Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang

Hormon tiroid sangat penting untuk metabolisme energi, nutrisi, dan ion organik,
termogenesis serta merangsang pertumbuhan dan perkembangan berbagai jaringan, Pada
periode kritis juga untuk perkembangan susunan syaraf pusat dan tulang.Hormon ini
mempengaruhi beberapa jaringan dan sel melalui berbagai pola aktivasi genomik dan sintesis
protein serta reseptor yang mempunyai arti penting untuk berbagai aktivitas.
Hormon tiroid berpotensiasi dengan katekolamin (efek yang menonjol adalah
hipertiroidisme), dan berefekpada pertumbuhan somatik dan tulang diperantai oleh stimulasi
sintesis dan kerja hormon pertumbuhan dan IGF. Disfungsi tiroid pada masa bayi dan anak
dapat berakibat kelainan metabolik yang ditemukan pada dewasa, berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan, karena maturasi jaringan dan organ atau Jaringan spesifik
yang merupakan pengatur perkembangan bergantung pada efek hormon tiroid, sehingga
konsekuensi klinik disfungsi tiroid bergantung pada usia mulai timbulnya pada masa bayi dan
anak. Apabila hipotiroidisme pada janin atau bayi baru lahir tidak diobati, menyebabkan
kelainan intelektual dan atau fungsi neurologik yang menetap, ini menunjukan betapa
pentingnya peran hormon tiroid dalam perkembangan otak saat masa tersebut. Setelah usia 3
tahun , sebagian besar perkembangan otak yang tergantung hormon tiroid sudah lengkap,
hipotiroidisme pada saat ini mengakibatkan pertumbuhan lambat dan keterlambatan maserasi
tulang, biasanya tidak menetap dan tidak berpengaruh pada perkembangan kognitif dan
neurologik, sehingga perlu dilakukan skrinning untuk deteksi dan terapi dini.
Buruknya pengaruh hipotirod pada tumbuh kembang anak membuat penulis merasa
perlu untuk mengetahui bagaimana cara mendeteksi kelainan ini secara dini dan bagaiman
terapi yang tepat sehingga dapat mencegah ataupun memperbaiki kualitas tumbuh kembang
anak selanjutnya.
1.2 Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain :
1.Mengetahui Definisi dari hipotiroid
2.Mengetahui Klasifikasi dari hipotiroid
3.Mengetahui epidemiologi dari hipotiroid
4.Mengetahui gejala dari hipotiroid
5.Mengetahui Etiologi dari hipotiroid
6.Mengetahui
7.Mengetahui Tata laksana terapi baik secara Farmakologi maupun non-Farmakologi
8.Mahasiswa dapat mengaplikasikan pemilihan obat rasional kepada penderita
hipotiroid
9.Mahasiswa mampu memonitor terhadap terapi yang diberikan kepada pasien
hipotiroid sehingga outcome terapi tercapai
10.Mahasiswa mampu memecahkan dan menyelesaikan kasus penyakit hipotiroid
yang akan di hadapi didunia kerja
11.Dapat menambah wawasan kepada pembaca atau khalayak umum tentang penyakit
hipotiroid
12.Dapat meningkatkan rasa kepedulian terhadap penderita hipotiroid sehingga
pasien mendapatkan pelayanan yang tepat
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJER TIROID

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang terletak di leher dan terdiri atas sepasang
lobus di sisi kiri dan kanan. Terletak di leher dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin
trakea 2 dan 3. Kelenjar ini tersusun dari zat hasil sekresi bernama koloid yang tersimpan
dalam folikel tertutup yang dibatasi oleh sel epitel kuboid. Koloid ini tersusun atas
tiroglobulin yang akan dipecah menjadi hormon tiroid (T3 dan T4) oleh enzim endopeptidase.
Kemudian hormon ini akan disekresikan ke sirkulasi darah untuk kemudian dapat berefek
pada organ target.
Kelenjar tiroid berperanan mempertahankan derajat metabolisme dalam jaringan pada
titik optimal. Hormon tiroid merangsang penggunaan O2 pada kebanyakan sel tubuh,
membantu mengatur metabolisme lemak dan hidrat arang, dan sangat diperlukan untuk
pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar tiroid, orang tidak akan
tahan dingin, akan timbul kelambanan mental dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi
mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan
tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang berlebihan.

Proses pembentukan hormon tiroid adalah:

(1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini dapat
memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah;
(2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar yang
nantinya akan mensekresi hormon tiroid;
(3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh enzim
peroksidase dan hidrogen peroksidase.
(4) Proses iodinasi asam amino tirosin.Pada proses ini iodium (I) akan menggantikan
hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium
terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar daripada hidrogen. Proses ini
dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat.
(5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika
teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi
diiodotirosin)
(6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika
monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi triiodotironin.
Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin atau yang lebih sering
disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah
harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga
sering disebut protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan
hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini.
Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton.
1997)

Efek Hormon Tiroid


a.Efek hormon tiroid dalam meningkatkan sintesis protein adalah :
(1) Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria;
(2) Meningkatkan kecepatan pembentukan ATP.
b.Efek tiroid dalam transpor aktif :
meningkatkan aktifitas enzim NaK-ATPase yang akan menaikkan kecepatan transpor
aktif dan tiroid dapat mempermudah ion kalium masuk membran sel.
c.Efek pada metabolisme karbohidrat :
menaikkan aktivitas seluruh enzim
d.Efek pada metabolisme lemak:
mempercepat proses oksidasi dari asam lemak.
Pada plasma dan lemak hati hormon tiroid menurunkan kolesterol, fosfolipid, dan
trigliserid dan menaikkan asam lemak bebas.
e.Efek tiroid pada metabolisme vitamin:
menaikkan kebutuhan tubuh akan vitamin karena vitamin bekerja sebagai koenzim
dari metabolisme.Oleh karena metabolisme sebagian besar sel meningkat akibat efek
dari tiroid, maka laju metabolisme basal akan meningkat. Dan peningkatan laju basal
setinggi 60 sampai 100 persen diatas normal.
f.Efek Pada berat badan.
Bila hormone tiroid meningkat, maka hampir selalu menurunkan berat badan, dan bila
produksinya sangat berkurang, maka hampir selalu menaikkan berat badan. Efek ini
terjadi karena hormone tiroid meningkatkan nafu makan.
g.Efek terhadap Cardiovascular.
Aliran darah, Curah jantung, Frekuensi deny jantung, dan Volume darah meningkat
karena meningkatnya metabolism dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen
dan memperbanyak produk akhir yang dilepas dari jaringan. Efek ini menyebabkan
vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah.
h.Efek pada Respirasi.
Meningkatnya kecepatan metabolism akan meningkatkan pemakaian oksigen dan
pembentukan karbondioksida.
i.Efek pada saluran cerna.
Meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan. Tiroid dapat meningkatkan
kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna.

Kelainan fungsi tiroid Seperti halnya penyakit-penyakit endokrin secara umum


kelenjar tiroid pun bisa mengalami suatu kelainan fungsional seperti :
1. Pembentukan hormon tiroid yang berlebihan (hipertiroidisme).
2. Defisiensi hormon tiroid (hipotiroidisme).

2.2 PENYAKIT HIPOTIROID

A. Definisi Hipotiroid

Hipotiroidisme artinya kekurangan hormon tiroid, yaitu hormon yang dikeluarkan


oleh kelenjar tiroid atau kelenjar gondok. Hipotiroidisme (miksedema) adalah sindroma
klinik yang terjadi akibat kadar T3 dan T4 dalam sirkulasi tidak adekuat. Laju metabolisme
akan menurunkan dan mukopolisakarida tertimbun dalam jaringan ikat dermis sehingga
tampak gambaran wajah miksedema yang khas. Apabila hipotiroidisme terjadi pada anak bayi
yang baru lahir, akan menimbulkan kegagalan pertumbuhan fisik dam mental, yang sering
bersifat ireversibel; keaddan ini disebut kretinisme. Kretinisme dapat timbul endemik pada
suatu daerah geografik yang dietnya kekurangan yodium yang berguna untuk sintesis hormon
tiroid. Kasus sporadis dapat timbul akibat kelainan kongenital berupa tidak terdapatnya
jaringan tiroid, atau defek enzim yang menghambat sintesis hormon .
Hipotiroidisme adalah kumpulan sindroma yang disebabkan oleh konsentrasi hormon
tiroid yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh secara umum.
Kejadian hipotiroidisme sangat bervariasi , dipengaruhi oleh faktor geografik dan lingkungan
seperti asupan iodium dan goitrogen, predisposisi genetik dan usia.
Menurut American Thyroid Association dan American Association of Clinical
Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi berupapeningkatan kadar
hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid melebihi normal (Bahn et
al, 2011).
Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau tingginya kadar
hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di aliran darah. Peningkatan kadar
hormon tiroid menyebabkan paparan berlebihan pada jaringan-jaringan tubuh yang
menyebabkan munculnya berbagai manifestasi klinik yang terkait dengan fungsi hormon
tiroid dalam berbagai proses metabolisme tubuh (Bartalena, 2011).

B. Epidemiologi

Perbandingan pria dengan wanita adalah 6 : 1 pada hipotiroidisme primer.


Pravelenakaninya 1-15% dan insidensinya 2/1000. Paling sering ditemukan pada usia
enimbulkan kegagalan mengahan ke atas dan sering berhubungan dengan riwayat penyakit
autoimun pada keluarga (Medicine at a Glance, 2003).
Hipotiroidisme kongenital menimpa sekitar 1 per 4000 bayi baru lahir. Karena
konsekuensi dari kondisi ini mudah dapat dicegah oleh pemberian oral T4, skrinning neonatal
untuk hipotiroidisme kongenital secara rutin dilakukan banyak di belahan dunia.
Sejak pembentukan program berskala nasional skrining neonates untuk
hipotiroidisme kongenital, berjuta neonatus telah diskrening. Pervalensi hipotiroidisme
kongenital telah ditemukan adlah 1 dalam 4000 bayi diseluruh dunia, lebih rendah pada
Negro Amerika Serikat (1 dalam 20.000) dan lebih tinggi pada keturunan Spanyol (hispatik)
dan Amerika Asli (1 dalam 2000).

Klasifikasi hipotiroid

Hipotiroid dapat diklasifikasikan berdasar waktu kejadian (kongenital atau akuisital),


disfungsi organ yang terjadi (primer atau sekunder/ sentral), jangka waktu (transien atau
permanen) atau gejala yang terjadi (bergejala/ klinis atau tanpa gejala/ subklinis). Hipotiroid
kongenital biasa dijumpai di daerah dengan defisiensi asupan yodium endemis. Pada daerah
dengan asupan yodium yang mencukupi, hipotiroid kongenital terjadi pada 1 dari 4000
kelahiran hidup, dan lebih banyak dijumpai pada bayi perempuan (Roberts & Ladenson,
2004).
Pada anak-anak ini hipotiroid kongenital disebabkan oleh agenesis atau disgenesis
kelenjar tiroid atau gangguan sintesis hormon tiroid. Disgenesis kelenjar tiroid berhubungan
dengan mutasi pada gen PAX8 dan thyroid transcription factor 1 dan 2 (Gillam & Kopp,
2001).
Hipotiroid akuisital disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang paling sering
dijumpai adalah tiroiditis autoimun yang sering disebut tiroiditas Hashimoto. Peran auto imun
pada penyakit ini didukung adanya gambaran infiltrasi limfosit pada kelenjar tiroid dan
adanya antibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Operasi atau radiasi (mis: radioterapi eksternal
pada penderita head and neck cancer, terapi yodium radioaktif pada tirotoksikosis, paparan
yodium radioaktif yang tidak disengaja, infiltrasi besi di kelanjar tiroid pada hemokromatosis.
Beberapa bahan kimia maupun obat (misal: amiodarone, lithium, interferon) juga dapat
menyebabkan hipotiroid dengan cara mempengaruhi produksi hormon tiroid atau
mempengaruhi autoimunitas kelenjar tiroid (Roberts & Ladenson, 2004).
Berdasarkan disfungsi organ yang terkena, hipotiroid dibagi dua yaitu hipotiroid primer dan
hipotiroid sentral.. Hipotiroid primer berhubungan dengan defek pada kelenjar tiroid itu
sendiri yang berakibat penurunan sintesis dan sekresi hormon tiroid, sedangkanhipotiroid
sentral berhubungan dengan penyakit penyakit yang mempengaruhi produksi hormon
thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh hipothalamus atau produksi tirotropin(TSH) oleh
hipofisis (Roberts & Ladenson, 2004).
Hipotiroid berdasarkan kadar TSH dibagi beberapa kelompok yaitu:
1. TSH < 5,5 µIU/L  normal
2. 5,5 µIU/L ≤ TSH < 7 µIU/L Hipotiroid ringan
3. 7 µIU/L ≤ TSH < 15 µIU/L  Hipotiroid sedang
4. TSH ≥ 15 µIU/L  Hipotiroid berat b
D. Etiologi
Kegagalan tiroid dapat disebabkan oleh penyakit pada kelenjer tiroid (hipotiroidisme
primer), kelenjer hipofisis (hipotiroidisme sekunder), atau hipotalamus (hipotiroidisme
tersier). Hipotiroidisme primer sering terjadi dan di Eropa/Amerika biasanya merupakan
akibat dari penyakit autoimun terapi radio-iodin untuk hipotiroidisme sebelumnya (50%
menjadi hipotiroid dalam 10 tahun). Diseluruh dunia penyebab paling sering adalah difisiendi
iodin. Walaupun hipotiroid dapat bersifat kongiental, penyabab-penyebab penting pada orang
dewasa adalah (Medicine at a Glance, 2003) :
1.Autoimun : ada 2 bentuk tiroiditis autoimun yang mudah dapat dibedakan melalui adanya
stauma (atrofik) pada keduanya dapat ditemukan auto antibodi. Anggota keluarga yang
mungkin addison, anemia pernisiosa, atau diabetes. Terkadang tiroiditis hashimoto
menimbulkan nyeri pada fase akut dan lebih jarang lagi, menyebabkan hipotiroidisme
sementara.
2.pascaterapi tirotoksikosis : radio-iodin, operasi, obat-obatan antitiroid.
3.Difisiensi iodin : strauma endemik (misalnya leher Derby-shire) adalah penyebab paling
hipotiroidisme paling umum diseluruh dunia.
4.Kelebihan iodin : kelebihan yang kronis (misalnya ekspektoran atau amiodaron) dapat
menyebabkan hipotiroidisme.

Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu penyakit
tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk menghasilkan hormon yang
berlebihan. Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH
dan TRF karena umpan balik negatif hormon tiroid terhadap pelepasan keduanya.
Hipertiroidisme akibat malfungsi hipofisis memberikan gambaran kadar hormon tiroid dan
TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan balik negatif dari hormon tiroid dan TSH.
Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan hormon tiroid yang
finggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.

E. PATOFISIOLOGI

Untuk memproduksi dan mensekresi hormon tiroid memerlukan iodine.


1.) Produksi hormon tyroid tergantung sekresi TSH dan ingesti iodine
yang adekuat.
2.)Hipotalamus mengatur sekresi TSH melalui sistem negatif feedback.
3.)Bila kekurangan iodine atau produksi hormon tyroid terhambat dapat
mengakibatkan pembesaran kelenjar tyroid sebagai dampak dari sekresi TSH yang berlebihan
sebagai kompensasi untuk meningkatkan sekresi hormon tyroid.
4.) Penurunan hormon tyroid dapat menyebabkan :
Basal metabolisme rate menurun, motilitas saluran cerna menurun,
Bradikardia, produksi panas menurun, fungsi neurologi menurun.
Metabolisme lemak menurun  serum kolesterol & trigliserid meningkat 
aterosklerosis dan penyakit jantung koroner  Penurunan sel darah merah

Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada


kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari
ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke
dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan
dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa
kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar


batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar.
Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat
hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas
normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita
hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang
mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya
tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami
gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah
satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler.

Hipertiroid direkomendasikan oleh beberapa tanda-tanda dan gejala-gejala;


bagaimanapun, pasien-pasien dengan penyakit yang ringan biasanya tidak mengalami gejala-
gejala. Pada pasien-pasien yang lebih tua dari 70 tahun, tandatanda dan gejala-gejala yang
khas mungkin juga tidak hadir. Pada umumnya, gejala-gejala menjadi lebih jelas ketika
derajat hipertiroid meningkat. Gejalagejala biasanya berkaitan dengan suatu peningkatan
kecepatan metabolisme tubuh.
GEJALA KLINIK

Akibat menurunyya metabolisme tubuh, penderita mengalami :


1. Mudah lelah
2. Vertigo
3. Tidak tahan dingin
4. Jarang berkeringat
5. Parestesi
6. Nyeri otot dan sendi
7. Ataksia dan diskinesis
8. Pendengaran menurun
9. Kulit dingin, keringat dan pucat
10.Rambut kering
11. Suara bernada rendah
12. Tekanan darah meningkat dengan nadi mengecil
13. Megakolon
14. Diare
17. Asites
18. Depresi mental
19. Gangguan menstruasi atau menurun nya libido pada pria

MANIFESTASI KLINIS

–Dini : kelemahan, fatigue, atralgia, mialgia, sakit kepala, depresi, intoleransi dingin, berta
badanbertambah, konstipasi, menoragi, kulit kering, rambut kasar yang rapuh, kuku rapuh,
carpal tunnel syndrom, hiporefleksi (delayed DTRs, refleks * hung up*), hipertensi diastolik.

–Lambat : bicara lambat, parau, hilangnya 1/3 luar alis mata, miksedema(edema non-pitting),
edema periorbital, brakikardia, efusi pada pleura, perikardium, atau ruang peritoneal.

–Koma miksedema : hipotermi, hipotensi, hipoventilasi.


DIAGNOSIS

Diagnosis Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan tanda
klinis yang dialami pasien, tetapi juga berdasarkan hasil laboratorium dan radiodiagnostik.

Diagnosis hipotiroidisme. Tiroksin bebas (FT4) maupun indeks tiroksin bebas


(FT4I) dapat bersama TSH untuk penilaian.

a. TSH Thyroid stimulating hormone (TSH)


merupakan hormon yang diproduksi oleh hipofisis untuk menstimulasi pembentukan
dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Pada kondisi normal terdapat negative
feedback pada pengaturan sekresi TSH dan hormon tiroid di sistem pituitarythyroid axis.
Apabila kadar hormon tiroid di aliran darah melebihi normal, maka hipofisis akan
mengurangi sekresi TSH yang pada akhirnya akan mengembalikan kadar hormon tiroid
kembali normal. Sebaliknya apabila kadar hormon tiroid rendah maka hipofisis akan
mensekresi TSH untuk memacu produksi hormon tiroid.
b. T4 dan T3 Pemeriksaan serum tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) direkomendasikan
sebagai pemeriksaan standar untuk diagnosis hipertiroidisme. Pemeriksaan utamanya
dilakukan pada bentuk bebas dari hormon tiroid karena yang menimbulkan efek biologis pada
sistem tubuh adalah bentuk tak terikatnya. Pada awal terapi baik dengan obat anti tiroid,
iodine radioaktif dan tiroidektomi pemeriksaan kadar hormon tiroid perlu dilakukan untuk
mengetahui kondisi sebelum terapi. Satu bulan setelah terapi perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap free T4, total T3 dan TSH untuk mengetahui efektivitas terapi yang diberikan dan
pemeriksaan dilakukan setiap satu bulan hingga pasien euthyroid (Bahn et al, 2011).
Selain itu dari rasio total T3 dan T4 dapat digunakan untuk mengetahui etiologi
hipertiroidisme yang diderita pasien. Pada pasien hipertiroidisme akibat Graves’ Disease dan
toxic nodular goiter rasio total T3 dan T4> 20 karena lebih banyak T3 yang disintesis pada
kelenjar tiroid hiperaktif dibandingkan T4 sehingga rasio T3 lebih besar. Sedangkan pada
pasien painless thyroiditis dan post-partum thyroiditis rasio total T3 dan T4< 20.
c. Thyroid Receptor Antibodies (TRAb)
Dalam menegakkan diagnosis hipertiroidisme akibat autoimun atau Graves’ disease
perlu dilakukan pemeriksaan titer antibodi. Tipe TRAb yang biasanya diukur dalam
penegakan diagnosis Graves’ disease adalah antithyroid peroxidase antibody (anti-TPOAb),
thyroid stimulating antibody (TSAb), dan antithyroglobuline antibody (anti-TgAb).
Ditemukannya TPOAb, TSAb dan TgAb mengindikasikan hipertiroidisme pasien
disebabkan karena Graves’ disease. TPOAb ditemukan pada 70–80% pasien, TgAb pada 30–
50% pasien dan TSAb pada 70–95% pasien (Joshi, 2011). Pemeriksaan antibodi dapat
digunakan untuk memprediksi hipertiroidisme pada orang dengan faktor risiko misal
memiliki keluarga yang terkena gangguan tiroid dan tiroiditis post partum.Pada wanita hamil
yang positif ditemukan TPOAb dan TgAb pada trimester pertama memiliki kemungkinan 30
– 50% menderita tiroiditis post partum (Stagnaro-Green et al, 2011).
d. Radioactive Iodine Uptake Iodine radioaktif
merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui berapa banyak iodine yang
digunakan dan diambil melalui transporter Na+ /Idi kelenjar tiroid. Pada metode ini pasien
diminta menelan 16 kapsul atau cairan yang berisi iodine radioaktif dan hasilnya diukur
setelah periode tertentu, biasanya 6 atau 24 jam kemudian.
Pada kondisi hipertiroidisme primer seperti Graves’ disease, toxic adenoma dan toxic
multinodular goiter akan terjadi peningkatan uptake iodine radioaktif. Pemeriksaan ini
dikontraindikasikan bagi pasien wanita yang hamil atau menyusui (Beastall et al, 2006).
e. Scintiscanning Scintiscanning
merupakan metode pemeriksaan fungsi tiroid dengan menggunakan unsur radioaktif.
Unsur radioaktif yang digunakan dalam tiroid scintiscanning adalah radioiodine (I131) dan
technetium (99mTcO4 - ). Kelebihan penggunaan technetium radioaktif daripada iodine
diantaranya harganya yang lebih murah dan pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat. Namun
kekurangannya risiko terjadinya false-positive lebih tinggi, dan kualitas gambar kurang baik
dibandingkan dengan penggunaan radioiodine (Gharib et al, 2011).
f. Ultrasound Scanning Ultrasonography (US)
merupakan metode yang menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi
untuk mendapatkan gambaran bentuk dan ukuran kelenjar tiroid. Kelebihan metode ini adalah
mudah untuk dilakukan, noninvasive serta akurat dalam menentukan karakteristik nodul toxic
adenoma dan toxic multinodular goiter serta dapat menentukan ukuran nodul secara akurat
(Beastall et al, 2006).
Pemeriksaan US bukan merupakan pemeriksaan utama pada kasus hipertiroidisme.
Indikasi perlunya dilakukan pemeriksaan US diantaranya pada pasien dengan nodul tiroid
yang teraba, pasien dengan multinodular goiter, dan pasien dengan faktor risiko kanker tiroid
(Gharib et al, 2010).
Karena pemeriksaan dengan ultrasonography dan FNAC lebih efektif dan akurat,
scintiscanning tidak lagi menjadi pemeriksaan utama dalam hipertiroidisme.
Menurut Gharib et al (2010), indikasi perlunya dilakukan scintiscanning di antaranya
pada pasien dengan nodul tiroid tunggal dengan kadar TSH rendah dan pasien dengan
multinodular goiter. Selain itu dengan scintiscanning dapat diketahui etiologi nodul tiroid
pada pasien, apakah tergolong hot (hiperfungsi) atau cold (fungsinya rendah).
g. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC) FNAC
merupakan prosedur pengambilan sampel sel kelenjar tiroid (biopsi) dengan
menggunakan jarum yang sangat tipis. Keuntungan dari metode ini adalah praktis, tidak
diperlukan persiapan khusus, dan tidak mengganggu aktivitas pasien setelahnya. Pada kondisi
hipertiroidisme dengan nodul akibat toxic adenoma atau multinodular goiter FNAC
merupakan salah satu pemeriksaan utama yang harus dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis Hasil dari biopsi dengan FNAC ini selanjutkan akan dianalisis di
laboratorium. Hasil dari biopsi pasien dapat berupa tidak terdiagnosis (jumlah sel tidak
mencukupi untuk dilakukan analisis), benign (non kanker), suspicious (nodul dicurigai
kanker), dan malignant (kanker) (Bahn et al, 2011; Beastall et al, 2006).
18 Menurut Ghorib et al (2011) pada pasien dengan nodul berukuran kecil yang tidak
tampak atau tidak teraba, maka FNAC perlu dilakukan dengan bantuan ultrasonography.
Selain itu penggunaan bantuan ultrasonography juga disarankan pada kondisi pasien dengan
multinodular goiter dan obesitas.

Komplikasi-komplikasi Pada Hipotiroidisme

A. Koma miksedema
Koma miksedema adalah stadium akhir dari hipotiroidisme yang tidak diobati.
Ditandai oleh kelemahan progresif, stupor, hipotermia, hipoventilasi, hipoglisemia,
hiponatremia, intoksikasi air, syok dan meninggal. Walaupun jarang, ini dapat terjadi lebih
sering dalam masa mendatang, dihubungkan dengan peningkatan penggunaan radioiodin
untuk terapi penyakit Graves, dengan akibat hipotiroidisme permanen. Karena ini paling
sering pada pasien-pasien tua dengan adanya dasar penyakit paru dan pembuluh darah,
mortalitasnya sangat tinggi.Pasien (atau seorang anggota keluarga bila pasien koma) mungkin
ingat akan penyakit tiroid terdahulu, terapi radioiodin, atau tiroidektomi: Anamnesis
menunjukkan awitan bertahap dari letargi terus berlanjut menjadi stupor atau koma.
Pemeriksaan menunjukkan bradikardi dari hipotermia berat dengan suhu tubuh
mencapai 24° C (75° F). Pasien biasanya wanita tua gemuk dengan kulit kekuning-kuningan,
suara parau, lidah besar, rambut tipis, mata membengkak, ileus dan refleks-refleks melambat.
Mungkin ada tanda-tanda penyakit-penyakit lain seperti pneumonia infark miokard,
trombosis serebral atau perdarahan gastrointestinal. Petunjuk laboratorium dari diagnosis
koma miksedema, termasuk serum "lactescent", karotin serum yang tinggi, kolesterol serum
yang meningkat, dan protein cairan serebrospinalis yang meningkat. Efusi pleural, perikardial
atau abdominal dengan kandungan protein tinggi bisa juga didapatkan. Tes serum akan
menunjukkan FT4 yang rendah dan biasanya TSH yang sangat meningkat. Asupan iodin
radioaktif tiroid adalah rendah dan antibodi antitiroid biasanya positif kuat, menunjukkan
dasar tiroiditis EKG menunjukkan sinus bradikardi dan tegangan rendah. Seringkali bila
pemeriksaan laboratorium tidak tersedia, diagnosis harus dibuat secara klinis.
Patofisiologi koma miksedema menyangkut 3 aspek utama : (1) retensi CO2 dan
hipoksia; (2) ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; dan (3) hipotermia. Retensi CO2 telah
lama dikenal sebagai bagian internal dari koma miksedema dan dianggap diakibatkan oleh
faktor-faktor seperti : obesitas, kegagalan jantung, ileus, imobilisasi, pneumonia, efusi pleural
atau peritoneal, depresi sistem saraf pusat dan otot-otot dada yang lemah cukup turut
berperan. Kegagalan pasien miksedema berespons terhadap hipoksia atau hiperkapnia
mungkin akibat hipotermia.
B. Miksedema dan Penyakit Jantung : Dahulu, terapi pasien dengan miksedema dan
penyakit jantung, khususnya penyakit arteri koronaria, sangat sukar karena penggantian
levotiroksin seringkali dihubungkan dengan eksaserbasi angina, gagal jantung, infark
miokard. Namun karena sudah ada angioplasty koronaria dan bypass arteri koronaria, pasien
dengan miksedema dan penyakit arteri koronaria dapat diterapi secara operatif dan terapi
penggantian tiroksin yang lebih cepat dapat ditolerir.
C. Hipotiroidisme dan Penyakit Neuropsikiatrik : Hipotiroidisme sering disertai
depresi, yang mungkin cukup parah. Lebih jarang lagi, pasien dapat mengalami kebingungan,
paranoid, atau bahkan maniak ("myxedema madness"). Skrining perawatan psikiatrik dengan
FT4 dan TSH adalah cara efisien untuk menemukan pasien-pasien ini, yang mana seringkali
memberikan respons terhadap terapi tunggal levotrioksin atau dikombinasi dengan obat-obat
psikofarmakologik. Efektivitas terapi pada pasien hipotiroid yang terganggu meningkatkan
hipotesis bahwa penambahan T3 atau T4 pada regimen psikoterapeutik untuk pasien depresi,
mungkin membantu pasien tanpa memperlihatkan penyakit tiroid. Penelitian lebih jauh harus
dilakukan untuk menegakkan konsep ini sebagai terapi standar.

PENTALAKSANAAN TERAPI
Diatasi dengan tirotoksin, dimulai dari 50 µg/hari dan meningkat sampai 125-150
µg/hari dengan dosis titrasi sesuai dengan respon klinis dan biokimia (TSH normal). Dosis
awal yang lebih rendah atau triiodotironin (T3) yang memiliki waktu paruh lebih pendek,
dapat digunakan pada pasien lanjut dan pasien dengan penyakit jantung iskemik karena dosis
yang lebih tinggi dapat memicu terjadinya angina atau infark mikard (Medicine at a Glance,
2003).

BAB III
KASUS
3.1 Deskripsi Kasus
Mrs. Smith, who is 35 years old, comes into your pharmacy with her 1 year old daughter and
gives you a prescription for levothyroxine 50-microgram tablets take one daily. This is the
first time she has taken the drug. She has gained a lot of weight since the birth of the daughter
and has not able to shift it even by sticking to a calorie, controlled diet, she feels cold all the
time, even on a hot day and hair is thinning. She has no energy at all, whereas before the birth
of her daughter she used to go to aerobics at least three times a week.

3.2 Analisa Kasus


Penyelesaian kasus di atas dengan metode SOAP
a. Subjektif
a.Nama pasien: Ny.Smith
b.Jenis kelamin : perempuan
c.Usia : 35 tahun
d.Keluhan : Berat badan meningkat sejak melahirkan dan belum mampu berjalan.
Namun dia tetap menjaga kalori, diet terkontrol. Dia merasa dingin sepanjang waktu, bahkan
di hari yang panas serta rambut menipis. Dia tidak memiliki energi, sedangkan sebelum
kelahiran putrinya dia sering pergi aerobik setidaknya tiga kali seminggu.Objektif : -
Assesment
Berdasarkan gejala yang dialami pasien, pasien di diagnosa menderita hipotiroid ringan
sehingga perlu diberikan terapi
e.Planning
Berdasarkan gejala yang ditimbulkan maka diberikan levotiroksin 50 mikrogram sehari satu
tablet pada saat perut kosong bertujuan untuk menghilangkan gejala klinis serta mencapai
atau mempertahankan kadar TSH pada paruh bawah rentang kadar TSH normal atau sekitar
0,4-2,5 mU/L. Dosis harus disesuaikan setiap 4-8 minggu sampai pasien menjadi eutiroid.
b.Dilakukan pemeriksaan penunjang lain untuk melihat pengaruh hipotiroidisme pada
beberapa organ meliputi pemeriksaan laboratorium rutin, radiologi dan
elektrokardiografi serta dilakukan pemeriksaan kadar T3 dan TSH serum untuk
menentukan kategori hipotiroid.
c.Penyelesaian kasus di atas dengan metode SOAP
d.Subjektif
a.Nama pasien: Ny.Smith
b.Jenis kelamin : perempuan
c.Usia : 35 tahun
d.Keluhan : Berat badan meningkat sejak melahirkan dan belum mampu berjalan.
Namun dia tetap menjaga kalori, diet terkontrol. Dia merasa dingin sepanjang waktu, bahkan
di hari yang panas serta rambut menipis. Dia tidak memiliki energi, sedangkan sebelum
kelahiran putrinya dia sering pergi aerobik setidaknya tiga kali seminggu.
e.Objektif : -
f.Assesment
g.Berdasarkan gejala yang dialami pasien, pasien di diagnosa menderita hipotiroid ringan
sehingga perlu diberikan terapi
h.Planning
i.Berdasarkan gejala yang ditimbulkan maka diberikan levotiroksin 50 mikrogram
sehari satu tablet pada saat perut kosong bertujuan untuk menghilangkan gejala klinis
serta mencapai atau mempertahankan kadar TSH pada paruh bawah rentang kadar
TSH normal atau sekitar 0,4-2,5 mU/L. Dosis harus disesuaikan setiap 4-8 minggu
sampai pasien menjadi eutiroid.
j.Dilakukan pemeriksaan penunjang lain untuk melihat pengaruh hipotiroidisme pada
beberapa organ meliputi pemeriksaan laboratorium rutin, radiologi dan
elektrokardiografi serta dilakukan pemeriksaan kadar T3 dan TSH serum untuk
menentukan kategori hipotiroid.

Terapi serangan akut :


t-PA 0.9 mg/kg intravena (maksimum 90 kg) selama 1 jam pada pasien-pasien
tertentu dalam onset 3 jam.
Untuk Tn. Jk = 0.9 mg/kg x 85 kg = 76.5 mg
Aspirin 160 – 325 mg setiap hari dimulai dalam onset 48 jam
Terapi pemeliharan :
Anti platelet
Aspirin 50 – 325 mg (Nama dagang : Aspilet, Ascardia)
Clopidogrel 75 mg setiap hari (Nama dagang : Plavix, Plavos)
Kolesterol tinggi
Simvastatin 40 mg/hari (Nama dagang : Zocor, Esvat)
1.PPOK
Dapat diteruskan obat yang telah digunakan dan dinminum leh teratur lagi.
Golongan antikolinergik
oDigunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ). Contoh : Ipratropium bromida
20 µgr (2 - 4 semprot → 3 - 4 x/hari) (Nama dagang : Atrovent)
3.3 Pemilihan Obat Rasional
a.Aspirin
Indikasi : antiplatelet
Mekanisme kerja : menghambat agregasi trombosit berdasarkan inhibisi pembentukan
tromboxan-A2 dari asam aracidonant yang dibebeskan dari fosfolipida oleh enzim
fasfolipase.
Efek samping : sesak nafas, mual, muntah, gangguan hati, pendarahan
Dosis : Aspirin 50 – 325 mg
Nama dagang : Aspilet, Ascardia
b.Clopidogrel
Indikasi : mengurangi terjadinya asteroklerosis (infrak miokard, stroke iskemik dan
kematian vaskular) pasa pasien dengan asteroklerosis terdekumentasi oleh stroke yang
baru terjadi, infrak miokard atau penyakit arteri perifer yang telah pasti
Mekanisme kerja : mengikat reseptor trombosit dan menghambat pengumpalan darah,
yang diinduksi oleh adenosindifosfat (ADP)
Efek samping : pendarahan, sakit perut, mual, muntah.
Dosis : Clopidogrel 75 mg setiap hari
Nama dagang : Plavix, Plavos
c.Simvastatin
Indikasi : meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar LDL
Mekanisme kerja : mengurangi jumlah trigliserida dan meningkatkan kadar HDL
Efek samping : rambut rontok, kerusakan hati, mual, muntah.
Dosis : Simvastatin 40 mg/hari
Nama dagang : Zocor, Esvat

d.Ipratropium bromida
Indikasi : sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir.
Mekanisme kerja : antikolinergik memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf
kolinergik di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan
dengan efek bronchodilatasi.
Efek samping : mulut kering, mual, nyeri kepala dan pusing.
Dosis : Ipratropium bromida 20 µgr (2 - 4 semprot → 3 - 4 x/hari)
Nama dagang : Atrovent
3.4 Evaluasi Obat Terpilih
a.Aspirin
Dosis : Aspirin 50 – 325 mg
Nama dagang : Aspilet, Ascardia
Harga : Rp 336/tab
b.Simvastatin
Dosis : Simvastatin 10 mg/hari
Nama dagang : Zocor, Esvat
Harga : Rp 1300/tab
c.Ipratropium bromida
Dosis : Ipratropium bromida 20 µgr (2 - 4 semprot → 3 - 4 x/hari)
Nama dagang : Atrovent
Harga : botol 20 ml solution (aerosol) Rp 120.560
3.5 Monitoring dan Follow Up
a.Memonitoring LDL dengan cara memeriksa kadar LDL secara teratur
b.Memonitoring tekanan darah
c.Memonitoring faal paru supaya tidak tambah memperparak PPOK
3.6 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
a.Menginformasikan tentang penyakit yang dialami
b.Menginformasikan kepada pasien tengatng obat yang digunakan
c.Menginformasikan tentang aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh
pasien
d.Menjaga kebersihan dan menjauhi dari polutan supaya tidak memperparah PPOK
e.Mengedukasikan supaya pasien patuh dalam meminum obat
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke merupakan cedera vaskular akut pada otak dimana terjadi suatu cedera
mendadak dan berat pada pembuluh – pembuluh darah otak. Cedera dapat disebabkan
oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, atau pecahnya pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai.
Gejala stroke secara umum, antara lain :
oMuntah

oPenurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma)


oGangguan berbicara (afasia) atau bicara pelo (disastria)
oWajah tidak simetris atau mencong
oKelumpuhan wajah / anggota badan sebelah (hemiperase) yang timbul secara mendadak.
oGangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
oGangguan penglihatan, penglihatan ganda (diplopia)
Vertigo, mual, muntah, dan nyeri kepala
Secara etiologi stroke dibagi dua :
Stroke hemoragik : Disebabkan oleh kenaikan tekanan darah yang akut atau
penyakit lain yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah
Stroke iskemik (non hemoragik) : Disebabkan oleh penyumbatan pembuluh
darah akibat adanya emboli, ateroskelosis, atau oklusi trombotik pada
pembuluh darah otak
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik. 1/3-
nya lagi adalah fatal, dan 1/3-nya mengalami kecacatan jangka panjang. Jika pasien
mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya
mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan
Prognosis pasien degan stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada
ukuran hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar, hematoma yang massive
biasanya bersifat lethal. Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi
tergantung keparahan gangguan neurologis jika kontrol motorik dan sensasi nyeri
terganggu prognosis jelek.
Patofisiologi stroke iskemik.
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks
iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus
yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri
tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding
pembuluh darah oleh emboli.
Patofisiologi stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau
ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat
dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema,
spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran
darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
Obat-obat yang digunakan pada terapi serangan akut :
Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase
Terapi antiplatelet : Aspirin
Terapi pemeliharaan (pencegahan) stroke :
oGolongan antiplatelet : Aspirin, Clopidogrel, Aspirin Plus Clopidogrel
oGolongan antikoagulan : Warfarin, Heparin untuk Profilaksis dari Deep-Vein
Thrombosis (DVT)
oAntilipemika : Statin
oAntihipertensi : Penghambat Reseptor Angiotensin II, ACE inhibitor plus
diuretik tiazid
Terapi non farmakologi :
oTerapi rehabilitasi misal : fisioterapi, terapi wicara dan bahasa, dll.
oKraniektomi adalah salah satu cara pembedahan untuk pengambilan
penggumpalan darah pada kasus-kasus edema serebral iskemik, sehingga aliran
darah kembali lancar.
oEndarterektomi adalah prosedur pembedahan yang menghilangkan plak dari
lapisan arteri sehingga aliran darah ke otak tidak terhambat.
oDiet atau mengurangi konsumsi garam garam dan makan yang berlemak
oMenghindari alkohol dan rokok
oOlahraga teratur (olahraga ringan)
oIstirahat yang cukup
oMengkonsumsi makanan yang bergizi dan sehat

JAWABAN PERTANYAAN
Pertanyaan
1.Ade Syafarullah
Perbedaan dari 6 aspek prognosis stroke (death, disease, disability, discomfort,
dissatisfaction, dan destitution)
2.Andri Arfaldi
Apa perbedaan terapi stroke separuh badan dan seluruh tubuh?
Apakah penyakit stroke termasuk penyakit turunan?
Bagaimana pola hidup yang dapat menyebabkan stroke?
1.Desy Rahmanisya
Apakah penyakit stroke dapat diatasi dengan akupuntur?
Apa kelebihan dan kekurangan dari akupuntur tersebut?

Jawaban
1.Ade Syafarullah
Prognosis adalah pemikiran yang kemungkinan akan terjadi dan akhir dari suatu
penyakit, atau sebuah pemikiran yang merupakan kemungkinan hasil akhir gangguan
atau penyakit, baik dengan atau tanpa pengobatan.
Maka maksud dari 6 prognosis stroke tersebut adalah kemungkinan akan terjadinya
kematian, timbulnya penyakit lain, kecatatan yang akan mengganggu kenyamanan pasien
sehingga akan mengganggu tingkat kepuasan pasien terhadap organ tubuhnya, dan
menyebabkan kemelaratan secara ekonomi karena harus membeli obat yang akan
dikonsumsi pasien.
2.Andri Arfaldi
Tingkat keparahan stroke akan bergantung pada penanganan pertama saat stroke
tersebut dating. Semakin lama pasien diberikan pertolongan pertama maka akan
memperparah stroke pasien. Maka untuk terapi yang digunakan juga sama saja.
Namun ada perbedaan terapi pada stroke serangan akut dan pemeliharaan
(pencegahan) seperti misalnya pada pasien yang terkena stroke serangan akut, maka
terapi utama yang diberikan adalah terapi trombolitik dengan jenis obat t-PA dan
terapi antiplatelet dengan jenis obat aspirin. Sedangkan untuk pemeliharaan diberikan
terapi antiplatelet (aspirin, klopidogrel, kombinasi aspirin dan klopidogrel), terapi
antikoagulan (warfarin, heparin), antilipidemia ( Statin), antihipertensi (Gol. AIIRA,
gol. ACE inhibitor, ACE inhibitor plus diuretic tiazid).
Ya, penyakit stroke merupakan penyakit keturunan. Apalagi ditambah dengan
sipasien tersebut yang juga memiliki penyakit turunan hipertensi. Maka juga akan
memperparah penyakit ini.
Pola hidup yang dapat menyebabkan stroke:
-Gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat
-Kebiasaan merokok
-Mengkonsumsi minuman bersoda dan beralkohol serta makanan cepat saji
-Kurangnya aktivitas gerak/olahraga
-Konsumsi makanan bergaram
-Over lipid (Obesitas)
-Kurang istirahat

1.Desy Rahmanisya
Ya, stroke dapat diatasi dengan metode akupuntur. Jika dilakukan dengan orang yang
ahli maka akupuntur dapat bekerja dengan cara memperbaiki dan melancarkan sirkulasi
darah dalam tubuh. Titik akupuntur akan membuka sirkulasi dalam tubuh dan membantu
organ-organ tubuh penting untuk berfungsi normal kembali. Sedangkan jika dilakukan
oleh orang yang tidak ahli akan membantu pengobatan stroke malah sebaliknya tehnik
akupuntur akan menyebabkan penyakit ini menjadi lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
Feigin, V. 2004. Stroke. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.
Harsono. 1996. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gajah Mada. 67.
DiPiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M. Posey. 2008.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Seventh Edition. McGraw-Hill
Companies. New York. p. 376 – 379.
Hassmann, K.A. 2010. Ischemic Stroke. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview [Diakses 16 September
2011].
Rumantir C.U. Gangguan Peredaran Darah Otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin.
Sukandar, E.Y.,R. Andrajati, J.I. Sigit, I.K.Adnyana, dan A.A.P.Setiadi. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta : ISFI Penerbitan.
Christopher G. 2007. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology.
3rd Edition. Philadelphia : Saunders.

Anda mungkin juga menyukai