Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

“Proses Patofisiologi Pada System Integumen, Sensorik, Pendengaran”


Tugas Mata Patofisiologi

Dosen Pengampu

I Made Mertha, SKp . M.Kep

Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
1. Ni Kadek Era Swandewi (P07120222075)
2. Ni Putu Apillia Kumala Sari (P07120222076)
3. Ni Putu Delania Damayanti (P07120222077)
4. Kadek Martha Rahayu (P07120222078)
5. Ni Wayan Sumadi (P07120222079)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Proses Patofisiologi Pada System
Integumen, Sensorik, Pendengaran”. Atas dukungan moral dan material yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, serta dapat bermanfaat di masyarakat.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan makalah ini.

Denpasar, 13 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

“Proses Patofisiologi Pada System Integumen, Sensorik, Pendengaran”........................................1


KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................4
1.3 TUJUAN................................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
2.1 Patofisiologi Pada System Integumen....................................................................................6
2.2 Patofisiologi Pada System Sensorik.....................................................................................14
2.3 Patofisiologi Pada Sistem Pendengaran...............................................................................25
BAB III..........................................................................................................................................35
PENUTUP.....................................................................................................................................35
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................................35
3.2 SARAN................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................36
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap manusia memiliki sistem tubuh yang bervariasi, 3 diantaranya yaitu sistem
integumen, sistem sensorik, dan sistem pendengaran.
Seluruh tubuh manusia bagian terluar terbungkus oleh suatu sistem yang disebut sebagai
sistem integumen. Sistem integumen adalah sistem organ yang paling luas.Sistem ini terdiri atas
kulit dan aksesorisnya, termasuk kuku, rambut, kelenjar (keringat dan sebaseous), dan reseptor
saraf khusus (untuk stimuli perubahan internal atau lingkungan eksternal).
Sistem pendengaran, seperti kita semua tahu, telinga manusia adalah organ vital dari
sistem sensorik tubuh.Harus tepat, telinga merupakan organ sistem pendengaran, yang
bertanggung jawab untuk indera pendengaran. Ini melakukan fungsi utama menerima
gelombang suara danmengirimkan sinyal ke otak. Dengan cara ini, kita dapat mendeteksi dan
menginterpretasikan jenis suara yang berbeda. Selain pendengaran, telinga kita adalah penting
untuk penentuan posisikepala dan menjaga keseimbangan Badan. Untuk mengetahui
perubahan yang terjadi padatubuh orang sakit kita harus terlebih dahulu mengetahui struktur
dan fungsi tiap alat dari susunan tubuh manusia yang sehat dalam kehidupan sehari-hari. Salah
satunya struktur indra pendengaran. Indra pendengaran merupakan salah satu alat pancaindra
untuk mendengar. Makadari itu kelompok kami mencoba menjelaskan tentang bagian-bagian
telinga,fisiologi pendengaran,proses pendengaran dan gangguan pendengaran. Mengingat
indra pendengaransangat penting bagi manusia, maka besar harapan kelompok kami dengan
adanya makalah inimampu menambah pengetahuan mengenai materi indra pendengaran
Tentunya dalam setiap sistem tersebut dapat mengalami gangguan yang sangat
mengganggu manusia, maka dari itu kita harus tau apa saja gangguan yang ada pada sistem
tubuh dan bagaimana gejala maupun pencegahannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a) Apa saja Patofisiologi Pada System Integument?
b) Apa saja Patofisiologi Pada System Sensorik?
c) Apa saja Patofisiologi Pada System Pendengaran?
1.3 TUJUAN
a) Untuk Mengetahui Patofisiologi Pada System Integument.
b) Untuk Mengetahui Patofisiologi Pada System Sensorik.
c) Untuk Mengetahui Patofisiologi Pada System Pendengaran.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Patofisiologi Pada System Integumen


Kata integumen ini berasal dari bahasa Latin "integumentum" yang berarti "penutup".
Sistem integumen atau biasa disebut kulit adalah sistem organ yang membedakan,
memisahkan, melindungi, dan menginformasikan manusia terhadap lingkungan
sekitarnya. Adapun patofisiologi pada system integument diantaranya :
a. Infeksi Pada Kulit
Infeksi kulit adalah gangguan pada kulit yang dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, atau parasit. Seseorang yang mengidap infeksi kulit dapat
mengalami gejala yang beragam, mulai dari ringan hingga berat. Infeksi kulit
yang ringan biasanya bisa diatasi dengan menggunakan obat- obatan yang dijual
bebas. Namun, pada kasus infeksi kulit yang berat, diperlukan penanganan medis
oleh dokter.
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena infeksi
kulit, yaitu:
 Membiarkan kulit dalam kondisi basah cukup lama, misalnya tidak berganti
pakaian kering setelah berolahraga.
 Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.
 Tidak menutup luka pada kulit

Beberapa penyebab infeksi kulit, antara lain:


 Virus, yaitu virus herpes, human papillomavirus, dan poxvirus, contohnya
penyakit cacar, herpes zoster, campak, dan kutil.
 Parasit, contohnya skabies, kutu rambut, kutu kemaluan, dan cutaneous larva
migrans.
 Bakteri, contohnya bisul, impetigo, selulitis, dan kusta.
 Jamur, contohnya kurap, ruam popok, dan panu.
Gejala infeksi kulit tergantung jenis infeksi yang dialami. Berikut adalah gejala
yang timbul pada masing-masing jenis infeksi.

1. Cacar Air
Gejala:
 Timbul bintik-bintik kemerahan (ruam) berisi cairan pada lengan,
kaki, dada, perut, belakang telinga, wajah, dan kulit kepala.
 Cairan di dalam ruam akan mengeruh dan akan mulai mengering
dalam waktu 2 hari.
 Diawali demam, nyeri kepala, nyeri otot, dan kehilangan nafsu
makan.
 Ruam terasa sangat gatal setelah 12-14 jam sejak timbul.
Pengobatan:
 Umumnya tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat
sembuh dengan sendirinya.
 Obat antihistamin untuk meredakan gatal.
 Obat antivirus, seperti acyclovir, untuk meredakan gejala cacar air
dengan memperlambat aktivitas virus.
 Mengenakan pakaian yang longgar.
 Mandi dengan air dingin.
 Tidak menggaruk ruam cacar.
 Minum banyak air putih.

2. Herpes Zoster
Gejala:
 Muncul rasa nyeri dan sensasi panas di area kulit yang terinfeksi.
 Timbul ruam gatal kemerahan dan bintik-bintik berisi cairan pada
satu sisi bagian tubuh.
 Dapat disertai demam, nyeri kepala, dan tubuh mudah lelah.
 Ruam akan pecah dan mengering dalam beberapa hari.
Pengobatan:
 Obat antivirus untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi
risiko komplikasi, seperti acyclovir dan valacyclovir.
 Obat antikonvulsan (gabapentin) atau antidepresan (amitriptyline)
untuk meredakan nyeri yang berat, serta paracetamol untuk nyeri
yang ringan.
 Kompres area kulit yang terinfeksi dengan handuk dingin beberapa
kali dalam sehari.
 Menjaga ruam selalu kering agar terhindar dari infeksi.
 Mengenakan pakaian yang longgar.

3. Campak
Gejala:
 Gejala awal berupa batuk kering, demam, nyeri tenggorokan, pilek,
konjungtivitis.
 Ruam kemerahan pada seluruh tubuh yang dapat menempel satu
sama lain.
 Bercak putih keabuan pada bagian dalam mulut.
Pengobatan:
 Obat paracetamol untuk meredakan demam dan nyeri otot.
 Minum banyak air putih (6-8 gelas sehari).
 Mengonsumsi vitamin A.
 Beristirahat yang cukup.

4. Kutil
Gejala:
 Timbul benjolan kecil pada kulit yang berukuran 1-10 milimeter.
 Benjolan dapat tumbuh di area tubuh manapun, umumnya di
wajah, tangan, dan kaki, terkadang dapat disertai dengan gatal.
 Benjolan dapat terasa halus atau kasar jika disentuh.
 Benjolan dapat timbul berkelompok.
Pengobatan:
 Obat yang mengandung asam salisilat, asam trikloroasetat, hingga
nitrogen cair untuk membekukan kutil.
 Tindakan bedah atau terapi sinar laser.

5. Bisul
Gejala:
 Kulit yang terinfeksi bengkak dan memerah. Gejala ini biasanya
terjadi di area tubuh seperti wajah, leher, dan paha.
 Pada kasus bisul karbunkel, ukurannya biasanya lebih besar, yaitu
3-10 sentimeter, dan disertai demam tinggi.
 Dapat muncul sendiri atau dapat juga berkelompok (karbunkel).
 Benjolan akan pecah dan mengeluarkan nanah dalam 2-3 hari.
 Terasa nyeri jika disentuh, dan seiring waktu akan membesar.
Pengobatan:
 Gunakan kain bersih dan hangat untuk mengompres bisul.
 Jaga kebersihan area sekitar bisul, cuci tangan setelah menyentuh
area yang terkena.
 Jika bisul terasa nyeri, minum obat pereda nyeri yang dijual bebas,
seperti ibuprofen atau acetaminophen
Ada beberapa upaya yang dapat kamu lakukan untuk mencegah infeksi kulit,
antara lain:
a) Selalu menjaga kebersihan tubuh, terutama bagian tangan, agar bakteri, virus,
atau jamur tidak dapat dengan mudah menginfeksi tubuh.
b) Bila ada luka di kulit, sebaiknya ditutupi dengan menggunakan perban agar
kuman tidak masuk dan menyebabkan infeksi.
c) Segera ganti pakaian yang dikenakan jika terasa lembap karena berkeringat.
d) Selalu jaga kebersihan pakaian, kaos kaki, dan juga sepatu.
e) Tidak menggunakan barang-barang yang digunakan pengidap.
f) Menghindari bersentuhan dengan pengidap infeksi kulit.
b. Alergi Pada Kulit
Macam-macam alergi pada kulit, yaitu :
1) Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan yang membuat kulit memunculkan ruam
merah yang terasa gatal dan bersisik. Dermatitis juga dapat membuat kulit
mengering. Pada kondisi yang serius, dermatitis bisa membuat kulit
melepuh, mengeluarkan cairan, dan mengelupas.
2) Urtikaria (biduran)
Urtikaria alias biduran atau kaligata adalah gejala alergi yang paling khas
muncul pada kulit. Biduran ditandai dengan kemunculan bentol-bentol
merah yang menonjol dan terasa gatal. Bentol biduran dapat meuncul
terfokus pada satu bagian tubuh tertentu atau menyebar ke area yang lebih
besar.Biduran biasanya muncul akibat reaksi alergi terhadap makanan,
tungau debu, gigitan serangga, suhu dingin, bulu hewan, atau lateks.

Cara Mencegah Dan Mengatasi Reaksi Alergi Pada Kulit


 Jaga kelembapan kulit, dan hindari produk perawatan tubuh yang
berbahan keras atau membuat kulit gampang kering.
 Suntik epinefrin jika mengalami syok anafilaksis dan segera pergi ke unit
gawat darurat.
 Kompres dingin di area kulit yang gatal, atau berendam air dingin untuk
menyejukkan kulit yang gatal.
 Gunakan krim hidrokortison, obat oles, atau losion calamin untuk
mengatai iritasi dan gatal.
 Minum obat antihistamin untuk mengobati gejala alergi yang kambuh.
 Hindari pemicu alergi Anda.

c. Epidermolysis
Epidermolisis bulosa adalah kelompok penyakit langka yang menyebabkan kulit
rapuh dan mudah melepuh. Munculnya lepuhan di kulit dapat dipicu oleh cedera
ringan, paparan sinar matahari, gesekan dengan pakaian, atau garukan. Epidermolisis
bulosa dapat menyebabkan lepuhan yang terasa sakit di kulit bagian tangan, siku,
lutut, dan kaki. Namun lepuhan tersebut juga dapat muncul di kulit bagian dalam
tubuh, seperti mulut, kerongkongan, atau mata.

Gejala dan Penyebab :


Kulit yang menebal di bagian telapak tangan atau telapak kaki, penebalan kuku
jari tangan atau kuku jari kaki, serta muncul benjolan putih kecil. Epidermolisis
bulosa merupakan kelainan kulit langka yang diturunkan dari orang tua yang
menderita kondisi serupa. Kondisi ini terjadi karena kerusakan pada gen yang
memproduksi kolagen.

Pengobatan dan Pencegahan :


Penanganan epidermolisis bulosa dilakukan dengan pemberian obat, fisioterapi,
dan operasi. Untuk membantu proses pemulihan, pasien juga bisa melakukan
perawatan mandiri di rumah, seperti rutin mengganti perban dan mengoleskan
krim petroleum jelly. Epidermolisis bulosa tidak bisa dicegah. Namun, ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan yang lebih serius, yaitu mengenakan pakaian berbahan lembut dan
longgar, serta mengonsumsi makanan dengan suhu tidak terlalu panas.

d. Selulitis
Selulitis adalah kondisi peradangan pada struktur kulit dermis dan lapisan kulit
subkutan. Selulitis dapat disebabkan oleh infeksi sehingga menyebabkan rasa
gatal disertai nyeri, kulit memerah dan terasa hangat. Ketika mikroorganisme
penyerang menginvasi daerah yang sakit, mikroorganisme ini akan menguasai sel-
sel p pertahanan tubuh (neutrofil, eosinofil, basofil, dan sel-sel mosh dan
menguraikan komponen selulernya, yang dalam keadaan normal akan mengisolasi
serta melokalisasi inflamasi. Ketika selulitis berlangsung progresif, mikroorga
nisme menginvasi jaringan di sekitar lokasi luka yang pertama
Gejala :
Beberapa gejala selulitis yang umum dialami oleh pengidapnya meliputi:
a. Kulit kemerahan yang berpotensi menyebar.
b. Pembengkakan.
c. Nyeri.
d. Demam.
e. Muncul bintik-bintik merah.
f. Kulit melepuh.
g. Kulit bernanah atau berair (muncul cairan berwarna kuning atau bening.
Pengobatan :
Perawatan selulitis biasanya menggunakan antibiotik oral selama minimal 5 hari.
Dokter mungkin juga meresepkan obat pereda nyeri. Namun, dalam beberapa
kasus, dokter akan memberikan antibiotik intravena (IV) segera setelah
mendiagnosis gejalaSelulitis akan hilang dalam 7 hingga 10 hari setelah pengidap
minum antibiotik, tapi perawatan lebih lama diperlukan jika infeksi lebih parah.
Bahkan meski gejala membaik dalam beberapa hari, sangat penting untuk tetap
meminum antibiotik yang diresepkan dokter.

e. Luka Bakar
Luka bakar adalah cedera di kulit yang disebabkan oleh panas, baik dari api,
paparan bahan kimia, radiasi sinar matahari, maupun sengatan listrik. Luka bakar
kimia disebabkan senyawa yang asam, alkali, atau merupakan vesikan (zat yang
menimbulkan lepuhan) yang mengenai tubuh korban karena kontak, ter- minum,
terhirup (inhalasi), atau karena suntikan. Luka bakar gesekan atau ekskoriasi
terjadi ketika kulit mengalami gesekan hebat dengan permukaan yang kasar. Luka
bakar karena sengatan matahari (sunburn) terjadi ketika seseorang terpaian cahaya
matahari secara ber- lebihan. Luka bakar listrik biasanya terjadi karena kontak
dengan kawat listrik yang mengandung arus listrik atau dengan sumber arus listrik
tegangan tinggi. Kadang-kadang luka bakar listrik terjadi pada anak-anak yang
menggigit kabel listrik.

Patofisiologi :
 Luka Luka bakar derajat pertama.
bakar derajat pertama (derajat-satu) menyebabkan cedera setempat atau
destruksi setempat pada kulit (hanya lapisan epidermisnya) akibat kontak
langsung (seperti terkena tumpahan bahan kimia) atau kontak tidak
langsung (seperti sengatan matahari). Fungsi barrier (sawar) pada kulit
tetap utuh dan luka bakar jenis ini tidak mengancam hidup korban.
 Luka bakar derajat dua dengan ketebalan parsial- superfisial (second-
degree superficial partial-thickness).
Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan sebagian dermis. Lepuh
yang dindingnya tipis dan berisi cairan terjadi dalam tempo beberapa
menit setelah cedera. Ketika lepuh ini pecah, ujung-ujung saraf akan
terpajan dengan udara. Karena respons nyeri dan taktil masih utuh, pe-
nanganan luka bakar ini menimbulkan nyeri yang sangat. Fungsi sawar
pada kulit sudah hilang pada derajat luka bakar ini.
 Luka bakar derajat dua dengan ketebalan parsial- dalam (second-degree
deep partial-thickness).
Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan dermis yang menim-
bulkan lepuh dan edema yang ringan hingga sedang serta rasa nyeri
Folikel rambut masih utuh sehingga rambut masih dapat tumbuh kembali.
Apabila dibandingkan luka bakar second-degree superficial partial-
thickness maka pada luka bakar ini tidak begitu terdapat rasa nyeri karena
neuron sensoris sudah mengalami destruksi yang luas Daerah di sekitar
luka bakar sangat sensitif terhadap rasa nyeri. Fungsi sawar pada kulit
menghilang

 Luka bakar derajat tiga dan empat.


Luka bakar in merupakan luka bakar yang berat dan mengenai setiap
sistem serta organ tubuh. Luka bakar derajat tiga meluas lewat epidermis
serta dermis dan mengenai lapisan jaringan subkutan. Luka bakar derajat
empat meliputi otot, tulang. dan jaringan interstisial. Dalam waktu
beberapa jam saja, cairan dan protein berpindah dari kapiler ke ruang
inter- stisial sehingga terjadi edema. Pada keadaan ini timbul respons
imunologi yang segera terhadap cedera luka bakar sehingga sepsis akibat
luka bakar merupakan ancaman yang serius. Akhirnya, peningkatan
kebutuhan kalori se- sudah seseorang mengalami luka bakar akan
meningkatkan laju metabolik.

Tanda dan Gejala :


Tanda dan gejala bergantung pada tipe luka bakar dan dapat meliputi:
1. nyeri dan eritema setempat yang biasa terjadi tanpa lepuh dalam waktu 24 jam
pertama (luka bakar derajat satu)
2. menggigil, sakit kepala, edema lokal dan nausea serta vomitus (pada luka
bakar derajat satu yang lebih berat)
3. lepuhan berdinding tipis berisi cairan, yang muncul dalam tempo beberapa
menit sesudah cedera disertai edema ringan hingga sedang dan rasa nyeri
(luka bakar derajat dua dengan ketebalan parsial-superfisial)
4. tampilan putih seperti lilin pada daerah yang rusak (luka bakar derajat dua
dengan ketebalan parsial- dalam)

Pengobatan dan Pencegahan :


Pengobatan luka bakar tergantung pada area yang terkena dan tingkat keparahannya.
Luka bakar ringan yang disebabkan oleh paparan sinar matahari biasanya diobati
secara mandiri di rumah. Sementara itu, luka bakar yang serius memerlukan
penanganan oleh dokter di rumah sakit. Pencegahan luka bakar adalah dengan
menghindari penyebabnya. Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah luka bakar
antara lain tidak meninggalkan kompor dalam keadaan menyala, tidak meletakkan
peralatan listrik dekat air, dan menjauhkan anak dari sumber api atau benda panas
seperti air mendidih

2.2 Patofisiologi Pada System Sensorik


Proses patofisiologi sistem sensorik merujuk pada gangguan atau penyakit yang
terjadi pada sistem saraf sensorik, yang terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf
perifer. Beberapa kondisi patologis yang dapat mempengaruhi sistem sensorik meliputi
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan neuropati sensorik.
Proses patofisiologi pada sistem sensorik dapat dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai
berikut:

1. Guyton and Hall: Menurut Guyton and Hall, patofisiologi pada sistem saraf
sensorik dapat terjadi karena gangguan pada aliran darah ke sel-sel saraf,
kerusakan pada sel-sel saraf, dan kerusakan pada susunan saraf pusat.
2. Ganong: Menurut Ganong, proses patofisiologi pada sistem sensorik dapat terjadi
karena adanya gangguan pada jalur penghantaran sinyal saraf, gangguan pada
sistem saraf pusat, atau adanya kerusakan pada sel-sel saraf.
3. Adams and Victor: Menurut Adams and Victor, patofisiologi pada sistem saraf
sensorik dapat terjadi karena adanya kelainan pada struktur anatomi sistem saraf,
gangguan pada proses transmisi impuls saraf, atau gangguan pada proses integrasi
informasi sensorik di dalam otak.
4. Lippincott: Menurut Lippincott, proses patofisiologi pada sistem sensorik dapat
terjadi karena adanya kerusakan pada sel-sel saraf, gangguan pada metabolisme
sel, atau adanya gangguan pada jalur penghantaran sinyal saraf.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses patofisiologi pada
sistem sensorik dapat terjadi karena berbagai faktor seperti gangguan pada aliran darah,
kerusakan pada sel-sel saraf, gangguan pada sistem saraf pusat, gangguan pada jalur
penghantaran sinyal saraf, atau kelainan pada struktur anatomi sistem saraf. Oleh karena
itu, diagnosis dan pengobatan yang tepat harus dilakukan untuk mengatasi kondisi
patologis pada sistem sensorik.
Gangguan pendengaran adalah salah satu kondisi patologis yang mempengaruhi
sistem saraf sensorik. Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
termasuk paparan bising yang berlebihan, infeksi telinga, dan penuaan. Gangguan
pendengaran dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan dapat
mempengaruhi kualitas hidup mereka.
Proses patofisiologi yang terjadi pada gangguan pendengaran melibatkan
kerusakan pada sel-sel rambut di dalam telinga. Sel-sel rambut ini bertanggung jawab
untuk mengubah suara menjadi sinyal listrik yang dapat dipahami oleh otak. Kerusakan
pada sel-sel rambut ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran.
Neuropati sensorik adalah kondisi patologis lain yang mempengaruhi sistem saraf
sensorik. Neuropati sensorik dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk diabetes,
infeksi, dan cedera saraf. Neuropati sensorik dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk merasakan sensasi seperti rasa sakit, suhu, dan sentuhan.
Proses patofisiologi yang terjadi pada neuropati sensorik melibatkan kerusakan
pada saraf sensorik. Kerusakan pada saraf sensorik ini dapat mengakibatkan kehilangan
atau penurunan sensasi pada bagian tubuh tertentu. Kondisi ini dapat mempengaruhi
kualitas hidup seseorang dan dapat menyebabkan komplikasi kesehatan lainnya seperti
luka dan infeksi.
Gangguan penglihatan adalah kondisi patologis lain yang mempengaruhi sistem
saraf sensorik. Gangguan penglihatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk
degenerasi makula terkait usia, glaukoma, dan katarak. Gangguan penglihatan dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melihat dan dapat mempengaruhi kualitas
hidup mereka.
Proses patofisiologi yang terjadi pada gangguan penglihatan melibatkan
kerusakan pada sel-sel saraf di retina. Sel-sel saraf ini bertanggung jawab untuk
mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang dapat dipahami oleh otak. Kerusakan pada
sel-sel saraf ini dapat mengakibatkan gangguan penglihatan.
Beberapa kondisi patologis yang mempengaruhi sistem saraf sensorik dapat
diobati dengan terapi atau pengobatan medis. Contohnya, gangguan penglihatan dapat
diobati dengan kacamata, lensa kontak, atau bedah. Neuropati sensorik dapat diobati
dengan pengobatan penyebabnya, seperti pengobatan diabetes atau antibiotik untuk
infeksi.

Akibat Dari Patofisiologi Sistem Sensorik


Akibat patofisiologi sistem sensorik dapat bervariasi tergantung pada jenis kondisi
patologis yang terjadi pada sistem sensorik. Beberapa akibat yang mungkin terjadi antara
lain:
Gangguan sensorik: Kondisi patologis pada sistem sensorik dapat mengakibatkan
gangguan sensorik seperti gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan kehilangan
sensasi pada bagian tubuh tertentu. Kondisi ini dapat mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk berkomunikasi, melakukan aktivitas sehari-hari, dan dapat
mempengaruhi kualitas hidup mereka.
Komplikasi kesehatan lainnya: Beberapa kondisi patologis pada sistem sensorik
dapat memicu terjadinya komplikasi kesehatan lainnya. Misalnya, neuropati sensorik
dapat meningkatkan risiko terjadinya luka atau infeksi pada bagian tubuh tertentu karena
kehilangan sensasi pada bagian tersebut.
Penurunan fungsi kognitif: Kondisi patologis pada sistem sensorik seperti
gangguan pendengaran dan penglihatan dapat mempengaruhi fungsi kognitif seseorang.
Kondisi ini dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk memproses informasi dan
dapat mempengaruhi kemampuan belajar dan ingatan.
Gangguan emosional dan sosial: Kondisi patologis pada sistem sensorik dapat
mempengaruhi kesejahteraan emosional dan sosial seseorang. Kondisi ini dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain, menjalankan
aktivitas sehari-hari, dan dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi atau kecemasan.
Keterbatasan fisik: Beberapa kondisi patologis pada sistem sensorik seperti
kehilangan sensasi atau penglihatan dapat mengakibatkan keterbatasan fisik seseorang.
Kondisi ini dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas fisik
dan dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan mengobati kondisi patologis
pada sistem sensorik secepat mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi kesehatan
dan meminimalkan dampak negatif pada kesehatan dan kualitas hidup seseorang.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya patofisiologi sistem
sensorik adalah:
Pecegahan Patofisiologi Sistem Sensorik
Melindungi telinga dan mata: Terlalu sering terpapar suara bising atau sinar UV
yang berlebihan dapat merusak telinga dan mata. Oleh karena itu, penting untuk
melindungi telinga dengan penggunaan pelindung telinga saat bekerja di tempat dengan
kebisingan tinggi, serta melindungi mata dengan kacamata hitam saat berada di bawah
sinar matahari yang terik.
Menerapkan pola hidup sehat: Pola hidup sehat seperti makan makanan sehat dan
seimbang, olahraga teratur, tidur yang cukup, serta menghindari merokok dapat
membantu mencegah terjadinya kondisi patologis pada sistem sensorik seperti neuropati
sensorik dan kerusakan saraf optik.
Menghindari cedera pada kepala dan tubuh: Cedera pada kepala atau tubuh dapat
mengakibatkan kerusakan pada sistem sensorik. Oleh karena itu, penting untuk
menghindari cedera kepala dan tubuh dengan memakai helm saat berkendara motor,
menghindari olahraga yang berisiko tinggi, dan menjaga keselamatan saat melakukan
pekerjaan yang berbahaya.
Menghindari penggunaan obat-obatan yang berbahaya: Beberapa obat-obatan
tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem saraf dan sensorik. Oleh karena itu,
penting untuk menghindari penggunaan obat-obatan yang tidak diresepkan oleh dokter
atau obat-obatan yang berbahaya seperti narkotika.
Menjaga kesehatan secara keseluruhan: Menjaga kesehatan secara keseluruhan
dengan mengontrol kondisi kesehatan yang mendasar seperti diabetes atau hipertensi
dapat membantu mencegah terjadinya komplikasi pada sistem sensorik.
Melakukan pencegahan secara dini dan teratur sangatlah penting untuk mencegah
terjadinya kondisi patologis pada sistem sensorik. Selain itu, menjalankan gaya hidup
sehat dan memperhatikan kondisi kesehatan secara keseluruhan dapat membantu menjaga
kesehatan sistem sensorik dan mencegah terjadinya komplikasi kesehatan yang lebih
serius.
Penyakit Sistem Sensorik
1. Retinopati Diabetik (Diabetic Retinopathy)
Pengertian:
Retinopati diabetik adalah suatu kondisi di mana kadar gula darah yang tinggi
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil di retina, yang dapat
menyebabkan hilangnya penglihatan.
Gejala:
Penglihatan kabur, hilangnya penglihatan pada satu atau kedua mata, floaters
(bintik-bintik penglihatan), dan sulit melihat pada kondisi pencahayaan rendah.
Cara pengobatan:
Pengobatan tergantung pada tingkat keparahan retinopati diabetik. Beberapa
pilihan pengobatan meliputi kontrol gula darah, penggunaan obat-obatan untuk
menstabilkan kondisi, laser atau operasi untuk memperbaiki kerusakan pada
retina.
2. Retinitis Pigmentosa
Pengertian:
Retinitis pigmentosa adalah suatu kondisi genetik yang mengakibatkan kerusakan
pada sel-sel penerima cahaya di retina, yang dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan.
Gejala:
Penglihatan kabur, hilangnya penglihatan pada kondisi pencahayaan rendah atau
gelap, penglihatan terowongan, kesulitan membedakan warna.
Cara pengobatan:
Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan retinitis pigmentosa. Namun, beberapa
terapi dapat membantu memperlambat perkembangan kondisi ini seperti terapi
gen, penggunaan suplemen vitamin A, dan bantuan visual seperti kacamata
khusus atau alat bantu penglihatan.
3. Optik Nevritis (Optic Neuritis)
Pengertian:
Optik nevritis adalah suatu kondisi di mana saraf optik (yang menghubungkan
mata dengan otak) menjadi meradang, yang dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan pada satu atau kedua mata.
Gejala:
Hilangnya penglihatan pada satu atau kedua mata, nyeri mata, penglihatan kabur
atau berkabut.
Cara pengobatan:
Pengobatan tergantung pada penyebab optik nevritis. Jika disebabkan oleh kondisi
autoimun, dapat diberikan kortikosteroid untuk mengurangi peradangan. Namun,
jika disebabkan oleh infeksi, dapat diberikan antibiotik atau obat antiviral.
4. Ambliopia (Lazy Eye)
Pengertian:
Ambliopia adalah kondisi di mana salah satu mata tidak berkembang dengan baik,
sehingga menyebabkan penglihatan kabur pada mata yang terkena.
Gejala:
Penglihatan kabur pada satu mata, kesulitan melihat objek yang jauh, kesulitan
membedakan warna.
Cara pengobatan:
Pengobatan ambliopia tergantung pada tingkat keparahan kondisi. Beberapa
pilihan pengobatan meliputi menggunakan kacamata atau lensa kontak, terapi
penutupan mata untuk memaksa mata yang tidak terkena bekerja lebih keras, dan
terapi visual untuk membantu mengembangkan penglihatan pada mata yang
terkena
5. Parkinson's Disease (Penyakit Parkinson)
Pengertian:
Penyakit Parkinson adalah suatu kondisi neurologis yang menyebabkan gangguan
pada gerakan tubuh dan koordinasi.
Gejala:
Tremor, kekakuan otot, gerakan lambat, kesulitan dalam berjalan dan berbicara.
Cara pengobatan:
Pengobatan Parkinson meliputi penggunaan obat-obatan yang meningkatkan
kadar dopamin di otak, seperti levodopa dan agonis dopamin. Terapi fisik dan
rehabilitasi juga dapat membantu mempertahankan gerakan tubuh yang lebih
normal.
6. Multiple Sclerosis (Sclerosis Multipel)
Pengertian:
Sclerosis multipel adalah suatu kondisi autoimun di mana sistem kekebalan tubuh
menyerang sel-sel saraf dan mengganggu kemampuan otak dan sumsum tulang
belakang untuk mengirimkan sinyal ke seluruh tubuh.
Gejala:
Kekakuan otot, kelemahan, kesulitan dalam berjalan, kesulitan koordinasi, dan
gangguan penglihatan.
Cara pengobatan:
Pengobatan sclerosis multipel meliputi penggunaan obat-obatan seperti
kortikosteroid, imunomodulator, dan obat pereda gejala. Terapi fisik dan
rehabilitasi juga dapat membantu memperbaiki kemampuan tubuh dan
mengurangi kecacatan.
7. Neuropati Perifer (Peripheral Neuropathy)
Pengertian:
Neuropati perifer adalah kondisi di mana terjadi kerusakan pada saraf perifer yang
dapat menyebabkan kelemahan otot, kebas atau mati rasa, dan nyeri di area yang
terkena.
Gejala:
Kebas atau mati rasa, kesemutan, kelemahan otot, kram, dan nyeri pada daerah
yang terkena neuropati.
Cara pengobatan:
Pengobatan neuropati perifer tergantung pada penyebabnya. Beberapa obat seperti
obat pereda nyeri, antidepresan, atau antikonvulsan dapat membantu meredakan
gejala. Terapi fisik, terapi okupasi, atau terapi wicara juga dapat membantu
mengembalikan fungsi tubuh.
8. Kelumpuhan Saraf Wajah (Facial Nerve Palsy)
Pengertian:
Kelumpuhan saraf wajah adalah kondisi di mana saraf wajah mengalami
kerusakan dan mengakibatkan kelemahan atau kelumpuhan pada otot-otot wajah.
Gejala:
Kelumpuhan atau kelemahan pada otot wajah, kesulitan menggerakkan wajah,
kesulitan dalam berbicara dan makan.
Cara pengobatan:
Pengobatan kelumpuhan saraf wajah tergantung pada penyebabnya. Beberapa
obat seperti kortikosteroid dapat membantu meredakan gejala. Terapi fisik, terapi
okupasi, atau terapi bicara juga dapat membantu memperbaiki fungsi tubuh.
Dalam beberapa kasus, operasi mungkin diperlukan untuk memperbaiki saraf
yang rusak.
9. Glaukoma
Pengertian :
Glaukoma merupakan kelompok gangguan yang ditandai oleh kenaikan tekanan
intraokuler yang menyebabkan kerusakan pada nervus optikus dan struktur
intraokuler lain Bila tidak segera ditangani, gangguan ini menyebabkan
kehilangan penglihatan yang terjadi berangsur-angsir, dan akhirnya kebutaan.
Gejala:
 Penglihatan kabur atau berkabut
 Penglihatan terganggu pada sudut pandang yang tertentu
 Nyeri mata dan sakit kepala
 Mata merah dan bengkak
 Sensasi seperti melihat cahaya yang muncul tiba-tiba
 Penglihatan malam yang buruk
 Kemampuan untuk melihat warna yang berkurang
Pengobatan:
 Obat-obatan yang dapat menurunkan tekanan intraokular, seperti tetes
mata prostaglandin, beta-bloker, agonis alfa, atau inhibitor karbonat
anhidrase.
 Terapi laser, seperti trabekuloplasti laser atau iridotomi laser, untuk
membantu aliran cairan mata.
 Operasi, seperti trabekulektomi atau implantasi stent, untuk membantu
aliran cairan mata dan menurunkan tekanan intraokular.
 Menghindari penggunaan obat-obatan tertentu, seperti kortikosteroid, yang
dapat meningkatkan tekanan intraokular.
 Menjaga tekanan darah dan gula darah dalam batas normal.
 Menjaga pola makan yang sehat dan berolahraga secara teratur.
10. Katarak
Pengertian :
Katarak merupakan keadaan terjadi kekeruhan (opasitas) yang berangsur-angsur
pada lensa mata atau kapsula lentis . Cahaya yang disorotkan melalui kornea akan
dihalangi oleh kekeruhan ini dan bayangan yang jatuh pada retina menjadi kabur.
Gejala:
 Penglihatan kabur atau buram
 Kehilangan warna atau perubahan warna pada mata
 Sulit melihat di tempat yang gelap atau di bawah cahaya terang
 Mata menjadi sensitif terhadap cahaya terang
 Terdapat lingkaran putih atau abu-abu pada kornea mata
Pengobatan:
 Pembedahan katarak adalah tindakan pengobatan yang umum
 Tergantung pada tingkat keparahan, tindakan dapat dilakukan dengan cara
melalui sayatan kecil atau melalui teknik yang lebih modern seperti
phacoemulsification
 Beberapa pasien mungkin memerlukan kacamata atau lensa kontak setelah
operasi
11. Disgeusia
Gejala: Rasa yang aneh atau tidak menyenangkan di mulut atau lidah.
Pengobatan:
Bergantung pada penyebabnya. Jika disebabkan oleh infeksi, maka dokter akan
meresepkan obat antibiotik. Jika disebabkan oleh obat-obatan, dokter dapat
merekomendasikan untuk mengganti obat tersebut.
12. Anosmia
Gejala: Tidak bisa mencium bau.
Pengobatan:
Bergantung pada penyebabnya. Jika disebabkan oleh infeksi, dokter dapat
meresepkan obat-obatan atau antibiotik. Jika disebabkan oleh masalah sinus,
dokter dapat merekomendasikan pembersihan sinus.
13. Ageusia
Gejala: Hilangnya kemampuan untuk merasakan rasa sepenuhnya.
Pengobatan:
Tidak ada pengobatan khusus. Namun, pengobatan yang tepat harus dilakukan
untuk penyebab utama.
14. Dysgeusia
Gejala: Perubahan persepsi rasa, misalnya makanan yang biasanya manis terasa
pahit.
Pengobatan:
Terapi dilakukan tergantung pada penyebab utamanya, seperti mengganti obat
atau menjalani perawatan medis yang tepat.
15. Hypergeusia
Gejala: Persepsi rasa yang sangat sensitif.
Pengobatan:
Terapi dilakukan tergantung pada penyebab utamanya, seperti mengganti obat
atau menjalani perawatan medis yang tepat.
16. Hypogeusia
Gejala: Persepsi rasa yang lemah atau hilang.
Pengobatan:
Terapi dilakukan tergantung pada penyebab utamanya, seperti menjalani
perawatan medis yang tepat atau mengganti obat yang mungkin menjadi
penyebab utama
17. Migren
Pengertian :
Jenis sakit kepala yang disertai dengan gejala seperti nyeri kepala yang berdenyut
atau berdenyut-denyut, sensitivitas terhadap cahaya, suara, atau bau, mual,
muntah, dan kadang-kadang penglihatan kabur atau berkedip
Gejala:
 Sakit kepala sebelah atau kedua sisi kepala yang hebat dan berdenyut.
 Nyeri kepala yang bertambah parah saat melakukan aktivitas fisik atau
rutin harian.
 Sensitivitas terhadap cahaya, suara, atau bau.
 Mual dan muntah.
 Mata berkunang-kunang atau penglihatan kabur.
Pengobatan:
 Obat penghilang rasa sakit, seperti triptan dan nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAIDs).
 Obat pencegah migren, seperti beta blocker dan antidepresan.
 Relaksasi otot dan teknik pernapasan untuk mengurangi stres dan
meningkatkan relaksasi.
 Terapi akupunktur dan pijat.
 Hindari pemicu migren, seperti stres, makanan tertentu, dan perubahan
pola tidur.

2.3 Patofisiologi Pada Sistem Pendengaran


Pendengaran merupakan proses kompleks yang memungkinkan kita untuk
berinteraksi dengan lingkungan. Pendengaran merupakan dasar interaksi sosial dan
komunikasi. Pendengaran merupakan indra mekanor eseptor karena memberikan respon
terhadap getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga menerima
gelombang suara, diskriminasi frekuensinya dan penghantaran informasi dibawa ke
susunan saraf pusat.
Sistem pendengaran tersusun atas sistem pendengaran perifer dan sistem
pendengaran sentral. Sistem pendengaran perifer meliputi struktur dari telinga itu sendiri:
telinga luar yang terdiri dari dua bagian yaitu Aurikula (pinna), , tengah, dan dalam.
Sistem ini terlibat dalam penerimaan dan persepsi suaran. Telinga bagian dalam memiliki
fungsi pendengaran dan keseimbangan. Sistem pendengaran sentral mengintegrasikan
dan mengartikan apa yang didengar oleh seseorang. Sistem ini meliputi saraf
vestibulokoklearis (Saraf kranial VIII) dan korteks auditorius pada otak. Otak dan jalur
tersebut menghantarkan dan memproses suara dan sensasi yang mempertahankan kondisi
dinamis seseorang (equilibrium).
Gangguan pendengaran adalah gangguan yang terjadi pada telinga bagian luar,
tengah, maupun dalam yang menyebabkan hilangnya sebagian atau keseluruhan dari
fungsi pendengaran. Gangguan pendengaran dapat menjadi masalah utama yang
mempengaruhi kehidupan. Pada orang dewasa, kesulitan yang berkaitan dengan
pemahaman baik menyangkut kemampuan fungsional maupun persepsi dapat timbul
dengan hilangnya pendengaran.
Peranan telinga luar dan tengah adalah untuk menghantarkan dan menguatkan
gelombang suara dari lingkungan. Bagian dari konduksi suara ini dikenal dengan istilah
konduksi udara. Gangguan pada kedua bagian telinga ini dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran konduktif akibat dari penurunan intensitas suara dan/atau distorsi suara.
Gangguan kondisi dinamis seseorang dapat mengganggu koordinasi,
keseimbangan, dan orientasi. Kerusakan atau abnormalitas dari telinga dalam atau
sepanjang jalur saraf menyebabkan kehilangan pendengaran sensorineural. Selain
menimbulkan distorsi atau ketidaksadaran terhadap suara, kehilangan pendengaran
sensorineural dapat mempengaruhi kemampuan untuk memahami pembicaraan atau
menyebabkan kehilangan pendengaran total. Kerusakan pada jalur pendengaran pada
otak menyebabkan kehilangan pendengaran sentral. Jenis kehilangan pendengaran ini
menyebabkan kesulitan dalam memahami arti kata yang didengar oleh seseorang.
Penyebab Gangguan Pendengaran
1) Infeksi Telinga
Kehilangan pendengaran dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau parasit.
Infeksi telinga tengah adalah penyebab penting gangguan pendengaran bagi
banyak anak di dunia. Otitis media supuratif kronis adalah penyebab paling umum
dari gangguan pendengaran pada anak-anak di negara berkembang. Anak-anak
lebih rentan terhadap infeksi telinga daripada orang dewasa karena tuba
Eustachius, saluran antara telinga tengah dan bagian belakang tenggorokan lebih
kecil dan lebih mendatar dibandingkan pada orang dewasa. Hal ini
memungkinkan lebih mudah tersumbat oleh peradangan akibat dari infeksi di
telinga atau pembesaran adenoid dan tonsil yang menyumbat tuba Eustachius dan
merusak ventilasi dan drainase dari telinga tengah, sehingga mencegah
mengalirnya cairan yang purulen (mengandung pus/nanah).
2) Kehilangan Pendengaran Kongenital
Gangguan pendengaran kongenital berarti gangguan pendengaran terjadi sejak
lahir (bawaan). Gangguan pendengaran bawaan dapat disebabkan oleh faktor
genetik atau non-genetik (didapat). Faktor non-genetik yang diketahui
menyebabkan gangguan pendengaran kongenital yang berkaitan dengan
kehamilan dan persalinan, mencakup infeksi ibu selama kehamilan, seperti rubella
(campak Jerman), Cytomegalovirus, atau virus herpes simpleks, prematuritas,
berat badan lahir rendah, kelainan wajah kranio, cedera lahir, racun termasuk
obat-obatan tertentu dan alkohol yang dikonsumsi ibu selama kehamilan,
komplikasi yang berhubungan dengan ikterus parah pada bayi baru lahir akibat
ketidakcocokan tipe darah ibu-janin, diabetes pada ibu, dan kekurangan oksigen
(anoksia).
3) Kecelakaan/Trauma
Cedera kepala, trauma akustik, tumor telinga dan otak dapat menyebabkan
gangguan pendengaran sensori-neural permanen. Saraf pendengaran tidak dapat
mentransfer sinyal ke otak.
4) Usia
Penuaan berkontribusi secara substansial terhadap kerusakan sistem pendengaran
perifer dan sentral. Kehilangan pendengaran terkait usia disebut presbiakusis.
Pada manusia, sel-sel rambut bagian dalam dan luar yang ada di koklea pada
telinga bagian dalam tidak dapat terbentuk kembali dengan sendirinya, oleh
karena itu hilangnya atau kerusakan sel-sel ini tidak dapat diubah dan
menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Kehilangan saraf dan gangguan
strium juga bisa menjadi faktor. Kehilangan frekuensi bersifat progresif dari
tinggi ke rendah.
5) Paparan Terhadap Kebisingan Berlebihan Yang Berkepanjangan
Paparan kebisingan tingkat tinggi adalah penyebab paling umum dari gangguan
pendengaran pada orang dewasa, dan presbiakusis yang diperkuat oleh kebisingan
memiliki prevalensi tertinggi pada orang dewasa yang lebih tua. Paparan durasi
dan intensitas kebisingan yang berlebihan menyebabkan kehilangan progresif sel
rambut bagian luar dan dalam yang merusak dan pada akhirnya menyebabkan
kematian organ Corti, iskemia telinga bagian dalam, dan peningkatan aktivitas
metabolik yang menyebabkan pembentukan spesies oksigen reaktif berlebihan
(ROS) dan peroksidasi lipid.
6) Pengobatan Atau Bahan Kimia Yang Toksik Pada Telinga
Beberapa obat dapat menyebabkan kerusakan telinga. Contohnya, antibiotik
gentamicin, sildenafil (viagra), dan obat kemoterapi tertentu. Penggunaan obat-
obatan seperti aspirin dalam dosis ber- lebih, obat penghilang rasa sakit, obat
diuretik loop, atau obat antimalaria dapat juga memicu timbulnya gangguan.

Jenis Gangguan Pendengaran


1. Otitis Eksterna
Otitis eksterna merupakan suatu keadaan nyeri yang disebabkan akibat adanya
bahan iritasi maupun agen infeksi yang mengenai kulit dari telinga luar.
Akibatnya terjadi respon alergi ataupun peradangan dengan atau tanpa infeksi.
Penyebabnya yaitu agen bakteri, jamur dan virus. Jarang menyebabkan
komplikasi yang serius. Dapat juga terjadi peradangan non infeksi termasuk
dermatosis. Infeksi dapat disebabkan oleh kondisi panas dan lembab. Dapat pula
akibat berenang, gangguan kulit, alergi, trauma , pemakaian perhiasan. Otitis
Eksterna Akut dibagi menjadi empat, yaitu Otitis Eksterna Sirkumskripta, Otitis
Eksterna Difus, Otitis Eksterna Kronis, dan Otitis Eksterna Maligna.

Gejalanya yaitu:
 rasa tidak nyaman pada liang telinga
 rasa nyeri yang hebat pada telinga (otalgia)
 gatal
 munculnya bercak kemerahan pada kulit akibat pelebaran pembuluh darah
(eritema)
 pembengkakan (oedema) kadang sampai menyumbat liang telinga
 discharge yang bervariasi
Pengobatan :
 Lakukan hapusan atau aspirasi pus secara lembut, dan kirimlah untuk
kultur
 Apabila terdapat pembengkakan yang bermakna atau pus, suatu kasa
sumbu 1/4 inci dapat diinsersikan secara lembut ke dalam kanalis
 Antibiotika tetes telinga harus diberikan (misal: Cortisporin)
 Antibiotika sistemik harus digunakan, jika terdapat demam, adenopati
periaurikuler yang bermakna, atau otitis media yang menyertainya. Juga
dapat digunakan dekongestan.
2. Otitis Media
Penyakit yang menyebabkan telinga bagian tengah mengalami peradangan.
Biasanya, otitis media disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan karena virus
dan bakteri penyebab infeksi menyebar dan melewati saluran custachius. Hal ini
menyebabkan gangguan berupa peradangan, pembengkakan saluran hingga
gangguan pendengaran. Penyakit ini lebih sering menyerang anak-anak
dikarenakan saluran custachius anakanak lebih pendek dan lebih datar sehingga
memudahkan penyebaran kuman. Penyakit ini harus diobati dengan baik, karena
penyakit ini dapat berlangsung lama beresiko merusak ossicles (tulang telinga
tengah) dan bahkan menyebabkan gendang telinga pecah. Klasifikasi Otitis Media
terdiri atas (1) Otitis Media Supuratif yaitu Otitis Media Supuratif Akut atau Otitis
Media Akut dan Otitis Media Supuratif Kronik . (2) Otitis Media Non Supuratif
atau Otitis Media Serosa yaitu Otitis Media Serosa Akut dan Otitis Media Serosa
Kronik . (3) Otitis Media Spesifik, yaitu otitis media sifilitika dan otitis media
tuberku!osa (4) Otitis Media adhesi, Penyebab : Pneumococcus, Hemophilus
influenza, Streptococcus. Gejala klinis dari Otitis Media Akut tergantung pada
stadium penyakit dan umur pasien
Gejalanya yaitu:
 Sakit di telinga
 Keluar cairan dari telinga
 Kesulitan mendengar
 Sakit kepala
 Telinga bau
Pengobatan:
 pengobatan diberikan sesuai dengan stadium dari otitis media, pasien
biasa mendapatkan antibiotic pembedahan
 Miringotomi bertujuan untuk membuat aliran atau drainase secret dari
telinga tengah ke liang telinga luar dengan melakukan insisi pada pars
tensa membran timpani.
 Timpanosintesis, dilakukan untuk keperluan diagnostic yaitu
melakukan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal
supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan.
 Adenoidektomi, merupakan tindakan bedah yang dilakukan untuk
menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren.
3. Labirinitis
Labirinitis adalah infeksi labirin, yang dapat terjadi sebagai komplikasi otitis
media akut atau kronis yang menyebar ke telinga bagian dalam. Labirinitis juga
dapat terjadi akibat pertumbuhan kolesteatoma (pertumbuhan berlebih dari epitel
sel skuamosa jinak) dari telinga tengah ke dalam kanal setengah lingkaran. Hal ini
dapat terjadi setelah operasi telinga tengah atau telinga bagian dalam dan setelah
terjadinya infeksi saluran pernapasan atas oleh virus atau mononukleosis.
Gejalanya yaitu:
 hilangnya persepsi sensorik pendengaran
 telinga berdenging (tinitus)
 bola mata bergerak cepat (nistagmus) ke sisi yang terkena
 vertigo disertai dengan mual dan muntah
Pengobatan:
Labirinitis biasanya merupakan kondisi yang dapat sembuh sendiri. Jika tidak
sembuh dengan terapi suportif, pengobatan/penatalaksanaan dapat dilakukan
yaitu:
 pemberian antibiotik sistemik
 ajarkan pasien untuk menyelesaikan pengobatan dengan antibiotik sesuai
resep dan untuk tidak berhenti minum obat saat gejala klinis sudah tidak
lagi dirasakan karena pengobatan yang tidak memadai dapat menyebabkan
meningitis
 anjurkan pasien untuk tetap di tempat tidur di ruangan yang gelap sampai
gejala berkurang.
 antiemetik dan obat antivertigo, seperti dimenhydrinate (Dramamine,
Gravol) dan meclizine (Antivert, Bonamine), dapat meredakan mual dan
pusing.
4. Penyakit Meniere
Meniere adalah penyakit pada telinga bagian dalam yang terjadi karena kantung
endolimfatikus mengalami pembengkakkan akibat penumpukan cairan di dalam
telinga. Beberapa pasien memiliki manifestasi terus menerus dengan intensitas
yang berbeda- beda daripada serangan yang terputus-putus atau hilang timbul.
Pasien hampir sepenuhnya tidak berdaya selama serangan, dan pemulihan
membutuhkan waktu berjam-jam hingga berhari- hari. Patologi penyakit Meniere
terjadi karena adanya kelebihan cairan endolimfatik yang merusak seluruh sistem
saluran dalam. Gangguan ini menurunkan pendengaran dengan melebarkan
duktus koklea, menyebabkan vertigo karena kerusakan sistem vestibular, dan
menstimulasi tinitus.
Gejalanya yaitu:
 telinga berdenging (tinitus)
 kehilangan persepsi sensorineural satu sisi
 vertigo karena kerusakan sistem Vestibular
Pengobatan:
Penggunaan obat seperti diuretik, antinausea, dan obat penenang. Kadang-kadang,
terapi fisik dan perubahan pola makan juga dapat membantu mengurangi gejala.
Pada awalnya, gangguan pendengaran dapat disembuhkan, tetapi kerusakan
berulang pada koklea akibat peningkatan tekanan cairan menyebabkan gangguan
pendengaran permanen.
5. Neuroma Akustik
Neuroma akustik adalah tumor jinak saraf kranial VIII yang sering merusak
struktur lain saat tumbuh. Bergantung pada ukuran dan lokasi tumor yang tepat,
kerusakan pendengaran, gerakan wajah, dan sensasi dapat terjadi. Neuroma
akustik dapat menyebabkan banyak manifestasi neurologis saat tumor membesar
di otak. Tumor didiagnosis dengan CT scan dan MRI. Tes cairan serebrospinal
menunjukkan peningkatan tekanan dan protein. Operasi pengangkatan dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Biasanya kraniotomi dilakukan, dan umumnya
pendengaran yang tersisa akan hilang. Perawatan dilakukan untuk
mempertahankan fungsi saraf wajah (saraf kranial VII). Neuroma akustik jarang
muncul kembali setelah operasi pengangkatan.
Gejalanya yaitu:
 telinga berdenging (tinitus)
 gangguan pendengaran sensorineural secara bertahap
 pasien mengalami vertigo ringan hingga sedang yang konstan
 Saat tumor membesar, saraf kranial di dekatnya rusak.
Pengobatan:
 Dengan melakukan operasi pengangkatan tumor
6. Perinkotritis
Perinkotritis disebabkan oleh adanya infeksi. Infeksi pada penyaki perinkotritis ini
dapat disebabkan oleh bisul yang pecah ditelinga, luka maupun gigitan serangga.
Biasanya, penyakit ini disertai dengan keluarnya nanah juga pendarahan pada
telinga penderita. Celakanya, kontimanasi bakteri pada nanah tersebut dapat
memotong pembuluh darah menuju tulang rawan telinga sehingga tulang rawan
tersebut dapat rusak. Penyakit yang termasuk dalam kategori penyakit telinga luar
ini memberikan bentuk aneh pada telinga. Proses Perinkotritis pun seringnya
bertahap dan cernderung tidak terlihat sehingga penderita jarang menyadarinya.
Gejalanya yaitu dengan:
 Daun telinga terlihat lunglai (floppy ear)
 Penurunan pendengaran secara mendadak
 Vertigo
 Tinnitus
 Gangguan keseimbangan
 Keluar cairan dari telinga
 Infeksi telinga tengah
Pengobatan:
 Pemberian salep anti bakteri atau obat herbal pada luka
7. Otosclerosis
Otosclerosis adalah pertumbuhan tulang abnormal di telinga tengah(tulang-tulang
pendengaran dan kapsul tulang labirin) terutama stapes.merupakan penyakit
labirin tulang, dimana terbentuk suatu daerah otospongiosis (tulang yang lebih
lunak dan berkurang densitasnya).Pertumbuhan tulang yang abnormal sering
terjadi di depan fenestra ovale, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga
dalam. Pasien mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau awal
20an.disebabkan karena gangguan autosomal dominan Tulang stapes menjadi
terfiksasi pada tulang sekitarnya, getaran suara akan dihambat menuju ke telinga
dalam sehingga fungsi pendengaran terganggu menyebabkan gangguan
pendengaran tuli konduktif atau campur.
Gejalanya yaitu:
 Kehilangan pendengaran yang lambat dan bertahap, biasanya dimulai di
salah satu telinga terlebih dahulu
 telinga berdenging (tinitus)
 Kebisingan atau dengungan pada telinga
Pengobatan:
 Operasi dengan implant untuk memperbaiki tulang pendengaran yang
rusak
 Terapi konservatif dengan menggunakan alat bantu
Kehilangan Pendengaran
Hilangnya persepsi sensorik pendengaran sering terjadi dan mungkin berupa
gangguan konduktif, sensorineural, atau kombinasi keduanya. Gangguan pendengaran
konduktif terjadi ketika gelombang suara terhalang untuk kontak dengan serabut saraf
telinga bagian dalam karena gangguan telinga luar atau telinga tengah. Jika saraf sensorik
telinga bagian dalam yang mengarah ke otak rusak, gangguan pendengaran tersebut
bersifat sensorineural. Gangguan pendengaran gabungan adalah sensorineural-konduktif
campuran.
Gangguan yang menyebabkan kehilangan pendengaran konduktif umumnya dapat
diperbaiki dengan sedikit atau tanpa kerusakan permanen. Gangguan pendengaran
sensorineural seringkali bersifat permanen. Gangguan pendengaran konduktif dapat
disebabkan oleh peradangan atau penyumbatan pada telinga luar atau tengah. Perubahan
pada gendang telinga seperti tonjolan, retraksi, dan perforasi dapat merusak struktur
telinga tengah dan menyebabkan gangguan pendengaran konduktif. Tumor, jaringan
parut, dan pertumbuhan berlebih dari jaringan tulang lunak (otosklerosis) pada ossikel
pada operasi telinga tengah sebelumnya juga menyebabkan gangguan pendengaran
konduktif.
Gangguan pendengaran sensorineural terjadi ketika telinga bagian dalam atau
saraf pendengaran (saraf kranial VIII) rusak. Kontak yang terlalu lama dengan suara
keras dapat merusak sel-sel rambut koklea. Banyak obat yang bersifat toksik bagi struktur
telinga bagian dalam, dan efeknya pada pendengaran dapat bersifat sementara atau
permanen, berhubungan dengan dosis, dan mempengaruhi satu atau kedua telinga. Pada
saat obat ototoksik diberikan kepada pasien dengan fungsi ginjal yang berkurang,
peningkatan ototoksisitas dapat terjadi karena eliminasi obat lebih lambat, terutama pada
pasien yang usia tua.
Presbiakusis adalah hilangnya persepsi sensorik sensorineural yang terjadi akibat
penuaan. Hal ini disebabkan oleh degenerasi sel saraf koklea, hilangnya elastisitas
membran basilar, atau penurunan suplai darah ke telinga bagian dalam. Kekurangan
vitamin B12 dan asam folat meningkatkan risiko presbiakusis. Penyebab lainnya
termasuk aterosklerosis, hipertensi, infeksi, demam, penyakit Meniere, diabetes, dan
operasi telinga. Trauma pada telinga, kepala, atau otak juga berkontribusi pada gangguan
pendengaran sensorineural.
Pencegahan Gangguan Pendengaran
Meskipun sejumlah mutasi genetik dapat menyebabkan gangguan pendengaran,
sekitar 50% dari gangguan pendengaran bersifat nongenetik. Sedangkan mutasi genetik
terjadi secara kebetulan dan umumnya tidak dapat dihindari, sedangkan penyebab non-
genetik dapat dikendalikan. Pepatah lama mengatakan 'mencegah lebih baik daripada
mengobati juga berlaku dalam paradigma gangguan pendengaran. Hingga saat ini, satu-
satunya perawatan yang tersedia untuk gangguan pendengaran di klinik adalah alat bantu
dengar dan implan koklea. Untuk membantu mencegah kehilangan pendengaran, awasi
timbulnya tanda-tanda kerusakan pendengaran pada pasien yang mendapatkan obat-obat
ototoksik. Tekankan bahaya pajanan yang berlebihan terhadap bunyi berisik; tekankan
bahaya pemakaian obat, pajanan zat kimia dan infeksi (khususnya rubela) pada ibu hamil;
dan dorong pemakaian alat pelindung pen- dengaran ketika berada di lingkungan yang
berisik
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sistem integumen atau biasa disebut kulit adalah sistem organ yang membedakan,
memisahkan, melindungi, dan menginformasikan manusia terhadap lingkungan
sekitarnya. Adapun patofisiologi pada system integument diantaranya Infeksi kulit, alergi
pada kulit, penyakit pada bagian struktur kulit, Gangguan pendengaran adalah gangguan
yang terjadi pada telinga bagian luar, tengah, maupun dalam yang menyebabkan
hilangnya sebagian atau keseluruhan dari fungsi pendengaran. Proses patofisiologi sistem
sensorik merujuk pada gangguan atau penyakit yang terjadi pada sistem saraf sensorik,
yang terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Proses patofisiologi pada
sistem sensorik dapat dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai berikut.

3.2 SARAN
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan untuk proses pembelajaran dan
praktik keperawatan yang akan dilakukan selanjutnya oleh mahasiswa keperawatan,
penelitian ini dapat dikembangkan dengan teori-teori terbaru serta didukung oleh jurnal
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Adelia,TKN.2020.MakalahPatofisiologi Kelainan Struktur Dan Fungsi Sistem


Integumen.Palembang:Scribd.com diakses pada 12 Maret 2023
www.scribd.com/embeds/498054062/content?start_page=1&view_mode=scroll&acces-
key=key-fFexxf7rlbzEfWu3HKwh

Hartono,A.2018. Buku Ajaran Patofisiologi.Jakarta Utara:EGC

Indah Slamet, B. 2023. Seri Pancaindra Indra Pendengaran: Telinga. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Kowalak,welsh,mayer. (2014). Buku ajar patofisiologi . jakarta : EGC

Mariath, L. et al. (2020). Inherited Epidermolysis Bullosa: Update on the Clinical and Genetic
Aspects. Anais Brasileiros de Dermatologia, 95(5), pp. 551–69. Cleveland Clinic (2018).
Disease & Conditions. Epidermolysis Bullosa

Rauf, S. Imelda, A. Sugiyarto. Dhanang Prawira, N. Dely, M. Vittria, M. Oliva Suyen, N. Askar.
2021. Teori Keperawatan Medikal Bedah I. Aceh: Yayasan Penerbit Muhammad Zaini

Sudirman Muhammad, S. Ambarwati. Martini, F. Sadiman. Hirza Ainun, N. Wiwin, E. Dian


Arsanti, P. 2021. Buku Ajar Anatomi Fisiologi Jilid 2. Sumatra Barat: Insan Cendekia
Mandiri

Anda mungkin juga menyukai