com
1. PERKENALAN
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, pekerjaan manusia dalam
berbagai aktivitas menjadi lebih efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan teknologi informasi dapat
memproses pekerjaan dengan cepat dan akurat. Teknologi informasi mampu menciptakan
kemudahan dalam bekerja di berbagai lokasi (Yuliana 2014). Teknologi modern memungkinkan
bekerja dari rumah bagi banyak orang. Hal inilah yang mendorong penerapan kerja dari rumah atau
work from home (WFH) mulai berkembang di berbagai perusahaan sebagai dampak dari
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Bekerja dari rumah terbukti mampu mendorong
karyawan untuk mencapai keseimbangan antara komitmen kerja dan kehidupan pribadi. Bekerja dari
rumah juga menciptakan sejumlah keuntungan seperti meningkatkan produktivitas karyawan melalui
penciptaan suasana kerja dan suasana santai (Rupietta et al. 2016). Bekerja dari rumah dianggap
sebagai bentuk baru sistem kerja fleksibel bagi banyak organisasi dan perusahaan.
Work from home semakin diperparah dengan adanya pandemi coronavirus disease
2019 (Covid-19). Pandemi COVID-19 telah memaksa sebagian besar organisasi, baik
perusahaan maupun organisasi publik, untuk menerapkan pola kerja dari rumah
bagi karyawannya. Bekerja dari rumah telah digunakan oleh perusahaan untuk
memastikan keselamatan karyawan mereka dan untuk memberikan kelangsungan
kegiatan ekonomi. Di instansi pemerintah, penerapan Work from home merupakan
hal baru bagi pegawai negeri sipil (ASN). Work from home dilaksanakan karena
adanya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi melalui Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem
Kerja Aparatur Sipil Negara dalam Upaya Pencegahan Covid-19 di Instansi
Pemerintah.
Kebijakan Work from Home juga diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor
sesuai dengan Keputusan Bupati Nomor 16 Tahun 2020 tentang penerapan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam penanganan virus corona 2019
(covid-19) di Kabupaten Bogor. Banyaknya jumlah pegawai di lingkungan Pemda
Kabupaten Bogor dan tuntutan pekerjaan dengan penerapan work from home
menjadi tantangan tersendiri tanpa mengganggu pencapaian produktivitas
organisasi dan kinerja pegawai. Pegawai di lingkungan Pemda Kabupaten Bogor
khususnya di Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor dituntut untuk tetap produktif
dan memiliki kinerja yang baik meskipun terjadi perubahan pola kerja dari work
from office menjadi work from home.
Kesiapan untuk berubah merupakan faktor penting dalam menciptakan perubahan yang berhasil
(Armenakis 1993). Ketika program perubahan diperkenalkan, dua jenis sikap muncul, yaitu sikap positif
atau sikap negatif. Sikap positif ditunjukkan dengan kesiapan karyawan untuk berubah, sedangkan sikap
negatif ditunjukkan dengan penolakan. Beberapa penelitian telah menunjukkan hal itu
Volume 12, Edisi 3 Kinerja ASN (Pegawai Negeri) di ......| 463
karyawan cenderung memiliki sikap yang lebih positif terhadap perubahan organisasi ketika
ada keselarasan visi, tujuan, nilai, dan budaya antara karyawan dan organisasi (Cole et al.
2006). Kesiapan untuk berubah dapat menentukan kesiapan penerimaan teknologi dan
kinerja karyawan. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Wraikat et.al. (2017) yang
mengungkapkan korelasi positif antara persepsi psikologis karyawan dan penerimaan
teknologi karyawan. Di sisi lain, Winardi dan Agus Prianto (2016) mengungkapkan
hubungan kesiapan untuk berubah dengan kinerja.
Kesiapan menerima teknologi juga menjadi salah satu faktor yang menentukan pencapaian
kinerja pegawai dalam pola work from home work. Seseorang yang mampu menggunakan
teknologi dalam pekerjaannya dapat meningkatkan kinerjanya. Teknologi mampu membantu
dan memudahkan seseorang dalam menjalankan tugas dan kewajibannya secara efektif dan
efisien. Hasil penelitian Claudia Quintanilla dan Edgardo Ayala (2011) mengungkapkan bahwa
peningkatan Technological Readiness Index (TRI) karyawan dapat meningkatkan kinerja kualitas
pelayanan kepada pelanggan. Hasil penelitian ini didukung oleh Hasan dan Nadzar (2010) yang
juga mengungkapkan bahwa penerimaan teknologi berkorelasi positif dan signifikan dengan
prestasi kerja.
Kinerja karyawan merupakan faktor kunci keberhasilan organisasi (Ismyarto et al. 2015). Dalam
pola bekerja dari rumah yang diterapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor, khususnya
di Sekretariat Daerah (SETDA), kinerja pegawai menjadi hal yang menarik untuk dibahas.
Beberapa mengalami kendala dalam pelaksanaannya, baik dari segi kuantitas kerja maupun
kualitas hasil kerja yang dicapai, jangka waktu pencapaian hasil tersebut, kehadiran dan aktivitas
selama kehadiran mereka di tempat kerja, serta kemampuan kerjasama diantara mereka. Di sisi
lain, penerapan WFH juga mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja mereka. Kinerja
karyawan dapat didefinisikan dari perspektif perilaku atau hasil (Muindi dan K'Obonyo 2015).
Masalah demografi dalam kinerja pegawai sudah sering dibahas dalam beberapa
penelitian sebelumnya. Penelitian oleh Edgar et al. (2020) menunjukkan bahwa
demografi karyawan dalam hal jenis kelamin memainkan peran yang berpengaruh,
dengan kemampuan ditemukan sebagai prediktor kinerja pekerjaan yang paling
signifikan untuk pria dan peluang sebagai prediktor terkuat kinerja pekerjaan untuk
wanita. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kinerja karyawan dalam hal
jenis kelamin. Hal ini menimbulkan kesenjangan penelitian terkait isu gender dalam
kinerja karyawan. Berdasarkan uraian latar belakang dapat diketahui bahwa
terdapat hubungan antara kinerja karyawan selama penerapan work from home
dengan kesiapan berubah dan kesiapan menerima teknologi pada karyawan.
Karena itu,
464| Amelia, Maarif,Hubeis Jurnal Manajemen (Edisi Elektronik)
2. TINJAUAN PUSTAKA
Kesiapan untuk berubah
Kesiapan untuk berubah didefinisikan sebagai sikap komprehensif yang secara simultan
dipengaruhi oleh isi, proses, konteks dan atribut individu yang terlibat dalam perubahan,
mencerminkan sejauh mana individu cenderung setuju, menerima dan mengadopsi rencana
spesifik yang ditujukan untuk mengubah keadaan. Indikator kesiapan untuk berubah dalam
penelitian ini menggunakan pendapat Holt dan Vardaman (2013) yang meliputi prakontemplasi
dan persiapan, kesesuaian, dukungan kepemimpinan, efektivitas perubahan, dan valensi
individu. Kesiapan untuk berubah diyakini berkorelasi dengan kesiapan penerimaan teknologi
dan kinerja ASN Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor..
Kesiapan Teknologi
Konsep Technology Readiness Index (TRI) berasal dari penelitian yang menempatkan kepribadian
seseorang sebagai pusat penerimaannya terhadap teknologi (Parasuraman & Colby, 2015). Kesiapan
penerimaan teknologi didefinisikan sebagai kesiapan individu untuk menggunakan teknologi baru
secara umum. Indikator kesiapan penerimaan teknologi dalam penelitian ini menggunakan
Technological Readiness Index (TRI) menurut Parasuraman dan Colby (2015) yang meliputi
optimisme, inovasi, ketidaknyamanan, dan ketidakamanan.
Pertunjukan
Kinerja karyawan dapat didefinisikan dari perspektif perilaku atau hasil (Muindi dan K'Obonyo 2015).
Kinerja juga diartikan sebagai hasil kerja dan perilaku kerja yang telah dicapai dalam menyelesaikan
tugas dan tanggung jawab yang diberikan dalam jangka waktu tertentu (Kasmir, 2016). Kinerja
individu akan meningkat jika fokusnya adalah pada penetapan dan pemantauan pencapaian tujuan,
serta menyelaraskan pengembangan dan penghargaan individu dengan potensi pertumbuhan dan
pengembangan keterampilan baru (Stanciu 2015). Indikator kinerja yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan pendapat Kasmir (2016) yang meliputi kualitas, kuantitas, jangka waktu, kerjasama
antar karyawan, penekanan biaya, dan pengawasan.
Walinga (2008) menekankan bahwa semua perubahan yang dilakukan oleh organisasi atau
individu, baik eksternal maupun internal, pada akhirnya bergantung pada tekad atau kemauan
individu untuk berubah. Walinga (2008) menambahkan jika perhatian individu terfokus pada
upaya menurunkan tingkat kecemasan maka kemampuannya dalam memecahkan masalah
operasional akan menurun. Dalam situasi seperti itu, kemampuan karyawan untuk terlibat
secara proaktif dalam program perubahan akan berkurang dan juga mengganggu
kemampuannya dalam menjalankan rutinitas pekerjaan sehari-hari. Pada akhirnya mereka
dapat memberikan pukulan yang signifikan bagi organisasi. Kesiapan individu dalam
menghadapi perubahan merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Penerimaan karyawan
terhadap perubahan akan mempengaruhi penerimaan terhadap kinerja individu dan organisasi.
Volume 12, Edisi 3 Kinerja ASN (Pegawai Negeri) di......|465
organisasi. Berdasarkan penelitian ini, terlihat jelas bahwa pola hubungan antara kesiapan
untuk berubah dan kinerja karyawan sudah jelas.
Holt dkk. (2007) menyebutkan bahwa to change sebagai sikap komprehensif yang secara stimulan dipengaruhi oleh isi, proses, konteks dan atribut yang terlibat dalam
perubahan dan mencerminkan sejauh mana keinginan individu untuk menyetujui, menerima dan mengadopsi rencana spesifik yang bertujuan untuk mengubah masa kini.
negara. Ada lima indikator untuk menentukan tingkat kesiapan menghadapi perubahan lingkungan, yaitu: prakontemplasi dan persiapan, kesesuaian, dukungan
kepemimpinan, efektivitas perubahan, dan valensi. Hasil penelitian tentang kesiapan berubah menuju kesiapan penerimaan teknologi ditunjukkan oleh Wraikat et al. (2017)
yang mengungkapkan korelasi positif antara persepsi psikologis karyawan dan penerimaan teknologi karyawan. Ada korelasi positif antara penerimaan teknologi karyawan
dan iklim organisasi. Korelasi positif juga ditemukan antara penerimaan teknologi karyawan dan penerapan strategi. Penelitian Iqbal dan Bhatti (2015) juga menunjukkan
bahwa keterampilan dan kesiapan psikologis di kalangan mahasiswa sangat mempengaruhi kemudahan penggunaan/perceived ease of use (PEU) dan persepsi kegunaan/
persepsi kegunaan (PU) teknologi, sedangkan kedua konstruk tersebut adalah persepsi kemudahan penggunaan. use (PEU) dan perceived usefulness (PU) teknologi secara
positif memengaruhi niat perilaku mereka untuk menggunakan teknologi. Maka hipotesis dapat dirumuskan: Penelitian S (2015) juga menunjukkan bahwa keterampilan dan
kesiapan psikologis di kalangan mahasiswa sangat mempengaruhi kemudahan penggunaan/perceived ease of use (PEU) dan persepsi kegunaan/persepsi kegunaan (PU)
teknologi, sedangkan kedua konstruk tersebut adalah persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use). PEU) dan persepsi kegunaan (PU) teknologi secara positif
mempengaruhi niat perilaku mereka untuk menggunakan teknologi. Maka hipotesis dapat dirumuskan: Penelitian S (2015) juga menunjukkan bahwa keterampilan dan
kesiapan psikologis di kalangan mahasiswa sangat mempengaruhi kemudahan penggunaan/perceived ease of use (PEU) dan persepsi kegunaan/persepsi kegunaan (PU)
teknologi, sedangkan kedua konstruk tersebut adalah persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use). PEU) dan persepsi kegunaan (PU) teknologi secara positif
mempengaruhi niat perilaku mereka untuk menggunakan teknologi. Maka hipotesis dapat dirumuskan:
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan salah satu teknologi baru yang telah
mempengaruhi lingkungan organisasi dan industri di sekitar kita. Sampai beberapa dekade yang lalu,
sulit membayangkan bahwa teknologi tersebut dapat mempengaruhi lingkungan bisnis di sekitar kita
termasuk kinerja individu dan organisasi. Pengaruh teknologi terhadap pertumbuhan dapat dibagi
menjadi dua kategori: Pertama, dampak teknologi diwujudkan dalam bentuk barang modal, yang
mengakibatkan peningkatan produktivitas modal. Kedua, teknologi meningkatkan produktivitas
tenaga kerja dan pada akhirnya, produktivitas keseluruhan tidak serta merta meningkatkan
produktivitas tenaga kerja atau modal. Dalam pengertian klasik, teknologi adalah pengetahuan yang
terkandung dalam alat dan metode produksi. Parasuraman (2000) mengungkapkan kesiapan
penerimaan teknologi merupakan kesiapan individu untuk menggunakan teknologi baru secara
umum. Kesiapan menerima teknologi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain optimisme,
inovasi, ketidaknyamanan, dan ketidakamanan.
teknologi juga mempengaruhi hubungan antar karyawan karena setiap pekerjaan dilakukan melalui
TIK sehingga meminimalkan interaksi manusia. Quintanilla dan Ayala (2011) mengungkapkan bahwa
peningkatan Technological Readiness Index (TRI) karyawan dapat meningkatkan kinerja kualitas
layanan kepada pelanggan. Hasan dan Nadzar (2010) juga mengungkapkan bahwa penerimaan
teknologi berkorelasi positif dan signifikan dengan prestasi kerja. Studi tersebut menyimpulkan
bahwa isu teknologi yang diteliti sangat penting dalam memastikan penerimaan yang lebih tinggi
terhadap perubahan teknologi, sehingga meningkatkan kinerja pegawai di kantor-kantor
pemerintahan. Maka hipotesis dapat dirumuskan:
Performa (Y2)
4. HASIL
Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)
Penilaian model pengukuran dilakukan dengan memperhatikan kemampuan setiap indikator
dalam mengukur variabel latennya dengan menguji validitas dan reliabilitas setiap indikator
pada variabel latennya melalui pengujian validitas konvergen, validitas diskriminan dan
reliabilitas komposit. Pengujian validitas konvergen ditentukan dengan memperhatikan loading
factor dan parameter AVE. Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan tersebut
Volume 12, Edisi 3 Kinerja ASN (Pegawai Negeri) di......|467
antara variabel laten dan indikatornya. Untuk melihat validitas konvergen akan dilihat koefisien
dari masing-masing indikator. Indikator yang memiliki loading factor di bawah 0,7 dianggap
tidak sesuai dan harus dikeluarkan dari model. Namun menurut Abdillah dan Hartono (2016)
peneliti sebaiknya tidak menghapus indikator yang memiliki outer loading 0,5-0,7, selama nilai
AVE dan komunalitas variabel tersebut lebih dari 0,5. Nilai loading factor dari masing-masing
indikator dapat dilihat pada gambar berikut:
Hasil validitas konvergen pada model awal pada Gambar 2 menunjukkan bahwa dari semua
indikator terdapat satu indikator yang nilai koefisiennya tidak memenuhi syarat dan tidak
memenuhi standar nilai validitas konvergen. Oleh karena itu dilakukan respesifikasi dengan
menghilangkan indikator tersebut. Salah satu indikator yang dikecualikan dari model adalah KB
1 (Kesiapan Berubah 1) dari variabel kesiapan berubah sehingga dari seluruh indikator terdapat
14 indikator yang memenuhi standar nilai.
Selanjutnya adalah tahap penilaian Discriminant Validity dengan cara membandingkan nilai
cross loadings setiap konstruk dengan korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya dalam
model. Nilai cross-loading untuk setiap konstruk ditunjukkan padaTabel 1. Nilai korelasi
konstruk cross-loading dengan item pengukuran harus lebih besar dari ukuran konstruk lainnya.
Hasil cross loading semua indikator dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada masalah
dalam validitas diskriminan.
Meja 2.Fornell-larcker
Pengujian selanjutnya adalah pengukuran reliabilitas model yang akan dilakukan dengan
melihat nilai Composite Reliability (CR) dan Cronbach alpha. Menurut Hair Jr et al. (2016),
sebuah konstruk dinyatakan reliabel ketika Composite Reliability (CR) dan Cronbach
Volume 12, Edisi 3 Kinerja ASN (Pegawai Negeri) di......|469
Nilai Alpha (CA) lebih signifikan dari 0,7 maka konstruk dinyatakan reliabel. Nilai
AVE, CR dan Cronbach alpha dapat dilihat padaTabel 3.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua nilai CA dan CR lebih besar dari 0,7 dan AVE juga lebih
dari 0,5. Dengan demikian, semua variabel telah memenuhi kriteria.
Langkah selanjutnya adalah pengujian predictive relevance Q-square (Q2) yang berfungsi untuk
memvalidasi kemampuan prediksi model, model juga dievaluasi dengan melihat Q-square
relevansi prediktif untuk model konstruktif. Besaran Q2 memiliki rentang nilai 0 < Q2 <1, dimana
semakin mendekati 1 berarti semakin baik modelnya. Kuantitas Q2 setara dengan koefisien
determinasi total dalam analisis jalur. Nilai Q2 > 0 menunjukkan model memiliki predictive
relevance, sebaliknya jika nilai Q2 0 menunjukkan model kurang predictive relevance.
Perhitungan jumlah variabel Q2 dilakukan dengan rumus:
470 | Amelia, Maarif,Hubeis Jurnal Manajemen (Edisi Elektronik)
= 0,44
Berdasarkan perhitungan tersebut, nilai Q-square adalah 0,44. Dengan nilai Q2>0, hal ini
menunjukkan bahwa variabel laten eksogen sebagai variabel penjelas mampu memprediksi variabel
laten endogen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa informasi yang terkandung dalam data 44 persen
dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 56 persen dijelaskan oleh variabel lain (yang belum
dimasukkan ke dalam model), serta unsur kesalahan. Selanjutnya yang dilakukan dalam evaluasi
inner model adalah melakukan overall fit index dengan menggunakan goodness of fit (GoF index)
berdasarkan rumus (Tenenhaus 2015) sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai goodness of fit yang dihasilkan adalah 0,58 yang lebih besar
dari 0,36. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kecocokan model penelitian ini termasuk
dalam kategori besar yang berarti kesesuaian model tersebut tinggi.
Tahap terakhir dari analisis SEM adalah pengujian hipotesis atau pengujian signifikansi. Nilai koefisien
jalur menunjukkan tingkat signifikansi nilai T-statistik dalam pengujian hipotesis. Pertimbangan yang
digunakan adalah nilai signifikan minimum = 0,05. Hipotesis dapat diterima jika nilai koefisien jalur
lebih besar dari 0,1 dan nilai P-values lebih kecil dari 0,05 dan nilai T-statistik lebih besar dari t-tabel
pada taraf = 0,05 (1,96). Pengujian hipotesis dilakukan dengan resampling menggunakan metode
bootstrapping pada sampel dengan tujuan untuk meminimalisir masalah abnormalitas data
penelitian.
Hasil perhitungan PLS yang menyatakan adanya pengaruh langsung antar variabel. Suatu
hipotesis dikatakan berpengaruh signifikan jika nilai T Statistik > 1,96 dan dikatakan tidak
berpengaruh signifikan jika T Statistik < 1,96. Semua hipotesis berdasarkan tabel di atas
diterima, dimana variabel kesiapan untuk berubah berpengaruh signifikan terhadap kesiapan
penerimaan teknologi. Hipotesis selanjutnya yang diterima adalah variabel kesiapan
Volume 12, Edisi 3 Kinerja ASN (Pegawai Negeri) di......|471
perubahan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Hipotesis ketiga adalah kesiapan
penerimaan teknologi berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesiapan untuk berubah berpengaruh signifikan terhadap
kinerja. Penelitian ini sejalan dengan Kameer et. al (2020) Berdasarkan perhitungan statistik yang
telah dirangkum dapat disimpulkan bahwa kesiapan untuk berubah berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pekerja. Banjongprasert (2017) menyebutkan dari hasil penelitiannya
bahwa kesiapan berpengaruh positif terhadap kinerja, kesiapan berupa inovasi dan komunikasi
sehingga berpengaruh terhadap kinerja.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kesiapan untuk berubah berpengaruh signifikan terhadap
kesiapan untuk menerima teknologi. Hasil penelitian ini sejalan dengan Wraikat et al. (2017) yang
mengungkapkan korelasi positif antara persepsi psikologis karyawan dan penerimaan teknologi karyawan.
Ada korelasi positif antara penerimaan teknologi karyawan dan iklim organisasi. Korelasi positif juga
ditemukan antara penerimaan teknologi karyawan dan strategi implementasi. Penelitian Iqbal dan Bhatti
(2015) juga menunjukkan bahwa keterampilan dan kesiapan di kalangan mahasiswa sangat mempengaruhi
persepsi kemudahan penggunaan (PEU) dan persepsi kegunaan (PU) teknologi, sedangkan dua konstruksi
persepsi kemudahan penggunaan (PEU) dan persepsi kegunaan (perceived ease of use (PEU)) dan persepsi
kegunaan (perceived usefulness). PU) teknologi secara positif mempengaruhi niat perilaku mereka untuk
menggunakan teknologi.
Kesiapan menerima teknologi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap penerimaan atau
penolakan terhadap penggunaan teknologi seperti optimisme, keamanan dan ketidaknyamanan
terhadap teknologi yang digunakan untuk kegiatan work from home. Berdasarkan hasil perhitungan
menunjukkan bahwa kesiapan penerimaan teknologi berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Hasil
penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya seperti Yuvaraj dan Nadheya (2018)
mengungkapkan bahwa pengenalan teknologi membantu organisasi meningkatkan kinerja
karyawannya.
Pengenalan teknologi juga mempengaruhi hubungan antar karyawan karena setiap pekerjaan
dilakukan melalui TIK sehingga meminimalkan interaksi manusia. Quintanilla dan Ayala (2011)
mengungkapkan bahwa peningkatan Technological Readiness Index (TRI) karyawan dapat
meningkatkan kinerja kualitas layanan kepada pelanggan. Hasan dan Nadzar (2010) juga
mengungkapkan bahwa penerimaan teknologi berkorelasi positif dan signifikan dengan prestasi
kerja. Studi tersebut menyimpulkan bahwa isu teknologi yang diteliti sangat penting dalam
memastikan penerimaan yang lebih tinggi terhadap perubahan teknologi, sehingga meningkatkan
kinerja pegawai di kantor-kantor pemerintahan.
Temuan lain adalah tidak adanya perbedaan antara kinerja pria dan wanita dalam
penelitian ini, berdasarkan perbandingan antara hasil uji chi square. Hal ini
menyatakan bahwa kinerja WFH pegawai ASN laki-laki dan perempuan di PT
472 | Amelia, Maarif,Hubeis Jurnal Manajemen (Edisi Elektronik)
Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor menunjukkan kinerja yang sama dan sesuai dengan
hipotesis penelitian yang diajukan sebelumnya. Hasil penelitian dari Arntz et al. (2020)
menunjukkan bahwa WFH mengurangi kesenjangan upah, sehingga WFH tidak menimbulkan
perbedaan kinerja antara karyawan laki-laki dan perempuan. Sedangkan menurut Feng dan
Savani (2020) tidak ada perbedaan antara kepuasan kerja dan kinerja antara pria dan wanita.
Strategi peningkatan kinerja dalam pelaksanaan WFH dalam hal kesiapan berubah bagi ASN
adalah bagaimana pimpinan memberikan dukungan penuh kepada ASN saat melaksanakan
WFH. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan fisik maupun dukungan mental. Dukungan
fisik seperti memberikan fasilitas penunjang WFH agar ASN tetap optimal bekerja dari rumah,
dukungan mental dapat berupa dukungan dan motivasi bagi ASN agar kinerja tetap dapat
dicapai meskipun bekerja dari rumah. Kesiapan untuk berubah juga mempengaruhi kesiapan
penerimaan teknologi, artinya semakin siap ASN menerima perubahan, maka semakin siap pula
ASN untuk menggunakan berbagai teknologi selama WFH.
Kesiapan menerima teknologi juga ternyata berpengaruh signifikan terhadap kinerja ASN Sekretariat
Kabupaten Bogor dalam pelaksanaan WFH. Kesiapan menerima teknologi terlihat dari hasil kajian
bahwa ASN merasa optimis menggunakan teknologi saat WFH dan merasa nyaman dan aman dalam
menggunakan teknologi pendukung WFH. Salah satu strategi praktis yang dapat dilakukan oleh
pemerintah daerah adalah dengan memberikan pelatihan di bidang tersebut
Volume 12, Edisi 3 Kinerja ASN (Pegawai Negeri) di......|473
Hal ini menunjukkan bahwa penerapan kebijakan WFH juga dapat diterapkan di masa
mendatang. Pola kerja teleworking atau bekerja dengan mengandalkan jaringan dan teknologi
bisa dilakukan meski penyebutan pola kerja baru tidak lagi disebut WFH. Berdasarkan hasil
kajian ini, pemerintah daerah dapat mencoba menerapkan pola kerja baru dimana pola kerja
tersebut tidak menurunkan kinerja ASN.
RREFERENSI
[1] Abdillah, W., & Hartono, J. 2015. Partial Least Square (PLS): alternatif model persamaan struktural
(SEM) dalam penelitian bisnis. Yogyakarta: Penerbit Andi, 22, 103-150.
[2] Armenakis, AA, Harris, SG, & Mossholder, KW 1993. Menciptakan kesiapan untuk perubahan
organisasi. Hubungan manusia, 46(6), 681-703
[3] Arntz, M., Yahmed, SB, & Berlingieri, F. 2020. Bekerja dari Rumah dan COVID-19: Peluang dan
Risiko Kesenjangan Gender. Interekonomi, 55(6), 381-386.
[4] CHIN, Wynne W. 1998. Komentar: Isu dan pendapat tentang pemodelan persamaan struktural.
[5] Cole, Michael.S., Heike Bruch. 2006. Kekuatan Identitas Organisasi, Identifikasi, Dan
Komitmen serta Hubungannya dengan Turnover Intention: Apakah Hirarki Organisasi
Penting? Jurnal Perilaku Organisasi J. Organiz. Universitas St. Gallen, Institut
Kepemimpinan dan Manajemen SDM, Dufourstrasse 40a, Ch-9000 St. Gallen, Swiss. Doi:
10.1002/Pekerjaan.378.
[6] Edgar, F., Blaker, NM, & Everett, AM 2020. Jenis kelamin dan prestasi kerja: menghubungkan
sistem kerja berkinerja tinggi dengan kerangka kemampuan-motivasi-kesempatan. Tinjauan
Personil.
[7] Feng, Z., & Savani, K. 2020. Covid-19 menciptakan kesenjangan gender dalam persepsi produktivitas kerja dan
kepuasan kerja: implikasi bagi orang tua karier ganda yang bekerja dari rumah. Gender dalam Manajemen:
Jurnal Internasional.
[8] Hair Jr, J., Hult, GT, Ringle, C., & Sarstedt, M. 2016. A Primer on Partial Least Squares Structural
Equation Modeling (PLS-SEM) - Joseph F. Hair, Jr., G. Tomas M.Hult, Christian Ringle, Marko
Sarstedt. Di Sage
[9] Hazlin Hasan & Feridah Hj Mohd Nadzar. 2010. Penerimaan Perubahan Teknologi dan Prestasi
Kerja di Kalangan Pegawai Penunjang Administrasi pada Kantor Pemerintahan di Maran,
Pahang Darul Makmur. Jurnal Bisnis dan Manajemen Gading Vol.14.
[10] Holt, DT, & Vardaman, JM 2013. Menuju Pemahaman Komprehensif tentang Kesiapan untuk
Perubahan: Kasus untuk Konseptualisasi yang Diperluas. Jurnal Manajemen Perubahan, 13:1,
9-18.
[11] Iqbal, Shakeel & Bhatti, Ahmed, Zeeshan. 2015. Investigasi Kesiapan Mahasiswa Universitas terhadap
M-learning dengan Model Technology Acceptance. Tinjauan Internasional Penelitian dalam
Pembelajaran Terbuka dan Terdistribusi, Volume 16, Nomor 4
[12] Ismiyarto, Suwitri S, Warella Y, Sundarso. 2015. Budaya Organisasi, Motivasi, Kepuasan
Kerja dan Kinerja Pegawai Terhadap Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Internal di
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
474 | Amelia, Maarif,Hubeis Jurnal Manajemen (Edisi Elektronik)
[19] Quadlin, N. 2018. Tanda rekor wanita: Gender dan kinerja akademik dalam perekrutan.
Tinjauan Sosiologi Amerika, 83(2), 331-360.
[20] Parasuraman A, Colby CL. 2015. Indeks Kesiapan Teknologi yang Diperbarui dan Dirampingkan:
TRI 2.0. Jurnal Penelitian Layanan. 2015;18(1):59-74
[21] Quintanilla, Claudia dan Ayala, Edgardo. 2011. Kesiapan Teknologi Karyawan dan Kualitas
Layanan di Pusat Panggilan Meksiko. Tinjauan Bisnis Multidisiplin, Volume 4, Nomor 1.
[22] Rupietta, K., & Beckmann, M. 2016. Bekerja dari Rumah, apa pengaruhnya terhadap usaha
karyawan? Pusat Bisnis dan Ekonomi (WWZ), Universitas Basel.
[23] Stanciu, RD. 2015. Manajemen Kinerja – Alat Strategis. Jurnal Bisnis & Manajemen
FAIMA. 3 (2): 5-12.
[24] Walinga, J. 2008. Menuju teori kesiapan perubahan: Peran penilaian, fokus, dan kontrol
yang dirasakan. Jurnal Ilmu Perilaku Terapan, 44(3), 315-347.
[25] Winardi., Prianto, Agus. 2016. Berbagai Determinan Kesiapan Individu untuk Berubah dan
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Guru (Studi pada Guru Bersertifikat di Kabupaten Jombang
Jawa Timur Indonesia). Jurnal Bisnis dan Manajemen IOSR (IOSR-JBM). Volume 18, Edisi
2.Ver. 1 PP 22-32.
[26] Wraikat, Haneen., Al Bellamy, He Tang. 2017. Menggali Faktor Kesiapan Organisasi
Terhadap Implementasi Teknologi Baru Dalam Organisasi Nirlaba. Buka Jurnal Ilmu
Sosial, 5, 1-13
[27] Yuvaraj, S & Nadheya, R. 2018. Kajian Peran Teknologi Terhadap Perilaku Karyawan Dan
Kinerjanya. Jurnal Internasional Teknik Mesin dan Teknologi (IJMET). Volume 9, Edisi 7.