Anda di halaman 1dari 25

PEDOMAN

PENGGUNAAN ALAT PEMADAM API RINGAN (APAR)

UPT PUSKESMAS SUMOBITO


JL.RAYA SUMOBITO NO 568
KEC. SUMOBITO, KAB. JOMBANG
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa karena berkat rahmat dan inayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan
“Pedoman Penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)” dengan lancar dan tanpa
hambatan yang berarti.
Pedoman Penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) UPT Puskesmas
Sumobito ini disusun dalam rangka mengetahui cara penggunaan APAR saat terjadi
kebakaran di UPT Puskesmas Sumobito. Melalui pedoman ini kita dapat mengetahui
penanganan awal saat terjadi kebakaran di UPT Puskesmas Sumobito. Sehingga
diharapkan semua pekerja lebih mampu mengoperasikan APAR guna meminimalkan
dampak apabila terjadi kebakaran di lingkungan kerja Puskesmas Sumobito.
Ucapan terima kasih dan penghargaan selayaknya disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu penyusunan dan penerbitan pedoman ini. Semoga keinginan
untuk dapat lebih meningkatkan keterampilan dalam menggunakan APAR.
Pedoman ini tentu saja masih belum dapat memuat semua prosedur dengan
lengkap sesuai dengan yang dibutuhkan karena keterbatasan ilmu dan referensi yang ada
pada kami. Oleh karena itu permohonan maaf perlu kami ucapkan apabila dalam
penyusunan pedoman ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.
Meskipun demikian semoga Pedoman Penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait.

Jombang, Januari 2022

TIM PENYUSUN
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebakaran merupakan kejadian yang tidak diinginkan bagi setiap orang dan
kecelakaan yang berakibat fatal.Kebakaran ini dapat mengakibatkan suatu kerugian
yang sangat besar baik kerugian materil maupun kerugian immateriil. Sebagai
contoh kerugian nyawa, harta, dan terhentinya proses atau jalannya suatu
produksi/aktivitas, jika tidak ditangani dengan segera, maka akan berdampak bagi
penghuninya.
Dengan adanya perkembangan dan kemajuan pembangunan yang semakin
pesat, resiko terjadinya kebakaran semakin meningkat.Penduduk semakin padat,
pembangunan gedung-gedung perkantoran, kawasan perumahan, industri yang
semakin berkembang sehingga menimbulkan kerawanan dan apabila terjadi
kebakaran membutuhkan penanganan secara khusus.
Salah satu penanganan dini pada saat terjadi awal proses kebakaran, adalah
menggunakan APAR. Berdasarkan PERMENAKERTRANS RI NO.04/MEN/1980
tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan APAR dan NFPA tahun 1998
tentang standart portable for fire extinguisher. Maka harus dilakukan pemasangan
APAR dengan menggunakan standar yang sesuai dengan kebutuhan yang ada.

B. Tujuan Pedoman
Tujuan dari praktikum ini meliputi tujuan umum dan khusus, yaitu :
 Tujuan umum
Petugas diarapkan mampu mengaplikasikan teori pemadam kebakaran.
 Tujuan khusus
Petugas mampu memahami tentang prosedur pemakaian APAR (Alat
Pemadam Api Ringan) dan dapat memadamkan kebakaran dengan alat
tersebut.

C. Sasaran Pedoman
Semua Pegawai di Puskesmas Sumobito

D. Ruang Lingkup Pedoman


Ruang lingkup penulisan “Pedoman Penggunaan Alat Pemadam Api Ringan
(APAR)”difokuskan pada :
1. Cara menggunakan APAR yang benar
2. Cara pemeliharaan APAR

E. Batasan Operasional
Penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di Puskesmas bertujuan
meningkatkan keterampilan pegawai dan tanggap dalam penanganan awal
kebakaran. Adapun kegiatan pokok sebagai berikut:
1. Meningakatkan keterampilan pegawai dalam menggunakan APAR.
2. Mengetahui lebih baik tentang perawatan APAR.
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
C. JADWAL KEGIATAN
BAB III
A. DENAH RUANGAN

LANSIA GUDANG MUSHOLLA


H
R.STERIL R.
VAKSIN
RANAP PUTRA KM KM

RANAP PUTRI L BOTH P.TB


A TB
T N R.ADMIN
A T
L
M A
A
A I LAB
N
N 1 R.ADMIN
T

RANAP P.GIGI A
I
ANAK R.NIFAS R. KAPUS
2
P. KIA 2

R.JAGA G.OBAT

PONED R.JAGA P.KIA 1

TANGGA

RM P.GIZI

LOKET R.USG

TANGGA

BP

R.TUNGGU R.PERTEMUAN

UGD R.OBAT

HALAMAN DEPAN

KET : = APAR

B. STANDAR FASILITAS
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A. LINGKUP KEGIATAN
Ruang lingkup penulisan “Pedoman Penggunaan Alat Pemadam Api Ringan
(APAR)”difokuskan pada :
3. Cara menggunakan APAR yang benar
4. Cara pemeliharaan APAR

B. METODE
Metode yang digunakan sesuai dengan sop penggunaan dan pemeliharaan APAR.

C. LANGKAH KEGIATAN
a. Cara Penggunaan Apar
Untuk mempermudah dalam mengingat proses ataupun cara penggunaan Alat
Pemadam Api, kita dapat menggunakan singkatan CARRA. yaitu :
1) Cabut pin pengaman
2) Arahkan nozzle ke pangkal api
3) Remas katup apar
4) Ratakan ke kanan ke kiri

b. Cara Penggunaan APAR Berdasarkan Bahan Pemadam


 Water Extinguishers
1) Ambil APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dari tempatnya dengan tangan
kanan memegang bagian bawah APAR (Alat Pemadam Api Ringan).
2) Balik APAR agar tercampur antara bahan pendorong dan media pemadam
3) Tarik pin/putus segel pengaman pada pin operating lever
4) Beriri pada jarak 30-40 feet dari api
5) Coba keandalan APAR sebelum di arahkan ke sasaran
6) Letakkan APAR dengan keadaan terbalik pada lantai
7) Arahkan ke bawah/dasar api
8) Semprotkan dari sisi ke sisi/ kibaskan media pemadam api pada dasar nyala
api sehingga oxygen tidak dapat ikut reaksi

Gambar 3.1 Water (Soda-Acid) Extinguishers


Sumber : Modul Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

Gambar 3.2 Cartridge-Operated Water Extinguishers


Sumber : Modul Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

Gambar 3.3Using the Cartridge-Operated Water Extinguishers


Sumber : Modul Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
Gambar 3.4 Storage-Pressure Water Extinguishers
Sumber : Modul Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

 Foam Extinguishers
1) Ambil APAR dari tempatnya
2) Berdiri pada jarak 2-2,5 m dari api
3) Tarik pin.putus segel pengaman pada pin operating lever
4) Coba keandalan APAR sebelum di arahkan ke sasaran
5) Arahkan ke bawah/dasar api
6) Semprotkan dari sisi ke sisi/kibaskan media pemadam api pada dasar nyala
api sehingga oxygen tidak ikut bereaksi

Gambar 3.5Operating a Foam Extinguishers on a Flammable Liquid Fire


Sumber : Modul Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

 Carbon Dioxide (CO2) Extinguishers


Gambar 3.6Operating a Carbon Dioxide Extinguishers
Sumber : Modul Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
 Dry Power Extinguishers

Gambar 3.7Dry Power Extinguishers


Sumber : Modul Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

Gambar 3.8Procedure for Operating Dry Power Extinguishers


Sumber : Modul Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

 Halon Extinguishers
Gambar 3.9 Operating of Halon Extinguishers
Sumber : Modul Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
 Purple-K Extinguishers

Gambar 3.10Operating of The PKP Extinguishers


Sumber : Modul Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

c. Prosedur keadaan darurat kebakaran

Karyawan yang pertama kali mengetahui terjadinya api/ kebakaran :


•Berteriak API...! API..! API.....!, KEBAKARAN.....! KEBAKARAN.....! KEBAKARAN..!
• melakukan pemadaman awal dengan APAR terdekat dilokasi
• mengaktifkan/ menekan alarm kebakaran yang terdekat dengan lokasi kebakaran
• menghubungi telpon security 1163, safety 1599, atau pimpinan departemen

Tim Emergensi respons departemen :


• membantu melakukan pemadaman awal dengan APAR sambil menunggu bantuan
datang
• membantu mengevakuasi karyawan ke area yang aman (asembling point)
• melakukan pertolongan medis bila terjadi kecelakaan
Karyawan :
• Tidak panik, dan harap tenang
• Segera melakukan evakuasi kearah yang aman (asembling point) sesuai dengan
rute aman evakuasi
• Memberikan keterangan yang benar jika mengetahui penyebab kebakaran

d. Pemeliharaan APAR
Setiap alat pemadam api ringan harus diperiksa 2 (dua) kali dalam setahun,
yaitu:
1. pemeriksaan dalam jangka 6 (enam) bulan;
2. pemeriksaan dalam jangka 12 (dua belas) bulan;
Cacat pada alat perlengkapan pemadam api ringan yang ditemui waktu
pemeriksaan, harus segera diperbaiki atau alat tersebut segera diganti dengan
yang tidak cacat.

Pemeriksaan jangka 6 (enam) bulan seperti tersebut pasal 11 ayat (1) meliputi
hal-hal sebagai berikut:
1. Berisi atau tidaknya tabung, berkurang atau tidaknya tekanan dalam tabung,
rusak atau tidaknya segi pengaman cartridge atau tabung bertekanan dan
mekanik penembus segel;
2. Bagian-bagian luar dari tabung tidak boleh cacat termasuk handel dan label
harus selalu dalam keadaan baik
3. Mulut pancar tidak boleh tersumbat dan pipa pancar yang terpasang tidak boleh
retak atau menunjukan tanda-tanda rusak.
4. Untuk alat pemadam api ringan cairan atau asam soda, diperiksa dengan cara
mencampur sedikit larutan sodium bicarbonat dan asam keras diluar tabung,
apabila reaksinya cukup kuat, maka alat pemadam api ringan tersebut dapat
dipasang kembali;
5. Untuk alat pemadam api ringan jenis busa diperiksa dengan cara mencampur
sedikit larutan sodium bicarbonat dan aluminium sulfat diluar tabung, apabila
cukup kuat, maka alat pemadam api ringan tersebut dapat dipasang kembali;
6. Untuk alat pemadam api ringan hydrocarbon berhalogen kecuali jenis
tetrachlorida diperiksa dengan cara menimbang, jika beratnya sesuai dengan
aslinya dapat dipasang kembali;
7. Untuk alat pemadam api jenis carbon tetrachlorida diperiksa dengan cara
melihat isi cairan didalam tabung dan jika memenuhi syarat dapat dipasang
kembali.
8. Untuk alat pemadam api jenis carbon dioxida (CO2) harus diperiksa dengan
cara menimbang serta mencocokkan beratnya dengan berat yang tertera pada
alat pemadam api tersebut, apabila terdapat kekurangan berat sebesar 10%
tabung pemadam api itu harus diisi kembali sesuai dengan berat yang
ditentukan.
note: Cara-cara pemeriksaan tersebut diatas dapat dilakukan dengan cara lain
sesuai dengan perkembangan.

Untuk alat pemadam api jenis cairan dan busa dilakukan pemeriksaan dengan
membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya tabung dalam posisi
berdiri tegak, kemudian diteliti sebagai berikut:
1. isi alat pemadam api harus sampai batas permukaan yang telah ditentukan;
2. pipa pelepas isi yang berada dalam tabung dan saringan tidak boleh tersumbat
atau buntu;
3. ulir tutup kepala tidak boleh cacat atau rusak, dan saluran penyemprotan tidak
boleh tersumbat.
4. peralatan yang bergerak tidak boleh rusak, dapat bergerak dengan bcbas,
mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan bak gesket atau paking harus masih
dalam keadaan baik;
5. gelang tutup kepala harus masih dalam keadaan baik;
6. bagian dalam dan alat pemadam api tidak boleh berlubang atau cacat karena
karat;
7. untuk jenis cairan busa yang dicampur sebelum dimasukkan larutannya harus
dalam keadaan baik;
8. untuk jenis cairan busa dalam tabung yang dilak, tabung harus masih dilak
dengan baik;
9. lapisan pelindung dan tabung gas bertekanan, harus dalam keadaan baik;
10. tabung gas bertekanan harus terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya.

Untuk alat pemadam api jenis hydrocarbon berhalogen dilakukan pemeriksaan


dengan membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya tabung dalam
posisi berdiri tegak, kemudian diteliti menurut ketentuan sebagai berikut;
1. isi tabung harus diisi dengan berat yang telah ditentukan;
2. pipa pelepas isi yang berada dalam tabung dan saringan tidak boleh tersumbat
atau buntu;
3. ulir tutup kepala tidak boleh rusak dan saluran keluar tidak boleh tersumbat;
4. peralatan yang bergerak tidak boleh rusak, harus dapat bergerak dengan bebas,
mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan luas penekan harus da!am keadaan
baik;
5. gelang tutup kepala harus dalam keadaan baik;
6. lapiran pelindung dari tabung gas harus dalam keadaan baik;
7. tabung gas bertekanan harus terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya.
Untuk alat pemadam api ringan jenis tepung kering (dry chemical) dilakukan
pemeriksaan dengan membuka tutup kepala secara hati-hati dan dijaga supaya
tabung dalam posisi berdiri tegak dan kemudian diteliti menurut ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
1. si tabung harus sesuai dengan berat yang telah ditentukan dan tepung
keringnya dalam keadaan tercurah bebas tidak berbutir;
2. ulir tutup kepala tidak boleh rusak dan saluran keluar tidak boleh buntu atau
tersumbat;
3. peralatan yang bergerak tidak boleh rusak, dapat bergerak dengan bebas,
mempunyai rusuk dan sisi yang tajam;
4. gelang tutup kepala harus dalam keadaan baik;
5. bagian dalam dan tabung tidak boleh berlubang-lubang atau cacat karena karat;
6. lapisan pelindung dari tabung gas bertekanan harus dalam keadaan baik;
7. tabung gas bertekanan harus terisi penuh, sesuai dengan kapasitasnya yang
diperiksa dengan cara menimbang.

Untuk alat pemadam api ringan jenis pompa tangan CTC (Carbon Tetrachiorida)
harus diadakan pemeriksaan lebih lanjut sebagai berikut:
1. peralatan pompa harus diteliti untuk memastikan bahwa pompa tersebut dapat
bekerja dengan baik;
2. tuas pompa hendaklah dikembalikan lagi pada kedudukan terkunci sebagai
semula;
3. setelah pemeriksaan selesai, bila dianggap perlu segel diperbaharui.

e. Percobaan APAR
 Untuk setiap alat pemadam api ringan dilakukan percobaan secara berkala dengan
jangka waktu tidak melebihi 5 (lima) tahun sekali dan harus kuat menahan tekanan
coba selama 30 (tiga puluh) detik
 Untuk alat pemadam api jenis busa dan cairan harus tahan terhadap tekanan coba
sebesar 20 kg per cm2.
 Tabung gas pada alat pemadam api ringan dan tabung bertekanan tetap (stored
pressure) harus tahan terhadap tekanan coba sebesar satu setengah kali tekanan
kerjanya atau sebesar 20 kg per cm2 dengan pengertian. kedua angka tersebut
dipilih yang terbesar untuk dipakai sebagai tekanan coba.
 Untuk alat pemadam api ringan jenis Carbon Dioxida (CO2) harus dilakukan
percobaan tekan dengan syarat:
1. percobaan tekan pertama satu setengah kali tekanan kerja;
2. percobaan tekan ulang satu setengah kali tekanan kerja;
3. jarak tidak boleh dari 10 tahun dan untuk percobaan kedua tidak lebih dari 10
tahun dan untuk percobaan tekan selanjutnya tidak boleh lebih dari 5 tahun.
 Apabila alat pemadam api jenis carbon dioxida (CO2) setelah diisi dan oleh
sesuatu hal dikosongkan atau dalam keadaan dikosongkan selama lebih dan
2 (dua) tahun terhitung dan setelah dilakukan percobaan tersebut pada ayat
(4), terhadap alat pemadam api tersebut harus dilakukan percobaan tekan
ulang sebelum diisi kembali dan jangka waktu percobaan tekan berikutnya
tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun.
 Untuk tabung-tahung gas (gas containers) tekanan cobanya harus memenuhi
ketentuan seperti yagn disyaratkan
 Jika karena sesuatu hal tidak mungkin dilakukan percobaan tekan terhadap
tabung alat pemadam api dimaksud pasal 15 ayat (6) di-atas, maka tabung
tersebut tidak boleh digunakan sudah 10 (sepuluh) tahun terhitung tanggal
pembuatannya dan selanjutnya dikosongkan.
 Tabung-tabung gas (gas containers) dan jenis tabung yang dibuang setelah
digunakan atau tabungnya telah terisi gas selama 10 (sepuluh) tahun tidak
diperkenankan dipakai lebih lanjut dan isinya supaya dikosongkan.
 Tabung gas (tahung gas containers) yang telah dinyatakan tidak memenuhi
syarat untuk dipakai lebih lanjut harus dimusnahkan.
Catatan: Apabila dalam pemeriksaan alat pemadam api jenis carbon dioxida (CO2)
sesuai dengan ketentuan dalam pasal 12 terdapat cacat karena karat atau beratnya
berkurang 10% dari berat seharusnya, terhadap alat pemadam api tersebut harus
dilakukan percobaan tekan dan jangka waktu percobaan tekan berikutnya tidak
boleh lebih dari 5 (lima tahun).
Catatan: Setelah dilakukan percobaan tekan terhadap setiap alat pemadam api
ringan, tanggal percobaan tekan tersebut dicatat dengan cap diselembar pelat
logam pada badan tabung.

f. Pengisian Ulang APAR ( Refill)


1. Setiap tabung alat pemadam api ringan harus diisi kembali dengan cara:
 untuk asam soda, busa, bahan kimia, harus diisi setahun sekali;
 untuk jenis cairan busa yang dicampur lebih dahulu harus diisi 2 (dua) tahun
sekali;
 untuk jenis tabung gas hydrocarbon berhalogen, tabung harus diisi 3 (tiga)
tahun sekali, sedangkan jenis lainnya diisi selambat-lambatnya 5 (lima)
tahun.
2. waktu pengisian sesuai lampiran-1
3. Bagian dalam dari tabung alat pemadam api ringan hydrocarbon berhalogen
atau tepung kering (dry chemical) harus benar-benar kering sebelum diisi
kembali
4. Alat pemadam api ringan jenis cairan dan busa diisi kembali dengan cara:
 Bagian dalam dari tabung alat pemadam api jenis cairan dan busa
(Chemical. Harus dicuci dengan air bersih)
 Saringan, bagian dalam tabung, pipa pelepas isi dalam tabung dan alat-alat
expansi tidak boleh buntu atau tersumbat.
 Pengisian ulang tidak boleh melewati tanda batas yang tertera.
 Setiap melakukan penglarutan yang diperlukan, harus dilakukan dalam
bejana yang tersendiri.
 Larutan sodium bicarbonat atau larutan lainnya yang memerlukan
penyaringan pelaksanaannya dilakukan secara menuangkan kedalam
tabung melalui saringan.
 Timbel penahan alat lainnya untuk menahan asam atau larutan garam asam
ditempatkan kembali ke dalam tabung.
 Timbel penahan yang agak longgar harus diberi lapisan tipis/petroleum jelly
sebelum dimasukan.
 Tabung gas sistim dikempa harus diisi dengan gas atau udara sampai pada
batas tekanan kerja, kemudian ditimbang sesuai dengan berat isinya
termasuk lapisan zat pelindung.
5. Alat pemadam api ringan jenis hydrocarbon berhalogen harus diisi kembali
dengan cara:
 Dinding tabung dan mulut pancar (nozzle) dibersihkan dan tepung kening
(dry chemical) yang melekat;
 Ditiup dengan udara kering dan kompressor;
 Bagian sebelah dalam dari tabung harus diusahakan selalu dalam keadaan
kering.
6. Untuk tabung gas bertekanan harus ditimbang dan lapisan cat perlindungan
harus dalam keadaan baik.
7. Katup atau pen pengaman harus sudah terpasang sebelum tabung
dikembalikan pada kedudukannya.
8. Semua alat pemadam api ringan sebelum diisi kembali harus dilakukan
pemeriksaan dan kemungkinan harus dilakukan tindakan sebagai berikut:
 Isinya dikosongkan secara normal;
 Setelah seluruh isi tabung dialihkan keluar, katup kepala dibuka dan tabung
serta alat-alat diperiksa.
9. Apabila dalam pemeriksaan alat-alat tersebut terdapat adanya cacat yang
menyebabkan kurang amannya alat pemadam api dimaksud, maka segera
harus diadakan penelitian.
10. Bagian dalam dan luar tabung, harus diteliti untuk memastikan bahwa tidak
terdapat tubang-lubang atau cacat karena karat.
11. Setelah cacat-cacat yang mungkin mengakibatkan kelemahan konstruksi
diperbaiki, alat pemadam api harus diuji kembali dengan tekanan sebagaimana
yang disyaratkan.
12. Ulir tutup kepala harus diberi gemuk tipis, gelang tutup ditempatkan kembali dan
tutup kepala dipasang dengan mengunci sampai kuat.
13. Apabila gelang tutup terbuat dari karet, harus dijaga gelang tidak terkena
gemuk.
14. Tanggal, bulan dan tahun pengisian, harus dicatat pada badan alat pemadam
api ringan tersebut.
15. Alat pemadam api ringan ditempatkan kembali pada posisi yang tepat.
16. Penelitian sebagaimana yang dilakukan berlaku juga terhadap jenis yang kedap
tumpah dan botol yang dipecah.

g. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat akan menggunakan APAR


Alat Pelindung Diri (APD)
Sebelum melakukan praktek, pemeriksaan APD harus dilakukan dengan benar
untuk meminimalkan adanya kecelakaan kerja. APD yang digunakan berupa: helm,
seragam (cattle-pack), safety shoes, dan masker.

Pemeriksaan APAR
Pemeriksaan tanggal kelayakan zat pada APAR harus dilakukan untuk mengetahui
sudah kadaluarsa atau belum. Kemudian periksa tekanan yang ditunjukkan pada
Pressure Gauge. Setelah kedua langkah tersebut sudah memenuhi syarat untuk
layak digunakan kemudian buka Safety Pin agar tuas bisa digunakan. Terakhir,
perhatikan posisi memegang tuas dan corong pada APAR harus benar.

Posisi Tangan dan Tubuh


Pada saat kita akan memadamkan api, perhatikan juga posisi tangan dan tubuh.
Posisi tubuh harus tegak, dan kaki memasang kuda-kuda. Jaga jarak antar posisi
berdiri dan area kebakaran, agar tidak terkena api apabila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Posisi tangan harus lurus, jangan sampai Hose melengkung. Posisi
tangan kanan memegang tuas serta tangan kiri memegang corong. Lalu arahkan
pada titik sumber nyala api. Apabila pemadaman dilakukan oleh dua orang,
diharapkan untuk melakukan secara serentak. Pemadam pertama bertugas untuk
membuka dan menutup kran APAR yang berisi zat CO 2, pemadam kedua bertugas
untuk memegang corong lalu memberi kode pada pemadam pertama untuk
membuka kran APAR hingga api padam dan untuk mematikan kran saat api sudah
berhasil dipadamkan.

Arah Angin
Pemadaman harus dilakukan searah dengan angin, agar pemadam tidak
berpotensi terkena lidah api.
\

BAB V LOGISTIK

Bagian apar
1. Handle/ tuas
2. Indikator tekanan
3. Hose/ selang
4. tabung
5. Label apar
6. Nozle
7. Kartu kontrol
8. Prosedur pemakaian apar

BAB VI KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN PROGRAM

A. Pengertian
Keselamatan Pasien ( Patient Safety ) adalah suatu sistem dimana puskesmas
membuat asuhanpasien lebih aman.pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi :
 Asesmen resiko
 Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
 Pelaporan dan analisis insiden Pelaporan dan analisis insiden
 Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
 Kesalahan akibat melaksanakan suatu
 Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
B. Tujuan
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di puskesmas
 Meningkatnya akuntabilitas puskesmas terhadap pasien dan masyarakat
 Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD ) di puskesmas
 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulanganKejadian Tidak Diharapkan ( KTD )
C. StandarKeselamatanPasien
 Pasien mendapatkan informasi mengenai Hak pasien
 Melakukan pendidikan pasien dan keluarga
 Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
 Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program
peningkatan keselamatan pasien
 Mendidik staf tentang keselamatan pasien
 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
D. Tata Laksana
 Melakukan upaya pencegahan kejadian tidak diinginkan terhadap pasien.
 Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien
 Melaporkan setiap kejadian kepada kordinator klinis
 Mengobservasi keadaan umum pasien.
 Mendokumentasikan kejadian tersebut.

BAB VII KESELAMATAN KERJA


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya kita untuk menciptakan
lingkungan kerja yang sehat dan aman, sehingga dapat mengurangi probabilitas
kecelakaan kerja /penyakit akibat kelalaian yang mengakibatkan demotivasi dan dan
defisiensi produktivitas kerja. Menurut UU Pokok Kesehatan RI No. 9 Th. 1960 Bab I Pasal
II ,Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi Kesehatan yang bertujuan agar masyarakat
pekerja memperoleh derajat Kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani ,rohani maupun
social, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan
Kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.
Menurut H. W Heinrich dalam Notoadmodjo (2007), penyebab keselamatan kerja
yang sering ditemui adalah perilaku yang tidak aman sebesar 88 % dan kondisi lingkungan
yang tidak aman sebesar 10%, atau kedual hal tersebut terjadi secara bersamaan.
  Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai pengelola
aset negara tak luput dari ancaman kecelakaan kerja, baik tugas di lapangan maupun di
kantor, prosedur-prosedur pengamanan harus selalu dipatuhi untuk meminimalisir
terjadinya kecelakaan kerja, sebagai contoh bidang penilaian KPKNL Cirebon ketika
melakukan penilaian aset Pertamina dimana protokol K3 harus dijalankan Ketika berada di
Oil Well / Sumur Pompa yang termasuk Objek Vital Nasional. Penggunaan Alat Pelindung
Diri menjadi sebuah keharusan saat memasuki Objek Aset Pertamina tersebut.
  Berdasarkan Moekijat (2004), Program keselamatan dan Kesehatan kerja (K3)
dilaksanakan karena tiga faktor penting, yaitu :
a. Berdasarkan perikemanusiaan. Pertama -tama para manajer akan mengadakan
pencegahan kecelakaan kerja atas dasar perikemanusiaan yang sesungguhnya.
Mereka melakukan demikian untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit
dari pekerjaan yang diderita luka serta efek terhadap keluarga.
b. Berdasarkan Undang-Undang. Ada juga alasan mengadakan program
keselamatan dan Kesehatan kerja berdasarkan Undang -undang , bagi Sebagian
mereka yang melanggarnya akan dijatuhi hukuman denda.
c. Berdasarkan Alasan ekonomi untuk sadar keselamatan kerja karena biaya
kecelakaan dampaknya sangat besar bagi perusahaan.

Tujuan Keselamatan Kerja


Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja , bahwa tujuan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja yang berkaitan dengan mesin, peralatan, landasan tempat kerja
dan lingkungan tempat kerja adalah mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat
kerja, memberikan perlindungan pada sumber-sumber produksi sehingga dapat
meningkatkan efiensi dan produktivitas. Hal ini tentu sangat penting mengingat apabila
Kesehatan pegawai buruk mengakibatkan turunnya capaian/output serta demotivasi kerja.

Penyebab Kecelakaan Kerja 


Setiap pegawai tentu mempunyai cara cara tersendiri dalam proteksi diri terhadap
ancaman kecelakaan kerja/ penyakit dalam menunjang pekerjaannya, misal dengan
memakai masker Ketika sedang flu, menunda bepergian Ketika sedang pandemi,  maupun
dengan menjaga kebersihan/ kenyamanan ruangan kerja. Menurut Budiono dkk (2003),
faktor yang mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah
a. Beban Kerja. Beban kerja merupakan beban fisik, mental dan sosial, sehingga
penempatan pegawai sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
b. Kapasitas Kerja. Kapasitas Kerja yang bergantung pada tingkat Pendidikan,
keterampilan, kebugaran jasmani, ukuran tubuh ideal, keadaan gizi dsb
c. Lingkungan Kerja. Lingkungan Kerja yang berupa faktor fisik, kimia,
biologi,ergonomic ataupun psikososial.               
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, kecelakaan Kerja dapat dicegah dengan
metode HIRARC, HIRARC terdiri dari hazard identification, risk assessment, dan risk
control
a. Identifikasi Bahaya (hazard identification). Menurut Suardi, kategori bahaya adalah
bahaya fisik, bahaya mekanik, bahaya elektrik, bahaya kimia, bahaya ergonomi,
bahaya kebiasaan, bahaya lingkungan bahaya biologi dan bahaya psikologi.
b. Penilaian Risiko (Risk Assestment). Adalah proses penilaian untuk mengidentifikasi
potensi bahaya yang dapat terjadi yang bertujuan untuk control risiko dari proses
dan operasi. Penilaian dalam risk assestment yaitu likehood dan severity. Likehood
menunjukkan seberapa mungkin kecelakaan terjadi, severity menunjukkan
seberapa parah dampat kecelakaan tersebut, Nilai dari likehood dan severity akan
digunakan untuk  menentukan risk rating, dimana risk rating adalah nilai tingkat
resiko , bisa rendah ,menengah, tinggi atau ekstrem (AS/NZS).
c. Pengendalian Risiko (risk Control). Adalah cara mengatasi potensi bahaya yang
terdapat dalam lingkungan kerja. Potensi bahaya tersebut dapat dikendalikan
dengan menentukan skal prioritas terlebih dahulu yang kemudian dapat membantu
dalam pemilihan pengendalian Hirarki pngendalian risiko menurut OHSAS 18001
terdiri dari lima hirarki yaitu eliminasi, subtitusi, engineering control, administrative
control dan alat pelindung diri (APD).     
        
Menurut Sutrisno dan Ruswandi , 2007, prinsip- prinsip yang harus dijalankan dalam
suatu perusahaan/ instansi pemerintah dalam menerapkan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja adalah sebagai berikut:
a. Adanya APD di tempat kerja
b. Adanya buku pentunjuk penggunaan alat atau isyarat bahaya
c. Adanya peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab
d. Adanya tempat kerja yang aman sesuai standar SSLK (syarat-syarat lingkungan
kerja)  antara lain tempat kerja steril dari debu, kotoran,asap rokok, uap gas,radiasi,
getaran mesin dan peralatan, kebisingan, tempat kerja aman dari arus listrik, lampu
penerangan memadai, ventilasi dan sirkulasi udara seimbang.
e. Adanya penunjang Kesehatan jasmani dan rohani ditempat kerja
f. Adanya sarana dan prasarana lengkap ditempat kerja
g. Adanya kesadaran dalam menjaga keselamatan dan Kesehatan kerja
h. Adanya Pendidikan dan pelatihan tentang kesadaran K3.       
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu adalah kegiatan yang bersifat rutin yang dirancang untuk
mengukur dan menilai mutu pelayanan. Pengendalian mutu sangat berhubungan dengan
aktifikatas pengawasan mutu,pengawasan mutu,sedangkan pengawasan mutu merupakan
upaya untuk menjaga menjaga agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai
rencana dan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan standart yang telah
ditetapkan.standart yang telah ditetapkan.
Kinerja pelaksanaan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator
sebagaiberikut:
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metode yang digunakan
4. Tercapainya indikator
BAB IX PENUTUP

Pedoman penggunaan dan pemeliharaan APAR dibuat untuk memeberikan


petunjuk dalam pelaksaan penanggulangan bencana kebakaran di unit kerja Puskesmas
Sumobito. Penyusunan pedoman ini disesuaikan dengan kondisi riil yang ada di
Puskesmas, tentu saja masih memerlukan perbaikan untuk lebih sempurna. Perubahan
perbaikan, kesempurnaan masih diperlukan sesuai dengan kebijakan, kesepakatan yang
menuju pada hasil yang optiml. Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi petugas dalam
melaksanakan penanggulanagan awal bencana kebakaran beserta perawatan alat
pemadam api ringan (APAR) di Puseksmas Sumobito agar tidak terjadi penyimpanagan
atau pengurangan kebijakan yang telah ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai