Anda di halaman 1dari 75

Catatanku:

Aku anak dunia, berada di mana-mana.


Aku ada sejak dulu hingga kini,
dan tetap ada di masa depan.
Walaupun begitu Aku tahu,
di berbagai belahan dunia masih saja,
Aku menjadi korban dalam berbagai keadaan…
Meski demikian,
Aku harus tetap hidup dan berkembang sebagai
MANUSIA.

[Dikutip dari: Aku Anak Dunia, Remalia, 2002]

138 i
Meski Aku berbeda kemampuan, baik
jasmani dan rohani, Aku tetap harus
mendapat pendidikan dan perawatan
khusus. Pendidikan sangat penting…

Aku berHAK mendapatkannya


Walaupun keluargaku miskin.

[Dikutip dari: Aku Anak Dunia, Remalia, 2002]

ii 137
Daftar Isi
Aku Anak Dunia [1] i
Aku Anak Dunia [2] ii
Daftar Isi & Penyusun iii
Aku Anak Dunia [3] iv
Sekapur Sirih v
Aku Anak Dunia [4] vi
Sebuah Pengantar P2A 1
Panduan Pelaksanaan P2A 4
Kedudukan Anak Dalam Gereja 15
Pola Asuh Anak 34
Bagaimana Memulai Kegiatan P2A 42
Contoh Kuisioner 50
Refleksi Untuk Pendamping Anak 51
Lampiran-Lampiran:
1. UU No 44 Tahun 1984 53
2. Konvensi Hak Anak 1989 55
3. UUPA No 23 Tahun 2002 77
4. UU No 35 Tahun 2014 114
5. Perpu No 1 Tahun 2016 130

Tim Penyusun
1. Pdt. Dwi Cahyono, S.Si.
2. Dra. Suriya Prihadi, M.Pd.
3. Dra. Denise Resiamini
4. Selvy Josephine
5. Petrus Wagiyo, S.Pd.
6. Yanuari Ningsih Aji

136 1ii
Aku tidak boleh dibeda-bedakan
hanya karena:
Perbedaan Agama, Suku, Ras, Jenis kelamin
dan Budaya. Hal terbaik menyangkut
kepentingan hidupku harus jadi
pertimbangan.

[Dikutip dari: Aku Anak Dunia, Remalia, 2002]

iv 135
Sekapur Sirih
Keberadaan anak adalah merupakan generasi yang akan melanjutkan
kehidupaan di eranya masing-masing. Mereka tumbuh tidak hanya secara fisik
tetapi juga psykis, memiliki angan dan harapan yang indah untuk hidupnya. Tetapi
pada saat ini kita sering mendengar dan melihat berita di media massa atau
bahkan melihat peristiwa secara langsung tindak kekerasan yang terjadi pada anak
dan remaja.
Berbagai macam kekerasan dialami oleh anak dan remaja, seperti kekerasan
seksual, perdagangan anak, perkawinan dini, kekerasan yang dilakukan oleh orang
tua kepada anak, narkoba dll.
Para pelaku kekerasan itu bukan hanya di luar rumah tetapi juga bisa terjadi di dalam
rumah, di mana seharusnya seorang anak mendapatkan perlindungan dan rasa
aman. Peristiwa kekerasan tersebut mengakibatkan trauma bahkan
menghancurkan hidup dan masa depan anak-anak, yang mengalami perlakuan
kekerasan.
Oleh sebab itu dengan melihat intensitas kejahatan dan kekerasan terhadap anak
yang semakin lama semakin mengkhawatirkan, maka perlu dukungan dan peran
semua pihak untuk melakukan Pendampingan dan Perlindungan terhadap anak dan
remaja, sehingga mereka dapat bertumbuh menjadi anak yang dapat mengem-
bangkan kehidupannya dengan baik.
Dalam hal ini GKJW sebagai bagian dalam kehidupan bermasyarakat terpanggil
untuk secara lebih intensif mengembangkan pelayanannya pada anak dan remaja.
Maka pada Sidang ke-113/2016 Majelis Agung GKJW menetapkan kebijakannya untuk
membentuk Pokja Pendampingan dan Perlindungan Anak (P2A). Pokja P2A ini
bertugas untuk merumuskan program kegiatan yang berkenaan dengan
Pendampingan dan Perlindungan Anak, agar anak-anak mendapatkan haknya dan
orang dewasa melakukan apa yang menjadi kewajibannya kepada anak-anak.
Pokja P2A meluncurkan Buku Panduan P2A sebagai acuan bagaimana Majelis
Daerah dan Majelis Jemaat dalam membentuk dan mengembangkan kegiatan
program Pendampingan dan Perlindungan Anak di lingkup masing-masing.
Kiranya Tuhan Yesus memampukan gereja-Nya untuk mewujudkan keadilan,
kebenaran, kasih dan damai sejahtera di tengah masyarakat. Tuhan Yesus
memberkati pelayanan kita bersama.

Malang, Agustus 2017


Pelayan Harian Majelis Agung GKJW

134 v
Jangan biarkan aku
berada dan tenggelam
dalam keadaan yang tidak menyenangkan
dan mengancam jiwaku.

[Dikutip dari: Aku Anak Dunia, Remalia, 2002]

133
Sebuah Pengantar
PENDAMPINGAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (P2A)

Pendampingan dan Perlindungan Anak (P2A) adalah sebuah


kegiatan yang dilaksanakan oleh Gereja (dalam hal ini GKJW dalam
lingkup Majelis Jemaat, Majelis Daerah dan Majelis Agung), untuk
melengkapi tugas pelayanan bagi anak dan remaja, selain yang telah
dilakukan oleh Pamong Anak dan Remaja di dalam pelaksanaan
peribadahan, serta yang telah dilakukan oleh para orang tua di dalam
keluarganya.

a. Latar Belakang
Gereja Kristen Jawi Wetan selama ini telah memberikan pelayanan
kepada warganya, salah satunya bagi warga anak. Pelayanan kepada
anak diberikan agar anak dapat mengalami pertumbuhan menuju
kedewasaan lahir batin secara kristiani.
Pelayanan kepada anak selama ini dilakukan melalui ibadah anak
dan katekisasi anak. Namun, dengan melihat dan memerhatikan
tantangan yang dihadapi oleh anak-anak saat ini yang semakin besar,
serta dijumpainya hak-hak anak -sebagaimana yang tercantum dalam
Undang-undang Perlindungan Anak- yang terabaikan, memunculkan
pemikiran bahwa Gereja perlu turut serta bertanggungjawab
memikirkan persoalan yang dihadapi oleh anak-anak, sebagai bagian
dari warga gereja. Hal itu perlu dilakukan agar pelayanan Gereja
kepada anak dapat menyentuh kebutuhan/ hak-hak anak.
Oleh karena itu, Gereja perlu mengembangkan pelayanannya,
yang selama ini telah diberikan bagi warganya, khususnya bagi
warga Anak. Jika selama ini pelayanan Gereja terkesan “hanya”
menyentuh sisi rohani anak (melalui ibadah anak dan juga katekisasi
anak), maka pelayanan Gereja perlu dikembangkan agar dapat
menyentuh sisi-sisi lain dari anak (misal, mental anak), namun tetap
dapat mendukung pertumbuhan iman anak. Agar anak dapat
menghadapi tantangan yang ada saat ini, dengan harapan mereka
tetap tidak kehilangan iman kristen, maka anak-anak ini perlu
mendapatkan upaya pendampingan dan perlindungan.
132 1
Melalui Kegiatan P2A ini, Gereja dapat
memberikan pelayanan secara
menyeluruh (Holistik), baik rohani
maupun jasmani, kepada warganya,
khususnya warga Anak. Disamping itu,
Gereja dapat turut serta menyiapkan
generasi penerus bangsa dan gereja yang
berkualitas.

b. Dasar dan Tujuan


Dasar dibentuknya P2A adalah Pranata tentang Warga (warga
anak) dan Pranata tentang pelayaan Anak dan Remaja.
Sasaran dari kegiatan P2A adalah anak dan remaja (khususnya
warga GKJW), yaitu sesuai dengan Undang-undang Perlindungan
Anak dan Pranata GKJW tentang Warga Anak, yaitu umur 3 sampai
dengan 15 tahun (dalam Pranata tahun 1996; dan menurut
Pemerintah sampai umur 18 tahun) atau belum Angkat sidi.
Kegiatan ini bukan hanya ditujukan untuk anak yang sedang
dalam masalah atau mengalami krisis, tetapi juga anak yang
berbakat dan berpotensi, supaya mereka juga dapat
mengembangkan potensi atau bakat yang dimilikinya.
Tujuan kegiatan P2A ini adalah untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak dan
remaja, sebagaimana dalam Undang-Undang
Perlindungan anak.
Target dari kegiatan P2A ini adalah
dibentuknya “Crisis Center” di tiap Jemaat dan
atau Majelis Daerah serta Majelis Agung.

c. Pelaksanaan Kegiatan P2A


GKJW selama ini telah melakukan
pelayanan kepada warganya, tidak terkecuali
warga anak, melalui Komisi Pembinaan Anak
dan Remaja (KPAR) . Agar kegiatan
Pendampingan dan Perlindungan Anak ini
tidak “berbenturan” dengan pelayanan yang telah dilakukan oleh
KPAR, maka perlu dipikirkan “batasan” antara Pelayanan yang digarap
oleh KPAR dengan P2A, walaupun batasan ini tidak bisa untuk memi-
2 131
memisahkan pelayanan bagi anak, karena masih saling terkait.
Jika pelayanan yang dilakukan oleh KPAR selama ini adalah untuk
menyentuh sisi rohani/ iman anak, melalui Ibadah secara ritual, maka
kegiatan P2A ini untuk menyentuh sisi yang Non teologis, Non Ibadah.
Kegiatan P2A ini dapat dilakukan misalnya dengan membentuk
kelompok minat anak, contohnya kelompok seni/sanggar anak, melalui
kegiatan sosial dimana melalui kegiatan tersebut dapat membangun
mental anak, sehingga anak menjadi mandiri.
Melalui kegiatan ini, harapannya Gereja dapat turut serta
menyiapkan masa depan anak bangsa yang cerdas, bermoral,
beriman kepada Tuhan Yesus, serta
menyiapkan anak sebagai
Sumber Daya Manusia dari
Gereja yang berkualitas.
Untuk melaksanakan
kegiatan P2A ini dibutuhkan
tenaga relawan. Tenaga
relawan dapat berasal dari
tenaga ahli, seperti dokter,
ahli hukum, dan juga dapat berasal dari Pamong, orang tua anak dan
atau siapapun juga yang memiliki kepedulian terhadap anak. Mereka
dapat diberikan pemahaman tentang hak-hak anak, sebagaimana
yang ada dalam Undang-undang Perlindungan anak dan juga
pembekalan keterampilan dalam pendampingan melalui pelatihan
atau seminar-seminar.
Para relawan atau pengurus P2A dapat membangun jejaring
untuk mendapatkan tambahan pengetahuan atau informasi untuk
mengem-bangkan wawasan dan keterampilan.

130 3
PANDUAN PELAKSANAAN P2A DI GKJW

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mendampingi dan Melindungi Anak Semakin Terpadu dan Menyeluruh Tidak
dapat dipungkiri bahwa anak dengan dunia dan perkembangannya
sudah begitu banyak yang memerhatikan. Para pelaku pemerhati dengan
aneka upaya berusaha memperhatikan anak dalam berbagai aspek. Dalam
konteks demikianlah gereja ada dan berada. Namun apakah gereja sudah
dengan sigap dan cepat menangkap ladang pelayanan yang terbentang
luas ini? Disadari, dengan segala pergumulan dan tantangannya masing-
masing, gereja seakan menjadi pelaku yang terkemudian, kalau tidak
hendak dikatakan terlambat dalam memberikan perhatian seluas-luasnya
kepada anak yang ada di lingkup maupun di sekeliling gereja berada.
Sehingga, sudah seharusnya gereja memikirkan sebuah rencana yang
bersifat jangka panjang, yang bersifat ”visioner” tentang anak. Hal ini
sebenarnya juga demi kebaikan gereja itu sendiri. Baik secara internal,
untuk menjaga keberadaan penerus dan pelaku gereja di masa depan
sekaligus secara eksternal, gereja yang berjuang menjadi garam dan terang
bagi dunia. Bahwa memikirkan dan bertindak mendampingi serta
melindungi anak adalah sebuah panggilan kasih juga. Anak dengan masa
depannya yang mengarah kepada hidup yang layak dan baik.
Diperlukan satu keberanian untuk melangkah dan memulai. Melalui sikap
cermat dalam berpelayanan, gereja akan dapat semakin dikenal buahnya.
Memulai bisa berupa langkah demi langkah, bagian demi bagian serta tahap
demi tahap. Dalam pengertian memikirkan secara global namun melangkah
secara parsial. Salah satu pendorong yang positif dalam gereja adalah sudah
adanya kekuatan dan peluang yang memadai. Adanya ragam kompleksitas dan TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5606
pergumulan sosial kemasyarakatan dari warga jemaat, anak serta juga
kekuatan dan kemampuan daya gereja, sudah menjadi media yang cukup
untuk dihadapi dengan penuh tanggung jawab. Salah satu kasus dalam lingkup
gereja adalah anak yang tidak terlindungi dari kekerasan bersifat psikologis.
Adanya ”pemanenan” anak oleh beberapa gereja, menunjukkan kekerasan
secara psikologis. Bahwa anak diberi iming-iming benda-benda yang menarik
sehingga derajat pemahaman tentang bergereja adalah sebatas hal hadiah dan
bukan tentang hidup beriman. Kondisi anak dan
4 129
tantangannya semakin banyak dan beragam. Baik berskala kecil dan besar,
ringan dan berat, lokal ataupun berimbas banyak pihak dan hal, yang
bersifat wajar ataupun sudah melampaui batas kewajaran. Sesungguhnya
kita tahu tentang ragam Hak Anak, antara lain: pendidikan, kebebasan, dan
kesehatan, dan mestinya semakin menyadarkan kita bersama. Bahwa
pendampingan anak itupun akan semakin banyak dan beragam.
Sehingga sekarang adalah waktu untuk menumbuhkan kepedulian yang
memadai akan pergumulan anak yang ada di dalam dan sekeliling gereja.
Diperlukan para pelaku yang hendaknya menjadi penggerak perubahan dalam
kepedulian kepada anak. Sehingga tidak akan ada lagi ketakutan akan masa
depan dan kehidupan anak yang terabaikan. Mengapa ini harus dilakukan?
Pertama, sebab segala keberadaan kita sudah lebih dulu lunas terbayar (1 Kor
7:23). Bahwa kita sudah menikmati kehidupan yang diperbaharui oleh darah
Kristus. Bukankah hidup ini memang untuk melakukan sebuah karya kasih ?
Kedua, menilik keberadaan anak yang masih belum memiliki daya, dan masih
memerlukan upaya dan dukungan dari pihak diluar dirinya sendiri untuk
mempersiapkan masa depannya. Ketiga, gereja perlu berperan menciptakan
kehidupan anak yang semakin bermartabat dan sejahtera. Paling tidak, negara,
melalui keberadaan UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sudah
berupaya. Gereja dengan landasan kasih Yesus kepada anak (Mar 10:13-16)
hendaknya juga mendukung.
Disadari bahwa ini merupakan harapan dan sekaligus rencana yang
besar. Namun justru karena itu, harus diimbangi dengan tindakan yang
besar sekaligus benar. Diperlukan kesatuan dukungan baik secara teologi,
daya serta dana. Diharapkan muara dari segala hal ini adalah menciptakan
arus utama dalam gereja untuk semakin memperhatikan anak dan anak di
sekelilingnya. Gereja dengan segala
keberadaanya, juga diharapkan membawa
warna tersendiri dalam pendampingan
anak, yaitu kebenaran iman yang
menyatukan untuk melakukan sebuah
tindakan kasih. Dengan kegiatan ini anak
akan memiliki daya dan kemampuan
menjaga kehidupan. Masih ada waktu dan
peluang yang terbuka untuk bekerjasama, baik secara internal gerejawi
ataupun dengan berbagai pihak yang lain. Akhirnya, DPAR dalam hal ini
mengajukan Proposal kegiatan Pendampingan dan Perlindungan Anak
sebagai Upaya Menciptakan Arus Utama Untuk Mendampingi dan
Melindungi Anak Semakin Terpadu dan Menyeluruh.
128 5
B. LANDASAN KEGIATAN
1. Undang Undang RI Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan atas
Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak
2. TATA PRANATA GKJW Pasal 10 Ayat 2
3. PKP IV. Ancaman. No. 4.g (hal 8). Menciptakan anak bangsa yang cerdas,
bermoral, berakhlak, bukan hanya karena perundang-undangan
sebagai produk politik, melainkan sangat memerlukan keteladanan
yang baik dari generasi tua dan para pimpinan bangsa.
4.PKP IV. Pembinaan Anak dan Remaja. Inti Program no 4 (hal 23).
Membantu anak dan remaja dalam bidang pendidikan dalam rangka
mempersiapkan sumber daya manusia untuk jemaat dan gereja.
5. PPJM I tahun 2017-2022 GKJW bidang Persekutuan Pokja P2A (halaman
60) . Pengembangan sistem dan program Pendampingan dan
Perlindungan Anak GKJW.

C. TUJUAN
1. Menumbuhkan kepedulian terhadap keberadaan dan pergumulan anak.
2. Menumbuhkan sarana, daya dan tenaga tenaga yang mampu menjadi
penggerak kepedulian kepada anak.
3. Membantu anak dalam mencari solusi atau jalan keluar ketika
menghadapi permasalahan.

D. NAMA KEGIATAN
”Pendampingan dan Perlindungan Anak” (P2A)

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN
1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dimana usia anak anak
dalam kehidupan dan tumbuh kembangnya sangat tergantung kepada
orang-orang yang ada disekitarnya terutama yang lebih dewasa atau
orangtua. Pertumbuhan psikis, mental, rohani dan fisiknya sangan
ditentukan oleh pola asuh dari orangtua. bahwa anak merupakan
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat
harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. bahwa anak
adalahtunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus
6 127
menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa
depan. bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung
jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-
luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik,
mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya
perlindungan dan pendampingan serta untuk mewujudkan
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap
pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi;
2. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
3. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau
ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas
atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
4. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/ atau ibu
tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
5. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan
kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
6. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya
secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
7. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan
fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangannya secara wajar.
8. Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai
kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.
9. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan
kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan
anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
10.Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga,
untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan,
dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya
tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.

126 7
11. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik,
memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan
anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat,
serta minatnya.
12. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,
dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, dan negara.
13. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan
organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
14.Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi
profesional dalam bidangnya.
15. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada
anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum,
anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak
yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,
penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau
mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan
salah dan penelantaran.

B. PRINSIP-PRINSIP
Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan
berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :
a. Non diskriminasi;
b. Kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d. Penghargaan terhadap pendapat anak.

C. HAK ANAK
1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
2. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir,
dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya,
dalam bimbingan orang tua.

8 125
3. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
4. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,
menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai
dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
5. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu
luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan
berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya
demi pengembangan diri.
6. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
7. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak
lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak
mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e.ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
8. (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran
penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak
manusiawi.
(2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan
hukum.
(3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana
penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir.

D. KEWAJIBAN ANAK
1. Menghormati orangtua, wali murid, guru
2. Mencintai keluarga, masyarakat dan teman
3. Mencintai tanah air, bangsa dan negara
4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
5. Melaksanakan etika dan akhlak mulia

124 9
E. KEWAJIBAN TANGGUNG MASYARAKAT
Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan
anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan perlindungan anak.

F. KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB KELUARGA DAN ORANGTUA


1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :
2. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
3.Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
minatnya; dan
4. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
5.1. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya,
atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan
tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
2. Dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

G. Menurut TATA PRANATA GKJW tentang Warga


GKJW Warga Greja Kristen Jawi Wetan terdiri atas :
A. Warga Dewasa
B. Warga Anak
C. Warga Calon
Warga Greja Kristen Jawi Wetan terdiri atas :
A. -
B. Warga Anak, yaitu anak-anak warga GKJW yang belum mengakui
kepercayaannya atau SIDI.
Menurut Tata Pranata GKJW yang disebut anak adalah mereka yang
belum secara mandiri mengaku percaya atau sidi jadi tidak tergantung
atau dibatasi usia.
BAB III
PENYELENGGARAAN P2A
A. BIDANG BIDANG P2A
1. Agama
2. Kesehatan
3.Pendidikan
4. Sosial
5.Perlindungan khusus

10 123
SASARAN 1: Anak mengalami krisis karena korban kekerasan
1. Kekerasan fisik
2. Kekerasan emosional
3.Kekerasan seksual
4. Penelantaran anak
5.Esploitasi anak
6. Trafficking
SASARAN 2: Anak mengalami krisis (selain karena korban kekerasan)
1. Kematian orang terdekat: orangtua, saudara
2. Perceraian orangtua
3.Operasi
4. Tinggal kelas (gagal dalam studi)
5.Kecelakaan
6. Penolakan orangtua
7.dll
SASARAN 3: Anak “Normal”
1. Anak berbakat: yang memiliki talenta/potensi
2. Anak yang tidak mengalami krisis

Relawan : SDM lokal yang dilatih untuk menjadi relawan


Konselor: Para relawan yang dilatih secara berkesinambungan untuk
menjadi konselor.
Konselor ahli: Psikolog, Psikater, Dokter, Terapis, Ahli hukum, Sosiolog,
Penegak Hukum, dll.

Jenis Pertolongan:
1. KONSELING: Pelayanan konseling
2. ADVOKASI: Pendampingan hukum
3. EDUKASI: Pembinaan, Sarasehan, Bahan Khotbah, Bahan PA, Bahan
TIAR, Pembuatan Modul, dll.

122 11
BAB III
PELAKSANAAN P2A
A. Langkah-langkah:
1. Sosialisasi dengan PHMD/PHMJ/KPARD/KPARJ
2. Pendataan:
a. Penyebaran angket
b. Pemetakan masalah
c. Diskusi KPAR, KPPW, KPT atau badan pembantu terkait menentukan
masalah yang diangkat dari hasil penyebaran angket dan pemetakan
masalah
3.Pembentukan program P2A
a. Membentuk relawan
b. Diskusi komisi terkait dengan relawan
c. Melaksanakan kegiatan P2A
4. Pembentukan pilot project
5.Pelatihan SDM di pilot project
6. Membuat jejaring
7.Evaluasi terus menerus

B. Cara Pencapaian

Tahun Fokus
I Sosialisasi PHMD/J, KPARD/J dan Steakholder lainnya
Pendataan, Diskusi II Pembinaan dan Pelatihan
III Pelaksanaan dan Evaluasi
IV Semua Jemaat MD memiliki krisis Center

12 121
C. USULAN KEGIATAN
1. Bidang Kesehatan
a. Bulan sehat anak GKJW (bebas rokok)
b. Aturan baku bebas rokok
c. Bebas dari perkataan “kotor”
d. Gerakan menanam pohon
e. Bebas kantong plastik (kresek)
2. Bidang Pendidikan Pendidikan
menengah 12 Tahun
3. Sosial
a. Bijak memanfaatkan Media Sosial/ Handphone
b. Lain-Lain

Bentuk:
y Modul: selebaran, pamflet
y TOT
y Kampanye – tenaga pendamping
y Menyadarkan mind set (pola pikir) anak dan pamong, pengaruh ke
jemaat, ortu, lingkungan melalui: PA, simulasi
y Subyek pelaksana: anak (didampingi pamong)
y Gabungan dari beberapa Jemaaat yang mempunyai masalah yang
sama
y Tingkat Jemaat

D. PIHAK PIHAK YANG TERKAIT


1. YANG TERPANGGIL DALAM PELAYANAN UNTUK ANAK DAN REMAJA
DILUAR IBADAH
2. BADAN PEMBANTU DI JEMAAT
ü KPAR
ü KPPW
ü KPT
ü KPP

E. EVALUASI
Laporan tahunan:
a. Pelaksanaan program lewat angket.
b. Kondisi riil kesehatan anak.

120 13
Karena itu, saudara-saudaraku, berdirilah
teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu
dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu,
bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan
jerih payahmu tidak sia-sia.
(1 Kor 15:58)

Pertanyaan Panduan :
1.Apakah yang Anda pahami tentang UU 23/2002 tentang Perlindungan
Anak ?
2.Apakah yang anda pahami tentang pendampingan dan perlindungan
anak (P2A)?
3. Apakah manfaat dan tujuan pengembangan P2A ?
4. Bagaimanakah cara mengembangkan P2A ?
5.Apakah factor Penghambat dan Pendukung terlaksana P2A ?
6. Sampaikan hal / pergumulan / masalah sekitar P2A, terutama yang
bersifat urgent/mendesak di tempat Anda. Baik yang menurut Anda
“punya potensi” untuk persoalan P2A ataupun yang menurut Anda
“tidak ada masalah” dalam P2A.
7. Sampaikan bentuk kegiatan yang sudah dikerjakan untuk P2A dan
Contoh Studi Kasus P2A di tempat Anda masing-masing.
8. Apakah cita-cita (visi) Anda dalam kegiatan P2A ? Kegiatan apa yang
bisa langsung dirasakan oleh lingkup pelayanan Anda (jemaat, MD,
MA) pada saat ini dan pada masa mendatang (misalnya era PKP V) ?
14 119
KEDUDUKAN ANAK DALAM GEREJA

Pengantar
Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) memiliki Tata dan Pranata yang dibuat
bertujuan untuk menjadi pedoman dalam penataan hidup dan kiprah
gereja, sebagai suatu organisasi, dalam rangka mewujudkan kehidupan
dan kiprah gereja yang sesuai dengan Firman Tuhan Allah dan tetap
menyapa kenyataan zaman.
Gereja sebagai persekutuan orang
percaya di dunia ini mengalami dan
menghayati pergumulan rangkap atau
pergumulan yang memiliki dua sisi. Sisi
pertama, pergumulan dengan Tuhan
Allahnya (vertikal), dan kedua pergumulan
dengan masyarakat dan dunia dimana
gereja ada dan hidup (horisontal).
Pergumulan vertikal merupakan
pergumulan untuk selalu tetap taat
kepada Tuhan Allah dalam segala hal dan
keadaan apapun. Pergumulan horisontal
adalah pergumulan untuk memberlakukan
kehendak Tuhan Allah secara nyata dalam kehidupan masyarakat dan
kegiatan sehari-hari.
Tata dan Pranata Gereja adalah salah satu sarana untuk membuat warga
gereja dan masyarakat pada umumnya mengetahui jati diri gereja.
Sehingga harus bersifat komunikatif, siapapun yang membacanya
diharapkan dapat mengetahui apa dan bagaimana gereja itu. Karenanya
Tata dan Pranata gereja harus dibuat menurut kaidah-kaidah yang berlaku
dan jelas. (Penjelasan Umum Tata dan Pranata 1996). Tata dan Pranata 1996
telah mengalami revisi pada bagian bidang Persekutuan menjadi Panggilan
Mewujudkan Persekutuan Gerejawi.
Hal pertama yang perlu dikedepankan adalah bahwa pranata Persekutuan
Gerejawi bertolak dari penghayatan utuh terhadap GKJW. Artinya, seluruh
dinamika yang terjadi di dalam tubuh GKJW adalah dinamika persekutuan.
Persekutuan berkarakter dasar gerejawi: keluarga Allah. Di dalam keluarga
Allah terdapat bagian-bagian. Terdapat kategori-kategori, yang dimulai dari
anak, remaja, pemuda, dewasa (laki-laki-perempuan), dan
118 15
adiyuswa. Selama ini, pembagian seperti itu beberapa di antaranya telah
lazim di dalam patunggilan kita. Yang khas dari pranata Persekutuan
Gerejawi yang bersifat kategorial adalah:
(1) Remaja dipilah dari Anak
Motifnya, supaya perhatian lebih khusus bisa diberikan kepada anak,
demikian juga kepada remaja. Semoga dengan
pemilahan ini, pembinaan lebih dapat
dikonsentrasikan pada masing-masing
jenjangnya (ora wor suh). Mengenai anak
berkebutuhan khusus, difable (diferent abbility)
diharapkan diperhatikan secara khusus pula
dalam rangka pelayanan terhadap anak
berkebutuhan khusus. Mereka adalah anak
dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik, antara lain: tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan
gangguan kesehatan. Bentuk perhatian khusus gereja terhadap mereka
berupa pendampingan pada saat mereka hadir di tengah teman-temannya
yang tidak berkebutuhan khusus.
Roh atau semangat penghayatan persekutuan gerejawi kategorial anak
dan remaja diilhami oleh syair lagu mars anak GKJW:

Aku anak GKJW, Gereja dalam kasih-Nya.


Berjuang bersama, belajar berkarya bagi nama gereja.
Aku anak GKJW, teladan bagi semua,
taat pada guru, pada orangtua itulah kwajibanku.
Rajin berdoa, memuji Tuhan, tak lupa baca Alkitab.
ku rajin dalam persekutuan, GKJW Grejaku.

(2) Remaja dilayani dan dikembangkan secara khusus, karena remaja


berada pada usia perkembangan khusus, yang sangat menentukan
orientasinya ke depan. Jika dipahami secara lebih luas, mengenai jenis
perhitungan umur/usia manusia, dapat dipahami sebagai berikut:
Ö Usia kronologis
Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat
kelahiran seseorang, sampai dengan waktu penghitungan usia.
16 117
ÖUsia mental
Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf
kemampuan mental seseorang. Misalkan seorang anak secara
kronologis berusia empat tahun, akan tetapi masih merangkak dan
belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan menunjukkan
kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun, maka
dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun.
Ö Usia biologis
Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan
biologis yang dimiliki oleh seseorang.

TATA GEREJA TENTANG


PANGGILAN MEWUJUDKAN PERSEKUTUAN GEREJAWI

BAB I
PENGERTIAN DASAR

HAKIKAT
1. Warga gereja sebagai anggota keluarga Allah, baik sebagai pribadi
maupun sebagai keluarga, dipanggil dan disatukan oleh kuasa kematian
dan kebangkitan Kristus, sebagaimana tampak dalam perjamuan kudus,
untuk diutus berproses bersama mewujudkan persekutuan gerejawi
yang harmonis antara manusia dengan Allah dan sesamanya.
2. Hal-hal lain mengenai panggilan mewujudkan persekutuan gerejawi
secara teritorial dan kategorial diatur di dalam pranata.
Memori Penjelasan:
Frasa keluarga Allah dimaksudkan untuk memayungi baik
persekutuan dalam pengertian teritorial (keluarga, Jemaat, Daerah,
Jawa Timur) maupun dalam pengertian kategorial (anak, remaja,
pemuda, dewasa dan adi yuswa) dalam Ikatan cinta kasih yang
bersifat utuh dan universal.
Frasa disatukan oleh kuasa kematian dan kebangkitan Kristus
dimaksudkan untuk menunjuk pada proses pemersatuan umat
Kristiani sebagai tubuh Kristus, yang disimbolkan dalam perjamuan
kudus.
Persekutuan gerejawi yang dimaksud adalah (Yunani, ‘koinonia’)
berarti: ‘fellowship’ (persekutuan), ‘association’ (asosiasi),
‘community’ (komunitas), ‘communion’ (kerukunan), ‘joint
116 17
participation’ (keterlibatan) – seperti tercermin dalam Kis. 2:42.
Persekutuan dalam arti koinonia adalah persekutuan gerejawi yang
berisi persekutuan dengan Tuhan Allah, dengan sesama gereja
(oikumene) dan ke dalam diri Greja Kristen Jawi Wetan sendiri.
Dengan demikian, usaha untuk mewujudkan dan menghayati
persekutuan Greja Kristen Jawi Wetan sebagai satu ‘patunggilan
kang nyawiji’ merupakan kegiatan yang pokok.
Pasal 1 frasa harmonis adalah rukun dan turut serta mewujudkan
hubungan kasih, ketaatan dan kesetiaan warga gereja kepada
Tuhan Allah; warga gereja dengan sesamanya; warga Greja Kristen
Jawi Wetan dalam ‘patunggilan kang nyawiji’.

PRANATA TENTANG
PANGGILAN MEWUJUDKAN PERSEKUTUAN GEREJAWI
SECARA KATEGORIAL

BAB I
HAKIKAT
Pasal 1

Warga gereja sebagai anggota keluarga Allah, baik sebagai pribadi maupun
sebagai keluarga, dipanggil dan disatukan oleh kuasa kematian dan
kebangkitan Kristus, sebagaimana tampak dalam perjamuan kudus, untuk
diutus berproses bersama mewujudkan persekutuan gerejawi yang
harmonis antara manusia dengan Allah dan sesamanya.

BAB II
UNSUR ORGANISME YANG MEMENUHI PANGGILAN MEWUJUDKAN
PERSEKUTUAN GEREJAWI SECARA KATEGORIAL
Pasal 1
1. Terdapat 5 (lima) unsur organisme gereja yang memenuhi panggilan
mewujudkan persekutuan gerejawi secara kategorial:
a.Anak
b. Remaja
c. Pemuda
d. Dewasa
e. Adiyuswa
2. Lima unsur organisme gerejawi sebagaimana disebut pada pasal 2 ayat 1,

18 115
memenuhi panggilan mewujudkan persekutuan gerejawi secara
kategorial, dengan menjalankan 5 kegiatan, yakni berteologi, bersekutu,
berdiakonia, bersaksi, dan menatalayani.
Memori penjelasan:
Ayat 1:
Pembagian ke dalam 5 (lima) kelompok dimaksudkan untuk mengintensian
pembinaan bagi setiap kelompok.
Ayat 2:
Yang dimaksud dengan kegiatan berteologi antara lain belajar memahami
pokok-pokok iman Kristen, menyanyikan lagu gerejawi, berdoa, mengetahui
dan mengenal isi Alkitab.

Yang dimaksud dengan kegiatan bersekutu antara lain adalah rajin mengikuti
kebaktian; ikut dalam kegiatan anak, remaja, pemuda, dewasa dan adiyuswa
dan belajar memimpin ibadah.

Yang dimaksud dengan kegiatan berdiakonia antara lain adalah ikut serta
dalam kegiatan pelayanan di gereja seperti mengunjungi warga gereja yang
sakit, menghibur yang sedih dan kerja bakti bersama.

Yang dimaksud dengan kegiatan bersaksi antara lain belajar untuk lebih
mengenal dan meneladan Yesus Kristus dan memberlakukannya dalam
kehidupan anak, remaja, pemuda, dewasa, dan adiyuswa dimanapun ia
berada, misalnya berdoa sebelum/sesudah makan sebelum/sesudah tidur,
berbuat baik kepada sesama.

Yang dimaksud dengan kegiatan menatalayani antara lain ialah belajar


menghargai setiap harta milik, baik pribadi maupun gereja, waktu dan belajar
mempersembahkan.

PASAL 3
CIRI-CIRI POKOK PANGGILAN MEWUJUDKAN PERSEKUTUAN
GEREJAWI

Panggilan mewujudkan persekutuan gerejawi memiliki ciri-ciri pokok:


a. Merupakan bagian dari pelaksanaan rencana karya Tuhan Allah untuk
bermitra dengan Allah melalui keluarga seperti tertuang di dalam Kej.
2:23-24.

114 19
b. Merupakan perwujudan gambar Allah yang melekat pada setiap orang
seperti tertuang dalam Kej. 1: 26.
c. Percaya pada janji hidup kekal dari Allah di dalam Yesus Kristus sehingga
menenteramkan hidupnya seperti ditegaskan dalam 2 Kor. 5: 18-19.
d. Taat kepada Tuhan Allah melebihi ketaatan kepada yang lainnya seperti
tertuang di dalam Matius 6: 33.
e. Senantiasa merindukan persekutuan dengan Tuhan Allah dan sesama
seperti tercermin dalam Kisah Para Rasul 2: 41-47.
f. Mendasarkan diri pada karakter yang nyatunggil dan nyawiji seperti
doa Tuhan Yesus dalam Yohanes 17: 1-26.
g. Secara organisatoris dijabarkan ke dalam kegiatan kategorial.

Memori penjelasan:
Pasal 3.a.: Kata “bermitra” dimaksudkan keluarga adalah sebagai
mitra
rekan sekerja Allah untuk mewujudkan misiNya.
Pasal 3.g: Yang dimaksud kegiatan ‘kategorial’ adalah kegiaatan dengan
basis jenjang usia (misal: anak, remaja, pemuda, dewasa dan adi
yuswa).

BAB III
MEWUJUDKAN PERSEKUTUAN GEREJAWI PADA WARGA GEREJA KATEGORI ANAK
Pasal 4
1. Warga gereja kategori anak terbagi atas:
a. Batita
b. Balita
c. Pratama
d. Madya
Memori penjelasan:
Yang dimaksud batita adalah anak berusia kurang dari 3 tahun.
Yang dimaksud balita adalah anak berusia kurang dari 5 tahun.
Yang dimaksud pratama adalah anak berusia kurang dari 9 tahun atau
kelas 1-3 SD
Yang dimaksud madya adalah anak berusia kurang dari 11 tahun atau
kelas 4-6 SD

2. Warga gereja kategori anak dalam bimbingan warga dewasa atau pamong
memenuhi panggilan mewujudkan persekutuan gerejawi dengan cara:
a. Memantapkan olah rohani dalam rangka semakin menyatu dengan
Tuhan Sang Sumber Hidup dan Sumber Keselamatan, sebagaimana
20 113
digambarkan dalam Yohanes 15:4 dan Roma 8:32-39.
b. Memberlakukan semangat persekutuan gerejawi sebagai bagian utuh
Greja Kristen Jawi Wetan dari tubuh Kristus dan patunggilan kang
nyawiji sebagaimana tertuang dalam Ibrani 10: 25.
c. Meneladankan mutu kehidupan beriman, jujur, setia dan taat serta
mengasihi dan berpengharapan sebagai inti kehidupan orang percaya,
sebagaimana digambarkan di dalam Matius 18: 3-5.
d. Menumbuhkembangkan dirinya sesuai dengan tahap perkembangan
seperti tertuang di dalam 1 Korintus 13: 11.
e. Menumbuhkembangkan potensi/talenta dalam melaksanakan rencana
karya Tuhan Allah sebagai wujud cinta kasih kepada Tuhan Allah dan
sesama dalam semangat Kristiani seperti dikisahkan di dalam Matius
25: 14-30.

Memori penjelasan:
Dalam hal warga anak menghayati persekutuan gerejawinya dilakukan di
bawah bimbingan warga dewasa atau dalam hal ini pamong anak dan
remaja. (lihat Pranata Gereja Tentang Warga pasal 2 ayat 4).
Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup
berteologi; Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam
hidup bersekutu; Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi
dalam hidup bersaksi; Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi
dalam hidup melayani; Sebagai bentuk penghayatan persekutuan
gerejawi dalam hidup menatalayani.

3. Warga gereja kategori anak dalam bimbingan warga dewasa atau


pamong memantapkan olah rohani dapat dilakukan dengan cara:
a. Tekun berdoa sebagai perwujudan ungkapan syukur dan penyerahan
hidupnya kepada Tuhan.
b. Mewarnai hidupnya dengan lagu-lagu pujian sebagai ungkapan
syukurnya.

112 21
c. Memberlakukan laku hidupnya dengan intisari Alkitab yang dengan
tekun serta teratur dibaca atau dibacakan baik secara audio maupun
audio visual untuknya.
d. Setia beribadat dan mengikuti kelas katekisasi sebagai wujud
kecintaannya kepada Tuhan dan gereja-Nya.
Memori penjelasan:
Ayat 3: Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup
berteologi

4. Warga gereja kategori anak dalam bimbingan warga dewasa atau


pamong memberlakukan semangat persekutuan gerejawi dalam
keluarga, gereja dan masyarakat dapat dilakukan dengan cara:
a. Ikut ambil bagian dalam seluruh kegiatan GKJW sesuai dengan
keberadaan anak secara terarah dan terus menerus.
b. Mampu menetapkan prioritas perhatian, kegiatan yang sesuai
dengan peranannya dan pembagian waktu yang tepat.
c. Mengupayakan agar semagat persekutuan itu berlaku dan menjadi
lebih baik.
d. Memiliki semangat yang mengacu kepada kepentingan bersama,
menghargai pendapat dan fungsi setiap anggota persekutuan.
e. Mengkomunikasikan kisah dan peristiwa iman di antara anggota
keluarga.
Memori penjelasan:
Ayat 4: Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam
hidup bersekutu.
Ayat 4.d.: Yang dimaksud ‘anggota persekutuan’ antara lain bisa
dalam konteks keluarga, gereja ataupun masyarakat.

5.Warga gereja kategori anak dalam bimbingan warga dewasa atau


pamong meneladankan mutu kehidupan dapat dilakukan dengan cara:
a. Beriman kepada Tuhan sebagai pemelihara, penebus dan penguasa
kehidupan.
b. Berperilaku hidup jujur dan bertanggungjawab.
c. Melibatkan diri dalam kebersamaan atau berprakarsa sendiri
mewujudkan kasih, kebenaran, keadilan, dan damai sejahtera Allah
dalam batas kesanggupannya.
d. Setia dan taat kepada Tuhan dan kepada para pembelajar hidupnya.
e. Memberlakukan ketaatan dalam kehidupan masyarakat, antara lain
ikut menjaga ketertiban lingkungan.
22 111
f. Berbuat baik kepada semua orang dan menghargai alam ciptaan-Nya.
Memori penjelasan:
Ayat 5: Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam
hidup bersaksi.
Ayat 5 b.: Yang dimaksud dengan kata ‘pembelajar hidupnya’ seperti
halnya: orang tua, guru, pamong, teman, bahkan alam di
sekitarnya.

6. Warga gereja kategori anak dalam bimbingan warga dewasa atau


pamong menumbuhkembangkan dirinya sesuai dengan tahap
perkembangan dengan cara:
a. Berlatih mandiri, berbagi, setia kawan, peduli, berani berkata yang
benar atau jujur.
b. Ikut serta dalam kegiatan pelayanan gerejawi seperti saling
mengunjungi teman, tolong-menolong, .
c. Ikut serta dalam pelayanan sosial kemasyarakatan dan lingkungannya.
d. Memberikan usul dan saran yang dibutuhkan bagi pelestarian
identitas Kristiani di gereja.
Memori penjelasan:
Ayat 6: Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam
hidup melayani.

7. Warga gereja kategori remaja dalam bimbingan warga dewasa atau


pamong menumbuhkembangkan potensi/talenta secara:
a. Dinamis dalam berprakarsa, tidak mandheg, selalu terbuka tetapi
selektif terhadap perkembangan baru yang selaras dengan
kepercayaan dan panggilan Greja Kristen Jawi Wetan.
b. Kreatif mengerjakan sesuatu yang mengarah ke masa depan sebelum
yang lain melakukan, melihat, mengetahui, merasakan apa yang akan
terjadi dan membuat tindakan.

110 23
c. Antisipatif sikap yang mampu memandang ke depan dan
memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi, serta
menentukan langkah-langkah yang akan diambil.
d. Inovatif dengan mengambil langkah-langkah baru untuk menjawab
kebutuhan dan masalah yang kontekstual.
e. Mampu menetapkan prioritas perhatian, kegiatan yang sesuai dengan
peranannya dan pembagian waktu yang tepat.
f. Memanfaatkan dengan sebaik-baiknya wadah kebersamaan yang
telah disediakan oleh Majelis Jemaat guna mengembangkan kegiatan
berteologi, bersekutu, bersaksi, melayani dan menatalayani.
g. Belajar menghargai setiap harta milik pribadi maupun gereja seperti
ditunjukkan dalam perilaku hidup hemat, menabung dan belajar
mempersembahkan.
Memori Penjelasan:
Ayat 7: Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup
menatalayani.

BAB IV
MEWUJUDKAN PERSEKUTUAN GEREJAWI PADA WARGA GEREJA
KATEGORI REMAJA
Pasal 5

1. Warga gereja kategori remaja dalam bimbingan warga dewasa atau


pamong menghayati persekutuan gerejawinya dengan cara:
a. Memantapkan olah rohani dalam rangka semakin menyatu dengan
Tuhan Sang Sumber Hidup dan Sumber Keselamatan, sebagaimana
digambarkan dalam Yohanes 15:4 dan Roma 8:32-39.
b. Memberlakukan semangat persekutuan gerejawi sebagai bagian utuh
Greja Kristen Jawi Wetan dari tubuh Kristus dan patunggilan kang
nyawiji sebagaimana tertuang dalam Ibrani 10: 25.
c. Meneladankan mutu kehidupan beriman, jujur, setia dan taat serta
mengasihi dan berpengharapan sebagai inti kehidupan orang
percaya, sebagaimana digambarkan di dalam Matius 18: 3-5.
d. Berjuang dan belajar menumbuhkembangan dirinya menuju
kedewasaan secara Kristiani seperti tertuang di dalam 1 Korintus 13: 11.
e. Menumbuhkembangkan potensi/talenta dalam melaksanakan
rencana karya Tuhan Allah sebagai wujud cinta kasih kepada Tuhan
Allah dan sesama dalam semangat Kristiani seperti dikisahkan di
dalam Matius 25: 14-30.
24 109
f. Bertumbuh dan menghayati kasih Tuhan Allah dan selanjutnya berani
mengaku percaya, menerima dan mengikut Tuhan Yesus sebagai
Juru selamat pribadi dalam hidupnya seperti tertuang di dalam
Matius 16: 24.

Memori penjelasan:
Dalam hal warga remaja menghayati persekutuan gerejawinya dilakukan
di bawah bimbingan warga dewasa atau dalam hal ini pamong anak dan
remaja. (lihat Pranata Gereja Tentang Warga pasal 2 ayat 4).

Roh atau semangat penghayatan persekutuan gerejawi kategori remaja


diilhami oleh syair lagu mars anak GKJW:

Aku anak GKJW, Gereja dalam kasih-Nya


Berjuang bersama, belajar berkarya bagi nama gereja.
Aku anak GKJW, teladan bagi semua,
taat pada guru, pada orangtua, itulah kwajibanku
Rajin berdoa, memuji Tuhan, tak lupa baca Alkitab.
ku rajin dalam persekutuan, GKJW Grejaku.

Ayat 1.a:
Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup
berteologi.
Ayat 1.b:
Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup
bersekutu.
Ayat 1.c:
Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup bersaksi.
Ayat 1.d:
Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup melayani.

108 25
Ayat 1.e:
Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup
menatalayani.
Ayat 1.f:
Bentuk kekhususan penghayatan persekutuan gerejawi dengan kategori
remaja, sebagai persiapan mereka berani mengaku percaya (sidi) dan
menjadi warga yang dewasa.

2. Warga gereja kategori remaja dalam bimbingan warga dewasa atau


pamong memantapkan olah rohani dapat dilakukan dengan cara:
a. Tekun berdoa sebagai perwujudan ungkapan syukur dan penyerahan
hidupnya kepada Tuhan.
b. Mewarnai hidupnya dengan lagu-lagu pujian sebagai ungkapan
syukurnya.
c. Memberlakukan laku hidupnya dengan intisari Alkitab yang dengan
tekun serta teratur dibaca atau dibacakan baik secara audio maupun
audio visual untuknya.
d. Setia beribadat sebagai wujud kecintaannya kepada Tuhan dan gereja-
Nya.
Memori penjelasan:
Ayat 2:
Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup
berteologi.
Ayat 2, a-d:
Sudah jelas
3. Warga gereja kategori remaja dalam bimbingan warga dewasa atau
pamong memberlakukan semangat persekutuan gerejawi dalam
keluarga, gereja dan masyarakat dapat dilakukan dengan cara:
a. Ikut ambil bagian dalam seluruh kegiatan GKJW sesuai dengan
keberadaan anak secara terarah dan terus menerus.
b. Mampu menetapkan prioritas perhatian, kegiatan yang sesuai dengan
peranannya dan pembagian waktu yang tepat.
c. Mengupayakan agar semagat persekutuan itu berlaku dan menjadi
lebih baik.
d. Memiliki semangat yang mengacu kepada kepentingan bersama,
menghargai pendapat dan fungsi setiap anggota persekutuan.
e. Mengkomunikasikan kisah dan peristiwa iman di antara anggota
keluarga.

26 107
Memori penjelasan:
Ayat 3:
Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup
bersekutu.
Ayat 3.d.:
Yang dimaksud ‘anggota persekutuan’ antara lain bisa dalam
konteks keluarga, gereja ataupun masyarakat.

4. Warga gereja kategori remaja dalam bimbingan warga dewasa atau


pamong meneladankan mutu kehidupan dapat dilakukan dengan cara:
a. Beriman kepada Tuhan sebagai pemelihara, penebus dan penguasa
kehidupan.
b. Berperilaku hidup jujur dan bertanggungjawab.
c. Melibatkan diri dalam kebersamaan atau berprakarsa sendiri
mewujudkan kasih, kebenaran, keadilan, dan damai sejahtera Allah
dalam batas kesanggupannya.
d. Setia dan taat kepada Tuhan dan kepada para pembelajar hidupnya.
e. Memberlakukan ketaatan dalam kehidupan masyarakat, antara lain
ikut menjaga ketertiban lingkungan.
f. Berbuat baik kepada semua orang dan menghargai alam ciptaan-Nya.
Memori penjelasan:
Ayat 4:
Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup
bersaksi.
Ayat 4 b.:
Yang dimaksud dengan kata ‘pembelajar hidupnya’ seperti halnya: orang
tua, guru, pamong, teman, bahkan alam di sekitarnya.

5. Warga gereja kategori remaja dalam bimbingan warga dewasa atau


pamong berjuang dan belajar menumbuhkembangkan dirinya menuju
kedewasaan kristianinya dapat dilakukakan dengan cara:
a. Berlatih mandiri, berbagi, setia kawan, peduli, berani berkata yang
benar atau jujur.
b. Ikut serta dalam kegiatan pelayanan gerejawi seperti saling
mengunjungi teman, tolong-menolong.
c. Ikut serta dalam pelayanan sosial kemasyarakatan dan lingkungannya.
d. Memberikan usul dan saran bagi pelestarian identitas Kristiani di
gereja.
Memori penjelasan:

106 27
Ayat 5:
Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam hidup melayani.

6. Warga gereja kategori remaja dalam bimbingan warga dewasa atau


pamong menumbuhkembangkan potensi/talenta dapat dilakukan
dengan cara:
a. Dinamis dalam berprakarsa, tidak mandheg, selalu terbuka tetapi
selektif terhadap perkembangan baru yang selaras dengan
kepercayaan dan panggilan Greja Kristen Jawi Wetan.
b. Kreatif mengerjakan sesuatu yang mengarah ke masa depan sebelum
yang lain melakukan, melihat, mengetahui, merasakan apa yang akan
terjadi dan membuat tindakan.
c. Antisipatif sikap yang mampu memandang ke depan dan
memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi, serta
menentukan langkah-langkah yang akan diambil.
d. Inovatif dengan mengambil langkah-langkah baru untuk menjawab
kebutuhan dan masalah.
e. Mampu menetapkan prioritas perhatian, kegiatan yang sesuai dengan
peranannya dan pembagian waktu yang tepat.
f. Memanfaatkan dengan sebaik-baiknya wadah kebersamaan yang
telah disediakan oleh Majelis Jemaat guna mengembangkan kegiatan
berteologi, bersekutu, bersaksi, melayani dan menatalayani.
g. Belajar menghargai setiap harta milik pribadi maupun gereja seperti
ditunjukkan dalam perilaku hidup hemat, menabung dan belajar
mempersembahkan.
Memori penjelasan:
Ayat 6:
Sebagai bentuk penghayatan persekutuan gerejawi dalam
hidup menatalayani.

7. Warga gereja kategori remaja dalam bimbingan warga dewasa atau


pamong bertumbuh dan menghayati kasih Tuhan Allah dalam hidupnya
dengan cara:
a. Secara teratur dan berkesinambungan mengikuti katekisasi calon sidi.
b. Mampu merasakan bahwa Tuhan Allah memelihara, memberi rasa
aman serta menumbuhkan harapan.
c. Menjadi teladan dalam pola pikir, sikap, perbuatan, perkataan, dan
kelakuan atau karakter.

28 105
d. Belajar mempersembahkan hidupnya untuk Tuhan.
e. Belajar taat dan cinta kepada GKJW.
f. Berani mengaku percaya, menerima dan mengikut Tuhan Yesus
sebagai Juru selamat pribadi.

Mengawali setiap ayat selalu ada kalimat “warga gereja katagori anak dalam
bimbingan warga dewasa.....” demikian juga untuk remaja “Warga gereja
kategori remaja dalam bimbingan warga dewasa”.Hal ini menunjukkan
bahwa pembentukan P2A GKJW telah memiliki landasan serta penekanan
yang kuat terhadap pokok kegiatan pelayanan yang erat dengan program
kegiatan pembangunan Greja Kristen Jawi Wetan.
Anak-anak adalah warga jemaat yang tumbuh dan berkembang dalam
naungan gereja.

PENDAMPINGAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (P2A)

Pendampingan dan perlindungan anak merupakan suatu tempat atau


wadah untuk warga gereja kategori anak dan remaja. Gereja merasa
bahwa melalui wadah tersebut maka akan dapat memberikan kesempatan
bagi warga dewasa untuk secara intens dan efektif dalam menyiapkan
generasi yang memiliki nilai militansi dan dedikasi yang berkualitas.
Anak-anak pada umumnya belum memiliki nilai. Oleh karena itu, siapa
yang pertama kali memberi nilai tersebut? Yang pertama adalah gereja
sendiri. Dengan demikian, pelayanan kepada anak-anak ini tidak boleh
diabaikan. Dalam hal ini, gereja harus menciptakan suasana keteladanan
melalui imitasi (keteladanan dalam meniru), identifikasi (keteladanan
dalam hal memilih), internalisasi (menjadikan yang ditiru tersebut menjadi
bagian dari dirinya sendiri).
Sesuai dengan perkembangan anak, mereka juga membutuhkan suatu
motivasi untuk lebih mengenal dan memahami dirinya sendiri. Motivasi
tersebut timbul dari dua arah, yaitu ekstrinsik (dari luar diri anak) dan

104 29
intrinsik (dari dalam diri anak). Berdasarkan Firman Tuhan bahwa anak itu
berharga dimata Tuhan, maka dalam sikap dan tuturkata yang kita berikan,
harus dengan hormat dan bermartabat. Tentunya berlandaskan Kasih serta
prinsip-prinsip kepemimpinan yang melindungi dengan penuh bijaksana.
Pendampingan dan perlindungan
Anak dapat diibaratkan seperti
berikut:

1. KEBUN BUNGA
P2A diibaratkan sebagai kebun
yang ditumbuhi berbagai tanaman bunga. Setiap bunga memiliki ciri
khusus atau khas, yang menjadi identitasnya. Tanaman bunga akan
tumbuh subur ketika tanahnya produktif, mengandung unsur hara, mineral
dan garam. Sinar matahari dan air yang senantiasa ikut serta mempercepat
terbentuknya bunga, tangkai yang kuat dan berdaun segar. Mekarnya
kuncup bunga dengan sempurna karena terhindar dari ulat dan serangga
perusak/hama. Ketika bermacam bunga mekar dan berbau semerbak
mewangi maka kebun akan menjadi .
Bangga berumur 9 tahun, rajin datang di P2A kelompok Antiokia GKJW
Tulangbawang. Mengapa? Karena ia senang membuat keterampilan yang
berkaitan dengan merakit sesuatu, hingga menjadi suatu bentuk yang
menarik atau produk baru. Saat proses melakukan kegiatan ia
menceritakan bahwa setiap produk yang dibawa pulang selalu diminta
oleh adiknya, sehingga ia harus membuat lagi. Para pendamping mencoba
mengerti keinginan Bangga, supaya adiknya diperbolehkan ikut saat
pertemuan yang akan datang. Ia mencoba memahamkan kepada para
pendamping jika adiknya tidak seterampil dirinya, maka diperlukan
kesabaran untuk membimbingnya.
Setiap selesai satu kegiatan dalam pembuatan produk, Bangga selalu
bertanya tentang produk apa lagi yang akan dibuat untuk pertemuan
berikutnya. Saat acara Natal keluarga, kami meminta Bangga untuk

30 103
menjelaskan satu produk yang telah dipelajarinya, bahkan ia mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari orang dewasa yang meminta
penjelasan.
Refleksi :
Apakah saya dapat menjadi tukang kebun, yang menjadikan kebun bunga
subur, sehat dan menyebarkan harum semerbak dalam kehidupan anak-
anak jemaat?

2. BENGKEL
Orangtua merasa bahwa gereja adalah bengkel reparasi yang paling
ampuh. Mereka memahami bahwa perilaku atau karakter buruk dapat
diperbaiki melalui berbagai kegiatan yang diprakarsai oleh gereja. Besar
harapan yang diinginkan agar dapat meneladani Karakter Kristus untuk
menumbuhkembangkan suatu kepribadian yang Kristiani. Tetunya
ditangan para tukang reparasi yang bukan hanya terampil dalam
menggarap, tetapi orang-orang pilihan-Nya, yang mampu memperbaiki
dengan hati.
Kisah ini berawal dari seorang anak laki-laki
berusia 10 tahun. Setiap datang di Sekolah Minggu
selalu dalam keadaan murung dan seperti habis
bertengkar. Matanya nampak merah dan sembab.
Para pamong selalu mencoba untuk membantu
menyelesaikan persoalan yang dihadapi si anak,
namun sia-sia.
Pada suatu hari Minggu si anak diantar bapaknya, kebetulan Guru Injil di
gereja tersebut kenal dengan bapaknya. Mereka berbincang dan sampailah
pada pembicaraan tentang persoalan si anak. Ternyata anak tersebut selalu
berkonflik dengan ibunya, bahkan berani membentak dan adu fisik. Setelah
melalui pendekatan yang intens, akhirnya si anak mulai nampak bisa
menerima dan memahahi maksud ibunya. Yang perlu di perhatikan bahwa
ketika si bapak meminta GI membantu persoalan putranya, ia berpesan agar

102 31
tidak menceritakan pada orang lain, karena si
anak akan merasa dihakimi ketika harus
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
menyebabkan dirinya tidak nyaman.

Refleksi:
Apakah saya dapat menjadi tukang reparasi yang dapat memperbaiki atau
menjadikan anak-anak lebih baik seperti yang dikehendaki Tuhan?

3. JEMBATAN
Kisah ini berawal di sekolah, ketika seorang siswi ketahuan merokok di
tempat umum, pada jam efektif sekolah alias sedang membolos. Setelah
usut punya usut ternyata si anak sering pergi dan bermalam di rumah
temannya, yang bekerja sebagai SPG atau penjaga di sebuah mall. Pihak
sekolah dan orang tua telah berupaya membantu mencari jalan keluar,
tetapi masih belum menunjukkan hasil. Para guru pun mencoba
menelusuri jalur asal gereja,
ternyata anak tersebut tercatat sebagai warga GKJW.
Seperti kasus-kasus yang dirasa sulit, maka pihak
sekolah bekerja sama dengan Gereja untuk mencari jalan
keluar yang terbaik. Ternyata dia adalah putra dari salah
seorang anggota Majelis, tentu saja saat bertemu
hal tersebut membuat orangtuanya sangat malu, karena putrinya ternyata
lesbian. Pihak Gereja melakukan pendekatan secara pastoral melalui
Pendeta, tetapi si anak justru menjadi lebih nekat melakukan aksinya.
Refleksi:
Apakah saya dapat menjadi jembatan yang “diinjak-injak” dalam arti siap
meluangkan waktu, tenaga, pikiran, untuk mendapatkan solusi yang
terbaik? Terlebih mampu mengomunikasikan dengan pihak-pihak yang
mungkin dianggap berbahaya atau menyebabkan ketidaknyamanan?

4. PANGGUNG
Berbagai kegiatan dalam rangka memperingati hari-hari besar gereja,
sangat erat kaitannya dengan tampilan anak dan remaja sebagai bagian
dalam mendukung peribadatan. Tidak sedikit di antara anak-anak yang
kemudian mengasah talenta melalui kegiatan tersebut, membuahkan hasil
terbaik dalam berbagai acara di luar gereja. Anak-anak dapat menampilkan
potensi atau talenta sebagai pengembangan rasa percaya diri dan rasa
syukur akan berkat Tuhan untuk senantiasa rendah hati.
Nana seorang anak berusia 12 tahun, setiap hari Raya Undhuh-undhuh selalu
32 101
kebagian menjadi narator. Suaranya lembut, intonasinya tertata, sehingga
semua orang dapat merasakan kehadiran Tuhan. Pesan yang disampaikan
menjadi jelas ketika membacakan ayat-ayat dalam Alkitab. Ketika di
sekolah diadakan lomba membaca UUD 45, siapapun yang mendengarnya
akan merasakan betapa sakralnya masa perjuangan para pendiri bangsa.
Panggung dimaknai bukan hanya menampilkan talenta yang bersifat
seni ataupun olah raga, tetapi bisa juga diartikan suatu ajang dalam
tampilan diri atau kepribadian yang berkarakter.
Berikut ini kisah seorang pengurus remaja yang menjadi ketua OSIS di
salah satu SMPN favorit di Malang. Para pendamping baik pamong
maupun anggota majelis mengajarkan cara beorganisasi yang
berlandaskan kejujuran, kesetiaan, ketekunan, tanpa pamrih, rendah hati
dan sebagainya. Nuansa seperti itulah yang menyebabkan dirinya dianggap
sebagai seorang pemimpin yang militan dan berdedikasi tinggi.
Refleksi:
Apakah saya mampu menolong mereka mengekspresikan talenta atau karya
Tuhan dalam kehidupan mereka di dunia?

5. PADEPOKAN PAKERTI LUHUR


Ketika seorang katekis memberikan materi tentang etika berpakaian
dalam salah satu materinya, justru mendapatkan kritikan tajam, bahwa
materi katekisasi tidak perlu berkaitan dengan ranah sosial, tetapi hanya
ranah rohani saja.
Urusan etika dalam sikap dan bertutur kata itu akan dapat terlihat
dengan sendirinya ketika iman mereka terbentuk dengan baik. Anak-anak
banyak yang tidak memahami bahwa perilaku atau sikap berkaitan juga
dengan busana.
Budaya malu jika terlambat datang ke Sekolah Minggu atau gereja mulai
terkikis, demikian juga dengan rasa hormat kepada orangtua. Gereja menjadi
sulit untuk mengajarkan hal-hal tersebut karena disibukkan dengan bagai-
mana anak setiap Minggu hanya belajar tentang cerita Alkitab. Implementasi
dari apa yang diajarkan dalam tata ibadah hanya sebatas liturgis saja. “Kalian
Kristen? kok nggak punya aturan, nggak santun!”
“Anak-anak GKJW itu biasanya halus pekertinya, bukan karena suku Jawa
tapi jawa yang dimaksud adalah pandai mengasah dan mengolah rasa.”
Refleksi:
Apakah saya mampu mengolah rasa yang mereka miliki, agar terasah
kepekaan dan kepedulian terhadap seluruh ciptaan-Mu?

100 33
POLA ASUH ANAK DALAM KELUARGA

Pendahuluan
Anak adalah anugerah Allah. Dalam Kejadian 1:31 dikatakan bahwa
semua yang telah diciptakan Allah mulai hari pertama sampai dengan hari
keenam sungguh amat baik. Hal ini berarti bahwa anak sebagai bagian dari
ciptaan Allah diciptakan sungguh amat baik. Tidak ada yang buruk dengan
keberadaannya. Ditambah lagi Allah mempunyai rencana bagi manusia,
termasuk anak, untuk terlibat dalam karya Allah di dunia.
Tetapi pada kenyataannya, banyak anak-anak yang disepelekan atau
dianggap merepotkan karena keadaan tubuhnya yang kecil dan sedikitnya
pengalaman mereka hidup di dunia. Hal ini nampak pada cara orang tua
kurang memahami tugas dan tanggungjawabnya untuk mendidik dan
mendampingi anak-anak secara sungguh-sungguh. Bahkan ada banyak
orang dewasa yang menganggap kehadiran anak sebagai yang
merepotkan dan membuat keributan jika anak berada di tengah-tengah
perkumpulan. Sikap yang demikian membuat anak tidak siap untuk terlibat
dalam

karya Allah di dunia.


Banyak orang tua yang tidak siap dalam mendidik
anak-anaknya sehingga banyak anak yang salah jalan
karena kurang mendapat bimbingan dari orang tuanya.
Banyak anak dibiarkan mengambil jalannya sendiri
karena orang tua kurang mampu dan tidak ada waktu
untuk mendampingi anak-anak mereka. Padahal banyak anak yang masih
sulit untuk menentukan mana yang baik dan jahat, salah dan benar dan
mana yang sesuai dengan kehendak Allah atau tidak.
Ditambah lagi tantangan perkembangan jaman yang sangat cepat yang
ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan telekomunikasi.
Tantangan ini begitu kuat dan masif sehingga orang tua perlu bijak dalam
menghadapi perkembangan jaman tersebut sehingga orang tua mampu
mengarahkan dan mendidik anak-anak menjadi bijak dalam bersikap dan
bertindak.
Pada uraian selanjutnya akan dijelaskan Pengertian Pola Asuh, Definisi
Pola Asuh, Dimensi Pola Asuh Orang Tua, Aspek-Aspek Pola Asuh Orang
Tua dan jenis-jenis Pola Asuh serta tambahan pengetahuan tentang Tujuh
34 99
Kebutuhan Anak sebagai pelengkap. Diharapkan dengan uraian-uraian
tersebut orang tua mempunyai bekal yang cukup untuk mendidik anak-
anak milik Allah menjadi alat kemuliaan-Nya untuk hidup di tengah-tengah
tantangan jaman yang menggiurkan dan menggoda sehingga mudah
terjerumus.

Pengertian Pola Asuh


Beberapa ahli mencoba mendefinikan pengertian pola asuh. Menurut
Latifah (2008) pola asuh adalah pola interaksi antara anak dengan orang tua
meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan
kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang, perlindungan, dan lain-
lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku dimasyarakat agar
anakdapathidupselarasdengan
lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh
juga meliputi pola interaksi orang tua dengan
anak dalam pendidikan karakter anak.
Pola asuh menurut Handayani (2008) a d a
lahkonsepdasartentangcara
memperlakukan anak. Perbedaan dalam
konsep ini adalah ketika anak dilihat sebagai
sosok yang sedang berkembang, maka
konsep pengasuhan yang diberikan adalah konsep psikologi perkembangan.
Ketika konsep pengasuhan mempertahankan cara-cara yang tertanam di
dalam masyarakat maka konsep yang digunakan adalah tradisional.
Menurut Nurani, A. T. (2004) defini pola asuh orang tua adalah pola
perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu
ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan
positif. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian
yang penuh serta kasih sayang pada anak dan memberinya waktu yang cukup
untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga.
Sementara pola asuh menurut Baumrind (dalam Papalia, 2008) orang tua
tidak boleh menghukum anak, tetapi sebagai gantinya orang tua harus
mengembangkan aturan-aturan bagi anak dan mencurahkan kasih sayang
kepada anak. Orang tua melakukan penyesuaian perilaku mereka terhadap
anak, yang didasarkan atas perkembangan anak karena setiap anak
memiliki kebutuhan dan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah pola interaksi
antara orang tua dengan anak meliputi cara orang tua memberikan aturan,
hukuman, kasih sayang serta memberikan perhatian kepada anak.
98 35
Dimensi Pola Asuh
Menurut Baumrind (dalam Damon & Lerner, 2006) pola asuh terbagi
menjadi dua dimensi, yaitu:
1. Parental responsiveness
Orang tua bersikap hangat dan memberikan kasih sayang kepada anak.
Orang tua dan anak terlibat secara emosi dan menghabiskan waktu
bersama dengan anak. Kehangatan terjadi karena orang tua selalu
menyediakan waktu untuk selalu bercanda dan bercengkerama secara
konsisten. Karena suasana kehangatan terjadi maka anak tidak mengambil
jarak dari orang tuanya sebab anak merasa aman dan nyaman berada di
dekat orang tuanya. Dengan kedekatan itu, maka terjadi rasa percaya
antara orang tua dengan anak.
2. Parental demanding
Orangtua memberikan kontrol terhadap anak mereka. Orang tua
menggunakan hukuman untuk dengan tujuan untuk mengontrol anak mereka.
Orang tua bersikap menuntut dan memaksa anak dan orang tua akan
memberikan aturan kepada anak ketika anak tidak memenuhi tuntutan dari
orang tua. Karena orang tua terlalu memegang kendali dan orang tua sering
memberi hukuman jika keinginan orang tua tidak terpenuhi mak suasana yang
terjadi antara orang tua dan anak menjadi kaku. Anak mengambil jarak dari
orang tuanya untuk menghindari hukuman dan kontrol orang tua. Hubungan
emosional antara orang tua dan anak menjadi jauh.

Aspek-Aspek Pola Asuh


Menurut Baumrind (dalam Damon & Lerner, 2006) pola asuh terbagi
beberapa aspek, yaitu:
a. Warmth
Orang tua menunjukkan kasih sayang kepada anak, adanya keterlibatan
emosi antara orang tua dan anak serta menyediakan waktu bersama anak.
Orang tua membantu anak untuk mengidentifikasi dan membedakan situasi
ketika memberikan atau mengajarkan perilaku yang tepat. Suasana yang

36 97
hangat itu membangun keakraban antara orang tua dan anak.

b. Control
Orang tua menerapkan cara berdisiplin kepada anak, memberikan
beberapa tuntutan atau aturan serta mengontrol aktifitas anak,
menyediakan beberapa standar yang dijalankan atau dilakukan secara
konsisten, berkomunikasi satu arah dan percaya bahwa perilaku anak
dipengaruhi oleh kedisiplinan.

c. Communication
Orang tua menjelaskan kepada anak mengenai standar atau aturan
serta pemberian reward atau punish yang dilakukan kepada anak. Orang
tua juga mendorong anak untuk bertanya jika anak
tidak memahami atau setuju dengan standar
atau aturan tersebut

Jenis-Jenis Pola Asuh


Menurut Baumrind (dikutip dalam King,
2014) terdapat empat macam Pola Asuh yang
diberikan orang tua kepada anak. Pola asuh
tersebut diantaranya (a) pola asuh otoriter, (b)
pola asuh otoritatif, (c) pola asuh penelantar dan (d) pola asuh permisif.
Selanjutnya akan diberikan penjelasan tentang masing-masing jenis pola
asuh orang tua kepada anak.
a. Pola asuh Otoriter
Dalam pola asuh ini, semua tingkah laku, pengambilan keputusan, dan
cara berpikir anak diatur oleh orang tua. Orang tua memiliki kendali penuh
terhadap segala aspek kehidupan anaknya. Dalam menyampaikan
keinginannya, orang tua cenderung memaksa, memerintah, memberi
ancaman, dan menghukum. Dalam pola asuh ini sedikit sekali komunikasi
secara verbal. Komunikasi yang terjadi hanya bersifat satu arah. Orang tua
tidak lagi memberi pertimbangan terhadap pendapat anaknya.
Dampak pola asuh otoriter terhadap kepribadian anak adalah akan
membentuk anak yang pendiam, tertutup, sulit berinteraksi sosial, dan
cenderung menarik diri dari kehidupan sosial. Selain itu, anak juga akan
menjadi penakut, mudah tersinggung, pemurung, dan mudah stress.
Dalam berinteraksi sosial anak akan terlihat kurang memiliki inisiatif untuk
melakukan sesuatu dan mudah dipengaruhi (tidak memiliki pendirian yang
kuat). Anak juga bisa memiliki sikap yang suka menentang, memberontak,
96 37
dan tidak mau mematuhi peraturan.
b. Pola asuh Otoritatif
Dalam pola asuh ini orang tua mendorong anak untuk bersikap mandiri,
tetapi orang tua masih memberikan kontrol terhadap perilaku anak. Anak
diperbolehkan untuk mengemukakan pendapatnya. Orang tua
menanamkan nilai-nilai yang berlaku dengan cara yang lebih hangat. Dalam
menanamkan nilai, orang tua akan menjelaskan dampak-dampak secara
rasional dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh anak. Komunikasi antara
orang tua dan anak bersifata dua arah. Kepentingan anak menjadi prioritas
utama orang tua, tetapi masih

dikontrol dalam pemberian kebebasan anaknya.


Dampak pola asuh otoritatif terhadap
kepribadian anak adalah pengasuhan yang
hangat, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
bersahabat. Selain itu, motivasi dan komunikasi
yang dilakukan oleh orang tua akan mendorong anak untuk bersikap
percaya diri, bertanggung jawab, kooperatif, dan mampu mengontrol diri.
Anak juga akan cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan
memiliki orientasi terhadap prestasi

c. Pola asuh Penelantar


Orang tua yang mengasuh anaknya dengan tipe ini akan cenderung tidak
terlibat dalam kehidupan anaknya. Orang tua tidak peduli dengan apa yang
dilakukan oleh anaknya. Dalam membesarkan anaknya, orang tua tidak
memberikan kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup.
Dampak pola asuh penelantar terhadap kepribadian anak adalah anak akan
beranggapan bahwa orang tua memiliki hal lain yang lebih penting daripada
dirinya. Selain itu, anak akan merasa kekurangan kasih sayang. Hal tersebut
akan membuat anak cenderung memiliki sikap yang kurang mandiri dan
kurang bisa mengontrol dirinya. Anak cenderung memiliki tempramen yang
lemah, agresif, kurang bertanggung jawab, memiliki self esteem yang rendah,
dan sering bermasalah dalam melakukan interaksi sosial.

d. Pola asuh Permisif


Orang tua memberikan kebebasan yang besar kepada anaknya (anak bebas
melakukan apa yang diinginkannya). Kebebasan diberikan dengan batasan-
batasan yang sangat sedikit. Dengan kata lain, kontrol orang tua terhadap
perilaku anak sangat sedikit. Akan tetapi, orang tua masih terlibat
38 95
dalam aspek-aspek kehidupan anaknya. Orang tua cenderung tidak
menegur anaknya jika anaknya melakukan perbuatan yang salah.
Dampak pola asuh permisif terhadap kepribadian anak adalah anak
yang diberikan kebebasan yang berlebihan oleh orang tuanya cenderung
tumbuh dengan kepribadian yang kurang bisa menghargai orang lain.
Selain itu, anak juga menjadi manja, tidak patuh, agresif, dan mau menang
sendiri. Anak kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri yang
cukup. Anak juga kurang matang secara sosial. Prestasi pun tidak
mendapat perhatian yang cukup dari anak dengan orang tua yang
permisif. Anak juga cenderung memiliki tingkat inisiatif yang tinggi tetapi
anak menuntut agar semua permohonannya dikabulkan.

Tujuh Kebutuhan Anak


Untuk melengkapi uraian di atas, penulis menambahkan Tujuh Kebutuhan
Anak menurut John M. Dresch. Diharapkan dengan orang tua mengetahui
tujuh kebutuhan anak maka pola asuh orang tua memenuhi ketujuh
kebutuhan anak tersebut agar anak-anak tumbuh dengan baik sehingga ia siap
menghadapi tantangan dunia yang mengiurkan dan menyesatkan ini. Adapun
ketujuh kebutuhan anak tersebuat sebgaia berikut :
a. Kebutuhan untuk Berarti
Kebutuhan untuk berarti ini adalah kebutuhan dasar seorang anak yang
terbungkus dalam perasaan menjadi diri sendiri, identitas diri dan
berharga. Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda dengan segala
kekurangan dan kelebihannya. Untuk itu seorang anak membutuhkan
pengakuan bahwa dirinya ada dan berarti bagi lingkungannya dengan
diakui apa adanya tanpa mengada-ada.
b. Kebutuhan untuk Rasa Aman
Anak itu memiliki kebutuhan yang kuat dalam dirinya untuk mendapatkan
kepastian, rasa aman dan landasan untuk berpijak dan ia akan mengalami
ketakutan bila sesuatu yang dikenalnya tidak hadir di dekatnya. Kebutuhan
rasa aman anak ini dibentuk dalam keluarga yang penuh cinta kasih karena
keluarga adalah komunitas terdekat anak. Jika anak tidak menadapatkan
rasa aman dalam keluarga, maka anak akan kesulitan untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang lebih luas.
c. Kebutuhan untuk Diterima
Setiap anak diciptakan sangat unik. Karena unik maka perlakuakn kepada
anak yang satu dengan lainnya tidaklah sama. Jika orang tua tidak menyadari
keunikan setiap anaknya, bahkan membandingkan anaknya dengan anak
lainnya maka ia akan merasa tidak diterima. Anak-anak yang tidak merasa
94 39
diterima oleh orang tuanya menjadi rapuh
terhadap tekanan teman sebaya yang
menjatuhkannya. Anak yang merasa tidak
diterima biasanya akan mengekspresikan
dirinya agar diterima dengan berkelahi agar
diterima oleh teman. Tetapi ada juga yang
yang merasa tidak terima menganggap bahwa
Tuhan membenci dirinya.
d. Kebutuhan untuk Mencintai dan Dicintai
Dorongan dari dalam untuk mencintai dan dicintai sangatlah kuat.
Sepanjang hidup kita ingin mendapatkan kawan. Sebagai orang tua, cara
yang kita pakai untuk memperlihatkan cinta kita pada anak-anak sangat
mempengaruhi anak untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain.
e. Kebutuhan untuk Dipuji
Prinsip terdalam pada kehidupan manusia ialah kehausan untuk
dihergai. Saat kita dalam keadaan senang karena dipuji, maka akan
mendorong kita ingin melakukan lebih banyak lagi untuk menyenangkan
orang lain. Gagal memuji anak sendiri adalah kesalahan yang umum dianut
pra orang tua. Banyak anak jarang mendengarkan pujian. Namum mereka
diejek bila gagal. f. Kebutuhan untuk Disiplin
Disiplin meliputi pembentukan sifat anak secara menyeluruh melalui
pemberian semangat pada tingkah laku yang baik dan membetulkan
tinggal laku yang salah. Hukuman adalah bagian dari disiplin yang memberi
halangan yang sementara sifatnya. Menghukum tingkah laku buruk tidak
otomatis menghasilkan tingkah laku yang baik. Disiplin mencakup juga
tanggung jawab orang tua untuk memilih, memberi semangat dan
membangun tingkah laku yang baik menggantikan tingkah laku yang
buruk. g. Kebutuhan untuk Kehadiran Tuhan
Keluarga adalah tempat pertama seorang anak mengenal Tuhan. Oleh
sebab itu tugas orang tua untuk mem-perkenalkan konsep Tuhan harus
ditum-buhkan pada masa awal sebab anak akan timbul pertanyaan-
pertanyaan sehubungan dengan dari mana ia berada dan untuk apa ia
diciptakan. Jika orang tua tidak mampu memperkenalkan sejak dini konsep
tentang Tuhan yang menciptakan manusia maka anak akan mengalami
kekosongan jiwa.

Kesimpulan
Untuk membentuk kepribadian anak yang baik, orang tua harus mengasuh
anaknya dengan cara yang tepat di tengah-tengah perkembangan yang
bergerak sangat cepat. Orang tua harus selalu berevaluasi pola asuhnya
kepada anak agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
40 93
sehingga anak akan siap terjun di kancah dunia yang sangat menggoda dan
penuh tawaran yang mengiurkan untuk melakukan sesuatu dengan cepat
dan instant.
Selain memperhatikan pola asuh kepada anak, orang tua juga perlu
memerhatikan kebutuhan anak.
Pola asuh yang juga
memperhatikan k e b u t u h a n a n
a k m a k a a k a n melengkapi
pertumbuhan optimal anak.

Daftar Pustaka:
Handayani,W. (2006). Psikologi keluarga.
Jakarta : Pustaka Utama
John M. Drescher (1992), Tujuh Kebutuhan
Anak, BPK Gunung Mulia, Jakarta
King, L. A. (2014). The science of psychology:
An appreciative view (3rd ed.). New York, NY: McGraw Hill Education.
Latifah, M. (2008). Peranan keluarga dalam pendidikan karakter anak. [terhubung
berkala].http://www.tumbuh-kembang-anak.blogspot.com.html. [21 Januari 2012].
Nurani, A. T. (2004). Pengaruh kualitas perkawinan, pengasuhan anak dan kecerdasan emosonal
terhadap prestasi belajar anak [Tesis]. Bogo r: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Website :
https://maunur1201110010.wordpress.com/artikel/pengertian-pola-asuh-menurut-para-ahli-
definisi-contoh-macam-2/
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-pola-asuh-menurut-para-ahli.html
http://www.wawasanpendidikan.com/2014/10/pengertian-pola-asuh-anak-dalam.html
http://www.wivrit.com/2013/07/5-macam-pola-asuh-orang-tua-yang-wajib-diketahui.html
http://www.pandawacare.or.id/2016/03/06/pola-asuh-anak-yang-efektif-dalam-keluarga/
http://www.kesimpulan.com/2009/04/gaya-pengasuhan-atau-pola-asuh-orang.html
https://keluarga.com/3305/salah-pola-asuh-anak-remaja-sama-dengan-membuat-masa-
depannya-suram-kenapa

92 41
BAGAIMANA MEMULAI KEGIATAN P2A ?

Untuk memulai melakukan kegiatan pendampingan pada anak-


anak, relawan [pamong, anggota P2A] pertama-tama memang harus
aktif terlibat dalam kegiatan kelompok/ komunitas anak. Sebuah
komunitas kadang sudah terbentuk, tapi ada pula yang harus
dibentuk terlebih dahulu.
Komunitas anak yang biasanya telah ada di gereja, seperti:
kelompok anak-anak Sekolah Minggu, kelompok Persekutuan Doa
Anak (patuwen anak), kelompok katekisasi anak/remaja, kelompok
PA, kelompok koor, dsb.
Jika belum ada komunitas, maka relawan harus mulai membentuk
sebuah komunitas, yang terkait anak/remaja dan cara termudah
untuk memulai berdasarkan kebutuhan anak/remaja, misal:
kelompok futsal, kelompok belajar bersama, kelompok teater, dsb.
Baik untuk komunitas yang sudah ada atau terbentuk, maupun
komunitas yang baru terbentuk (dari usaha penjaringan relawan),
perlu membuat sebuah kegiatan yang rutin dan memiliki tujuan,
sehingga interaksi bersama anak-anak dapat lebih terencana,
teratur, mudah diamati dan progress kemajuan anak dampingan
dapat terpantau.
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam kelompok
dampingan kita:

1. TEMUKAN ENTRY POINT [PINTU MASUK]


ü Bersifat pribadi
ü Menjangkau kelompok [1 – 10 orang anak]

42 91
ü Pilih sebuah kegiatan bersama yang tepat, dapat dipakai untuk
berbicara secara terbuka/dekat/akrab/hangat dengan anak-
anak, tanpa menimbul-kan rasa takut/terintimidasi.
Misal:
a. Untuk anak usia Batita – SD [Madya – Pratama]
þ Menggunting kuku
þ Menggambar/mewarna
þ Bermain: Puzzle/boneka
b. Untuk anak usia Remaja [12 – 17 tahun]
þ Memasak Bersama
þ Diskusi dalam kelompok kecil, berdasar
jenis gender yang sama [perempuan
sendiri, pria sendiri]
þ Kotak Rahasia
þ Kegiatan pengembangan hoby [futsal, bola volly, Mading,
dll]
þ Persekutuan Doa Remaja

2. MEMETAKAN MASALAH
ü Memilah permasalahan yang ada
ü Bedakan antara makna “kebutuhan” dan “keinginan”
a. Kebutuhan : sesuatu yang sangat dibutuhkan; bersifat
penting/ utama
Misal:
•Perlindungan [menyangkut keamanan
diri] •Kasih sayang orang tua
•Mendapatkan pendidikan dasar
•Sandang, pangan dan papan, dll.
b. Keinginan : sesuatu yang sangat diinginkan/ hasrat/
kehendak/ harapan; bersifat tidak terlalu mendesak/ dapat
ditunda

Misal: mainan, liburan, baju bagus, sepatu ber-merk, dsb.

ü Menyikapi masalah yang ada dikaitkan dengan persoalan


sosial yang ada [tengah berkembang].
90 43
Peran pendamping [relawan/KPAR – KPPW – KPT – Litbang] untuk
mendiskusikan bersama pergumulan yang dialami/disampaikan
anak-anak.

3. MENCARI JALAN KELUAR [MENJAWAB KEBUTUHAN BERSAMA]


ü Menemukan akar masalah yang mendasar, dari permasalahan
yang dihadapi anak-anak.

Contoh Kasus:
Si “A” umur 12 tahun, lari dari rumah dan
lebih nyaman tinggal dengan neneknya.
Setelah diselidiki ternyata ia tidak nyaman
tinggal di lingkungan rumah bersama orang
tuanya, karena telah mengalami pelecehan
seksual dari tetangganya.

Akar masalah:
1. Pendidikan seksual usia dini masih
dianggap “tabu”.
2. Gereja tidak pernah menyampaikan
pendidikan seksual usia dini.
3. Orang tua kurang perhatian terhadap tumbuh kembang anak,
termasuk memberikan pendidikan seks sejak dini.
4. Perkembangan internet yang cepat, termasuk didalamnya
beragam informasi yang mendidik maupun yang merusak
[pornografi, kejahatan, kebencian, amarah, dsb]

Langkah apa yang bisa diambil?


1. Mengikis “tabu” untuk memulai pendidikan seksual usia dini.
2. Melibatkan anak – ortu – pamong/orang dewasa untuk belajar
bersama dan terbuka akan pendidikan seksual usia dini
[pengetahuan diberikan bertahap, disesuaikan usia]
3. Gereja mau berperan aktif mendampingi anak-anak, baik korban
maupun yang belum mengalami, agar kejadian serupa tidak
terulang. Juga perlu adanya bahan katekisasi remaja terkait
44 89
etika/ kesopanan/ pendidikan seks usia dini, agar anak/remaja
belajar mandiri menjaga dirinya.
4. Membuat sarana pembelajaran yang menarik dan informatif,
misal melalui pamflet/ brosur/ madding/ games, dsb.

þ Contoh Games untuk pendidikan seksualitas untuk anak.


“Games Red Flag & Green Flag”
Bahan:
° Kertas warna merah dan hijau; potong dengan
bentuk segi empat/ segi tiga [sejumlah anak]
° Potongan kayu kecil dari bambu [satu anak
memegang 1 pasang]
° Lem kertas
Cara Membuat:
° Bagikan bahan kertas warna
dan potongan bambu kecil
pada masing-masing anak,
agar mereka belajar mandiri
membuat sendiri benderanya
[pamong/relawan P2A bisa
membantu anak-anak kecil,
yang belum bisa membuat
bendera sendiri].
° Beri lem pada kertas warna
hijau/merah,kemudi
a n tempelkan pada potongan
bambu tersebut.
° Jika bendera sudah kering,
siap dipakai untuk permainan
bersama.
Cara Bermain:
° Pertama, pamong/relawan P2A mengajarkan pada
anak-anak tentang apa makna bendera merah dan
hijau [Red flag & Green Flag]. Bendera Merah [Red
flag] mengandung arti: STOP, berhenti, sesuatu yang
88 45
dilarang. Bendera Hijau [Green flag] mengandung
arti: AMAN, jalan, sesuatu yang bisa dilakukan/tidak
dilarang.
° Jika anak-anak sudah memahami makna Red flag &
Green Flag, langkah selanjutnya adalah pengenalan
bagian tubuh. Pamong/relawan P2A memperkenalkan
pada anak-anak bagian tubuh mereka mana saja yang
masuk bagian Red flag & Green Flag. Misal : bagian
mulut, dada, area kemaluan dan pantat, termasuk
bagian Red flag, yang tidak boleh dipegang/disentuh
oleh sembarang orang [kecuali oleh ibu kandung atau
saat diperiksa dokter, dengan didampingi orang tua].
Anak-anak harus belajar mengingat dan memahami
pengajaran ini, agar saat ada seseorang asing yang
menyentuh bagian terlarang mereka [Red flag/ red
area], mereka dengan tegas mengatakan TIDAK!
° Pamong/relawan P2A juga bisa memakai Red flag &
Green Flag untuk mengajari anak-anak mengenai
mana orang-orang di sekitar
mereka yang masuk b a
g i a n b e r b a -
haya/tidak aman [Red
flag] bagi anak-anak,
dan mana orang-orang
yang aman [Green Flag]
bagi anak-anak. Misal, o
rang-orangyang
masuk berbahaya bagi
anak-anak:orang
asing/tidak dikenal, anggota keluarga yang hendak
melakukan maksud jahat pada anak-anak, meski
dikenal, juga masuk dalam kelompok ini. Sedang orang
tua, adik, kakak, yang sudah dikenal baik, terpercaya
dan mendatangkan rasa aman bagi anak-anak, masuk
dalam kelompok orang-orang yang aman
46 87
[Green Flag].
° Games Red flag & Green Flag, bisa dilakukan di dalam
ruangan atau di luar ruangan, dengan pamong/
relawan P2A pertama-tama memberikan pertanyaan
dan anak-anak mengangkat bendera yang sesuai
sebagai jawabannya.
Contoh pertanyaan:
1. Teman kakakmu tiba-tiba mendekatimu dan
menyentuh bagian pantat/dadamu. Ia termasuk
kelompok mana? [Jawaban: Red flag/bendera
merah]
2. Ibumu membantu adikmu yang masih balita untuk
mandi dan buang air besar, sehingga menyentuh
bagian tubuhnya. Ibumu termasuk kelompok
mana? [Jawaban: Green flag/bendera hijau]
3. Suatu hari, ayah datang terlambat menjemputmu
pulang sekolah karena macet di jalan. Sekolah
sudah sepi dan tiba-tiba muncul seseorang yang t i
dakkamukenal,menawarimuuntuk
mengantarkanmu pulang. Menurutmu dia orang
yang bagaimana? ia termasuk kelompok mana?
[Jawaban: Red flag/bendera merah]
4. Dll, pertanyaan/soal bisa dikembangkan oleh
pamong/relawan P2A, terkait bagian tubuh anak
mana yang boleh disentuh dan mana yang tidak
boleh disentuh orang lain -- orang-orang mana
yang aman dan berbahaya bagi anak-anak.

86 47
°Perlu diingat: Games Red flag & Green Flag ini tidak
bisa dilakukan hanya dalam sekali permainan.
Harus dilakukan dalam beberapa kali pertemuan
[pengalaman penulis: sosialisasi permainan ini baru
bisa dimengerti dan dipahami anak-anak setelah 3 -
4 kali pertemuan, dengan berbagai pengembangan
permainan].
° Agar anak-anak bisa lebih
memahami games ini, perlu
juga diputarkan video
mengenai: Kisah Si Aksa &
KisahSiGeni[bisadi
downloadmelalui
youtube].

ü Mulai menggagas sebuah kegiatan


untuk menjawab permasalahan yang
dihadapi anak-anak
a. Kegiatan Individu
Ä Pendampingan secara khusus dan intensif terhadap
anak
Ä Perlindungan Khusus [terkait hukum, dsb]

b.Kegiatan Kelompok
Ä Seminar HIV/AIDS
Ä Seminar Love, Sex and Dating
Ä Membuat Mading
Ä Mendirikan Perpustakaan
Ä Mengadakan Hari Anak Nasional (HAN) dengan diisi
kegiatan:
1.Camp
2. Ibadah kreatif
3. Lomba-lomba ke-akraban/kepemimpinan
4. Pengembangan hoby/talenta
5. Sosialisasi tentang Hak Anak, dsb.
48 85
Ä Pelibatan anak-anak dalam Ibadah umum Minggu,
dalam rangka HAN:
1. Penerima Tamu
2. Penarik Persembahan
3. Pemain musik
4. Pemimpin Pujian
5. Doa Syafaat
6.Pengisi Pujian/koor

4. EVALUASI & RENCANA TINDAK LANJUT [RTL]


ü Mengevaluasi bersama apakah kegiatan yang kita lakukan
telah benar-benar menjawab permasalahan anak-anak?
ü Apa keberhasilan dan kekurangan dari kegiatan
pendampingan yang telah kita lakukan?
ü Apa yang bisa kita lakukan untuk kegiatan selanjutnya?
ü Apakah bisa melakukan kegiatan bersama secara berjejaring
dengan jemaat lain [untuk masalah-masalah yang sama] agar
dapat saling membangun?

84 49
CONTOH KUISIONER

TENTANG PENGGUNAAN WAKTU


1. Dalam sehari, waktu terbanyakmu dihabiskan di mana?
a. Sekolah b. Rumah c. Bersama teman d. Gereja
2. Apakah kamu suka nonton TV?
a. Ya b. Tidak c. Kadang-kadang d. Tidak Pernah
3. Berapa lama kamu menghabiskan waktu di depan TV?
a. >8 jam sehari b. 1 – 2 jam c. <1 jam sehari d. Seharian di depan TV
4. Berapa lama kamu menghabiskan waktu untuk bermain internet, baik lewat PC
maupun gadget dalam sehari?
a. 2- 3 jam b. 6 jam c. Satu jam sekali d. Hampir tiap 5 menit

TENTANG HUBUNGAN/KOMUNIKASI
1. Menurutmu kamu lebih suka curhat/sharing dengan siapa?
a. Ortu b. Teman c. Guru/Pendeta d. Sosmed
2. Dalam keluarga kamu lebih akrab dengan siapa?
a. Ortu b. Kakak c. Kakek/Nenek d. Tidak ada
3. Komunikasi paling lancar dalam keluargamu melalui?
a. Ngobrol b. SMS/WA c. Pesan di lemari es d. Tidak ada
4. Waktu paling tepat bertemu dengan keluargamu?
a. Di meja makan b. Sore hari c. Di atas jam 9 malam d. Sepanjang waktu

TENTANG INTERAKSI SOSIAL


1. Kamu paling nyaman berada di mana?
a. Di rumah b. Sekolah c. Di rumah Nenek d. Gereja
2. Kamu merasa tidak nyaman di sekolah karena?
a. Dibully teman b. Sendiri c. Tidak pintar d. Belum bayar SPP
3. Apa makna guru bagimu?
a. Pembimbing b. Ortu kedua c. Tukang ngomel d. Menakutkan
4. Apakah kamu aktif mengikuti kegiatan di gereja/ sekolah/ masyarakat?
a. Tidak b. Ya c. Kadang-kadang d. Tidak Pernah
5. Siapa orang yang paling berpengaruh dalam hidupmu?
a. Orang tua b. Nenek c. Pendeta d. Tokoh Idola
6. Apa makna orang lain bagimu?
a. Penolong b. Pengganggu c. Tak ada pengaruh d. Sebatas Teman

Note:
Kuisioner berdasarkan kebutuhan/ pergumulan yang banyak dialami oleh jemaat
[anak/remaja]. Jadi tiap Jemaat/MD bisa saja mengembangkan isi dari kuisioner
di atas.
50 83
REFLEKSI UNTUK PENDAMPING ANAK-ANAK

1. Apakah keluarga/teman-teman Anda sering berpendapat bahwa Anda


adalah orang yang suka mengontrol orang lain?

2. Apakah Anda orang yang cepat mengkritik?

3. Apakah Anda seringkali menginginkan orang lain untuk mengikuti


kemauan Anda?

4. Apakah Anda sering melukai orang lain dengan kata-kata yang keras dan
tidak pantas?

5. Apakah Anda pernah mengeluarkan ancaman saat keinginan Anda tidak


terpenuhi?

6. Saat teman akrab Anda pergi dengan teman yang lain, apakah Anda
menjadi marah, karena ia tidak bercerita dengan Anda?

7. Apakah Anda merasa gelisah saat tidak bersama teman akrab Anda?

8. Apakah Anda mempunyai sifat yang agresif dan meledak-ledak emosinya?

9. Apakah teman/keluarga takut terhadap Anda?

10.Apakah Anda merasa tak bersalah meskipun telah menyakiti hati orang
lain?

Coba pahami dan renungkan


10 pertanyaan di atas, apakah
sesuai dengan pengajaran
yang diberikan Tuhan Yesus
dalam hidup kita?
Bacalah Yohanes 13: 14-16

82 51
Lampiran – Lampiran

1. Keppres Nomor 44 Tahun 1984, Tentang Hari


Anak Nasional.
2. Konvensi Hak-hak Anak, tanggal 20 November 1989.
3. UU Nomor 23 Tahun 2002, Tentang Perlindungan Anak.
4.UU No 35 Tahun 2014, Tentang Perubahan atas UU
nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
5.Perppu UU Nomor 1 Tahun 2016, Tentang
Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.

52 81
80 53
54 79
78 55
56 77
76 57
58 75
74 59
60 73
72 61
62 71
70 63
64 69
68 65
66 67

Anda mungkin juga menyukai