dalam sirkuit
pelarian diri yang cepat. Namun, konsep
sebuah neuron pemberi perintah masih
kontroversial karena penelitian-penelitian
telah menunjukkan bahwa beberapa
neuron yang awalnya tampak cocok
dengan deskripsi tersebut ternyata hanya
mampu menimbulkan respons dalam
keadaan yang terbatas.[29]

Fungsi
Pada tingkatan paling dasar, fungsi
sistem saraf adalah untuk mengirimkan
sinyal dari 1 sel ke sel lain, atau dari 1
bagian tubuh ke bagian tubuh lain. Ada
berbagai cara sebuah sel dapat
mengirimkan sinyal ke sel lain. Satu cara
adalah dengan melepaskan bahan kimia
yang disebut hormon ke dalam sirkulasi
internal, sehingga mereka dapat berdifusi
tempat-tempat yang jauh. Berkebalikan
dnegan modus pensinyalan
"pemancaran", sistem saraf menyediakan
sinyal dari tempat ke tempat—neuron
memproyeksikan akson-akson mereka ke
daerah sasaran spesifik dan membentuk
koneksi sinaptik dengan sel sasaran
spesifik.[30] Oleh sebab itu, pensinyalan
neural memiliki spesifitas yang jauh lebih
tinggi tingkatannya daripada pensinyalan
hormonal. Hal tersebut juga lebih cepat:
sinyal saraf tercepat berjalan pada
kecepatan yang melebihi 100 meter per
detik.

Pada tingkatan lebih terintegrasi, fungsi


primer sistem saraf adalah untuk
mengontrol tubuh.[2] Hal ini dilakukan
dengan cara mengambil informasi dari
lingkungan dengan menggunakan
reseptor sensoris, mengirimkan sinyal
yang mengodekan informasi ini ke dalam
sistem saraf pusat, memproses
informasi untuk menentukan sebuath
respons yang tepat, dan mengirim sinyal
keluaran ke otot atau kelenjar untuk
mengaktivasi respons. Evolusi sebuah
sistem saraf kompleks telah
memungkinkan berbagai spesies hewan
untuk memiliki kemampuan persepsi
yang lebih maju seperti pandangan,
interaksi sosial yang kompleks,
koordinasi sistem organ yang cepat, dan
pemrosesan sinyal yang
berkesinambungan secara terintegrasi.
Pada manusia, kecanggihan sistem saraf
membuatnya mungkin untuk memiliki
bahasa, konsep representasi abstrak,
transmisi budaya, dan banyak fitur sosial
yang tidak mungkin ada tanpa otak
manusia.

Neuron dan sinaps


Elemen utama dalam transmisi sinaptik. Sebuah gelombang elektrokimia yang disebut potensial aksi berjalan di
sepanjang akson dari sebuah neuron. Ketika gelombang mencapai sebuah sinaps, ia akan memicu pelepasan
sejumlah kecil molekul neurotransmitter, yang berikatan dengan molekul reseptor kimia yang terletak di membran sel
sasaran.

Kebanyakan neuron mengirimkan sinyal


melalui akson, walaupun beberapa jenis
mampu melakukan komunikasi dendrit ke
dendrit. (faktanya, jenis-jenis neuron
disebut sel amakrin tidak memiliki akson,
dan berkomunikasi hanya melalui dendrit
mereka.) Sinyal neural berpropagasi
sepanjang sebuah akson dalam bentuk
gelombang elektrokimia yang disebut
potensial aksi, yang menghasilkan sinyal
sel ke sel di tempat terminal akson
membentuk kontak sinaptik dengan sel
lain.[31]
Sinaps dapat berupa elektrik atau kimia.
Sinaps elektrik membuat hubungan
elektrik langsung di antara neuron-
neuron,[32] tetapi sinaps kimia lebih
umum, dan lebih beragam dalam
fungsi.[33] Di sebuah sinaps kimia, sel
mengirimkan sinyal yang disebut
presinaptik, dan sel yang menerima sinyal
disebut postsinaptik. Baik presinaptik
dan postsinaptik penuh dengan mesin
molekular yang membawa proses sinyal.
Daerah presinaptik mengandung
sejumlah besar vessel bulat yang sangat
kecil yang disebut vesikel sinaptik,
dipenuhi oleh bahan-bahan kimia
neurotransmitter.[31] Ketika terminal
presinaptik terstimulasi secara elektrik,
sebuah susunan molekul yang melekat
pada membran teraktivasi, dan
menyebabkan isi dari vesikel dilepaskan
ke dalam celah sempit di antara
membran presinaptik dan postsinaptik,
yang disebut celah sinaptik (synaptic
cleft). Neurotransmitter kemudian
berikatan dengan reseptor yang melekat
pada membran postsinaptik,
menyebabkan neurotransmiter masuk ke
dalam status teraktivasi.[33] Tergantung
pada tipe reseptor, efek yang dihasilkan
pada sel postsinaptik mungkin eksitasi,
penghambatan, atau modulasi dalam
berbagai cara yang lebih rumit.
Contohnya, pelepasan neurotransmitter
asetilkolin pada kontak sinaptik di antara
neuron motorik dan sebuah sel otot
menginduksi kontraksi cepat dari sel
otot.[34] Seluruh proses transmisi sinaptik
memerlukan hanya sebuah fraksi dari
sebuah milidetik, walaupun efek pada sel
postsinaptik mungkin berlangsung lebih
lama (bahkan tidak terbatas, dalam
kasus ketika sinyal sipatik mengarah
pada informasi sebuah jejak ingatan).[8]

Secara harfiah ada beratus-ratus jenis


sinaps. Faktanya, ada lebih dari seratus
neurotransmitter yang diketahui, dan
banyak di antara mereka memiliki jenis
reseptor ganda.[35] Banyak sinaps
menggunakan lebih dari 1
neurotransmitter—sebuah pengaturan
umum untuk sebuah sinaps adalah
menggunakan sebuah molekul
neurotransmiter kecil yang bekerja cepat
seperti glutamat atau GABA, sejalan
dengan 1 atau lebih neurotransmiter
peptida yang memainkan peran
modulatoris yang lebih lambat. Ahli saraf
molekular biasanya membagi reseptor
menjadi 2 kelompok besar: kanal ion
berpagar kimia (chemically gated ion
channels) dan sistem pengantar pesan
kedua (second messenger system).
Ketika sebuah kanal ion berpagar kimia
teraktivasi, kanal tersebut akan
membentuk sebuah tempat untuk dapat
dilalui yang mengizinkan jenis ion tertentu
yang spesifik untuk mengalir melalui
membran. Tergantung jenis ion, efek
pada sel sasaran mungkin eksitasi atau
penghambatan. Ketika sebuah sistem
pengantar pesan kedua teraktivasi,
sistem ini akan memulai kaskade
interaksi molekular di dalam sel sasaran,
yang pada akhirnya akan memproduksi
berbagai macam efek rumit/kompleks,
seperti peningkatan atau penurunan
sensitivitas sel terhadap stimuli, atau
bahkan mengubah transkripsi gen.

Menurut hukum yang disebut prinsip Dale,


yang hanya memiliki beberapa
pengecualian, sebuah neuron
melepaskan neurotransmiter yang sama
pada semua sinapsnya.[36] Walaupun
demikian, bukan berarti bahwa sebuah
neuron mengeluarkan efek yang sama
pada semua sasarannya, sebab efek
sebuah sinaps tergantung tidak hanya
pada neurotransmitter, tetapi pada
reseptor yang diaktivasinya.[33] Karena
sasaran yang berbeda dapat (dan
umumnya memang) menggunakan
berbagai jenis reseptor, hal ini
memungkinkan neuron untuk memiliki
efek eksitatori pada 1 set sel sasaran,
efek penghambatan pada yang lain, dan
efek modulasi rumit/kompleks pada
yang lain. Walaupun demikian, 2
neurotransmitter yang paling sering
digunakan, glutamat dan GABA, masing-
masing memiliki efek konsisten.
Glutamat memiliki beberapa jenis
reseptor yang umum ada, tetapi
semuanya adalah eksitatori atau
modulatori. Dengan cara yang sama,
GABA memiliki jenis reseptor yang umum
ada, tetapi semuanya adalah
penghambatan.[37] Karena konsistensi ini,
sel glutamanergik kerapkali disebut
sebagai "neuron eksitatori", dan sel
GABAergik sebagai "neuron
penghambat". Ini adalah penyimpangan
terminologi — reseptornyalah yang
merupakan eksitatori dan penghambat,
bukan neuronnya — tetapi hal ini umum
terlihat bahkan dalam publikasi ilmiah.
Satu subset sinaps yang paling penting
mampu membentuk jejak ingatan dengan
cara perubahan dalam kekuatan sinaptik
tergantung aktivitas yang bertahan
lama.[38] Ingatan neural yang paling
dikenal adalah sebuah proses yang
disebut potensiasi jangka panjang (long-
term potentiation, disingkat LTP), yang
beroperasi pada sinaps yang
menggunakan neurotransmitter glutamat
yang bekerja pada sebuah jenis reseptor
khusus yang dikenal sebagai reseptor
NMDA.[39] Reseptor NMDA memiliki sifat
"assosiasi": jika 2 sel terlibat dalam
sinaps yang terkavitasi keduanya pada
kurang lebih waktu yang sama, sebuah
kanal terbuka sehingga mengizinkan
kalsium untuk mengalir menuju sel
sasaran.[40] Pemasukan kalsium memicu
sebuah kaskade pengantar pesan kedua
yang pada akhirnya mengarah pada
peningkatan sejumlah reseptor glutamat
dalam sel sasaran, sehingga
meningkatkan kekuatan efektif sinaps.
Perubahan kekuatan ini dapat
berlangsung beberapa minggu atau lebih
panjang. Sejak penemuan LTP pada
tahun 1973, banyak jenis jejak ingatan
sinaptik ditemukan, termasuk
peningkatan atau penurunan dalam
kekuatan sinaptik yang diinduksi oleh
berbagai kondisi, dan berlangsung dalam
berbagai periode yang beragam.[39]
Pembelajaran pahala (reward learning),
contohnya, bergantung pada bentuk
variasi dari LTP yang dikondisikan pada
sebuah ekstra masukan yang berasal
dari jalur pensinyalan pahala (reward-
signalling pathway) menggunakan
dopamin sebagai neurotransmitter.[41]
Semua bentuk modifikasi sinaptik ini,
secara kolektif, menimbulkan
neuroplastisitas, yaitu kemampuan
sebuah sistem saraf untuk beradaptasi
pada variasi dalam lingkungan.

Sistem dan sirkuit saraf

Fungsi dasar neuronal mengirimkan


sinyal kepada sel lain meliputi
kemampuan neuron untuk mengubah
sinyal dengan yang lain. Jaringan kerja
terbentuk dengan kelompok saling
terhubung dari neuron mampu
menjalankan berbagai fungsi, termasuk
fitur deteksi, generasi pola, dan
pengaturan waktu.[42] Nyatanya, sulit
untuk menentukan batas proses jenis
informasi yang dapat dikerjakan oleh
jaringan saraf: Warren McCulloch dan
Walter Pitts menunjukkan pada tahun
1943 bahwa bahkan jaringan saraf tiruan
dibentuk dari sebuah abstraksi
matematika yang sangat disederhanakan
mampu melakukan perhitungan
universal.[43] Dengan mempertimbangkan
fakta bahwa neuron secara individual
mampu menggenerasikan pola aktivitas
temporal kompleks secara bebas,
rentang kemampuan sangat mungkin ada
bahkan untuk sekelompok kecil neuron di
luar pengertian yang ada sekarang.[42]

Penggambaran jalur rasa sakit, dari Treatise of Man karya René Descartes.

Dalam sejarah, selama bertahun-tahun


pandangan utama dalam fungsi sistem
saraf adalah penghubung stimulus-
respons.[44] Dalam konsep ini, proses
saraf dimulai dengan stimuli yang
mengaktifkan neuron sensorik,
menghasilkan sinyal yang berpropagasi
melalui serangkaian hubungan dalam
sumsum tulang belakang dan otak,
mengaktifkan neuron motorik dan maka
menghasilkan respons seperti kontraksi
otot. Descartes percaya bahwa semua
tingkah laku hewan, dan kebanyakan
tingkah laku manusia, dapat dijelaskan
dalam kerangka sirkuit stimulus-respons,
walaupun ia juga percaya bahwa fungsi
kognitif yang lebih tinggi seperti bahasa
tidak mampu dijelaskan secara
mekanis.[45] Charles Sherrington, dalam
bukunya pada tahun 1906 yang berjudul
The Integrative Action of the Nervous
System,[44] mengembangkan konsep
mekanisme stimulus-respons dengan
cara yang lebih detail, dan Behaviorisme,
mazhab yang mendominasi psikologi
sepanjang pertengahan abad ke-20,
mencoba untuk menjelaskan setiap
aspek tingkah laku manusia dalam
rangka stimulus-respons.[46]

Namun, penelitian elektrofisiologi yang


dimulai pada awal abad 20 dan
mencapai produktivitasnya pada tahun
1940 menunjukkan bahwa sistem saraf
mengandung berbagai mekanisme untuk
menghasilkan pola aktivitas secara
intrinsik, tanpa memerlukan stimulus
eksternal.[47] Neuron-neuron ditemukan
mampu memproduksi rangkaian
potensial aksi reguler, atau rangkaian
ledakan (sequences of bursts), bahkan
dalam isolasi penuh.[48] Ketika neuron
aktif secara intrinsik terhubung dengan
yang lain dalam sirkuit kompleks,
kemungkinan penghasilan pola temporer
yang lebih rumit menjadi jauh lebih
besar.[42] Konsep modern memandang
fungsi sistem saraf sebagian dalam
kerangka rangkaian stimulus-respons,
dan sebagian dalam kerangka pola
aktivitas yang dihasilkan secara intrinsik
— kedua jenis aktivitas berinteraksi
dengan yang lain untuk menggenerasikan
tingkah laku berulang-ulang.[49]
Sirkuit refleks dan rangsang stimulus
lainnya

Skema fungsi saraf dasar yang disederhanakan: sinyal diambil oleh reseptor sensoris dan dikirim ke sumsum tulang
belakang dan otak, tempat terjadinya pemrosesan yang menghasilkan sinyal dikirim kembali ke sumsum tulang
belakang dan kemudian ke neuron motorik.

Jenis sirkuit saraf yang paling sederhana


adalah lengkung refleks (reflex arc), yang
dimulai dari masukan sensoris dan
berakhir dengan keluaran motorik,
melewati serangkaian neuron di
tengahnya.[50] Contohnya adalah "refleks
penarikan" yang menyebabkan tangan
tertarik ke belakang setelah menyentuh
kompor panas. Sirkuit dimulai dengan
reseptor sensoris di kulit yang teraktivasi
oleh kadar panas yang membahayakan:
sebuah jenis struktur molekuler khusus
melekat pada membran menyebabkan
panas untuk mengubah medan listrik di
sepanjang membran. Jika perubahan
dalam potensial ekletrik cukup besar, ia
akan membangkitkan potensial aksi,
yang ditransmisikan sepanjang akson sel
reseptor, menuju sumsum tulang
belakang. Di sana akson akan membuat
kontak sinaptik eksitatori dengan sel lain,
beberapa dari antaranya
memproyeksikan (mengirim keluaran
aksonal) ke regio yang sama dari
sumsum tulang belakang, dan yang lain
memproyeksikan ke dalam otak. Satu
sasaran adalah serangkaian interneuron
tulang belakang yang memproyeksikan
ke neuron motorik untuk mengontrol otot
lengan. Interneuron mengeksitasi neuron
motorik, dan jika eksitasi cukup kuat,
beberapa dari neuron motorik
menghasilkan potensial aksi, yang
berjalan sepanjang akson ke titik di mana
mereka membuat kontak sinaptik
eksitatori dengan sel otot. Sinyal
eksitatori memicu kontraksi sel otot,
yang menyebabkan sudut sendi dalam
lengan berubah, menarik lengan menjauh.
Dalam kenyataannya, skema ini berkaitan
dengan berbagai komplikasi.[50]
Walaupun untuk refleks yang paling
sederhana ada jalur saraf pendek dari
neuron sensorik ke neuron motorik, ada
juga neuron yang dekat yang
berpartisipasi dalam sirkuit dan
memodulasi respons. Lebih lanjut lagi,
ada proyeksi dari otak ke sumsum tulang
belakang yang mampu meningkatkan
atau menghambat refleks.

Walaupun refleks paling sederhana


mungkin dimediasi oleh sirkuit berada
sepenuhnya di dalam sumsum tulang
belakang, respon lebih kompleks/rumit
bergantung pada pemprosesan sinyal di
dalam otak.[51] Pertimbangkan,
contohnya, apa yang terjadi ketika
sebuah benda dalam daerah visual
perifer bergerak, dan seseorang melihat
ke arahnya. Respons sensoris awal,
dalam retina mata, dan respons motorik
akhir, dalam inti okulomotor dari batang
otak, semuanya tidaklah berbeda dari
semua di refleks sederhana, tetapi dalam
tahap antara benar-benar berbeda. Tidak
hanya 1 atau 2 langkah rangkaian
pemrosesan, sinyal visual melewati
mungkin selusinan tahap integrasi,
melibatkan thalamus, cerebral cortex,
basal ganglia, superior colliculus,
cerebellum, dan beberapa inti batang
otak). Daerah-daerah ini membentuk
fungsi pemrosesan sinyal yang meliputi
deteksi fitur, analisis persepsi,
pemanggilan kembali ingatan,
pengambilan keputusan, dan
perencanaan motorik.[52]

Deteksi fitur adalah kemampuan untuk


mengekstraksi secara biologis informasi
yang relevan dari kombinasi sinyal
sensoris.[53] Dalam sistem penglihatan,
contohnya, reseptor sensoris dalam
retina mata hanya mampu untuk
mendeteksi "titik cahaya" dalam dunia
luar secara individual.[54] Neuron
penglihatan tingkat kedua menerima
masukan dari kelompok-kelompok
reseptor primer, neuron yang lebih tinggi
menerima masukan dari kelompok-
kelompok neuron tingkat kedua, dan
seterusnya, membentuk tingkatan proses
hierarkis. Pada setiap tahapan, infromasi
penting diekstraksi dari sinyal yang
dikumpulkan dan informasi yang tidak
penting dibuang. Di akhir proses,
masukan sinyal mewakili "titik cahaya"
telah ditransformasikan menjadi
perwakilan saraf dari objek dalam dunia
sekitarnya dan sifatnya. Pemrosesan
sensoris paling canggih terjadi dalam
otak, tetapi fitur ekstraksi kompleks juga
terjadi di sumsum tulang belakang dan
organ sensoris periferal seperti retina.
Penghasilan pola intrinsik

Walaupun mekanisme respons-stimulus


adalah yang paling mudah dimengerti,
sistem saraf juga dapat mengontrol
tubuh dalam berbagai cara yang tidak
memerlukan stimulus luar, melalui irama
aktivitas yang dihasilkan dari dalam.
Karena berbagai kanal ion sensitif
terhadap voltasi yang dapat melekat
dalam membran dalam sebuah neuron,
berbagai jenis neuron mampu, bahkan
dalam isolasi, menggenerasikan sekuens
irama potensial aksi, atau perubahan
irama di antara ledakan tingkat tinggi dan
masa tenang. Ketika neuron secara irama
intrinsik terkoneksi dengan yang lain oleh
respons sinaps-sinaps eksitatoris atau
penghambatan, jaringan kerja yang
dihasilkan mampu menghasilkan tingkah
laku dinamis yang beragam, termasuk
dinamika penarikan (attractor),
periodisitas, dan bahkan chaos. Sebuah
jaringan kerja neuron yang menggunakan
struktur internalnya untuk menghasilkan
keluaran terstruktur secara temporer,
tanpa memerlukan stimulus terstruktur
yang berkorespondensi secara temporer
disebut sebagai generator pola pusat.

Penggenerasian pola internal beroperasi


dalam rentang yang luas berdasarkan
skala waktu, dari millidetik sampai jam
atau lebih lama lagi. Satu dari jenis
penting pola temporal adalah irama
sirkadian — yaitu, irama dengan sebuah
periode kira-kira 24 jam. Semua hewan
yang telah diteliti menunjukkan fluktuasi
sirkadian dalam aktivitas neural, yang
mengontrol perubahan sirkadian dalam
tingkah laku seperti siklus tidur-bangun.
Penelitian dari tahun 1990an telah
menunjukkan bahwa irama sirkadian
digenerasikan oleh sebuah "jam genetik"
yang terdiri dari sekelompok gen khusus
yang kadar ekspresinya meningkat dan
menurun sepanjang hari. Hewan yang
beragam seperti serangga dan vertebrata
memiliki sistem jam genetik yang sama.
Jam sirkadian dipengaruhi oleh cahaya
tetapi terus berlanjut bekerja bahkan
ketika kadar cahaya dipertahankan
konstan dan tidak ada petunjuk waktu
hari eksternal lain tersedia. Gen jam ini
diekspresikan dalam berbagai bagian
sistem saraf sebagaimana banyak organ
periferal, tetapi dalam mamalia seluruh
"jam jaringan" ini dipertahankan dalam
sinkronisasi oleh sinyal yang keluar dari
sebuah penjaga waktu utama dalam
bagian kecil dalam otak yang disebut inti
suprakiasmatik.

Penghantaran rangsang
Semua sel dalam tubuh manusia memiliki
muatan listrik yang terpolarisasi, dengan
kata lain terjadi perbedaan potensial
antara bagian luar dan dalam dari suatu
membran sel, tidak terkecuali sel saraf
(neuron). Perbedaan potensial antara
bagian luar dan dalam membran ini
disebut potensial membran. Informasi
yang diterima oleh Indra akan diteruskan
oleh saraf dalam bentuk impuls. Impuls
tersebut berupa tegangan listrik. Impuls
akan menempuh jalur sepanjang akson
suatu neuron sebelum dihantarkan ke
neuron lain melalui sinapsis dan akan
seperti itu terus hingga mencapai otak,
dimana impuls itu akan diproses.
Kemudian otak mengirimkan impuls
menuju organ atau indra yang dituju untuk
menghasilkan efek yang diinginkan
melalui mekanisme pengiriman impuls
yang sama.
Membran hewan memiliki potensial
istirahat sekitar -50 mV s/d -90 mV,
potensial istirahat adalah potensial yang
dipertahankan oleh membran selama
tidak ada rangsangan pada sel.

Datangnya stimulus akan menyebabkan


terjadinya depolarisasi dan
hiperpolarisasi pada membran sel, hal
tersebut menyebabkan terjadinya
potensial kerja. Potensial kerja adalah
perubahan tiba-tiba pada potensial
membran karena datangnya rangsang.
Pada saat potensial kerja terjadi,
potensial membran mengalami
depolarisasi dari potensial istirahatnya
(-70 mV) berubah menjadi +40 mV. Akson
vertebrata umumnya memiliki selubung
mielin. Selubung mielin terdiri dari 80%
lipid dan 20% protein, menjadikannya
bersifat dielektrik atau penghambat
aliran listrik dan hal ini menyebabkan
potensial kerja tidak dapat terbentuk
pada selubung mielin; tetapi bagian dari
akson bernama nodus Ranvier tidak
diselubungi oleh mielin.

Penghantaran rangsang pada akson


bermielin dilakukan dengan mekanisme
hantaran saltatori, yaitu potensial kerja
dihantarkan dengan "melompat" dari satu
nodus ke nodus lainnya hingga mencapai
sinapsis.
Pada ujung neuron terdapat titik
pertemuan antar neuron bernama
sinapsis, neuron yang mengirimkan
rangsang disebut neuron pra-sinapsis
dan yang akan menerima rangsang
disebut neuron pasca-sinapsis. Ujung
akson setiap neuron membentuk tonjolan
yang didalamnya terdapat mitokondria
untuk menyediakan ATP untuk proses
penghantaran rangsang dan vesikula
sinapsis yang berisi neurotransmitter
umumnya berupa asetilkolin (ACh),
adrenalin dan noradrenalin.

Ketika rangsang tiba di sinapsis, ujung


akson dari neuron pra-sinapsis akan
membuat vesikula sinapsis mendekat
dan melebur ke membrannya.
Neurotransmitter kemudian dilepaskan
melalui proses eksositosis. Pada ujung
akson neuron pasca-sinapsis, protein
reseptor mengikat molekul
neurotransmitter dan merespon dengan
membuka saluran ion pada membran
akson yang kemudian mengubah
potensial membran (depolarisasi atau
hiperpolarisasi) dan menimbulkan
potensial kerja pada neuron pasca-
sinapsis.

Ketika impuls dari neuron pra-sinaps


berhenti neurotransmitter yang telah ada
akan didegradasi. Molekul terdegradasi
tersebut kemudian masuk kembali ke
ujung akson neuron pra-sinapsis melalui
proses endositosis.

Perkembangan
Dalam vertebrata, hal penting dalam
perkembangan saraf embrionik meliputi
kelahiran dan diferensiasi neuron dari sel
punca, migrasi neuron yang belum
matang dari tempat kelahiran mereka
dalam embrio ke posisi akhir mereka,
pertumbuhan akson dari neuron dan
pengarahan growth cone motil melalui
embrio menuju rekan postsinaptik,
penghasilan sinaps di antara akson-
akson ini dan rekan postsinaptik mereka,
dan akhirnya perubahan seumur hidup
dalam sinaps yang diduga mendasari
pembelajaran dan ingatan.[55]

Semua hewan bilateria pada tahap awal


perkembangan membentuk sebuah
gastrula yang terpolarisasi, dengan
sebuah ujung yang disebut kutub hewan
dan yang lain kutub vegetal. Gastrula
memiliki bentuk cakram dengan 3 lapisan
sel, lapisan terdalam disebut endoderm,
yang membangkitkan dasar dari
kebanyakan organ dalam, sebuah lapisan
tengah yang disebut mesoderm, yang
membangkitkan tulang dan otot, dan
lapisan terluar yang disebut ektoderm,
yang membangkitkan kulit dan sistem
saraf.[56]
Empat tahapan dalam perkembangan tabung saraf dalam embrio
Embrio manusia, menunjukkan lekukan saraf (neural manusia.
groove).

Dalam vertebrata, tanda pertama


kemunculan sistem saraf adalah
kemunculan sel tipis di sepanjang bagian
tengah punggung yang disebut piringan
saraf (neural plate. Bagian dalam piringan
saraf (sepanjang garis tengah) ditujukan
untuk menjadi sistem saraf pusat (SSP),
dan bagian luar sistem saraf tepi (SST).
Sebagaimana perkembangan berlanjut,
sebuah lipatan disebut lekukan saraf
(neural groove) muncul di sepanjang garis
tengah. Lipatan ini menjadi dalam dan
kemudian menutup di atas. Pada titik ini
SSP yang mendatang, tampak seperti
struktur silindris yang disebut sebagai
tabung saraf, tempat SST yang akan jadi
tampak seperti 2 garis jaringan yang
disebut puncak saraf (neural crest), yang
ada di atas tabung saraf. Rangkaian
tahapan dari piringan saraf ke tabung
saraf dan puncak saraf dikenal sebagai
neurulasi.

Pada awal abad 20, serangkaian


percobaan terkenal oleh Hans Spemann
dan Hilde Mangold menunjukkan bahwa
pembentukan jaringan saraf "diinduksi"
oleh sinyal dari sebuah kelompok
mesodermal yang disebut "wilayah
pengatur" (organizer region).[55] Namun,
selama beberapa dasawarsa, sifat
proses induksi tidak dapat diketahui,
sampai pada akhirnya hal ini terpecahkan
melalui pendekatan genetic pada tahun
1990an. Induksi jaringan saraf
memerlukan penghambatan gen yang
disebut protein morfogenetik tulang
(bone morphogenetic protein, disingkat
BMP). Secara khusus, protein BMP4
tampaknya terlibat. Dua protein yang
disebut Noggin dan Chordin disekresikan
oleh mesoderm tampaknya mampu
menghambat BMP4 dan oleh karenanya
menginduksi ektoderm untuk berubah
menjadi jaringan saraf. Tampaknya
sebuah mekanisme molekular yang sama
terlibat dalam berbagai jenis hewan yang
berbeda, termasuk artropoda dan juga
vertebrata. Namun, dalam beberapa
hewan, sebuah jenis molekul lain yang
disebut faktor pertumbuhan fibroblas
(Fibroblast Growth Factor, disingkat FGF)
mungkin dapat berperan dalam induksi.

Induksi jaringan neural menyebabkan


pembentukan sel pendahulu saraf yang
disebut neuroblas.[57] Dalam drosophila,
neuroblas terbagi secara asimetris,
sehingga 1 produk adalah sebuah "sel
induk ganglion" (ganglion mother cell,
disingkat GMC), dan yang lain adalah
sebauah neuroblas. Sebuah GMC terbagi
sekali dan menghasilkan baik pasangan
neuron atau pasangan sel glial. Secara
keseluruhan, sebuah neuroblas mampu
menghasilkan sejumlah neuron atau glia
yang tak terbatas.

Sebagaimana ditunjukkan dalam


penelitian tahun 2008, sebuah faktor
yang umum pada seluruh organisme
bilateral (termasuk manusia) adalah
kelompok molekul yang mensekresikan
molekul pensinyalan yang disebut
neurotrofin yang mengatur pertumbuhan
dan kelangsungan hidup neuron.[58] Zhu
et al. mengidentifikasi DNT1, neurotrofin
pertama yang ditemukan pada lalat.
Struktur DNT1 mirip dengan semua
neurotrofin yang dikenal dan merupakan
sebuah faktor penting dalam penentuan
nasib neuron dalam Drosophila. Karena
neurotrofin sekarang telah teridentifikasi
dalam vertebrata dan invertebrata, bukti
ini menunjukkan bahwa neurotrofin ada
alam nenek moyang yang umum
organisme bilateral dan mungkin
mewakili sebuah mekanisme umum
untuk pembentukan sistem saraf.

Patologi
Sistem saraf Pusat (SSP) dilindungi oleh
sawar (barrier) fisik dan kimia. Secara
fisik, otak dan sumsum tulang belakang
dikelilingi oleh membran meningeal yang
kuat, dan dibungkus oleh tulang
tengkorak dan vertebra (tulang
belakang), yang membentuk perlindungan
fisik yang kuat. Secara kimia, otak dan
sumsum tulang belakang terisolasi oleh
yang disebut sawar darah-otak (''Blood-
brain barrier''), yang mencegah
kebanyakan jenis bahan kimia berpindah
dari aliran darah kedalam bagian dalam
SSP. Perlindungan ini membuat SSP
kurang rentan bila dibandingkan dengan
SST; namun, di sisi lain, kerusakan pada
SSP cenderung lebih serius dampaknya.

Walaupun saraf cenderung berada di


bawah kulit kecuali di beberapa tempat,
seperti saraf ulnar dekat dengan
persambungan sendi siku, saraf-saraf ini
cenderung terpapar kerusakan fisik, yang
dapat menyebabkan rasa sakit,
kehilangan sensasi rasa, atau kehilangan
kontrol otot. Kerusakan pada saraf juga
dapat disebabkan oleh pembengkakan
atau memar di tempa saraf lewat di
antara kanal tulang yang ketat, seperti
terjadi pada sindrom lorong karpal. Jika
sebuah saraf benar-benar terpotong,
saraf akan beregenerasi, tetapi untuk
saraf yang panjang, proses ini mungkin
akan memakan waktu berbulan-bulan
untuk selesai. Sebagai tambahan pada
kerusakan fisik neuropati periferal dapat
disebabkan oleh masalah medis lain,
termasuk kondisi genetik, kondisi
metabolik seperti diabetes, kondisi
peradangan seperti sindrom Guillain–
Barré, defisiensi vitamin, penyakit infeksi
seperti kusta atau herpes zoster, atau
keracunan oleh racun seperti logam
berat. Banyak kasus tidak memiliki
penyebab yang dapat teridentifikasi, dan
disebut idiopatik. Saraf juga dapat
kehilangan fungsinya untuk sementara
waktu, mengakibatkan ketiadaan rasa —
penyebab umum meliputi tekanan
mekanis, penurunan suhu, atau interaksi
kimia dengan obat seperti lidokain.

Kerusakan fisik pada sumsum tulang


belakang mungkin berakibat pada
kehilangan sensasi atau pergerakan. Jika
sebuah kecelakaan pada tulang
punggung menghasilkan sesuatu yang
tidak parah dari pembengkakan, gejala
hanya sementara, tetapi apabila serabut
saraf di tulang belakang hancur,
kehilangan fungsi biasanya menetap.
Percobaan telah menunjukkan bahwa
serabut saraf tulang belakang biasanya
mencoba untuk tumbuh kembali dengan
cara yang sama seperti serabut saraf,
teapi dalam sumsum tulang belakang,
kerusakan jaringan biasanya
menghasilkan jaringan parut yang tidak
dapat dipenetrasi oleh saraf yang
tumbuh kembali.
Referensi
1. "Nervous System". Columbia
Encyclopedia. Columbia University Press.
2. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 2: Nerve cells and behavior".
Principles of Neural Science. McGraw-Hill
Professional. ISBN 978-0-8385-7701-1.
3. Finger S (2001). "Ch. 1: The brain in
antiquity". Origins of neuroscience: a
history of explorations into brain function.
Oxford Univ. Press. ISBN 978-0-19-
514694-3.
4. Finger, pp. 43–50
5. Sakarya O, Armstrong KA, Adamska M; et
al. (2007). Vosshall, Leslie, ed. "A post-
synaptic scaffold at the origin of the
animal kingdom" (https://www.ncbi.nlm.ni
h.gov/pmc/articles/PMC1876816) . PLoS
ONE. 2 (6): e506.
doi:10.1371/journal.pone.0000506 (http
s://doi.org/10.1371%2Fjournal.pone.0000
506) . PMC 1876816 (https://www.ncbi.nl
m.nih.gov/pmc/articles/PMC1876816)   .
PMID 17551586 (https://www.ncbi.nlm.ni
h.gov/pubmed/17551586) .
6. Ruppert EE, Fox RS, Barnes RD (2004).
Invertebrate Zoology (edisi ke-7). Brooks
/ Cole. hlm. 111–124. ISBN 0-03-025982-
7.
7. Balavoine G (2003). "The segmented
Urbilateria: A testable scenario" (http://ic
b.oxfordjournals.org/cgi/content/full/43/
1/137) . Int Comp Biology. 43 (1): 137–
47. doi:10.1093/icb/43.1.137 (https://doi.
org/10.1093%2Ficb%2F43.1.137) .
8. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 4: The cytology of neurons".
Principles of Neural Science. McGraw-Hill
Professional. ISBN 978-0-8385-7701-1.
9. Allen NJ, Barres BA (2009).
"Neuroscience: Glia - more than just brain
glue". Nature. 457 (7230): 675–7.
doi:10.1038/457675a (https://doi.org/10.
1038%2F457675a) . PMID 19194443 (htt
ps://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1919
4443) .
10. Azevedo FA, Carvalho LR, Grinberg LT; et
al. (2009). "Equal numbers of neuronal
and nonneuronal cells make the human
brain an isometrically scaled-up primate
brain". J. Comp. Neurol. 513 (5): 532–41.
doi:10.1002/cne.21974 (https://doi.org/1
0.1002%2Fcne.21974) . PMID 19226510
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
9226510) .
11. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 17: The anatomical
organization of the central nervous
system". Principles of Neural Science.
McGraw-Hill Professional. ISBN 978-0-
8385-7701-1.
12. Standring, Susan (Editor-in-chief) (2005).
Gray's Anatomy (edisi ke-39th). Elsevier
Churchill Livingstone. hlm. 233 (https://ar
chive.org/details/graysanatomyanat00sta
n/page/n572) –234. ISBN 978-0-443-
07168-3.
13. Hubbard JI (1974). The peripheral
nervous system (https://archive.org/detail
s/peripheralnervou0000hubb) . Plenum
Press. hlm. vii. ISBN 978-0-306-30764-5.
14. Purves D, Augustine GJ, Fitzpatrick D, Hall
WC, LaMantia A-S, McNamara JO, White
LE (2008). Neuroscience. 4th ed. Sinauer
Associates. hlm. 15–16.
15. "ganglion (http://web.archive.org/web/20
090616022448/http://www.mercksource.
com/pp/us/cns/cns_hl_dorlands_split.js
p?pg=/ppdocs/us/common/dorlands/dor
land/four/000043442.htm) " di Dorland's
Medical Dictionary
16. Afifi AK (1994). "Basal ganglia: functional
anatomy and physiology. Part 1". J. Child
Neurol. 9 (3): 249–60.
doi:10.1177/088307389400900306 (http
s://doi.org/10.1177%2F08830738940090
0306) . PMID 7930403 (https://www.ncb
i.nlm.nih.gov/pubmed/7930403) .
17. Jacobs DK1, Nakanishi N, Yuan D; et al.
(2007). "Evolution of sensory structures in
basal metazoa" (http://icb.oxfordjournals.
org/cgi/content/full/47/5/712) . Integr
Comp Biol. 47 (5): 712–723.
doi:10.1093/icb/icm094 (https://doi.org/
10.1093%2Ficb%2Ficm094) .
PMID 21669752 (https://www.ncbi.nlm.ni
h.gov/pubmed/21669752) .
18. Sanes DH, Reh TA, Harris WA (2006).
Development of the nervous system.
Academic Press. hlm. 3–4. ISBN 978-0-
12-618621-5.
19. Ghysen A (2003). "The origin and
evolution of the nervous system" (http://w
ww.ijdb.ehu.es/web/paper.php?doi=1475
6331) . Int. J. Dev. Biol. 47 (7–8): 555–
62. PMID 14756331 (https://www.ncbi.nl
m.nih.gov/pubmed/14756331) .
20. Erwin DH, Davidson EH (2002). "The last
common bilaterian ancestor".
Development. 129 (13): 3021–32.
PMID 12070079 (https://www.ncbi.nlm.ni
h.gov/pubmed/12070079) .
21. Bourlat SJ, Juliusdottir T, Lowe CJ; et al.
(2006). "Deuterostome phylogeny reveals
monophyletic chordates and the new
phylum Xenoturbellida". Nature. 444
(7115): 85–8. doi:10.1038/nature05241
(https://doi.org/10.1038%2Fnature0524
1) . PMID 17051155 (https://www.ncbi.nl
m.nih.gov/pubmed/17051155) .
22. Lichtneckert R, Reichert H (2005).
"Insights into the urbilaterian brain:
conserved genetic patterning
mechanisms in insect and vertebrate
brain development". Heredity. 94 (5):
465–77. doi:10.1038/sj.hdy.6800664 (htt
ps://doi.org/10.1038%2Fsj.hdy.680066
4) . PMID 15770230 (https://www.ncbi.nl
m.nih.gov/pubmed/15770230) .
23. Chapman RF (1998). "Ch. 20: Nervous
system". The insects: structure and
function. Cambridge University Press.
hlm. 533–568. ISBN 978-0-521-57890-5.
24. Chapman, hal. 546
25. Hoyle G, Wiersma CAG (1977). Identified
neurons and behavior of arthropods (http
s://archive.org/details/identifiedneuron00
00unse) . Plenum Press. ISBN 978-0-306-
31001-0.
26. "Wormbook: Specification of the nervous
system" (http://www.wormbook.org/chap
ters/www_specnervsys/specnervsys.htm
l) .
27. Stein PSG (1999). Neurons, Networks,
and Motor Behavior. MIT Press. hlm. 38–
44. ISBN 978-0-262-69227-4.
28. Stein, hal. 112
29. Simmons PJ, Young D (1999). Nerve cells
and animal behaviour. Cambridge
University Press. hlm. 43. ISBN 978-0-
521-62726-9.
30. Gray PO (2006). Psychology (edisi ke-5).
Macmillan. hlm. 170. ISBN 978-0-7167-
7690-1.
31. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 9: Propagated signaling: the
action potential". Principles of Neural
Science. McGraw-Hill Professional.
ISBN 978-0-8385-7701-1.
32. Hormuzdi SG, Filippov MA, Mitropoulou G;
et al. (2004). "Electrical synapses: a
dynamic signaling system that shapes the
activity of neuronal networks". Biochim.
Biophys. Acta. 1662 (1–2): 113–37.
doi:10.1016/j.bbamem.2003.10.023 (http
s://doi.org/10.1016%2Fj.bbamem.2003.1
0.023) . PMID 15033583 (https://www.nc
bi.nlm.nih.gov/pubmed/15033583) .
33. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 10: Overview of synaptic
transmission". Principles of Neural
Science. McGraw-Hill Professional.
ISBN 978-0-8385-7701-1.
34. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 11: Signaling at the nerve-
muscle synapse". Principles of Neural
Science. McGraw-Hill Professional.
ISBN 978-0-8385-7701-1.
35. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 15: Neurotransmitters".
Principles of Neural Science. McGraw-Hill
Professional. ISBN 978-0-8385-7701-1.
36. Strata P, Harvey R (1999). "Dale's
principle". Brain Res. Bull. 50 (5–6): 349–
50. doi:10.1016/S0361-9230(99)00100-8
(https://doi.org/10.1016%2FS0361-923
0%2899%2900100-8) . PMID 10643431
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
0643431) .
37. Marty A, Llano I (2005). "Excitatory
effects of GABA in established brain
networks". Trends Neurosci. 28 (6): 284–
9. doi:10.1016/j.tins.2005.04.003 (http
s://doi.org/10.1016%2Fj.tins.2005.04.00
3) . PMID 15927683 (https://www.ncbi.nl
m.nih.gov/pubmed/15927683) .
38. Paradiso MA; Bear MF; Connors BW
(2007). Neuroscience: Exploring the
Brain. Lippincott Williams & Wilkins.
hlm. 718. ISBN 0-7817-6003-8.
39. Cooke SF, Bliss TV (2006). "Plasticity in
the human central nervous system". Brain.
129 (Pt 7): 1659–73.
doi:10.1093/brain/awl082 (https://doi.or
g/10.1093%2Fbrain%2Fawl082) .
PMID 16672292 (https://www.ncbi.nlm.ni
h.gov/pubmed/16672292) .
40. Bliss TV, Collingridge GL (1993). "A
synaptic model of memory: long-term
potentiation in the hippocampus". Nature.
361 (6407): 31–9. doi:10.1038/361031a0
(https://doi.org/10.1038%2F361031a0) .
PMID 8421494 (https://www.ncbi.nlm.nih.
gov/pubmed/8421494) .
41. Kauer JA, Malenka RC (2007). "Synaptic
plasticity and addiction". Nat. Rev.
Neurosci. 8 (11): 844–58.
doi:10.1038/nrn2234 (https://doi.org/10.
1038%2Fnrn2234) . PMID 17948030 (htt
ps://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1794
8030) .
42. Dayan P, Abbott LF (2005). Theoretical
Neuroscience: Computational and
Mathematical Modeling of Neural
Systems. MIT Press. ISBN 978-0-262-
54185-5.
43. McCulloch WS, Pitts W (1943). "A logical
calculus of the ideas immanent in
nervous activity". Bull. Math. Biophys. 5
(4): 115–133. doi:10.1007/BF02478259
(https://doi.org/10.1007%2FBF0247825
9) .
44. Sherrington CS (1906). The Integrative
Action of the Nervous System (http://boo
ks.google.com/?id=6KwRAAAAYAAJ) .
Scribner.
45. Descartes R (1989). Passions of the Soul.
Voss S. Hackett. ISBN 978-0-87220-035-
7.
46. Baum WM (2005). Understanding
behaviorism: Behavior, Culture and
Evolution. Blackwell. ISBN 978-1-4051-
1262-8.
47. Piccolino M (2002). "Fifty years of the
Hodgkin-Huxley era". Trends Neurosci. 25
(11): 552–3. doi:10.1016/S0166-
2236(02)02276-2 (https://doi.org/10.101
6%2FS0166-2236%2802%2902276-2) .
PMID 12392928 (https://www.ncbi.nlm.ni
h.gov/pubmed/12392928) .
48. Johnston D, Wu SM (1995). Foundations
of cellular neurophysiology. MIT Press.
ISBN 978-0-262-10053-3.
49. Simmons PJ, Young D (1999). "Ch 1.:
Introduction". Nerve cells and animal
behaviour. Cambridge Univ. Press.
ISBN 978-0-521-62726-9.
50. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 36: Spinal reflexes".
Principles of Neural Science. McGraw-Hill
Professional. ISBN 978-0-8385-7701-1.
51. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 38: Voluntary movement".
Principles of Neural Science. McGraw-Hill
Professional. ISBN 978-0-8385-7701-1.
52. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 39: The control of gaze".
Principles of Neural Science. McGraw-Hill
Professional. ISBN 978-0-8385-7701-1.
53. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 21: Coding of sensory
information". Principles of Neural
Science. McGraw-Hill Professional.
ISBN 978-0-8385-7701-1.
54. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 25: Constructing the visual
image". Principles of Neural Science.
McGraw-Hill Professional. ISBN 978-0-
8385-7701-1.
55. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 52: The induction and
patterning of the nervous system".
Principles of Neural Science. McGraw-Hill
Professional. ISBN 978-0-8385-7701-1.
56. Sanes DH, Reh TH, Harris WA (2006). "Ch.
1, Neural induction". Development of the
Nervous System. Elsevier Academic
Press. ISBN 978-0-12-618621-5.
57. Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed.
(2000). "Ch. 53: The formation and
survival of nerve cells". Principles of
Neural Science. McGraw-Hill Professional.
ISBN 978-0-8385-7701-1.
58. Zhu B, Pennack JA, McQuilton P, Forero
MG, Mizuguchi K, Sutcliffe B, Gu CJ,
Fenton JC, Hidalgo A (2008). Bate,
Michael, ed. "Drosophila neurotrophins
reveal a common mechanism for nervous
system formation" (http://scivee.tv/node/
8389) . PLoS Biol. 6 (11): e284.
doi:10.1371/journal.pbio.0060284 (http
s://doi.org/10.1371%2Fjournal.pbio.0060
284) . PMC 2586362 (https://www.ncbi.nl
m.nih.gov/pmc/articles/PMC2586362)   .
PMID 19018662 (https://www.ncbi.nlm.ni
h.gov/pubmed/19018662) .
Pranala luar
Wikibooks Human Physiology memiliki
halaman di:
The Nervous System
Wikibooks Anatomy and Physiology of
Animals memiliki halaman di:
Nervous System

The Human Brain Project Homepage (h


ttp://www.thehumanbrainproject.org)
Diarsipkan (https://web.archive.org/we
b/20170708165531/http://thehumanbr
ainproject.org/) 2017-07-08 di
Wayback Machine.

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Sistem_saraf&oldid=23276855"
Halaman ini terakhir diubah pada 18 April 2023,
pukul 05.28. •
Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali
dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai