Anda di halaman 1dari 4

NAMA : MEGA GUSTIA

NPM : 220104027P
PRODI S1 GIZI KONVEVRSI

REVIEW JURNAL

Judul Interaksi Antibiotik Dengan Makanan


Nama Jurnal Studi Prospektif Potensi Interaksi Obat Golongan Antibiotik Pada
Pasien Pediatri Di Rumah Sakit Ananda Purwokerto
Volume dan Volume 15 Noor 2 Halaman 243-256
halaman
Tahun terbit 2018
Penulis Much Ilham Novalisa Aji Wibowo, Rima Anggita Pratiwi, dan Elza
Sundhani
Reviewer Mega Gustia
Tanggal 24 Maret 2023
Latar Belakang Interaksi obat terjadi pada saat efek suatu obat berubah akibat adanya
suatu interaksi dengan obat lain, makanan, atau minuman. Perubahan ini
dapat berinteraksi menghasilkan efek yang dikehendaki, atau efek
sebaliknya yaitu tidak dikehendaki. Potensi terjadinya interaksi obat dalam
suatu resep obat masih sering terjadi di seluruh dunia, dilaporkan dalam
penelitian di Amerika, terjadi kejadian interaksi obat di rumah pada
kelompok pasien khusus (geriatri) dan terjadi pada pasien dewasa, tetapi
laporan mengenai kejadian interaksi obat pada pasien anak masih sedikit.
Profil keamanan suatu obat baru didapatkan setelah obat tersebut sudah
diedarkan dan digunakan secara luas di masyarakat, termasuk oleh populasi
pasien yang sebelumnya tidak terwakili dalam uji klinik obat tersebut, salah
satunya adalah anak-anak. Konsekuensinya, diperlukan beberapa bulan atau
bahkan tahun sebelum diperoleh data yang memadai tentang masalah efek
samping akibat interaksi obat. Berdasarkan masalah tersebut maka
diperlukan suatu studi untuk mengidentifikasi potensi interaksi obat
antibiotik dengan semua obat yang diresepkan kepada pasien pediatri di
Rumah Sakit Ananda Purwokerto.
Metode Penelitian ini dilakukan secara deskriptif noneksperimental dengan
pengambilan data prospektif dilakukan pada data rekam medik dan resep
pasien pediatri pada bulan Februari – April 2018.
Sasaran Sampel diperoleh secara purposive sampling dengan kriteria inklusi pasien
pediatri yang tergolong bayi (usia 28 hari–23 bulan), anak–anak (usia 2–11
tahun), dan remaja (usia 12–18 tahun), pasien pediatri yang mendapat resep
obat yang mengandung antibiotik, pasien pediatri yang mendapat obat ≥2
macam obat secara bersamaan, pasien pediatri yang dirawat di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Ananda Purwokerto.
Pembahasan Karakteristik pasien terhadap jenis kelamin
Pasien pediatri yang mendapat resep obat antibiotik tertinggi pada pasien
pediatri kelompok anak–anak usia 2–11 tahun sebanyak 45 pasien (45%).
Bayi dan anak–anak merupakan kelompok usia yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang belum sempurna dibandingkan dengan orang dewasa
sehingga kelompok usia ini lebih rentan terinfeksi bakteri dan berbagai
sumber penyakit lainnya. Pasien pediatri yang mendapat resep obat
antibiotik paling sedikit adalah pasien pediatri kelompok usia remaja usia
12–18 tahun sebanyak 21 (21%). Hal ini dikarenakan sistem imunitas pada
usia remaja masih baik dibandingkan umur dewasa tua, anak, dan usia
lanjut.
Karakteristik pasien berdasarkan kriteria
Terdapat 10 diagnosa penyakit tertinggi yang diderita oleh pasien pediatric.
Diagnosa penyakit tertinggi yaitu febris sebanyak 36 pasien (32,14%).
Indikasi febris dibutuhkan antibiotik dikarenakan data leukosit meningkat
dan suhu di atas rata–rata. Demam yang terjadi karena infeksi virus akan
sembuh dalam beberapa hari, sedangkan demam yang disebabkan karena
infeksi bakteri berdurasi lebih dari 3 hari dan kondisi tubuh anak akan
lemah.
Karakteristik pasien berdasarkan diagnosa penyakit
Karakteristik pasien menunjukkan jumlah jenis obat ≥5 lebih banyak dari
pada jumlah jenis obat 2 hingga <5 yakni sebanyak 88 lembar (88%). Pasien
pediatri yang dirawat inap mendapat resep obat dengan jumlah jenis obat ≥5
dikarenakan beberapa pasien memiliki diagnosis penyakit lebih dari satu dan
beberapa pasien mendapat terapi antibiotik kombinasi seperti pada pasien
TB paru sehingga pasien tersebut membutuhkan pengobatan yang lebih
banyak.
Karakteristik resep berdasarkan jumlah dan jenis obat
Terdapat 5 jenis antibiotik yang digunakan oleh pasien pediatric dan yang
banyak digunakan yaitu ceftriaxone sebanyak 47 pasien (43,52%).
Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin generasi ke-3 yang umum dan
banyak digunakan karena mempunyai potensi antibakteri yang tinggi, dan
memiliki potensi toksisitas yang rendah. Jenis antibiotik tersebut memiliki
spektrum yang luas sehingga dapat mengatasi dengan baik pada bakteri
gram positif maupun gram negatif dan beberapa bakteri anaerob lain
termasuk Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Pseudomonas. Antibiotik ini juga lebih tahan terhadap resistensi laktamase,
tetapi khasiatnya terhadap staphylococcus lebih rendah.
Karakteristik antibiotik pada resep pasien pediatric
Berdasarkan studi literatur identifikasi interaksi obat pada 100 resep pasien
pediatri didapatkan sebanyak 55 (55%). Interaksi obat dianggap penting
secara klinis jika berakibat meningkatkan toksisitas dan/atau mengurangi
efektivitas obat yang berinteraksi, terutama jika menyangkut obat dengan
batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan
obat–obat sitostatik.
Potensi interaksi obat pada resep pasien pediatric
Potensi interaksi obat lebih banyak terjadi pada lembar resep dengan jumlah
obat ≥5 yaitu sebanyak 55 lembar resep (62,5%). Kejadian interaksi obat
lebih banyak terjadi pada pasien yang menerima ≥5 macam obat
dibandingkan dengan pasien yang menerima dan rawat inap yang ditandai
dengan adanya kejadian efek samping maupun perubahan khasiat akibat
terapi kombinasi obat. Peresepan obat pada pasien anak yang berisikan
banyaknya macam obat dalam satu resep memungkinkan terjadinya
polifarmasi yang kemudian akan berpotensi terjadi interaksi obat.
Penggunaan antibiotik yang berpotensi memiliki interaksi obat
Terdapat 11 kasus interaksi antibiotik-antibiotik maupun dengan obat lain
jika diberikan secara bersamaan. Potensi interaksi obat golongan antibiotik
banyak terjadi pada interaksi antara ampisilin dan gentamisin sebanyak 5
kasus (45,5%). Kombinasi kedua obat tersebut dapat memberikan efek yang
sinergis karena dapat meningkatkan efek bakterisida. Namun jika diberikan
sekaligus, kedua antibiotika tersebut akan bersifat antagonis.
Potensi interaksi obat antibiotik berdasarkan pola mekanisme interaksi
obat
Interaksi obat antibiotik yang paling banyak terjadi yaitu pada mekanisme
interaksi farmakokinetik sebanyak 6 kasus (54,5%). Mekanisme interaksi
obat pada fase farmakokinetik, maka salah satu obat mempengaruhi proses
absorpsi, distribusi, metabolism, atau ekskresi obat kedua sehingga kadar
plasma kedua obat bisa meningkat atau menurun. Akibat selanjutnya adalah
terjadi peningkatan toksisitas atau bahkan penurunan efektifitas obat
tersebut. Kemudian mekanisme interaksi obat secara farmakodinamik
menunjukkan bahwa obat–obat yang diberikan saling berinteraksi pada
sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologis yang sama sehingga
terjadi efek yang aditif, sinergis dan antagonis.
Potensi interaksi farmakokinetik obat antibiotic
Interaksi obat golongan antibiotik yang ditemukan berinteraksi secara
farmakokinetik pada penelitian ini terjadi pada penggunaan obat isoniazid
dengan parasetamol serta rifampisin dan parasetamol pada penderita TBC.
Interaksi tersebut terjadi pada fase metabolisme yang menyebabkan
isoniazid dan rifampisin dapat meningkatkan efek obat parasetamol dengan
mempengaruhi metabolisme enzim CYP2E1. Isoniazid dan rifampisin akan
menginduksi sitokrom P450 isoenzim CYP2E1 sehingga metabolisme
parasetamol menjadi metabolit toksik sehingga menyebabkan meningkatnya
hepatotoksisitas. Interaksi rifampisin dengan metilprednisolon juga termasuk
dalam kategori interaksi farmakokinetik.
Potensi interaksi farmakodinamik obat antibiotic
Interaksi farmakodinamik pada penelitian ini juga ditemukan pada pasien
yaitu interaksi antara ampisilin dengan gentamisin. Penggunaan kombinasi
kedua obat tersebut dapat memberikan efek menguntungkan (sinergis),
terutama dalam pengobatan infeksi Pseudomonas. Selain itu, pemberian
penisilin parenteral tertentu dapat menonaktifkan aminoglikosida tertentu
secara in vivo maupun in vitro. Secara in vitro, interaksi antara ampisilin
dengan aminoglikosida dapat menyebabkan berkurangnya efek
aminoglikosida, seperti gentamisin.
Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 11 kasus kombinasi obat
yang diidentifikasi berpotensi menyebabkan interaksi obat. Jenis interaksi
obat terjadi pada interaksi farmakokinetik (54,5%) dan farmakodinamik
(45,5%). Potensi interaksi antibiotik dengan antibiotik maupun dengan obat
lain terjadi pada kategori mayor (18,2%), moderat (72,7%), dan minor
(9,1%). Kesimpulan penelitian yaitu terdapat interaksi antara antibiotik
dengan antibiotik maupun dengan obat lain. Interaksi obat terjadi pada fase
farmakokinetik dan farmakodinamik. Tingkat keparahan interaksi yang
terjadi yaitu mayor, moderat, dan minor.
Daftar Pustaka 1. Wibowo, M. I. N. A., R. A. Pratiwi, dan E. Sundhani. 2018. Studi
Prospektif Potensi Interaksi Obat Golongan Antibiotik Pada Pasien
Pediatri Di Rumah Sakit Ananda Purwokerto. PHARMACY: Jurnal
Farmasi Indonesia, 15(2):243-256.
2. Baxter, K. 2010. Stockley’s Drug Interactions. London: Pharmaceutical
Press.
3. Rambhade, S., Chakarborty, A., Shrivastava, A., Patil, U.K.,
Rambhadeet, A. 2012. A survey on polypharmacy and use of
inappropriate medications. Toxicology International, 19(1):68- 73.

Anda mungkin juga menyukai