Makalah Hipotiroidisme
Makalah Hipotiroidisme
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hormon tiroid sangat penting untuk metabolisme energi, nutrisi, dan ion organik,
termogenesis serta merangsang pertumbuhan dan perkembangan berbagai jaringan, Pada
periode kritis juga untuk perkembangan susunan syaraf pusat dan tulang.Hormon ini
mempengaruhi beberapa jaringan dan sel melalui berbagai pola aktivasi genomik dan sintesis
protein serta reseptor yang mempunyai arti penting untuk berbagai aktivitas.
Hormon tiroid berpotensiasi dengan katekolamin (efek yang menonjol adalah
hipertiroidisme), dan berefekpada pertumbuhan somatik dan tulang diperantai oleh stimulasi
sintesis dan kerja hormon pertumbuhan dan IGF. Disfungsi tiroid pada masa bayi dan anak
dapat berakibat kelainan metabolik yang ditemukan pada dewasa, berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan, karena maturasi jaringan dan organ atau Jaringan spesifik
yang merupakan pengatur perkembangan bergantung pada efek hormon tiroid, sehingga
konsekuensi klinik disfungsi tiroid bergantung pada usia mulai timbulnya pada masa bayi dan
anak. Apabila hipotiroidisme pada janin atau bayi baru lahir tidak diobati, menyebabkan
kelainan intelektual dan atau fungsi neurologik yang menetap, ini menunjukan betapa
pentingnya peran hormon tiroid dalam perkembangan otak saat masa tersebut. Setelah usia 3
tahun , sebagian besar perkembangan otak yang tergantung hormon tiroid sudah lengkap,
hipotiroidisme pada saat ini mengakibatkan pertumbuhan lambat dan keterlambatan maserasi
tulang, biasanya tidak menetap dan tidak berpengaruh pada perkembangan kognitif dan
neurologik, sehingga perlu dilakukan skrinning untuk deteksi dan terapi dini.
Buruknya pengaruh hipotirod pada tumbuh kembang anak membuat penulis merasa
perlu untuk mengetahui bagaimana cara mendeteksi kelainan ini secara dini dan bagaiman
terapi yang tepat sehingga dapat mencegah ataupun memperbaiki kualitas tumbuh kembang
anak selanjutnya.
1.2 Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain :
1.Mengetahui Definisi dari hipotiroid
2.Mengetahui Klasifikasi dari hipotiroid
3.Mengetahui epidemiologi dari hipotiroid
4.Mengetahui gejala dari hipotiroid
5.Mengetahui Etiologi dari hipotiroid
6.Mengetahui
7.Mengetahui Tata laksana terapi baik secara Farmakologi maupun non-Farmakologi
8.Mahasiswa dapat mengaplikasikan pemilihan obat rasional kepada penderita
hipotiroid
9.Mahasiswa mampu memonitor terhadap terapi yang diberikan kepada pasien
hipotiroid sehingga outcome terapi tercapai
10.Mahasiswa mampu memecahkan dan menyelesaikan kasus penyakit hipotiroid
yang akan di hadapi didunia kerja
11.Dapat menambah wawasan kepada pembaca atau khalayak umum tentang penyakit
hipotiroid
12.Dapat meningkatkan rasa kepedulian terhadap penderita hipotiroid sehingga
pasien mendapatkan pelayanan yang tepat
BAB II
PEMBAHASAN
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang terletak di leher dan terdiri atas sepasang
lobus di sisi kiri dan kanan. Terletak di leher dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin
trakea 2 dan 3. Kelenjar ini tersusun dari zat hasil sekresi bernama koloid yang tersimpan
dalam folikel tertutup yang dibatasi oleh sel epitel kuboid. Koloid ini tersusun atas
tiroglobulin yang akan dipecah menjadi hormon tiroid (T3 dan T4) oleh enzim endopeptidase.
Kemudian hormon ini akan disekresikan ke sirkulasi darah untuk kemudian dapat berefek
pada organ target.
Kelenjar tiroid berperanan mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan pada
titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh,
membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat diperlukan untuk
pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan
tahan dingin, akan timbul kelambanan mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi
mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan
tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan.
(1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini dapat
memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah;
(2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar yang
nantinya akan mensekresi hormon tiroid;
(3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh enzim
peroksidase dan hidrogen peroksidase.
(4) Proses iodinasi asam amino tirosin.Pada proses ini iodium (I) akan menggantikan
hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium
terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar daripada hidrogen. Proses ini
dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat.
(5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika
teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi
diiodotirosin)
(6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika
monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi triiodotironin.
Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin atau yang lebih sering
disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah
harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga
sering disebut protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan
hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini.
Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton.
1997)
A. Definisi Hipotiroid
B. Epidemiologi
Klasifikasi hipotiroid
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu penyakit
tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang
berlebihan. Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH
dan TRF karena umpan balik negatif hormon tiroid terhadap pelepasan keduanya.
Hipertiroidisme akibat malfungsi hipofisis memberikan gambaran kadar hormon tiroid dan
TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan balik negatif dari hormon tiroid dan TSH.
Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan hormon tiroid yang
finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
E. PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
–Dini : kelemahan, fatigue, atralgia, mialgia, sakit kepala, depresi, intoleransi dingin, berta
badanbertambah, konstipasi, menoragi, kulit kering, rambut kasar yang rapuh, kuku rapuh,
carpal tunnel syndrom, hiporefleksi (delayed DTRs, refleks * hung up*), hipertensi diastolik.
–Lambat : bicara lambat, parau, hilangnya 1/3 luar alis mata, miksedema(edema non-pitting),
edema periorbital, brakikardia, efusi pada pleura, perikardium, atau ruang peritoneal.
Diagnosis Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan tanda
klinis yang dialami pasien, tetapi juga berdasarkan hasil laboratorium dan radiodiagnostik.
A. Koma miksedema
Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak diobati.
Ditandai oleh kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi, hipoglisemia,
hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal. Walaupun jarang, ini dapat terjadi lebih
sering dalam masa mendatang, dihubungkan dengan peningkatan penggunaan radioiodin
untuk terapi penyakit Graves, dengan akibat hipotiroidisme permanen. Karena ini paling
sering pada pasien-pasien tua dengan adanya dasar penyakit paru dan pembuluh darah,
mortalitasnya sangat tinggi.Pasien (atau seorang anggota keluarga bila pasien koma) mungkin
ingat akan penyakit tiroid terdahulu, terapi radioiodin, atau tiroidektomi: Anamnesis
menunjukkan awitan bertahap dari letargi terus berlanjut menjadi stupor atau koma.
Pemeriksaan menunjukkan bradikardi dari hipotermia berat dengan suhu tubuh
mencapai 24° C (75° F). Pasien biasanya wanita tua gemuk dengan kulit kekuning-kuningan,
suara parau, lidah besar, rambut tipis, mata membengkak, ileus dan refleks-refleks melambat.
Mungkin ada tanda-tanda penyakit-penyakit lain seperti pneumonia infark miokard,
trombosis serebral atau perdarahan gastrointestinal. Petunjuk laboratorium dari diagnosis
koma miksedema, termasuk serum "lactescent", karotin serum yang tinggi, kolesterol serum
yang meningkat, dan protein cairan serebrospinalis yang meningkat. Efusi pleural, perikardial
atau abdominal dengan kandungan protein tinggi bisa juga didapatkan. Tes serum akan
menunjukkan FT4 yang rendah dan biasanya TSH yang sangat meningkat. Asupan iodin
radioaktif tiroid adalah rendah dan antibodi antitiroid biasanya positif kuat, menunjukkan
dasar tiroiditis EKG menunjukkan sinus bradikardi dan tegangan rendah. Seringkali bila
pemeriksaan laboratorium tidak tersedia, diagnosis harus dibuat secara klinis.
Patofisiologi koma miksedema menyangkut 3 aspek utama : (1) retensi CO2 dan
hipoksia; (2) ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; dan (3) hipotermia. Retensi CO2 telah
lama dikenal sebagai bagian internal dari koma miksedema dan dianggap diakibatkan oleh
faktor-faktor seperti : obesitas, kegagalan jantung, ileus, imobilisasi, pneumonia, efusi pleural
atau peritoneal, depresi sistem saraf pusat dan otot-otot dada yang lemah cukup turut
berperan. Kegagalan pasien miksedema berespons terhadap hipoksia atau hiperkapnia
mungkin akibat hipotermia.
B. Miksedema dan Penyakit Jantung : Dahulu, terapi pasien dengan miksedema dan
penyakit jantung, khususnya penyakit arteri koronaria, sangat sukar karena penggantian
levotiroksin seringkali dihubungkan dengan eksaserbasi angina, gagal jantung, infark
miokard. Namun karena sudah ada angioplasty koronaria dan bypass arteri koronaria, pasien
dengan miksedema dan penyakit arteri koronaria dapat diterapi secara operatif dan terapi
penggantian tiroksin yang lebih cepat dapat ditolerir.
C. Hipotiroidisme dan Penyakit Neuropsikiatrik : Hipotiroidisme sering disertai
depresi, yang mungkin cukup parah. Lebih jarang lagi, pasien dapat mengalami kebingungan,
paranoid, atau bahkan maniak ("myxedema madness"). Skrining perawatan psikiatrik dengan
FT4 dan TSH adalah cara efisien untuk menemukan pasien-pasien ini, yang mana seringkali
memberikan respons terhadap terapi tunggal levotrioksin atau dikombinasi dengan obat-obat
psikofarmakologik. Efektivitas terapi pada pasien hipotiroid yang terganggu meningkatkan
hipotesis bahwa penambahan T3 atau T4 pada regimen psikoterapeutik untuk pasien depresi,
mungkin membantu pasien tanpa memperlihatkan penyakit tiroid. Penelitian lebih jauh harus
dilakukan untuk menegakkan konsep ini sebagai terapi standar.
PENTALAKSANAAN TERAPI
Diatasi dengan tirotoksin, dimulai dari 50 µg/hari dan meningkat sampai 125-150
µg/hari dengan dosis titrasi sesuai dengan respon klinis dan biokimia (TSH normal). Dosis
awal yang lebih rendah atau triiodotironin (T3) yang memiliki waktu paruh lebih pendek,
dapat digunakan pada pasien lanjut dan pasien dengan penyakit jantung iskemik karena dosis
yang lebih tinggi dapat memicu terjadinya angina atau infark mikard (Medicine at a Glance,
2003).
BAB III
KASUS
3.1 Deskripsi Kasus
Mrs. Smith, who is 35 years old, comes into your pharmacy with her 1 year old daughter and
gives you a prescription for levothyroxine 50-microgram tablets take one daily. This is the
first time she has taken the drug. She has gained a lot of weight since the birth of the daughter
and has not able to shift it even by sticking to a calorie, controlled diet, she feels cold all the
time, even on a hot day and hair is thinning. She has no energy at all, whereas before the birth
of her daughter she used to go to aerobics at least three times a week.
d.Ipratropium bromida
Indikasi : sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir.
Mekanisme kerja : antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf
kolinergik di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan
dengan efek bronchodilatasi.
Efek samping : mulut kering, mual, nyeri kepala dan pusing.
Dosis : Ipratropium bromida 20 µgr (2 - 4 semprot → 3 - 4 x/hari)
Nama dagang : Atrovent
3.4 Evaluasi Obat Terpilih
a.Aspirin
Dosis : Aspirin 50 – 325 mg
Nama dagang : Aspilet, Ascardia
Harga : Rp 336/tab
b.Simvastatin
Dosis : Simvastatin 10 mg/hari
Nama dagang : Zocor, Esvat
Harga : Rp 1300/tab
c.Ipratropium bromida
Dosis : Ipratropium bromida 20 µgr (2 - 4 semprot → 3 - 4 x/hari)
Nama dagang : Atrovent
Harga : botol 20 ml solution (aerosol) Rp 120.560
3.5 Monitoring dan Follow Up
a.Memonitoring LDL dengan cara memeriksa kadar LDL secara teratur
b.Memonitoring tekanan darah
c.Memonitoring faal paru supaya tidak tambah memperparak PPOK
3.6 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
a.Menginformasikan tentang penyakit yang dialami
b.Menginformasikan kepada pasien tengatng obat yang digunakan
c.Menginformasikan tentang aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh
pasien
d.Menjaga kebersihan dan menjauhi dari polutan supaya tidak memperparah PPOK
e.Mengedukasikan supaya pasien patuh dalam meminum obat
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke merupakan cedera vaskular akut pada otak dimana terjadi suatu cedera
mendadak dan berat pada pembuluh – pembuluh darah otak. Cedera dapat disebabkan
oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, atau pecahnya pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai.
Gejala stroke secara umum, antara lain :
oMuntah
JAWABAN PERTANYAAN
Pertanyaan
1.Ade Syafarullah
Perbedaan dari 6 aspek prognosis stroke (death, disease, disability, discomfort,
dissatisfaction, dan destitution)
2.Andri Arfaldi
Apa perbedaan terapi stroke separuh badan dan seluruh tubuh?
Apakah penyakit stroke termasuk penyakit turunan?
Bagaimana pola hidup yang dapat menyebabkan stroke?
1.Desy Rahmanisya
Apakah penyakit stroke dapat diatasi dengan akupuntur?
Apa kelebihan dan kekurangan dari akupuntur tersebut?
Jawaban
1.Ade Syafarullah
Prognosis adalah pemikiran yang kemungkinan akan terjadi dan akhir dari suatu
penyakit, atau sebuah pemikiran yang merupakan kemungkinan hasil akhir gangguan
atau penyakit, baik dengan atau tanpa pengobatan.
Maka maksud dari 6 prognosis stroke tersebut adalah kemungkinan akan terjadinya
kematian, timbulnya penyakit lain, kecatatan yang akan mengganggu kenyamanan pasien
sehingga akan mengganggu tingkat kepuasan pasien terhadap organ tubuhnya, dan
menyebabkan kemelaratan secara ekonomi karena harus membeli obat yang akan
dikonsumsi pasien.
2.Andri Arfaldi
Tingkat keparahan stroke akan bergantung pada penanganan pertama saat stroke
tersebut dating. Semakin lama pasien diberikan pertolongan pertama maka akan
memperparah stroke pasien. Maka untuk terapi yang digunakan juga sama saja.
Namun ada perbedaan terapi pada stroke serangan akut dan pemeliharaan
(pencegahan) seperti misalnya pada pasien yang terkena stroke serangan akut, maka
terapi utama yang diberikan adalah terapi trombolitik dengan jenis obat t-PA dan
terapi antiplatelet dengan jenis obat aspirin. Sedangkan untuk pemeliharaan diberikan
terapi antiplatelet (aspirin, klopidogrel, kombinasi aspirin dan klopidogrel), terapi
antikoagulan (warfarin, heparin), antilipidemia ( Statin), antihipertensi (Gol. AIIRA,
gol. ACE inhibitor, ACE inhibitor plus diuretic tiazid).
Ya, penyakit stroke merupakan penyakit keturunan. Apalagi ditambah dengan
sipasien tersebut yang juga memiliki penyakit turunan hipertensi. Maka juga akan
memperparah penyakit ini.
Pola hidup yang dapat menyebabkan stroke:
-Gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat
-Kebiasaan merokok
-Mengkonsumsi minuman bersoda dan beralkohol serta makanan cepat saji
-Kurangnya aktivitas gerak/olahraga
-Konsumsi makanan bergaram
-Over lipid (Obesitas)
-Kurang istirahat
1.Desy Rahmanisya
Ya, stroke dapat diatasi dengan metode akupuntur. Jika dilakukan dengan orang yang
ahli maka akupuntur dapat bekerja dengan cara memperbaiki dan melancarkan sirkulasi
darah dalam tubuh. Titik akupuntur akan membuka sirkulasi dalam tubuh dan membantu
organ-organ tubuh penting untuk berfungsi normal kembali. Sedangkan jika dilakukan
oleh orang yang tidak ahli akan membantu pengobatan stroke malah sebaliknya tehnik
akupuntur akan menyebabkan penyakit ini menjadi lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
Feigin, V. 2004. Stroke. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.
Harsono. 1996. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gajah Mada. 67.
DiPiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M. Posey. 2008.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Seventh Edition. McGraw-Hill
Companies. New York. p. 376 – 379.
Hassmann, K.A. 2010. Ischemic Stroke. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview [Diakses 16 September
2011].
Rumantir C.U. Gangguan Peredaran Darah Otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin.
Sukandar, E.Y.,R. Andrajati, J.I. Sigit, I.K.Adnyana, dan A.A.P.Setiadi. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta : ISFI Penerbitan.
Christopher G. 2007. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology.
3rd Edition. Philadelphia : Saunders.