Anda di halaman 1dari 24

KONSEP EPIDEMIOLOGI KEPERAWATAN MARITIM

KASUS PENYAKIT BAROTRAUMA

DISUSUSN OLEH:
Kelompok 1

Ade Ningsih Citra Hediana


Adelia Citra Selvia Dewi
Ahmad Ramadhan Dandi Hardianto
Andi Asriawan Desiana Tassi
Andi Selti Asiska Desisca Sasmita Saputri
Andi Umi Kaslum Desiyanti
Andri Mitra Dwi Santoso
Aprir Sabana Evi Damayanti
Arni Anggriani Fitria Ningsih
Asnina Giatni
Az Zubair Gita Putu Chanitya. D

STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI


T.A 2022
BAB 1
1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat kegagalan untuk
menyamakan tekanan udara antara ruang berudara pada tubuh (seperti telinga
tengah) dan tekanan pada lingkungan sewaktu melakukan perjalanan dengan
pesawat terbang atau pada saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi pada telinga,
wajah (sinus), dan paru, dalam hal ini bagian tubuh yang memiliki udara di
dalamnya.
Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat
yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang
diakibatkan oleh kegagalan tuba eustakius untuk menyamakan tekanan dari bagian
telinga tengah dan terjadi paling sering selama turun dari ketinggian atau naik dari
bawah air saat menyelam. Barotrauma telinga tengah merupakan cedera terbanyak
yang dapat terjadi pada saat menyelam.
Hukum Boyle menyatakan bahwa suatu penurunan atau peningkatan pada
tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan suatu volume gas dalam
ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur
tersebut dapat rusak karena ekspansi atau kompresi. Barotrauma dapat terjadi
bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) mejadi
ruang tertututup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.
Data epidemiologi barotrauma menunjukkan bahwa kondisi ini banyak
dialami penyelam, pendaki gunung, dan pasien yang memerlukan ventilasi
mekanik. Mengingat di Indonesia terdapat banyak tempat menyelam kelas dunia,
kondisi ini banyak terjadi di kalangan wisatawan.
Kejadian global barotrauma pada telinga dan sinus didapatkan pada 80%
kasus barotrauma. Selain itu, 15% adalah akibat barotrauma pulmonal, termasuk
emboli arteri pulmonal.
Kerusakan parenkim paru akibat perubahan tekanan udara juga sering
terjadi di intensive care unit (ICU). Insidensi barotrauma pada ventilasi mekanik
bervariasi bergantung pada indikasi pemasangan, dilaporkan dapat mencapai 50%.
Sejak adanya pemasangan ventilasi volume tidal rendah pada pertengahan tahun

2
2000, angka kejadian barotrauma pada ventilasi mekanik berkurang menjadi
kurang dari 10%. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), asthma, dan acute
respiratory distress syndrome (ARDS) adalah faktor risiko barotrauma pada
ventilasi mekanik.
Data yang di kumpulkan DepKes. R.I dari 10 Propinsi sampai dengan
tahun
2008, sebanyak 93,9%, dari 1.028 penyelam tradisional yang di wawancarai
secara
langsung di temukan penyakit dengan gejala klinis akibat penyelaman. 39,7%
diantaranya mengalami gangguan pendengaran ringan sampai ketulian (Sugianto
et al.,2017). didalam pembuatan makalah ini kami akan membahas lebih lanjut
terkait tentang barotrauma.

1.2. Tujuan
Dalam pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui :
1. p e n g e r t i a n b a r o t r a u m a
2. e t i o l o g i b a r o t r a u m a
3. patofisiologi dari penyakit barotrauma
4. m a n i f e s t a s i k l i n i s d a r i p e n y a k i t b a r o t r a u m a
5. diagnosa pada penderita barotrauma
6. penatalaksanaan medis pada klien barotrauma
7. pencegahan barotrauma

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Barotrauma telinga adalah cedera jaringan pada telinga yang terjadi akibat
pemerataan tekanan yang tidak memadai antara ruang tubuh yang berisi gas dan
lingkungan eksternal. Dalam berbagai literatur dilaporkan bahwa insiden dan
prevalensi barotrauma telinga berkisar antara 4,1 – 82% (Ariani et al., 2020).
Barotrauma merupakan cedera yang disebabkan oleh perbedaan tekanan
antara didalam tubuh dengan ruang eksternal (Kaplan, 2017).
Barotrauma dapat terjadi pada setiap struktur tubuh, dimana terdapat ruang
tertutup yang dapat ditempati oleh udara, antara lain ruang telinga tengah, sinus,
paru-paru,lambung dan usus (Arbanto etal., 2018). Namun, barotrauma paling
sering terjadi di telinga tengah, yang terutama disebabkan oleh rumitnya fungsi
tuba Eustachius. Barotrauma telinga tengah terjadi ketika tuba Eustachius tidak
dapat dibuka untuk menyeimbangkan tekanan udara (Martinus et al., 2019).
Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat kegagalan untuk
menyamakan tekanan udara antara ruang berudara pada tubuh (seperti telinga
tengah) dan tekanan pada lingkungan sewaktu melakukan perjalanan dengan
pesawat terbang atau pada saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi pada telinga,
wajah (sinus), dan paru, dalam hal ini bagian tubuh yang memiliki udara di
dalamnya.

2.2 Epidemiologi
Data yang di kumpulkan DepKes. R.I dari 10 Propinsi sampai dengan
tahun 2008, sebanyak 93,9%, dari 1.028 penyelam tradisional yang di wawancarai
secara langsung di temukan penyakit dengan gejala klinis akibat penyelaman.
39,7% diantaranya mengalami gangguan pendengaran ringan sampai ketulian
(Sugianto et al., 2017).
Dalam berbagai literatur dilaporkan bahwa insiden dan prevalensi
barotrauma telinga berkisar antara 4,1 – 82% (Ariani et al., 2020). Barotrauma
terjadi pada banyak penyelam di dunia termasuk di Indonesia. Insiden barotrauma

4
cukup banyak di Indonesia terutama pada penyelam tradisional. Hal tersebut
dikarenakan penyelam tradisional umumnya kurang memperhatikan hal-hal yang
berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga berpotensi
terkena barotrauma telinga tengah (Martinus et al., 2019).
Barotrauma terjadi pada banyak penyelam di dunia. Prevalensi barotrauma
mencapai 0,35% dari 10.000 penyelaman yang dilakukan dengan angka kematian
mencapai 1,3% dari 10.000 penyelam. Angka kejadian barotrauma cukup tinggi di
Indonesia. Kejadian barotrauma telinga mencapai 11,3% di pulau bunging (Salma
et al., 2021).
Barotrauma paling sering terjadi pada telinga tengah, hal ini terutama
karena rumitnya fungsi tuba eustachius. Barotrauma pada telinga tengah dapat
terjadi saat menyelam ataupun saat terbang. Perubahan tekanan pada kedalaman
17 kaki pertama di bawah air setara dengan perubahan tekanan pada ketinggian
18.000 kaki pertama di atas bumi, dengan demikian, perubahan tekanan
lingkungan terjadi lebih cepat pada saat menyelam dibandingkan saat terbang. Hal
ini dapat menjelaskan realitf tingginya insidens barotrauma telinga pada saat
menyelam.

2.3 Etiologi
Etiologi yang mendasari barotrauma adalah perbedaan tekanan antara
ruang
telinga tengah dan lingkungan eksternal. Apabila tekanan melebihi 90mmHg, tuba
eustachius tidak dapat terbuka (Arbanto et al., 2018).
Sesuai hukum boyle, peningkatan tekanan ambien menghasilkan
penurunan volume gas yang proporsional di ruang tubuh. Peningkatan tekanan
ambien ini dapat terjadi ketika seseorang melakukan penyelaman, berada di
pesawat terbang, ruang hiperbarik atau karena trauma benda tumpul. Selain itu
terdapat beberapa kondisi yang menjadi faktor risiko terjadinya barotrauma pada
telinga tengah yaitu riwayat kanker kepala dan leher, saluran koklea yang
membesar atau lebih
pendek, saluran vestibular yang membesar serta kondisi anatomis telinga tengah
dan telinga dalam (Sumarna et al., 2018).

5
Barotrauma paling sering terjadi pada perubahan tekanan yang besar
seperti pada penerbangan, penyelaman misalkan pada penyakit dekompresi yang
dapat menyebabkan kelainan pada telinga, paru-paru, sinus paranasalis serta
emboli udara pada arteri yang dimana diakibatkan oleh perubahan tekanan yang
secara tiba-tiba, misalkan pada telinga tengah sewaktu dipesawat yang
menyebabkan tuba eustakius gagal untuk membuka. Tuba eustakius adalah
penghubung antara telinga tengah dan bagian belakang dari hidung dan bagian
atas tenggorokan. Untuk memelihara tekanan yang sama pada kedua sisi dari
gendang telinga yang intak, diperlukan fungsi tuba yang normal. Jika tuba
eustakius tersumbat, tekanan udara di dalam telinga tengah berbeda dari tekanan
di luar gendang telinga, menyebabkan barotrauma.

2.4 Patofisiologi
Perbedaan tekanan yang ada memnyebabkan terjadinya tekanan negatif
pada ruang telinga tengah sehingga terjadi peningkatan aliaran darah melalui
pembuluh subkutan pada saluran telinga luar, membran timpani, tuba eustchacius
dan telinga tengah. Hal tersebut menyebabkan pembengkakan pada pembuluh
darah (Hafli, 2019). Saat tekanan terus meningkat, pembuluh darah tersebut
akhirnya pecah dan menyebabkan perdarahan ke dalam atau di belakang membran
timpani. Jika dibiarkan berlanjut, peningkatan tekanan ambien pada akhirnya akan
mengakibatkan perforasi membran timpani dan komplikasi yang terkait.
Barotrauma dapat terjadi pada waktu seorang penyelam turun (descent)
maupun naik (ascent). Berdasarkan patogenesisnya dibedakan :
1) Barotrauma waktu turun (descent)
Barotrauma waktu turun lebih sering terjadi daripada waktu naik. Saat
penyelam turun, tubuhnya mendapat penambahan tekanan dari luar.
Penambahan tekanan ini normalnya tidak akan menimbulkan Barotrauma
selama proses equalisasi berjalan lancar. Rongga-rongga fisiologis tubuh
umunya mempunyai dinding yang keras (tulang), sehingga tidak mungkin
kolaps. Kegagalan equalisasi menyebabkan tekanan udara dalam rongga-
rongga fisiologis menjadi relative negative terhadap tekanan sekelilingnya.
Hal ini akan menimbulkan distorsi atau kerusakan jaringan lunak pada

6
rongga, dan dapat terjadi kongesti vaskuler, oedema mukosa disertai
transudasi cairan tubuh dan bahkan perdarahan kedalam rongga-rongga
fisiologis tubuh.

2) Barotrauma waktu naik (ascent Barotrauma)


Sebaliknya, waktu penyelam naik ke permukaan penyelam mengalami
penurunan tekanan di sekelilingnya. Sesuai hukum Boyle penurunan tekanan
mengakibatkan pengembangan (expansion) udara dalam rongga-rongga
fisiologis tubuh. Volume udara yang mengembang, normalnya dapat
dikeluarkan lewat rongga-rongga fisiologis tubuh sehingga tekanan antara
rongga-rongga tubuh dengan tekanan sekelilingnya tetap seimbang. Namun
bila ada obstruksi, udara yang mengembang tadi akan terperangkap dan
meningkatkan tekanan dalam rongga-rongga fisiologis tubuh. Barotrauma
semacam ini umumnya menimbulkan nyeri mendadak akibat kenaikan
tekanan dalam rongga dan ada bahaya emboli vena.

2.5 Anatomi dan Fisiologi


2.5.1 Anatomi Telinga
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian
lateral dari membran timpani.

Gambar 1.
Anatomi Telinga
(dikutip dari kepustakaan 6)

7
Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh
kulit. Ke arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi
hampir sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang
yang ditutupi kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani.
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah
terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari
batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak
medial dari membran timpani dan hipotimpanum terletak kaudal dari membran
timpani. Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal
dari telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan
Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran.
Telinga dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena
bentuknya yang kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah
sempurna dan hanya mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang
temporal. Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin
membranosa. Labirin tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam
pars petrosa os temporalis ( ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang
terkeras. Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan kohlea.
Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang dengan ukuran
panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm.
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior,
posterior dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Koklea
membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang sekitar 35
mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani.

8
Gambar 2 . Anatomi Telinga Dalam
(dikutip dari kepustakaan 6)
2.5.2 Anatomi Sinus Paranasalis
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.[7]

Gambar 3. Anatomi Sinus Paranasalis (dikutip dari kepustakaan 7)

9
2.5.3 Anatomi Paru-Paru
Paru‐paru adalah organ berbentuk spons yang terdapat di dada. Paru-paru
kanan memiliki 3 lobus, sedangkan paru‐paru kiri memiliki 2lobus. Paru-paru
berfungsi dalam pertukaran gas antara udara luar dan darah yaitu oksigen dari
udara masuk ke darah, dan karbondioksida dari darah ke luar ke udara. Proses
pertukaran gas terjadi melalui lapisan yang terdiri dari epitel alveoli, membran
basalis, cairan antarsel endotel kapiler, plasma, membran sel darah merah, dan
cairan intrasel darah merah.
Alveoli paru-paru/ kantong udara merupakan kantong kecil dan tipis yang
melekat erat dengan lapisan pembuluh darah halus (kapiler) yang mebawa darah
yang bebas oksigen (deoxgenated) dari jantung. Molekul oksigen dapat disaring
melalui dinding pembuluh darah tersebut untuk masuk ke aliran darah. Sama
halnya dengan karbondioksida yang dilepaskan dari darah ke dalam kantong udara
untuk dikeluarkan melalui pernapasan, menentukan jumlah oksigen yang masuk
ke dalam darah dan jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari darah.

10
Gambar 4. Struktur Paru-paru dan pertukaran gas di alveoli
(dikutip dari kepustakaan 8)

2.6 Manifestasi Klinis


2.6.1 Kelainan pada telinga
Tuba eustakius secara normal selalu tertutup namun dapat terbuka pada
gerakan menelan, mengunyah, menguap, dan dengan manuver Valsava. Pilek, rinitis
alergika serta berbagai variasi anatomis individual, semuanya merupakan
predisposisi terhadap disfungsi tuba eustakius.
Barotrauma, dengan ruptur membran timpani (MT), dapat terjadi setelah
suatu penerbangan pesawat atau setelah berenang atau menyelam. Mekanisme
bagaimana ini dapat terjadi, dijelaskan dibawah ini.
Saluran telinga luar, telinga tengah, telinga dalam dapat dianggap sebagai 3
kompartemen tersendiri, ketiganya dipisahkan satu dengan yang lain oleh membran
timpani dan membran tingkap bundar dan tingkap oval Telinga tengah merupakan
suatu rongga tulang dengan hanya satu penghubung ke dunia luar, yaitu melalui tuba
Eustachii. Tuba ini biasanya selalu tertutup dan hanya akan membuka pada waktu
menelan, menguap, Valsava maneuver. Valsava maneuver dilakukan dengan
menutup mulut dan hidung, lalu meniup dengan kuat. Dengan demikian tekanan di
dalam pharynx akan meningkat sehingga muara dapat terbuka.
Dari skema diatas ini dapat dilihat bahwa ujung tuba di bagian telinga tengah
akan selalu terbuka, karena terdiri dari massa yang keras/tulang. Sebaliknya ujung

11
tuba di bagian pharynx akan selalu tertutup karena terdiri dari jaringan lunak, yaitu
mukosa pharynx yang sewaktu-waktu akan terbuka di saat menelan. Perbedaan
anatomi antara kedua ujung tuba ini mengakibatkan udara lebih mudah mengalir
keluar daripada masuk kedalam cavum tympani. Hal inilah yang menyebabkan
kejadian barotitis lebih banyak dialami pada saat menurun dari pada saat naik
tergantung pada besamya perbedaan tekanan, maka dapat terjadi hanya rasa sakit
(karena teregangnya membrana tympani) atau sampai pecahnya membrana tympani.
Barotrauma descent dan ascent dapat terjadi pada penyelaman. Imbalans
tekanan terjadi apabila penyelam tidak mampu menyamakan tekanan udara di dalam
rongga tubuh pada waktu tekanan air bertambah atau berkurang

 Gangguan telinga pada penyelam


Barotrauma telinga adalah yang paling sering ditemukan pada penyelam.
dibagi menjadi 3 jenis yaitu barotrauma telinga luar, tengah dan dalam , tergantung
dari bagian telinga yang terkena. Barotrauma telinga ini bisa terjadi secara
bersamaan dan juga dapat berdiri sendiri.
Barotrauma telinga luar berhubungan dengan dunia luar, maka pada waktu
menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus eksternus. Bila meatus
akustikus eksternus tertutup, maka terdapat udara yang terjebak. Pada waktu tekanan
bertambah, mengecilnya volume udara tidak mungkin dikompensasi dengan
kolapsnya rongga (kanalis akustikus eksternus), hal ini berakibat terjadinya
decongesti, perdarahan dan tertariknya membrana timpani ke lateral. Peristiwa ini
mulai terjadi bila terdapat perbedaan tekanan air dan tekanan udara dalam rongga
kanalis akustikus eksternus sebesar ± 150 mmHg atau lebih, yaitu sedalam 1,5 – 2
meter.
Barotrauma telinga tengah akibat adanya penyempitan, inflamasi atau udema
pada mukosa tuba mempengaruhi kepatenannya dan merupakan penyulit untuk
menyeimbangkan tekanan telinga tengah terhadap tekanan ambient yang terjadi
padasaat ascent maupun descent, baik penyelaman maupun penerbangan. Terjadinya
barotrauma tergantung pada kecepatan penurunan atau kecepatan peningkatan
tekanan ambient yang jauh berbeda dengan kecepatan peningkatan tekanan telinga
tengah.

12
Barotrauma telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari barotrauma
telinga tengah pada waktu menyelam, disebabkan karena malakukan maneuver
valsava yang dipaksakan. Bila terjadi perubahan dalam kavum timpani akibat
barotrauma maka membran timpani akan mengalami edema dan akan menekan
stapes yang terletak pada foramen ovale dan membran pada foramen rotunda, yang
mengakibatkan peningkatan tekanan di telinga dalam yang akan merangsang labirin
vestibuler sehingga terjadi deviasi langkah pada pemeriksaan “Stepping Test”.
Dapat disimpulkan , gangguan pada telinga tengah dapat berpengaruh pada labirin
vestibuler dan menampakkan ketidakseimbangan laten pada tonus otot melalui
refleks vestibulospinal.

 Gangguan telinga pada penerbangan


Barotrauma telinga tengah merupakan masalah medis yang paling sering kita
jumpai dalam dunia penerbangan. Barotrauma telinga tengah atau aerotitis media
atau ear block didefinisikan sebagai proses inflamasi akut di telinga tengah sebagai
akibat perubahan tekanan atmosfer. Berdasarkan patologinya, barotrauma dibagi
dua, yaitu barotitis media dan baromiringitis. Barotitis media adalah keadaan
patologis yang ditandai peradangan pada mukosa telinga tengah, perdarahan dan
cairan transudat di telinga tengah. Baromiringitis adalah kerusakan struktur
membran timpani.
Barotrauma telinga tengah terjadi akibat kegagalan tuba Eustachius untuk
menyamakan tekanan antara telinga tengah dan lingkungan saat terjadi perubahan
tekanan. Kecepatan dan besarnya perubahan tekanan berpengaruh terhadap
terjadinya barotrauma. Makin cepat perubahan tekanan yang terjadi dan makin besar
perbedaan tekanan yang ada, maka makin mudah barotrauma terjadi. Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba adalah adanya proses infeksi saluran
napas atas seperti rinitis, sinusitis, faringitis, hipertrofi adenoid dan infeksi telinga
tengah, adanya riwayat alergi, sumbatan jalan napas seperti septum deviasi dan
massa tumor pada daerah telinga, hidung dan tenggorok dan hal lain yang juga
penting adalah perasat Toynbee dan Valsava yang dilakukan kurang optimal.
Barotrauma yang terjadi pada penerbang dapat mempengaruhi keselamatan
penerbangan. Peraturan kesehatan standar penerbangan melarang para penerbang
yang mengalami barotrauma untuk bertugas, hal ini membawa dampak terhadap

13
perusahaan penerbangan secara ekonomi. Hal ini yang mendasari pentingnya suatu
pemeriksaan yang dapat mendeteksi kemungkinan terjadinya barotrauma pada
penerbang, sehingga barotrauma dapat dihindari.

Gejala-gejala klinik barotrauma telinga.


a. Gejala descent barotrauma:
1) Nyeri (bervariasi) pada telinga yang terpapar.
2) Kadang ada bercak darah dihidung atau nasofaring.
3) Rasa tersumbat dalam telinga/tuli konduktif.
b. Gejala ascent barotrauma:
1) Rasa tertekan atau nyeri dalam telinga.
2) Vertigo.
3) Tinnitus/tuli ringan.
4) Barotrauma telinga dalam sebagai komplikasi.

2.6.2 Kelainan pada paru-paru


Barotrauma pada paru-paru dapat diakibatkan oleh menyelam, ketika
penyelam hendak naik dari permukaan bawah laut ke atas maka dapat terjadi
barotrauma. Barotrauma paru waktu naik (burst lung) dibagi menjadi empat
kelompok yaitu:
1. Kerusakan jaringan paru-paru. Penyebabnya adalah penyelam pada waktu naik
terlalu cepat, penyelam pada waktu naik tidak menghembuskan udara. Gejalanya
sesak sanaf, batuk disertai dahak yang berdarah, kepala terasa pusing, sakit dada
dan cyanosis.
2. Surgical empiesema adalah penyakit akibat dari pecahnya kantung-kantung udara
dalam paru-paru yang sangat kecil, sehingga gas akan masuk ke dalam jaringan-
jaringan disekitar paru-paru. Penyebabnya adalah penyelam pada waktu naik
terlalu cepat, penyelam pada waktu naik tidak menghembuskan udara,
pengembangan paru-paru yang berlebihan sehingga udara bocor menembus paru-
paru dan pembuluh bronchial masuk ke jaringan disekitarnya. Gejala-gejala
perubahan suara tenggorokan terasa penuh, nafas pendek dan sukar menelan, rasa
sakit dibelakang tulang dada (sternum), denyut nadi cepat dan tekanan darah
rendah.

14
3. Pneumothorak (udara dalam rongga dada) adalah penyakit akibat dari pecahnya
paru-paru dekat permukaan paru-paru itu sendiri, sehingga udara dalam tempat
ini dilepaskan ke dalam rongga dada dan dapat menyebabkan kolaps paru-paru.
Penyebabnya adalah penyelam pada waktu naik tidak menghembuskan udara.
4. Emboli udara: (pengembangan paru-paru) adalah keadaan paling berbahaya dari
pecahnya paru-paru dan dapat menyebabkan kerusakan otak yang berat.
Penyebabnya adalah penyelam pada waktu naik terlalu cepat (ketentuan 60
feet/menit), penyelam pada waktu naik tidak menghembuskan udara / menahan
nafas waktu naik.

2.6.3 Kelainan pada sinus paranasal


Rongga tubuh yang lain yang sering mendapat gangguan akibat adanya
perbedaan tekanan antara di dalam rongga dan sekitar tubuh adalah sinus
paranasalis. Dinding sinus ini dilapisi mukosa dan muaranya pada cavum nasi. Ada
4 buah sinus pada tubuh kita, tapi yang sering terganggu adalah 2 buah, yaitu sinus
maxilaris dan sinus frontalis, sedang yang 2 buah lagi, yaitu sinus ethmoidalis dan
sinus sphenoidalis jarang terganggu. Kelainan di sinus-sinus ini disebut :
Barosinusitis. Prosentase kejadiannya kira-kira 1,17 — 1,5%.
Sinus adalah kantung udara di tulang atau sekeliling hidung. Sinus
barotrauma terjadi ketika terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam sinus
dengan tekanan di luar. Penderita dapat merasakan nyeri di sekitar tulang pipi atau
di bagian atas mata, kadang juga dapat terjadi infeksi sinus, perdarahan dari hidung,
dan sakit kepala.

2.7 Diagnosis
Anamnesis yang teliti sangat membantu penegakan diagnosis. Jika dari
anamnesis ada riwayat nyeri telinga atau pusing, yang terjadi setelah penerbangan
atau suatu penyelaman, adanya barotrauma seharusnya dicurigai. Diagnosis dapat
dikonfirmasi melalui pemeriksaan telinga, dan juga tes pendengaran dan
keseimbangan.

15
Jika diperlukan, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk
memastikan diagnosis dan akibat yang ditimbulkan. Jenis pemeriksaan lanjutan
yang dilakukan adalah:
 Tes pendengaran, untuk memeriksa fungsi pendengaran dan mendeteksi
kerusakan pada telinga
 Foto Rontgen, untuk mendeteksi tumpukan cairan atau udara di bagian tubuh,
seperti sinus atau rongga perut
 CT scan atau MRI, untuk memeriksa kondisi organ yang dicurigai mengalami
barotrauma, misalnya paru-paru atau saluran pencernaan
Diagnosis barotrauma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
penilaian membran timpani berdasarkan klasifikasi Wallace Teed, dan ditunjang
dengan penilaian tekanan telinga tengah dan fungsi tuba Eustachius dengan
timpanometri.
Wallace Teed menggambarkan klasifikasi untuk derajat barotrauma, yaitu:
a. Derajat 0: tidak ada keluhan dengan membran timpani normal;
b. Derajat 1: membran timpani kemerahan yang difus dan retraksi;
c. Derajat 2: derajat 1 ditambah dengan perdarahan ringan membran timpani;
d. Derajat 3: derajat 1 ditambah dengan perdarahan sedang membran timpani;
e. Derajat 4: membran timpani tampak bulging, terdapat efusi cairan;
f.Derajat 5: perforasi membran timpani.

Derajat 0 Deajat I Derajat II

Derajat III Derajat IV Derajat V

16
Gambar 5. Gambar Derajat Barotrauma Telinga Tengah
Diagnosis dipastikan dengan otoskop. Gendang telinga tampak sedikit menonjol keluar atau
mengalami retraksi. Pada kondisi yang berat, bisa terdapat darah di belakang gendang telinga.
Kadang-kadang membran timpani akan mengalami perforasi. Dapat disertai gangguan
perdengaran konduktif ringan.
Perlu ditekankan bahwa tinnitus yang menetap, vertigo dan tuli sensorineural
adalah gejala-gejala kerusakan telinga dalam. Barotrauma telinga tengah tidak
jarang menimbulkan kerusakan telinga dalam. Kerusakan telinga dalam Merupakan
masalah yang serius dan mungkin memerlukan pembedaham untuk mencegah
kehilangan pendengaran yang menetap. Semua orang yang mengeluh kehilangan
pendengaran dengan barotrauma harus menjalani uji pendengaran dengan rangkaian
penala untuk memastikan bahwa gangguan pendengaran bersifat konduktif dan
bukannya sesorineural. Menegakkan diagnosis pada kelainan sinus paranasal dapat
dikonfirmasi dengan x-ray, ct-scan atau MRI di sinus.

2.8 Penatalakasanaan
Pengobatan konservatif barotrauma telinga biasanya cukup, yaitu dengan
memberikan dekongestan lokal atau melakukan manuver Valsava, selama tidak ada
infeksi saluran pernapasan atas. Jika cairan atau cairan bercampur darah tetap berada
di telinga tengah selama beberapa minggu, dianjurkan untuk melakukan
miringotomi dan menggunakan selang ventilasi jika diperlukan. Prosedur
miringotomi ini secara klasik dilakukan di bagian anterior dan inferior membran
timpani untuk menghindari potensi kerusakan pada struktur telinga tengah, terutama
bila dilakukan secara darurat dalam kasus yang ekstrim. Komplikasi yang dapat
terjadi terkait dengan prosedur ini yaitu infeksi, perdarahan, gangguan pendengaran
dan perforasi kronis (Hafli, 2019).
Saat ini diketahui ada 4 cara menyeimbangkan tekanan di rongga telinga
tengah
yaitu:
 dengan menggerakkan rahang ke kiri dan ke kanan,
 meniup perlahan dengan lubang hidung tertutup (teknik Valsava)
 menelan ludah (metode Toynbee) dan
 menguap (Arbanto et al., 2018).

17
Untuk mengurangi nyeri telinga atau rasa tidak enak pada telinga, pertama-
tama yang perlu dilakukan adalah berusaha untuk membuka tuba eustakius dan
mengurangi tekanan dengan mengunyah permen karet, atau menguap, atau
menghirup udara, kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan sambil menutup
lubang hidung dengan tangan dan menutup mulut.
Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas, membrane
nasalis dapat mengkerut dengan semprotan nosinefrin dan dapat diusahakan
menginflasi tuba eustakius dengan perasat Politzer, khususnya dilakukan pada anak-
anak berusia 3-4 tahun. Kemudian diberikan dekongestan, antihistamin atau
kombinasi keduanya selama 1-2 minggu atau sampai gejala hilang, antibiotic tidak
diindikasikan kecuali bila terjadi perforasi di dalam air yang kotor. Perasat Politzer
terdiri dari tindakan menelan air dengan bibir tertutup sementara ditiupkan udara ke
dalam salah satu nares dengan kantong Politzer atau apparatus senturi; nares yang
lain ditutup. Kemudian anak dikejutkan dengan meletuskan balon ditelinganya, bila
tuba eustakius berhasil diinflasi, sejumlah cairan akan terevakuasi dari telinga
tengah dan sering terdapat gelembung-gelembung udara pada cairan.
Untuk barotrauma telinga dalam, penanganannya dengan perawatan di rumah
sakit dan istirahat dengan elevasi kepala 30-40 0. Kerusakan telinga dalam
merupakan masalah yang serius yang memungkinkan adanya pembedahan untuk
mencegah kehilangan pendengaran yang menetap. Suatu insisi dibuat didalam
gendang telinga untu menyamakan tekanan dan untuk mengeluarkan
caioran(myringitomy) dan bila perlu memasang pipa ventilasi. Walaupan demikian
pembedahan biasanya jarang dilakukan. Kadang-kadang, suatu pipa ditempatkan di
dalam gendang telinga, jika seringkali perubahan tekanan tidak dapat dihindari, atau
jika seseorang rentan terhap barotrauma.
Biasanya barotrauma sinus sembuh tanpa pengobatan, perdarahan yang
signifikan pada sinus dapat dilakukan drainase secara cepat, jika nasal topikal dan
dekongestan oral dapat digunakan.
Pengobatan yang terjadi barotrauma paru-paru dapat diobati dengan
menghirup 100% O2 pada tekanan permukaan, pengobatan terpenting adalah
rekompresi. Tiba di RUBT maka rekompresi dengan 100% O2 dengan tekanan
paling sedikit kedalaman 18 meter (2,8 ATA) adalah pilihan utama pada banyak
kasus PD. Bila sesudah 10 menit penderita belum sembuh sempurna, maka terapi

18
diperpanjang sampai 100 menit dengan diselingi tiap 20 menit bernapas 5 menit
udara biasa. Setelah ini dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 9 meter selama 30
menit dan mengobservasi penderita kemungkinan terjadinya deteriorasi. Selanjutnya
penderita dinaikan kepermukaan selama 30 menit. Seluruh waktu pengobatan dapat
berlangsung kurang dari 5 jam. Rekompresi mengurangi diameter gelembung sesuai
Hukum Boyle dan ini akan menghilangkan rasa sakit dan mengurangi kerusakan
jaringan. Selanjutnya gelembung larut kembali dalam plasma sesuai Hukum Henry.
O2 yang digunakan dalam terapi mempercepat sampai 10 kali pelarutan gelembung
dan membantu oksigenasi jaringan yang rusak dan iskemik.
Dalam kasus darurat yang jauh dari fasilitas RUBT dapat dilakukan
rekompresi dalam air untuk mengobati PD langsung ditempat. Rekompresi
dilakukan pada kedalaman maksimum 9 meter selama 30-60 menit. Kecepatan
naik adalah 1 meter tiap 12 menit, dan bila gejalanya kambuh, tetaplah berada
dikedalaman tersebut selama 30 menit sebelum meneruskan naik
kepermukaan. Setiba dipermukaan, penderita diberi O2 selama 1 jam,
kemudian bernafas dengan udara selama 1 jam, demikian seterusnya hingga 12
jam. Walaupun dapat dan telah dilakukan, mengenakan kembali alat selam dan
menurunkan penyelam didalam air untuk rekompresi, namun cara ini tidak
dapat dibenarkan. Kesukaran yang dihadapi adalah penderita tidak dapat
menolong dirinya sendiri, tidak dapat dilakukan intervensi medic bila ia
memburuk dan terbatasnya suplai gas. Oleh karena ini usaha untuk mengatasi
PD sering kali tidak berhasil dan malahan beberapa pebderita lebih memburuk
keadaannya.
Obat-obatan yang dapat diberikan selama rekompresi adalah infuse
cairan (dekstran, plasma) bila ada dehidrasi atau syok, steroid (deksamethason)
bila ada edema otak, obat anti pembekuan darah (heparin), digitalis bila terjadi
gagal jantung, anti oksidan (vitamin E, C, beta karoten) untuk mengantisipasi
pembekuan oksidan (radikal bebas) yang merusak sel tubuh pada terapi
oksigen hiperbarik.

2.9 Pencegahan
Barotrauma dapat dicegah dengan menghindari terbang ataupun
menyelam pada waktu pilek dan menggunakan teknik pembersihan yang tepat.
Jika terasa nyeri, agaknya tuba eustakius telah menciut. Yang harus dikerjakan

19
jika ini terjadi pada saat menyelam adalah hentikan menyelam atau naiklah
beberapa kaki dan mencoba menyeimbangkan tekanan kembali. Hal ini tidak
dapat dilakukan jika sedang terbang dalam pesawat komersial, maka perlu
untuk mencegah penciutan tuba eustakius.
Metode terbaik adalah dengan mulai melakukan manuver-manuver
pembersihan dengan hati-hati beberapa menit sebelum pesawat mendarat. Jika
pasien harus terbang dalam keadaan pilek, maka sebaiknya menggunakan
dekongestan semprot hidung atau oral.. Tindakan preventif terdiri atas nasal
spray vasokonstriktor 12 jam sebelum penerbangan, dekongestan oral dan
mengunyah permen karet ketika mendarat.
Selain itu, usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan
dengan selalu mengunyah permen karet atau melakukan perasat Valsava,
terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.

Upaya utama untuk mencegah barotrauma telinga adalah dengan


menjaga tuba Eustachius tetap terbuka. Cara yang dapat dilakukan antara lain:

 Minum obat
Jika sedang pilek, gunakan dekongestan sekitar 1 jam sebelum
penerbangan. Selain itu, antihistamin juga dapat digunakan. Namun,
konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter mengenai hal ini.
 Menggunakan penyumbat telinga (earplugs)
Menyumbat telinga khusus untuk perjalanan udara dapat digunakan untuk
memperlambat perubahan tekanan dan memberi waktu bagi telinga untuk
menyesuaikan diri. Jika telinga Anda terasa sakit selama penerbangan,
cobalah cara berikut ini untuk meredakan rasa sakit dan mencegah
barotrauma:
 Jangan tidur saat pesawat akan mendarat dan cobalah untuk menguap atau
menelan ludah untuk meredakan telinga yang pengang.
 Konsumsi permen atau kunyahlah permen karet, karena gerakan
mengunyah dan menelan bisa membantu mengendalikan tekanan udara di
dalam telinga.
 Minum selama penerbangan untuk menjaga tuba Eustachius tetap terbuka
dan membantu mengencerkan lendir di saluran pernapasan.

20
 Tarik napas, lalu jepit hidung dengan jari dan tutup mulut, kemudian
buang napas secara perlahan melalui hidung yang tertutup.

Jika Anda membawa bayi saat penerbangan, pastikan ia tidak tertidur


saat pesawat akan mendarat, salah satunya dengan memberinya dot agar ia
tetap terjaga

Sementara upaya terbaik untuk mencegah barotrauma saat menyelam


adalah dengan menerapkan teknik menyelam yang baik. Teknik menyelam
yang benar bisa Anda pelajari melalui pelatihan bersertifikat.

2.10 komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat dari barotrauma telinga yaitu
efusi serosa, efusi serosanguinosa, perdarahan pada telinga tengah, perforasi
membran timpani dan barotrauma telinga dalam (inner ear barotrauma). Selain
itu dapat terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara sampai kronis,
infeksi telinga tengah, nyeri kronis,serta gangguan kestabilan gaya berjalan
(gangguan keseimbangan) dan kelumpuhan saraf (Aquinas, 2017).

Barotrauma, khususnya telinga, biasanya bersifat sementara dan jarang


sekali menimbulkan komplikasi. Namun, komplikasi tetap dapat terjadi
terutama pada barotrauma yang parah. Komplikasi yang dapat muncul antara
lain:

 Infeksi telinga
 Gendang telinga pecah
 Hilang pendengaran secara permanen
 Vertigo
 Perdarahan dari telinga dan hidung

Barotrauma paru juga dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya,


terutama pada penderita yang sudah menderita gangguan fungsi paru.
Beberapa komplikasi yang dapat muncul adalah:

 Tamponade jantung

21
 Emboli paru
 Pneumothorax
 Pneumomediastinum, yaitu penumpukan udara di bagian tengah dada
sehingga memicu nyeri dada, sulit menelan, dan perubahan suara.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan
kuat yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal,
yang diakibatkan oleh kegagalan tuba eustachius untuk menyamakan tekanan
dari bagian telinga tengah dengan adekuat dan terjadi paling sering selama
turun dari ketinggian atau naik dari bawah air saat menyelam. Barotrauma
dapat terjadi saat menyelam dan saat penerbangan. Hukum Boyle menyatakan
hubungan antara tekanan dan volume. Hukum Boyle berbunyi “Volume suatu
gas berbanding terbalik dengan tekanan yang bekerja pada gas tersebut (jika
suhu tetap konstan)”. Hal ini berarti, untuk jumlah gas tertentu, jika tekanan
meningkat, volume proporsionalnya menurun demikian sebaliknya atau dapat
diartikan jika tekanan naik dua kali lipat, berarti volumenya seperdua,
demikian sebaliknya. Pada anamnesis umumnya didapatkan adanya riwayat
menyelam atau penerbangan dimana terdapat perubahan cepat pada tekanan
lingkungan. Barotrauma dapat terjadi pada telinga, barotrauma telinga luar,
barotrauma telinga tengah, barotrauma telinga dalam, barotrauma sinus
paranasalis, barotrauma pulmonal, dan barotrauma odontalgia. Pemeriksaan
yang dapat dilakukan yaitu analisis gas darah, darah lengkap, dan kadar serum
creatin phosphokinase. Untuk pemeriksaan autopsi dapat dilakukan pada post
morte dengan pemeriksaan yang teliti dan sistematis.

3.2 Saran
Tenaga kesehatan seharusanya melakukan soasialisasi terlebih dahulu
tentang pencegahan barotrauma bagi para penyelam dan para penumpang
pesawat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams G, Boies L, Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC. 1997. Hal.
90-2.
2. Dosen Bagian Ilmu Penyakit THT. Anatomi Telinga. Medan: Bagian Ilmu Penyakit
THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2012;1-22.
3. Dosen Bagian Ilmu Penyakit THT. Anatomi Sinus Paranasalis. Medan: Bagian Ilmu
Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2012;1-13.
4. Hernawati. Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru dalam Sistem Pernapasan Manusia pada
Kondisi Latihan dan Perbedaan Ketinggian. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Indonesia. 2012;1-25.
5. https://www.scribd.com/document/289889122/Laporan-kasus-Barotrauma
6. Kaplan J. Barotrauma. http://www.emedicine.medscape.com/article/768618.htm
(diakses tanggal 29 Juli 2015).
7. Safer, D. Barotrauma. Spain: EBSCO Publishing. 2011.
8. Soepardi E, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala &
Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007. Hal. 10-13, 65
9. Hyzy RC, Taha AR, Diagnosis, Management, and Prevention of Pulmonary
Barotrauma During Invasive Mechanical Ventilation in Adults. Uptodate. 2020.
https://www.uptodate.com/contents/diagnosis-management-and-prevention-of-
pulmonary-barotrauma-during-invasive-mechanical-ventilation-in-adults
10. O'Neill OJ, Brett K, Frank AJ. Middle Ear Barotrauma. [Updated 2021 Aug 15]. In:
StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499851/
11. Diaz R, Heller D. Barotrauma And Mechanical Ventilation. [Updated 2021 Aug 9]. In:
StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545226/
12. Martinus I, Hadisaputra S, Munasik M. Berbagai Faktor yang Berpengaruh terhadap
Barotrauma Telinga Tengah pada Penyelam Tradisional Studi di Wilayah Balaesang
Tanjung Kabupaten Donggala. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas. 2019.
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jekk/article/view/4685

23
13. Kartono. Prevalensi dan faktor risiko kejadian penyakit dekomprasi dan barotrauma
pada nelayan penyelam di Kecamatan Karimunjawa Kabupaten Jepara tahun 2007.
Universitas Gadjah Mada. 2007. http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/35860

24

Anda mungkin juga menyukai