Dosen Pengampu
Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
1. Ni Kadek Era Swandewi (P07120222075)
2. Ni Putu Apillia Kumala Sari (P07120222076)
3. Ni Putu Delania Damayanti (P07120222077)
4. Kadek Martha Rahayu (P07120222078)
5. Ni Wayan Sumadi (P07120222079)
Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap manusia memiliki sistem tubuh yang bervariasi, 3 diantaranya yaitu sistem
integumen, sistem sensorik, dan sistem pendengaran.
Seluruh tubuh manusia bagian terluar terbungkus oleh suatu sistem yang disebut sebagai
sistem integumen. Sistem integumen adalah sistem organ yang paling luas.Sistem ini terdiri atas
kulit dan aksesorisnya, termasuk kuku, rambut, kelenjar (keringat dan sebaseous), dan reseptor
saraf khusus (untuk stimuli perubahan internal atau lingkungan eksternal).
Sistem pendengaran, seperti kita semua tahu, telinga manusia adalah organ vital dari
sistem sensorik tubuh.Harus tepat, telinga merupakan organ sistem pendengaran, yang
bertanggung jawab untuk indera pendengaran. Ini melakukan fungsi utama menerima
gelombang suara danmengirimkan sinyal ke otak. Dengan cara ini, kita dapat mendeteksi dan
menginterpretasikan jenis suara yang berbeda. Selain pendengaran, telinga kita adalah penting
untuk penentuan posisikepala dan menjaga keseimbangan Badan. Untuk mengetahui
perubahan yang terjadi padatubuh orang sakit kita harus terlebih dahulu mengetahui struktur
dan fungsi tiap alat dari susunan tubuh manusia yang sehat dalam kehidupan sehari-hari. Salah
satunya struktur indra pendengaran. Indra pendengaran merupakan salah satu alat pancaindra
untuk mendengar. Makadari itu kelompok kami mencoba menjelaskan tentang bagian-bagian
telinga,fisiologi pendengaran,proses pendengaran dan gangguan pendengaran. Mengingat
indra pendengaransangat penting bagi manusia, maka besar harapan kelompok kami dengan
adanya makalah inimampu menambah pengetahuan mengenai materi indra pendengaran
Tentunya dalam setiap sistem tersebut dapat mengalami gangguan yang sangat
mengganggu manusia, maka dari itu kita harus tau apa saja gangguan yang ada pada sistem
tubuh dan bagaimana gejala maupun pencegahannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a) Apa saja Patofisiologi Pada System Integument?
b) Apa saja Patofisiologi Pada System Sensorik?
c) Apa saja Patofisiologi Pada System Pendengaran?
1.3 TUJUAN
a) Untuk Mengetahui Patofisiologi Pada System Integument.
b) Untuk Mengetahui Patofisiologi Pada System Sensorik.
c) Untuk Mengetahui Patofisiologi Pada System Pendengaran.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Cacar Air
Gejala:
Timbul bintik-bintik kemerahan (ruam) berisi cairan pada lengan,
kaki, dada, perut, belakang telinga, wajah, dan kulit kepala.
Cairan di dalam ruam akan mengeruh dan akan mulai mengering
dalam waktu 2 hari.
Diawali demam, nyeri kepala, nyeri otot, dan kehilangan nafsu
makan.
Ruam terasa sangat gatal setelah 12-14 jam sejak timbul.
Pengobatan:
Umumnya tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat
sembuh dengan sendirinya.
Obat antihistamin untuk meredakan gatal.
Obat antivirus, seperti acyclovir, untuk meredakan gejala cacar air
dengan memperlambat aktivitas virus.
Mengenakan pakaian yang longgar.
Mandi dengan air dingin.
Tidak menggaruk ruam cacar.
Minum banyak air putih.
2. Herpes Zoster
Gejala:
Muncul rasa nyeri dan sensasi panas di area kulit yang terinfeksi.
Timbul ruam gatal kemerahan dan bintik-bintik berisi cairan pada
satu sisi bagian tubuh.
Dapat disertai demam, nyeri kepala, dan tubuh mudah lelah.
Ruam akan pecah dan mengering dalam beberapa hari.
Pengobatan:
Obat antivirus untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi
risiko komplikasi, seperti acyclovir dan valacyclovir.
Obat antikonvulsan (gabapentin) atau antidepresan (amitriptyline)
untuk meredakan nyeri yang berat, serta paracetamol untuk nyeri
yang ringan.
Kompres area kulit yang terinfeksi dengan handuk dingin beberapa
kali dalam sehari.
Menjaga ruam selalu kering agar terhindar dari infeksi.
Mengenakan pakaian yang longgar.
3. Campak
Gejala:
Gejala awal berupa batuk kering, demam, nyeri tenggorokan, pilek,
konjungtivitis.
Ruam kemerahan pada seluruh tubuh yang dapat menempel satu
sama lain.
Bercak putih keabuan pada bagian dalam mulut.
Pengobatan:
Obat paracetamol untuk meredakan demam dan nyeri otot.
Minum banyak air putih (6-8 gelas sehari).
Mengonsumsi vitamin A.
Beristirahat yang cukup.
4. Kutil
Gejala:
Timbul benjolan kecil pada kulit yang berukuran 1-10 milimeter.
Benjolan dapat tumbuh di area tubuh manapun, umumnya di
wajah, tangan, dan kaki, terkadang dapat disertai dengan gatal.
Benjolan dapat terasa halus atau kasar jika disentuh.
Benjolan dapat timbul berkelompok.
Pengobatan:
Obat yang mengandung asam salisilat, asam trikloroasetat, hingga
nitrogen cair untuk membekukan kutil.
Tindakan bedah atau terapi sinar laser.
5. Bisul
Gejala:
Kulit yang terinfeksi bengkak dan memerah. Gejala ini biasanya
terjadi di area tubuh seperti wajah, leher, dan paha.
Pada kasus bisul karbunkel, ukurannya biasanya lebih besar, yaitu
3-10 sentimeter, dan disertai demam tinggi.
Dapat muncul sendiri atau dapat juga berkelompok (karbunkel).
Benjolan akan pecah dan mengeluarkan nanah dalam 2-3 hari.
Terasa nyeri jika disentuh, dan seiring waktu akan membesar.
Pengobatan:
Gunakan kain bersih dan hangat untuk mengompres bisul.
Jaga kebersihan area sekitar bisul, cuci tangan setelah menyentuh
area yang terkena.
Jika bisul terasa nyeri, minum obat pereda nyeri yang dijual bebas,
seperti ibuprofen atau acetaminophen
Ada beberapa upaya yang dapat kamu lakukan untuk mencegah infeksi kulit,
antara lain:
a) Selalu menjaga kebersihan tubuh, terutama bagian tangan, agar bakteri, virus,
atau jamur tidak dapat dengan mudah menginfeksi tubuh.
b) Bila ada luka di kulit, sebaiknya ditutupi dengan menggunakan perban agar
kuman tidak masuk dan menyebabkan infeksi.
c) Segera ganti pakaian yang dikenakan jika terasa lembap karena berkeringat.
d) Selalu jaga kebersihan pakaian, kaos kaki, dan juga sepatu.
e) Tidak menggunakan barang-barang yang digunakan pengidap.
f) Menghindari bersentuhan dengan pengidap infeksi kulit.
b. Alergi Pada Kulit
Macam-macam alergi pada kulit, yaitu :
1) Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan yang membuat kulit memunculkan ruam
merah yang terasa gatal dan bersisik. Dermatitis juga dapat membuat kulit
mengering. Pada kondisi yang serius, dermatitis bisa membuat kulit
melepuh, mengeluarkan cairan, dan mengelupas.
2) Urtikaria (biduran)
Urtikaria alias biduran atau kaligata adalah gejala alergi yang paling khas
muncul pada kulit. Biduran ditandai dengan kemunculan bentol-bentol
merah yang menonjol dan terasa gatal. Bentol biduran dapat meuncul
terfokus pada satu bagian tubuh tertentu atau menyebar ke area yang lebih
besar.Biduran biasanya muncul akibat reaksi alergi terhadap makanan,
tungau debu, gigitan serangga, suhu dingin, bulu hewan, atau lateks.
c. Epidermolysis
Epidermolisis bulosa adalah kelompok penyakit langka yang menyebabkan kulit
rapuh dan mudah melepuh. Munculnya lepuhan di kulit dapat dipicu oleh cedera
ringan, paparan sinar matahari, gesekan dengan pakaian, atau garukan. Epidermolisis
bulosa dapat menyebabkan lepuhan yang terasa sakit di kulit bagian tangan, siku,
lutut, dan kaki. Namun lepuhan tersebut juga dapat muncul di kulit bagian dalam
tubuh, seperti mulut, kerongkongan, atau mata.
d. Selulitis
Selulitis adalah kondisi peradangan pada struktur kulit dermis dan lapisan kulit
subkutan. Selulitis dapat disebabkan oleh infeksi sehingga menyebabkan rasa
gatal disertai nyeri, kulit memerah dan terasa hangat. Ketika mikroorganisme
penyerang menginvasi daerah yang sakit, mikroorganisme ini akan menguasai sel-
sel p pertahanan tubuh (neutrofil, eosinofil, basofil, dan sel-sel mosh dan
menguraikan komponen selulernya, yang dalam keadaan normal akan mengisolasi
serta melokalisasi inflamasi. Ketika selulitis berlangsung progresif, mikroorga
nisme menginvasi jaringan di sekitar lokasi luka yang pertama
Gejala :
Beberapa gejala selulitis yang umum dialami oleh pengidapnya meliputi:
a. Kulit kemerahan yang berpotensi menyebar.
b. Pembengkakan.
c. Nyeri.
d. Demam.
e. Muncul bintik-bintik merah.
f. Kulit melepuh.
g. Kulit bernanah atau berair (muncul cairan berwarna kuning atau bening.
Pengobatan :
Perawatan selulitis biasanya menggunakan antibiotik oral selama minimal 5 hari.
Dokter mungkin juga meresepkan obat pereda nyeri. Namun, dalam beberapa
kasus, dokter akan memberikan antibiotik intravena (IV) segera setelah
mendiagnosis gejalaSelulitis akan hilang dalam 7 hingga 10 hari setelah pengidap
minum antibiotik, tapi perawatan lebih lama diperlukan jika infeksi lebih parah.
Bahkan meski gejala membaik dalam beberapa hari, sangat penting untuk tetap
meminum antibiotik yang diresepkan dokter.
e. Luka Bakar
Luka bakar adalah cedera di kulit yang disebabkan oleh panas, baik dari api,
paparan bahan kimia, radiasi sinar matahari, maupun sengatan listrik. Luka bakar
kimia disebabkan senyawa yang asam, alkali, atau merupakan vesikan (zat yang
menimbulkan lepuhan) yang mengenai tubuh korban karena kontak, ter- minum,
terhirup (inhalasi), atau karena suntikan. Luka bakar gesekan atau ekskoriasi
terjadi ketika kulit mengalami gesekan hebat dengan permukaan yang kasar. Luka
bakar karena sengatan matahari (sunburn) terjadi ketika seseorang terpaian cahaya
matahari secara ber- lebihan. Luka bakar listrik biasanya terjadi karena kontak
dengan kawat listrik yang mengandung arus listrik atau dengan sumber arus listrik
tegangan tinggi. Kadang-kadang luka bakar listrik terjadi pada anak-anak yang
menggigit kabel listrik.
Patofisiologi :
Luka Luka bakar derajat pertama.
bakar derajat pertama (derajat-satu) menyebabkan cedera setempat atau
destruksi setempat pada kulit (hanya lapisan epidermisnya) akibat kontak
langsung (seperti terkena tumpahan bahan kimia) atau kontak tidak
langsung (seperti sengatan matahari). Fungsi barrier (sawar) pada kulit
tetap utuh dan luka bakar jenis ini tidak mengancam hidup korban.
Luka bakar derajat dua dengan ketebalan parsial- superfisial (second-
degree superficial partial-thickness).
Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan sebagian dermis. Lepuh
yang dindingnya tipis dan berisi cairan terjadi dalam tempo beberapa
menit setelah cedera. Ketika lepuh ini pecah, ujung-ujung saraf akan
terpajan dengan udara. Karena respons nyeri dan taktil masih utuh, pe-
nanganan luka bakar ini menimbulkan nyeri yang sangat. Fungsi sawar
pada kulit sudah hilang pada derajat luka bakar ini.
Luka bakar derajat dua dengan ketebalan parsial- dalam (second-degree
deep partial-thickness).
Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan dermis yang menim-
bulkan lepuh dan edema yang ringan hingga sedang serta rasa nyeri
Folikel rambut masih utuh sehingga rambut masih dapat tumbuh kembali.
Apabila dibandingkan luka bakar second-degree superficial partial-
thickness maka pada luka bakar ini tidak begitu terdapat rasa nyeri karena
neuron sensoris sudah mengalami destruksi yang luas Daerah di sekitar
luka bakar sangat sensitif terhadap rasa nyeri. Fungsi sawar pada kulit
menghilang
1. Guyton and Hall: Menurut Guyton and Hall, patofisiologi pada sistem saraf
sensorik dapat terjadi karena gangguan pada aliran darah ke sel-sel saraf,
kerusakan pada sel-sel saraf, dan kerusakan pada susunan saraf pusat.
2. Ganong: Menurut Ganong, proses patofisiologi pada sistem sensorik dapat terjadi
karena adanya gangguan pada jalur penghantaran sinyal saraf, gangguan pada
sistem saraf pusat, atau adanya kerusakan pada sel-sel saraf.
3. Adams and Victor: Menurut Adams and Victor, patofisiologi pada sistem saraf
sensorik dapat terjadi karena adanya kelainan pada struktur anatomi sistem saraf,
gangguan pada proses transmisi impuls saraf, atau gangguan pada proses integrasi
informasi sensorik di dalam otak.
4. Lippincott: Menurut Lippincott, proses patofisiologi pada sistem sensorik dapat
terjadi karena adanya kerusakan pada sel-sel saraf, gangguan pada metabolisme
sel, atau adanya gangguan pada jalur penghantaran sinyal saraf.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses patofisiologi pada
sistem sensorik dapat terjadi karena berbagai faktor seperti gangguan pada aliran darah,
kerusakan pada sel-sel saraf, gangguan pada sistem saraf pusat, gangguan pada jalur
penghantaran sinyal saraf, atau kelainan pada struktur anatomi sistem saraf. Oleh karena
itu, diagnosis dan pengobatan yang tepat harus dilakukan untuk mengatasi kondisi
patologis pada sistem sensorik.
Gangguan pendengaran adalah salah satu kondisi patologis yang mempengaruhi
sistem saraf sensorik. Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
termasuk paparan bising yang berlebihan, infeksi telinga, dan penuaan. Gangguan
pendengaran dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan dapat
mempengaruhi kualitas hidup mereka.
Proses patofisiologi yang terjadi pada gangguan pendengaran melibatkan
kerusakan pada sel-sel rambut di dalam telinga. Sel-sel rambut ini bertanggung jawab
untuk mengubah suara menjadi sinyal listrik yang dapat dipahami oleh otak. Kerusakan
pada sel-sel rambut ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran.
Neuropati sensorik adalah kondisi patologis lain yang mempengaruhi sistem saraf
sensorik. Neuropati sensorik dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk diabetes,
infeksi, dan cedera saraf. Neuropati sensorik dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk merasakan sensasi seperti rasa sakit, suhu, dan sentuhan.
Proses patofisiologi yang terjadi pada neuropati sensorik melibatkan kerusakan
pada saraf sensorik. Kerusakan pada saraf sensorik ini dapat mengakibatkan kehilangan
atau penurunan sensasi pada bagian tubuh tertentu. Kondisi ini dapat mempengaruhi
kualitas hidup seseorang dan dapat menyebabkan komplikasi kesehatan lainnya seperti
luka dan infeksi.
Gangguan penglihatan adalah kondisi patologis lain yang mempengaruhi sistem
saraf sensorik. Gangguan penglihatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk
degenerasi makula terkait usia, glaukoma, dan katarak. Gangguan penglihatan dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melihat dan dapat mempengaruhi kualitas
hidup mereka.
Proses patofisiologi yang terjadi pada gangguan penglihatan melibatkan
kerusakan pada sel-sel saraf di retina. Sel-sel saraf ini bertanggung jawab untuk
mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang dapat dipahami oleh otak. Kerusakan pada
sel-sel saraf ini dapat mengakibatkan gangguan penglihatan.
Beberapa kondisi patologis yang mempengaruhi sistem saraf sensorik dapat
diobati dengan terapi atau pengobatan medis. Contohnya, gangguan penglihatan dapat
diobati dengan kacamata, lensa kontak, atau bedah. Neuropati sensorik dapat diobati
dengan pengobatan penyebabnya, seperti pengobatan diabetes atau antibiotik untuk
infeksi.
Gejalanya yaitu:
rasa tidak nyaman pada liang telinga
rasa nyeri yang hebat pada telinga (otalgia)
gatal
munculnya bercak kemerahan pada kulit akibat pelebaran pembuluh darah
(eritema)
pembengkakan (oedema) kadang sampai menyumbat liang telinga
discharge yang bervariasi
Pengobatan :
Lakukan hapusan atau aspirasi pus secara lembut, dan kirimlah untuk
kultur
Apabila terdapat pembengkakan yang bermakna atau pus, suatu kasa
sumbu 1/4 inci dapat diinsersikan secara lembut ke dalam kanalis
Antibiotika tetes telinga harus diberikan (misal: Cortisporin)
Antibiotika sistemik harus digunakan, jika terdapat demam, adenopati
periaurikuler yang bermakna, atau otitis media yang menyertainya. Juga
dapat digunakan dekongestan.
2. Otitis Media
Penyakit yang menyebabkan telinga bagian tengah mengalami peradangan.
Biasanya, otitis media disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan karena virus
dan bakteri penyebab infeksi menyebar dan melewati saluran custachius. Hal ini
menyebabkan gangguan berupa peradangan, pembengkakan saluran hingga
gangguan pendengaran. Penyakit ini lebih sering menyerang anak-anak
dikarenakan saluran custachius anakanak lebih pendek dan lebih datar sehingga
memudahkan penyebaran kuman. Penyakit ini harus diobati dengan baik, karena
penyakit ini dapat berlangsung lama beresiko merusak ossicles (tulang telinga
tengah) dan bahkan menyebabkan gendang telinga pecah. Klasifikasi Otitis Media
terdiri atas (1) Otitis Media Supuratif yaitu Otitis Media Supuratif Akut atau Otitis
Media Akut dan Otitis Media Supuratif Kronik . (2) Otitis Media Non Supuratif
atau Otitis Media Serosa yaitu Otitis Media Serosa Akut dan Otitis Media Serosa
Kronik . (3) Otitis Media Spesifik, yaitu otitis media sifilitika dan otitis media
tuberku!osa (4) Otitis Media adhesi, Penyebab : Pneumococcus, Hemophilus
influenza, Streptococcus. Gejala klinis dari Otitis Media Akut tergantung pada
stadium penyakit dan umur pasien
Gejalanya yaitu:
Sakit di telinga
Keluar cairan dari telinga
Kesulitan mendengar
Sakit kepala
Telinga bau
Pengobatan:
pengobatan diberikan sesuai dengan stadium dari otitis media, pasien
biasa mendapatkan antibiotic pembedahan
Miringotomi bertujuan untuk membuat aliran atau drainase secret dari
telinga tengah ke liang telinga luar dengan melakukan insisi pada pars
tensa membran timpani.
Timpanosintesis, dilakukan untuk keperluan diagnostic yaitu
melakukan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal
supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan.
Adenoidektomi, merupakan tindakan bedah yang dilakukan untuk
menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren.
3. Labirinitis
Labirinitis adalah infeksi labirin, yang dapat terjadi sebagai komplikasi otitis
media akut atau kronis yang menyebar ke telinga bagian dalam. Labirinitis juga
dapat terjadi akibat pertumbuhan kolesteatoma (pertumbuhan berlebih dari epitel
sel skuamosa jinak) dari telinga tengah ke dalam kanal setengah lingkaran. Hal ini
dapat terjadi setelah operasi telinga tengah atau telinga bagian dalam dan setelah
terjadinya infeksi saluran pernapasan atas oleh virus atau mononukleosis.
Gejalanya yaitu:
hilangnya persepsi sensorik pendengaran
telinga berdenging (tinitus)
bola mata bergerak cepat (nistagmus) ke sisi yang terkena
vertigo disertai dengan mual dan muntah
Pengobatan:
Labirinitis biasanya merupakan kondisi yang dapat sembuh sendiri. Jika tidak
sembuh dengan terapi suportif, pengobatan/penatalaksanaan dapat dilakukan
yaitu:
pemberian antibiotik sistemik
ajarkan pasien untuk menyelesaikan pengobatan dengan antibiotik sesuai
resep dan untuk tidak berhenti minum obat saat gejala klinis sudah tidak
lagi dirasakan karena pengobatan yang tidak memadai dapat menyebabkan
meningitis
anjurkan pasien untuk tetap di tempat tidur di ruangan yang gelap sampai
gejala berkurang.
antiemetik dan obat antivertigo, seperti dimenhydrinate (Dramamine,
Gravol) dan meclizine (Antivert, Bonamine), dapat meredakan mual dan
pusing.
4. Penyakit Meniere
Meniere adalah penyakit pada telinga bagian dalam yang terjadi karena kantung
endolimfatikus mengalami pembengkakkan akibat penumpukan cairan di dalam
telinga. Beberapa pasien memiliki manifestasi terus menerus dengan intensitas
yang berbeda- beda daripada serangan yang terputus-putus atau hilang timbul.
Pasien hampir sepenuhnya tidak berdaya selama serangan, dan pemulihan
membutuhkan waktu berjam-jam hingga berhari- hari. Patologi penyakit Meniere
terjadi karena adanya kelebihan cairan endolimfatik yang merusak seluruh sistem
saluran dalam. Gangguan ini menurunkan pendengaran dengan melebarkan
duktus koklea, menyebabkan vertigo karena kerusakan sistem vestibular, dan
menstimulasi tinitus.
Gejalanya yaitu:
telinga berdenging (tinitus)
kehilangan persepsi sensorineural satu sisi
vertigo karena kerusakan sistem Vestibular
Pengobatan:
Penggunaan obat seperti diuretik, antinausea, dan obat penenang. Kadang-kadang,
terapi fisik dan perubahan pola makan juga dapat membantu mengurangi gejala.
Pada awalnya, gangguan pendengaran dapat disembuhkan, tetapi kerusakan
berulang pada koklea akibat peningkatan tekanan cairan menyebabkan gangguan
pendengaran permanen.
5. Neuroma Akustik
Neuroma akustik adalah tumor jinak saraf kranial VIII yang sering merusak
struktur lain saat tumbuh. Bergantung pada ukuran dan lokasi tumor yang tepat,
kerusakan pendengaran, gerakan wajah, dan sensasi dapat terjadi. Neuroma
akustik dapat menyebabkan banyak manifestasi neurologis saat tumor membesar
di otak. Tumor didiagnosis dengan CT scan dan MRI. Tes cairan serebrospinal
menunjukkan peningkatan tekanan dan protein. Operasi pengangkatan dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Biasanya kraniotomi dilakukan, dan umumnya
pendengaran yang tersisa akan hilang. Perawatan dilakukan untuk
mempertahankan fungsi saraf wajah (saraf kranial VII). Neuroma akustik jarang
muncul kembali setelah operasi pengangkatan.
Gejalanya yaitu:
telinga berdenging (tinitus)
gangguan pendengaran sensorineural secara bertahap
pasien mengalami vertigo ringan hingga sedang yang konstan
Saat tumor membesar, saraf kranial di dekatnya rusak.
Pengobatan:
Dengan melakukan operasi pengangkatan tumor
6. Perinkotritis
Perinkotritis disebabkan oleh adanya infeksi. Infeksi pada penyaki perinkotritis ini
dapat disebabkan oleh bisul yang pecah ditelinga, luka maupun gigitan serangga.
Biasanya, penyakit ini disertai dengan keluarnya nanah juga pendarahan pada
telinga penderita. Celakanya, kontimanasi bakteri pada nanah tersebut dapat
memotong pembuluh darah menuju tulang rawan telinga sehingga tulang rawan
tersebut dapat rusak. Penyakit yang termasuk dalam kategori penyakit telinga luar
ini memberikan bentuk aneh pada telinga. Proses Perinkotritis pun seringnya
bertahap dan cernderung tidak terlihat sehingga penderita jarang menyadarinya.
Gejalanya yaitu dengan:
Daun telinga terlihat lunglai (floppy ear)
Penurunan pendengaran secara mendadak
Vertigo
Tinnitus
Gangguan keseimbangan
Keluar cairan dari telinga
Infeksi telinga tengah
Pengobatan:
Pemberian salep anti bakteri atau obat herbal pada luka
7. Otosclerosis
Otosclerosis adalah pertumbuhan tulang abnormal di telinga tengah(tulang-tulang
pendengaran dan kapsul tulang labirin) terutama stapes.merupakan penyakit
labirin tulang, dimana terbentuk suatu daerah otospongiosis (tulang yang lebih
lunak dan berkurang densitasnya).Pertumbuhan tulang yang abnormal sering
terjadi di depan fenestra ovale, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga
dalam. Pasien mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau awal
20an.disebabkan karena gangguan autosomal dominan Tulang stapes menjadi
terfiksasi pada tulang sekitarnya, getaran suara akan dihambat menuju ke telinga
dalam sehingga fungsi pendengaran terganggu menyebabkan gangguan
pendengaran tuli konduktif atau campur.
Gejalanya yaitu:
Kehilangan pendengaran yang lambat dan bertahap, biasanya dimulai di
salah satu telinga terlebih dahulu
telinga berdenging (tinitus)
Kebisingan atau dengungan pada telinga
Pengobatan:
Operasi dengan implant untuk memperbaiki tulang pendengaran yang
rusak
Terapi konservatif dengan menggunakan alat bantu
Kehilangan Pendengaran
Hilangnya persepsi sensorik pendengaran sering terjadi dan mungkin berupa
gangguan konduktif, sensorineural, atau kombinasi keduanya. Gangguan pendengaran
konduktif terjadi ketika gelombang suara terhalang untuk kontak dengan serabut saraf
telinga bagian dalam karena gangguan telinga luar atau telinga tengah. Jika saraf sensorik
telinga bagian dalam yang mengarah ke otak rusak, gangguan pendengaran tersebut
bersifat sensorineural. Gangguan pendengaran gabungan adalah sensorineural-konduktif
campuran.
Gangguan yang menyebabkan kehilangan pendengaran konduktif umumnya dapat
diperbaiki dengan sedikit atau tanpa kerusakan permanen. Gangguan pendengaran
sensorineural seringkali bersifat permanen. Gangguan pendengaran konduktif dapat
disebabkan oleh peradangan atau penyumbatan pada telinga luar atau tengah. Perubahan
pada gendang telinga seperti tonjolan, retraksi, dan perforasi dapat merusak struktur
telinga tengah dan menyebabkan gangguan pendengaran konduktif. Tumor, jaringan
parut, dan pertumbuhan berlebih dari jaringan tulang lunak (otosklerosis) pada ossikel
pada operasi telinga tengah sebelumnya juga menyebabkan gangguan pendengaran
konduktif.
Gangguan pendengaran sensorineural terjadi ketika telinga bagian dalam atau
saraf pendengaran (saraf kranial VIII) rusak. Kontak yang terlalu lama dengan suara
keras dapat merusak sel-sel rambut koklea. Banyak obat yang bersifat toksik bagi struktur
telinga bagian dalam, dan efeknya pada pendengaran dapat bersifat sementara atau
permanen, berhubungan dengan dosis, dan mempengaruhi satu atau kedua telinga. Pada
saat obat ototoksik diberikan kepada pasien dengan fungsi ginjal yang berkurang,
peningkatan ototoksisitas dapat terjadi karena eliminasi obat lebih lambat, terutama pada
pasien yang usia tua.
Presbiakusis adalah hilangnya persepsi sensorik sensorineural yang terjadi akibat
penuaan. Hal ini disebabkan oleh degenerasi sel saraf koklea, hilangnya elastisitas
membran basilar, atau penurunan suplai darah ke telinga bagian dalam. Kekurangan
vitamin B12 dan asam folat meningkatkan risiko presbiakusis. Penyebab lainnya
termasuk aterosklerosis, hipertensi, infeksi, demam, penyakit Meniere, diabetes, dan
operasi telinga. Trauma pada telinga, kepala, atau otak juga berkontribusi pada gangguan
pendengaran sensorineural.
Pencegahan Gangguan Pendengaran
Meskipun sejumlah mutasi genetik dapat menyebabkan gangguan pendengaran,
sekitar 50% dari gangguan pendengaran bersifat nongenetik. Sedangkan mutasi genetik
terjadi secara kebetulan dan umumnya tidak dapat dihindari, sedangkan penyebab non-
genetik dapat dikendalikan. Pepatah lama mengatakan 'mencegah lebih baik daripada
mengobati juga berlaku dalam paradigma gangguan pendengaran. Hingga saat ini, satu-
satunya perawatan yang tersedia untuk gangguan pendengaran di klinik adalah alat bantu
dengar dan implan koklea. Untuk membantu mencegah kehilangan pendengaran, awasi
timbulnya tanda-tanda kerusakan pendengaran pada pasien yang mendapatkan obat-obat
ototoksik. Tekankan bahaya pajanan yang berlebihan terhadap bunyi berisik; tekankan
bahaya pemakaian obat, pajanan zat kimia dan infeksi (khususnya rubela) pada ibu hamil;
dan dorong pemakaian alat pelindung pen- dengaran ketika berada di lingkungan yang
berisik
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sistem integumen atau biasa disebut kulit adalah sistem organ yang membedakan,
memisahkan, melindungi, dan menginformasikan manusia terhadap lingkungan
sekitarnya. Adapun patofisiologi pada system integument diantaranya Infeksi kulit, alergi
pada kulit, penyakit pada bagian struktur kulit, Gangguan pendengaran adalah gangguan
yang terjadi pada telinga bagian luar, tengah, maupun dalam yang menyebabkan
hilangnya sebagian atau keseluruhan dari fungsi pendengaran. Proses patofisiologi sistem
sensorik merujuk pada gangguan atau penyakit yang terjadi pada sistem saraf sensorik,
yang terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Proses patofisiologi pada
sistem sensorik dapat dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai berikut.
3.2 SARAN
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan untuk proses pembelajaran dan
praktik keperawatan yang akan dilakukan selanjutnya oleh mahasiswa keperawatan,
penelitian ini dapat dikembangkan dengan teori-teori terbaru serta didukung oleh jurnal
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Indah Slamet, B. 2023. Seri Pancaindra Indra Pendengaran: Telinga. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Mariath, L. et al. (2020). Inherited Epidermolysis Bullosa: Update on the Clinical and Genetic
Aspects. Anais Brasileiros de Dermatologia, 95(5), pp. 551–69. Cleveland Clinic (2018).
Disease & Conditions. Epidermolysis Bullosa
Rauf, S. Imelda, A. Sugiyarto. Dhanang Prawira, N. Dely, M. Vittria, M. Oliva Suyen, N. Askar.
2021. Teori Keperawatan Medikal Bedah I. Aceh: Yayasan Penerbit Muhammad Zaini