Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH

KONSEP ANATOMI, FISIOLOGI, KIMIA, FISIKA, DAN BIOKIMIA,


PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI, DAN TERAPI DIET TERKAIT SISTEM
PERSEPSI SENSORI (OTITIS, VERTIGO, KATARAK)

Disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah “Keperawatan Dewasa Sistem


Musculoskeletal, Integumen, Persepsi Sensori dan Persarafan”

Dosen Pengampu:

Esi Afriyanti, S.Kp. M.Kes

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Hanny Nurizyani (2111313004) Neisha Aidilla J.M (2111312061)

Monica (2111312055) Syalsa Salsabil (2111313034)

Muhammad Iqbal (2311316011) Yurika Aprinade (2111312064)

KELAS A1 2021

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah disusun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Musculoskeletal, Integumen,
Persepsi Sensori dan Persarafan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan
mengenai Konsep Anatomi, Fisiologi, Kimia, Fisika, dan Biokimia, Patofisiologi,
Farmakologi, dan Terapi Diet Terkait Sistem Persepsi Sensori (Otitis, Vertigo, Katarak)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Esi Afriyanti, S.Kp. M.Kes, yang telah
membimbing dalam mata kuliah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 19 September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................2

D. Manfaat.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Konsep Sistem Persepsi Sensori...............................................................................3

B. Konsep Penyakit Otitis...........................................................................................16

C. Konsep Penyakit Vertigo........................................................................................25

D. Konsep Penyakit Katarak........................................................................................34

BAB III PENUTUP............................................................................................................43

A. Kesimpulan.............................................................................................................43

B. Saran.......................................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................44

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal, juga
pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang
diterima. Persepsi juga melibatkan kognitif fan emosional terhadap interpretasi onjek
yang diterima organ sensori (indra). Adanya gangguan persepsi mengindikasikan adanya
gangguan proses sensori pada organ sensori yaitu: penglihatan, pendengaran, perabaan,
penciuman, dan pengecapan.
Gangguan persepsi sensori sendiri merupakan permasalahan yang sering ditemukan
seiring dengan perubahan lingkungan yang terjadi secara cepat dan tidak terduga.
Pertambahan usia, variasi penyakit, dan perubahan gaya hidup menjadi faktor menjadi
faktor penentu dalam penurunan system sensori. Seringkali gangguan system sensori
dikaitkan dengan gangguan persepsi karena merupakan hasil dari respon stimulus
(sensori) yang diterima.
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus atau jamur menyebabkan area di belakang gendang telinga
meradang, selain disebabkan oleh infeksi tersebut otitis ini juga dapat disebabkan oleh
tersumbatnya saluran eustachius bisa menyebabkan penumpukan cairan di telinga tengah
yang menyebabkan area tersebut basah dan lembap. dapat terjadi pada semua usia, namun
secara umum terjadi pada anak usia 6-24 bulan, 80% anak-anak pernah mengalami otitis
media akut (Kemenkes, 2022).
Vertigo adalah kondisi di mana seseorang mengalami pusing dan merasakan bahwa
lingkungan atau benda-benda yang ada di sekitarnya bergerak, melayang, dan seolah-olah
berputar. Dalam kondisi ini biasanya penderita akan mengalami hilangnya keseimbangan
sehingga untuk sekadar berdiri atau berjalan saja sangat sulit dilakukan. Biasanya kondisi
seperti ini bisa menyerang siapa saja, terutama untuk mereka orang dewasa. Bahkan
gejalanya sendiri bisa datang tiba-tiba atau bisa juga berlangsung dalam jangka waktu
yang lama (Kemenkes, 2022).
Katarak adalah suatu kondisi dimana lensa mata mengalami kekeruhan sehingga
menyebabkan menurunnya kemampuan penglihatan sampai kebutaan. Sebagian besar
katarak disebabkan oleh proses penuaan. Sebanyak >80% dari seluruh kasus kebutaan

1
dapat dicegah. Faktor risiko yang dapat meningkatkan katarak adalah riwayat trauma
pada mata, konsumsi atau penggunaan tetes mata steroid dalam waktu lama, penyakit
seperti kencing manis dan hipertensi, merokok, dll. (Kemenkes, 2022).
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai Konsep, Anatomi, Fisiologi,
Fisika, Kimia, Biokimia, Patofisiologi, Farmakologi, dan Terapi Diet terkait Sistem
Persepsi Sensori (Otitis, Vertigo, dan Katarak).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Konsep system persepsi sensori?
2. Bagaimana konsep penyakit otitis?
3. Bagaimana konsep penyakit vertigo?
4. Bagaimana konsep penyakit katarak?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui tentang konsep system persepsi sensori
2. Untuk mengetahui tentang konsep penyakit otitis
3. Untuk mengetahui tentang konsep penyakit vertigo
4. Untuk mengetahui tentang konsep penyakit katarak

D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah diharapkan dapat menjadi sumber informasi
bagi pembaca mengenai “Konsep, Anatomi, Fisiologi, Fisika, Kimia, Biokimia,
Patofisiologi, Farmakologi, dan Terapi Diet terkait Sistem Persepsi Sensori (Otitis,
Vertigo, Katarak)”.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Sistem Persepsi Sensori


1. Indra Penglihatan (MATA)
Indra penglihatan yang terletak pada mata ( organ visus ) yang terdiri dari organ
okuli assesoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra penglihatan,
saraf optikus, muncul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung untuk membentuk
saraf optikus.
a. Organ Okuli Assesoria
Organ okuli assesoria (alat bantu mata), terdapat di sekitar bola mata yang
sangat erat hubungannya dengan mata, terdiri dari :
1) Kavum orbita, merupakan rongga mata yang bentuknya seperti kerucut dengan
puncaknya mengarah ke depan dan ke dalam.
2) Supersilium (alis mata) merupakan batas orbita dan potongan kulit tebal yang
melengkung , ditumbuhi oleh bulu pendek yang berfungsi sebagai kosmetik
atau alat kecantikan dan sebagai pelindung mata dari sinar matahari yang
sangat terik.
3) Palpebra (kelopak mata) merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit yang
terletak didepan bulbus okuli. Kelopak mata atas lebih besar dari pada kelopak
mata bawah. Fungsinya adalah pelindung mata sewaktuwaktu kalau ada
gangguan pada mata.
4) Aparatus lakrimalis (air mata). Air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis
superior dan inferior. Melalui duktus ekskretorius lakrimalis masuk ke dalam
sakus konjungtiva. Melalui bagian depan bola mata terus ke sudut tengah bola
mata ke dalam kanalis lakrimalis mengalir ke duktus nasolakrimatis terus ke
meatus nasalis inferior
5) Muskulus okuli (otot mata) merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari :
a) Muskulus levator palpebralis superior inferior, fungsinya mengangkat
kelopak mata.
b) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup
mata.
c) Muskulus rektus okuli inferior, fungsinya untuk menutup mata.
d) Muskulus rektus okuli medial, fungsinya menggerakan bola mata.

3
e) Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakan bola mata ke
dalam dan ke bawah.
f) Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas, ke
bawah dan ke luar.
6) Konjungtiva. Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva palpebra,
merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan kemudian melekat
pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva ini sering terdapat
kelenjar limfe dan pembuluh darah.
b. Okulus
Okulus (mata) meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus optikus saraf otak II,
merupakan saraf otak yang menghubungkan bulbu okuli dengan otak dan
merupakan bagian penting organ visus.
c. Tunika okuli
Tonika okuli terdiri dari :
1) Kornea, merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat
melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal dari sklera,
terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika anterior (bowmen), 3
subtansi propia, 4 lamina elastika posterior, dan 5 endotelium. Kornea tidak
mengandung pembuluh darah peralihan, antara kornea ke sklera.

2) Sklera, merupakan lapisan fibrosa yang elastis yang merupakan bagian


dinding luar bola mata dan membentuk bagian putih mata. Bagian depan
sklera tertutup oleh kantong konjungtiva.
d. Tunika vaskula okuli

4
Tunika vaskula okuli merupakan lapisan tengah dan sangat peka oleh
rangsangan pembuluh darah. Lapisan ini menurut letaknya terbagi menjadi 3
bagian yaitu :
1) Koroid, merupakan selaput yang tipis dan lembab merupakan bagian
belakanang tunika vaskulosa. Fungsinya memberikan nutrisi pada tunika.
2) Korpus siliaris, merupakan lapisan yang tebal, terbentang mulai dari ora serata
sampai ke iris. Bentuk keseluruhan seperti cincin, dan muskulus siliaris.
Fungsinya untuk terjadinya akomodasi
3) Iris, merupakan bagian terdepan tunika vaskulosa okuli, berwarna karena
mengandung pigmen, berbentuk bulat seperti piring dengan penampang 12
mm, tebal 12 mm, di tengah terletak bagian berlubang yang disebut pupil.
Pupil berguna untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata, sedangkan ujung
tepinya melanjut sampai korpus siliaris. Pada iris terdapat 2 buah otot:
muskulus sfingter pupila pada pinggir iris, muskulus dilatator pupila terdapat
agak pangkal iris dan banyak mengandung pembuluh darah dan sangat mudah
terkena radang, bisa menjalar ke korpus siliaris.
e. Tunika nervosa
Tunika nervosa merupakan lapisan terdalam bola mata, disebut retina. Retina
dibagi atas 3 bagian :
1) Pars optika retina, dimulai dari kutub belakang bola mata sampai di depan
khatulistiwa bola mata.
2) Pars siliaris, merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus siliar. C
3) Pars iridika melapisi bagian permukaan belakang iris

 Fisiologi Indera Pengelihatan (Mata)

 Lapisan terluar → sklera, keruh yg semakin ke depan se-makin


tembuspandang → kornea
 Lapisan kedua → khoroid, hitam (gelap), ke depan akan
membentuk otot ciliari & iris (berfungsi untuk menga-tur cahaya
→ bila cahaya terlalu besar maka iris saling mendekati, pupil
mengecil sedangkan jika cahaya redup iris saling menjauhi, pupil
membesar
 Lapisan terdalam → retina, mempunyai pembuluh darah arteri &
vena retinalis sehingga bola mata teraliri drh

5
 Selain ke 3 lapisan terdahulu, terdapat pula lensa kris-talina,
aquous humor, vitrous humor (aquous vitrous yg lbh kental)
 Media penglihatan → kornea, aquous humor, lensa kris-talina,
vitrous humor (aquous vitrous)
 Terdapat pula bintik kuning (fovea nasalis = makula lu-tea =
fovea sentralis = fovea medialis) → tempat peneri-ma benda yg
dilihat oleh mata karena di tempat ini tdpt sel kerucut (dlm fovea)
& sel batang (tersebar di retina) sebagai organ yg peka terhadap
cahaya
 Selain bintik kuning terdapat bintik buta (blind spot), karena
daerah ini tdk peka terhadap cahaya krn tdk ada sel batang & sel
kerucut
 Sel batang untuk melihat cahaya redup (remang-remang),
sedangkan sel kerucut untuk siang hari & warna
 Pd retina terkenal teori duplisitas → skotop → mekanis me
pengaturan penglihatan senja & malam hari serta photop
mekanisme yg mengatur penglihatan siang hari & warna
 Sel batang & sel kerucut dipersyarafi oleh syaraf optik secara
bipolar → merupakan syaraf penglihatan serta syaraf kranial
yang ke II
 Selain syaraf optik (II), ada syaraf kranial lain yang membantu
dlm pengoperasian & gerakan bola mata,

2. Indra pendengaran (TELINGA)


Indra pendengaran merupakan salah satu alat pancaindra untuk mendengar.
Anatomi telinga terdiri dari telinga bagian luar, tengah, dan dalam.
a. Telinga bagian luar
Aurikula (daun telinga), menampung gelombang suara yang datang dari luar
masuk ke dalam telinga. Meastus akustikus eksterna (liang telinga). Saluran
penghubung aurikula dengan membran timpan, panjangnya 2,5 cm, terdiri dari
tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini mengandung rambut, kelenjar subasea.
Dan kelenjar keringat khususnya menghasilkan sekret-sekret berbentuk serum.
Membran timpani antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput gendang
telinga yang disebut membran typani.

6
b. Telinga bagian tengah
Kavum timpani, rongga didalam tulang temporalis yang didalamnya terdapat 3
buah tulang pendengaran yaitu maleus, incus, stapes yang melekat pada bagian
dalam membra timpani. Antrum timpani merupakan rongga tidak teratur yang
agak luas, terletak dibagian bawah samping dari kavum timpani. Antrum timpani
dilapisi oleh mukosa, merupakan lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani.
Rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebutn sellula
mastoid yang terdapat dibelakang bawah antrum, di dalam tulang temporalis.
Tuba auditiva eustaki. Saluran tulang rawan yang panjangnya 3,7 cm berjalan
miring ke bawah agak ke depan, dilapisi oleh lapisan mukosa.

c. Telinga bagian dalam


Telinga bagian dalam terletak pada bagian tulang keras pilorus temporalis,
terdapat reseptor pendengaran, dan alat pendengaran ini disebut labirin.

7
1) Labiritus osseous, serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan yang
dinamakan perilimfe. Labiritus osseous terdiri dari vestibulum, koklea, dan
kanalis semisirkularis.
2) Labirintus membranous, terdiri dari:
a) Utrikulus, bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut
pada tempatnyaoleh jaringan ikat. Pada dinding belakang utrikulus
terdapat muara dari duktus semisirkularis dan pada dinding depannya ada
tabung halus disebut utrikulosa sirkularis, saluran yang menghubungkan
antara utrikulus dan sakulus.
b) Sakulus, bentuknya agak lonjong lebih kecil dari utrikulus, terletak pada
bagian depan dan bawah dari vestibulum dan terpaut erat oleh jaringan
ikat.
c) Duktus semisirkularis. Ada tiga tabung selaput semisirkularis yang
berjalan pada kanalis semesirkularis (superior, posterior, dan lateralis).
Bagian duktus yang melebar disebut dengan ampula selaput. Setiap
ampula mengandung celah sulkus ampularis merupakan tempat masuknya
cabang ampula nervus akustikus.
d) Duktus koklearis merupakan saluran yang bentuknya agak segitiga seolah-
olah membuat batas pada koklea timpani. Duktus koklearis mulai dari
kantong buntu (seikum vestibular)ndan berakhir tepat diseberang kanalis
lamina spiralis pada kantong buntu (seikum ampulare)

 Fisiologi Indera Pendengar (Telinga)

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga

8
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensialaksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius
sampai kekorteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis

3. Indra Penciuman (HIDUNG)


Alat penciuman terdapat dalam rongga hidung dari ujung saraf otak nervus
olfaktorius. Nervus olfaktorius dilapisi oleh sel-sel yang sangat khusus yang
mengeluarkan fibril-fibril yang sangat halus, terjalin dengan serabut-serabut dari
bulbus oftaktorius yang merupakan otak terkecil. Konka nasalis terdiri dari lipatan
selaput lendir. Pada bagian puncaknya terdapat saraf-saraf pembau. Kalau kita
bernafas lewat hidung dan kita mencium bau suatu udara, udara yang kita isap
melewati bagian atas dari rongga hidung melalui konka nasalis. Pada konka nasalis
terdapat tiga pasang karang hidung:
a. Konka nasalis superior
b. Konka nasalis media
c. Konka nasalis inferior.

9
Disekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga yang disebut sinus nasalis
yang terdiri dari:
a. Sinus maksilaris (rongga tulang hidung)
b. Sinus sfenoidalis (rongga tulang baji)
c. Sinus frontalis (rongga nasalis inferior). Sinus ini diliputi oleh selaput lendir. Jika
terjadi peradangan pada rongga hidung, lendir-lendir dari sinus para nasalis akan
keluar. Jika tidak dapat mengalir ke luar akan menjadi sinusitis.

 Fisiologi Indera Penciuman/Pembau (Hidung)


Indera penciuman mendeteksi zat yang melepaskan molekul-molekul di udara.Di
atap rongga hidung terdapat olfactory epithelium yang sangat sensitif
terhadapmolekul- molekul bau, karena pada bagian ini ada bagian pendeteksi
bau(smell receptors). Receptor ini jumlahnya sangat banyak ada sekitar 10 juta.
Ketika partikel bau tertangkap oleh receptor, sinyal akan di kirim ke the olfactory
bulb melalui saraf olfactory. Bagian inilah yang mengirim sinyal ke otak dan
kemudian di proses oleh otak bau apakah yang telah tercium oleh hidung kita.

4. Indra Pengecap (LIDAH)

1
Lidah terdiri dari dua kelompok yaitu otot intrinsik melakukan gerakan halus dan
otot ekstrinsik yang melaksanakan gerak kasar pada waktu mengunyah dan menelan.
Lidah terletak pada dasar mulut, ujung,serta tepi lidah bersentuhan dengan gigi, dan
terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir yang dapat digerakan ke
segala arah. Lidah terbagi menjadi:
a. Radiks lingua (pangkal lidah)
b. Dorsum lingua (punggung lidah)
c. Apeks lingua (ujung lidah)

Bila lidah digulung ke belakang tampak permukaan bawah yang disebut frenulum
lingua, sebuah struktur ligamen yang halus yang mengaitkan bagian posterior lidah
pada dasar mulut. Permukaan atas seperti berludru dan ditutupi pupil-pupil, terdiri
dari tiga jenis yaitu:

a. Papila sirkumvalata
b. Papila fungiformis
c. Papila filiformis

 Fisiologi Indera Pengecap ( Lidah)


Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat membantu
pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Lidah dikenal sebagai indera
pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap. Lidah juga turut membantu
dalam tindakan bicara. Struktur lainnya yang berhubungan dengan lidah sering disebut
lingual, dari bahasa Latin lingua atau glossal dari bahasa Yunani.
Makanan atau minuman yang telah berupa larutan di dalam mulut akan merangsang
ujung-ujung saraf pengecap. Oleh saraf pengecap, rangsangan rasa ini diteruskan ke
pusat saraf pengecap di otak. Selanjutnya, otak menanggapi rangsang tersebut
sehingga

1
kita dapat merasakan rasa suatu jenis makanan atau minuman.

5. Indera Peraba (Kulit)

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,


merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16
% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9
meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari
letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium
minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada
telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit
berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan
lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari
mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
1. Anatomi Indera Peraba (Kulit)

Secara patologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama dari luar ke dalam yaitu
epidermis, dermis dan subkutaneus.

a. Lapisan epidermis (Kulit Ari)

Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang mempunyai ketebalan


sekitar 50 μm-1,5 mm, tersusun dari 15-25 sel, umumnya berfungsi sebagai
penghalang terpenting dari hilangnya air, elektrolit, dan atau nutrien tubuh,
serta menahan masuknya senyawa asing dari luar. Lapisan epidermis ini
terdiri atas, yaitu :

1
1) Stratum Corneum (Lapisan tanduk)

Stratum Corneum merupakan lapisan epidermis paling atas, dan


menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam.Lapisan tanduk terdiri
atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses
metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan
tanduk sebagian besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang tidak
larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia, dikenal
dengan lapisan horny. Lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang
mudah terlepas dan digantikan sel baru setiap 4 minggu, karena usia setiap
sel biasanya 28 hari.

2) Stratum Lucidum (Lapisan bening)

Stratum lusidum terdapat langsung di bawah stratum korneum,


merupakan lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang telah
berubah menjadi protein eleidin. Lapisan ini terdapat jelas ditelapak tangan
dan kaki. Ketebalannya berkisar 1%-10% dari total lapisan kulit. Stratum
granulosum merupakan 2 atau 3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti sel diantaranya. Butir-butir kasarini terdiri
atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.
3) Stratum Granulosum (Lapisan berbutir)
Stratum granulosum tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk
kumparan yang mengandung butir-butir dalam protoplasmanya, berbutir
kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini paling jelas pada kulit telapak
tangan dan kaki.
4) Stratum Spinosum (Lapisan bertaju)
Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapisan sel berbentuk poligonal
dengan ukuran bermacam-macam akibat proses mitosis. Protoplasmanya
jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti sel terletak ditengah.
Sel-sel ini makin dekat dikulit makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel
taju terdapat celah antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan
jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di
bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu
tahap mitosis. Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan
kimiawi yang khas; inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung
kolesterol,

1
asam amino dan glutation.
5) Stratum Basalis (Lapisan benih)
Stratum basalis merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh
satu baris sel torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap
permukaan dermis.Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan
lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar
terhadap pengaturan metabolisme demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital
kulit.
b. Lapisan Dermis (Kulit Jangat)
Lapisan ini disebut juga korium, terletak pada lapisan kulit antara
epidermis dan jaringan lemak subkutan. Tebal lapisan sekitar 1-4 mm,
tergantung bagian tubuh. Fungsi dermis ini terutama melindungi tubuh dari
luka, menjadikan epidermis lebih fleksibel, penghalang terhadap infeksi dan
sebagai organ penyimpan air. Dalam dermis terdapat kapiler darah, ujung-
ujung saraf, pembuluh limfa, kelenjer keringat, folikel rambut dan kelenjar
sebasea. Lapisan ini jauh lebih tebal dari pada epidermis, terbentuk oleh
jaringan elastisdan fibrosa padat dengan elemen seluler, kelenjar, dan rambut
sebagai adneksakulit. Lapisan ini terdiri atas:
1) Pars papilaris, yaitu bagian yang menonjol kedalam epidermis, berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
2) Pars Retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan
subkutis, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin dan retikulin.
Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat dan sel-sel fibroblast. Kolagen muda bersifat lentur
namun dengan bertambahnya umur menjadi stabil dan keras.
Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar
keringat dan kelenjar palit :
1) Kelenjar Keringat

a) Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan


duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan
kulit, membentuk pori-pori keringat. Kelenjar keringat mengatur
suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari

1
tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan
jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar
keringat yaituKelenjar keringat ekrin

b) Kelenjar keringat apokrin Yang hanya terdapat di daerah ketiak,


putting susu, pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur
(anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna
keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang Sel kelenjar
ini mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan
bau..
2) Kelenjar Palit
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan
dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang
bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut
mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan
rambut. Kelenjar palit membentuksebum atau urap kulit. Terkecuali
pada telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua
bagian tubuh terutama pada bagian muka.
c. Subkutan
Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat,
besar, denganinti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang
bertambah. Sel- sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan
lainnya oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan ini berfungsi sebagai cadangan
makan.
Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama
pada tiap–tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan perempuan
tidak sama (berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagian shock
beaker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit,
isolator panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan
tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah subkutis terdapat selaput otot
kemudian baruterdapat
2. Fisiologi Indera Peraba (Kulit)
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya
adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier
infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.

1
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan darielektrolit, trauma
mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen.

B. Konsep Penyakit Otitis


1. Pengertian
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media relatif
kurang mendapat perhatian dari penderita, sering dianggap sebagai suatu “Penyakit
Biasa”. Hal ini disebabkan karena rendahnya pengertian terhadap akibat yang akan
ditimbulkan. Pasien dengan penyakit telinga tengah seringkali datang saat stadium
kronis yang menyebabkan kehilangan pendengaran dan pengeluaran sekret. Pasien
mengeluhkan gangguan pendengaran yang mengganggu fungsi sosial, pendidikan dan
profesi. Anak usia sekolah mungkin memperlihatkan hasil yang buruk di sekolah.

2. Anatomi dan Fisiologi


Organ pendengaran perifer terdiri dari struktur organ pendengaran yang
berada di luar otak dan batang otak yaitu telinga luar, telinga tengah, telinga dalam
dan saraf kokhlearis sedangkan organ pendengaran sentral terdiri dari nukleus
koklearis, nukleus olivatorius superior, lemnikus lateralis, kolikulus inferior dan
kortek serebri lobus temporalis area wernicke (Nugroho and Wiyadi, 2009).

Telinga tengah dilapisi oleh membran mukosa. Bagian medial dibatasi oleh
promontorium, lateral oleh MT, anterior oleh muara tuba Eustachius, posterior oleh
aditus ad antrum dari mastoid, superior oleh tegmen timpani fossa kranii, inferior oleh
bulbus vena jugularis. (Nugroho and Wiyadi, 2009).
Telinga tengah tersusun menjadi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, incus dan
stapes yang saling berikatan dan berhubungan membentuk artikulasi. Prosesus longus
maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat

1
pada stapes. (Nugroho and Wiyadi, 2009).

Telinga tengah terdiri dari dua musculus yaitu m. tensor timpani dan m.
stapedius. M tensor timpani berorigo di dinding semikanal tensor timpani dan
berinsersio di bagian atas tulang maleus, inervasi oleh cabang saraf trigeminus. M.
stapedius berorigo di dalam eminensia pyramid dan berinsersio di ujung posterior
kolumna stapes, hal ini menyebabkan stapes kaku, memperlemah transmini suara dan
meningkatkan resonansi tulang-tulang pendengaran. Kedua musculus ini berfungsi
mempertahankan, memperkuat rantai osikula dan meredam bunyi yang terlalu keras
sehingga dapat mencegah kerusakan organ koklea (Nugroho and Wiyadi, 2009).

Proses mendengar diawali dengan energi bunyi ditangkap oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Terdapat tiga atahapan dalam proses mendengar yaitu tahap pemindahan
energi fisik berupa stimulus bunyi ke organ pendengaran, tahap konversi yaitu
pengubahan energi fisik stimulasi tersebut ke organ penerima dan tahap penghantaran
impuls saraf ke kortek pendengaran (Nugroho and Wiyadi, 2009)

1
3. Etiologi
a. Faktor pertahanan tubuh terganggu
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba dinasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke
dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim penghasil mukus
(misalnya muramidase) dan antibodi.
b. Obstruksi tuba eusthachius
Merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis media akut, karena fungsi
tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga
terganggu, sehingga kuman masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan.
Pada bayi terjadinya otitis media akut dipermudah karena tuba eustachiusnya
pendek, lebar, dan agak horisontal letaknya.
c. Infeksi saluran pernafasan atas
Terutama disebabkan oleh virus, pada anak makin sering terserang infeksi
saluran pernafasan atas makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut.
d. Bakteri piogeik
Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisma penyebab adalah
streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, streptococcus beta-
hemolitikus dan moraxella catarrhalis.

4. Patofisiologi
Kegagalan ruptur membran timpani untuk menutup secara spontan
memudahkan terjadinya infeksi telinga luar yang berulang atau paparan alergen.
Kondisi ini menyebabkan otore yang berkelanjutan (Arya et al., 2019).
Tuba eustachius dapat menjadi kurang berfungsi sebagai akibat dari infeksi
kronis atau infeksi hidung dan tenggorokan akut berulang, membuat rongga timpani

1
lebih rentan terhadap gangguan fungsional. Peradangan membran timpani
menyebabkan kongesti vaskular, yang menyebabkan iskemia di suatu tempat dan
akhirnya bermanifestasi sebagai titik nekrotik dalam bentuk bintik kuning. Membran
timpani dapat mengalami perforasi lebih mudah bila terdapat tekanan dari cairan yang
terkumpul di dalam rongga timpani. Rongga timpani akan selalu bersentuhan dengan
lingkungan luar akibat perforasi yang persisten, yang akan memungkinkan kuman
dari kanalis auditorius eksternus dan udara luar dengan bebas masuk ke dalam kavum
timpani. Infeksi yang mudah kambuh disebabkan oleh kuman yang aktif ke rongga
timpani. Waktu menentukan penyakit kronis ini, dan stadiumnya didasarkan pada
konsistensi gambaran patologis. Dampak dari cedera jaringan, perkembangan jaringan
sikatrik, dan proses yang memberatkan atau kronis semuanya berkontribusi pada
ketidakseragaman gambaran patologis. (Wirawan, Sudipta and Sutanegara, 2020).

1
5. WOC

6. Klasifikasi
a. Otitis Media Akut
Otitis media akut adalah infeksi akut di telinga tengah, biasanya berlangsung
kurang dari 6 minggu. Patogen yang menyebabkan otitis media akut biasanya
adalah Strepto coccus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella
catarrbalis, yang memasuki telinga tengah setelah tuba eustasius mengalami

2
disfungsi akibat obstruksi yang disebabkan oleh infeksi pernapasan atas, inflamasi
jaringan sekitar (mis.,rinosinusitis hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (mis,
rhinitis alergik). Bakteria dapat memasuki tuba eustasius dari sekresi yang
terkontaminasi di dalam nasofaring dan telinga tengah akibat perforasi membran
timpani. Gangguan ini paling sering terjadi pada anak-anak.
b. Otitis Media Kronik
Otitis media kronis disebabkan oleh episode otitis media akut, yang
menyebabkan patologi jaringan permanen (ireversibel) dan perforasi persisten
pada membran tim.pani. Infeksi kronis pada telinga tengah menyebabkan
kerusakan membran timpani,yang dapat menghancurkan osikel, dan dapat
mengenai mastoid.

7. Manifestasi Klinis
a. Gejala beragam berdasarkan tingkat keparahan infeksi; biasanya bersifat unilateral
pada orang dewasa.
b. Nyeri di dalam dan di sekitar telinga (otalgia) mungkin intens dan hanya akan
reda setelah perforasi spontan gendang telinga atau setelah miringotomi
c. Demam; drainase dari telinga, kehilangan pendengaran
d. Membran timpani mengalami eritema dan sering kali menonjol
e. Kehilangan pendengaran konduktif disebabkan oleh eksudat di dalam telinga
tengah
f. Bahkan jika kondisi menjadi subakut (3 minggu sampai 3 bulan) disertai dengan
rabas purulen, ketulian permanen jarang terjadi
g. Gejala mungkin minimal, dengan tingkat ketulian yang bervariasi dan otore
(rabas) berbau busuk yang persisten atau intermiten.
h. Pasien mungkin merasakan nyeri jika terdapat mastoiditis akut; ketika mastoiditis
terjadi, area pascaaurikular menjadi kenyal; eritema dan edema dapat terjadi.
i. Kolesteatoma (kantung yang berisi kulit yang mengalami degenerasi dan materi
sebasea) mungkin dimanifestasikan sebagai massa putih di belakang membran
timpani yang terlihat melalui otoskop. Jika tidak diobati, kolesteatoma akan terus
tumbuh dan menghancurkan struktur tulang temporal, kemungkinan menyebabkan
kerusakan pada saraf fasial dan kanal horizontal serta hancurnya struktur lain di
sekitarnya. Pemeriksaan auditori sering kali menunjukkan tuli konduktif atau
campuran.

2
8. Stadium Otitis Media Akut
Menurut Soepardi & Iskandar (2001) stadium Otitis media akut berdasarkan
perubahan mukosa telinga tengah antara lain :
a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya
absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal (tidak ada
kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin tidak terjadi, tetapi tidak
dapat dideteksi,. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang
disebabkan oleh virus atau alergi.
b. Stadium Hiperemis (Stadium Prepurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar dimembran
timpani peremis serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sukar terlihat.
c. Stadium Supurasi
Edem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membran timani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.Pada
keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri
di telinga bertambah hebat.
d. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambat pemberian antibiotika atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah
sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak.
Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.
e. Stadium Resolusi
Dimana membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret
akan berurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Otitis
Media Akut berubah menjadi OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik) bila
perforasi meningkat dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang
timbul. Otitis Media Akut

2
dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret
menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.

9. Komplikasi
a. Perforasi membran timpani dapat menetap dan berlanjut menjadi otitis
media kronis.
b. Komplikasi sekunder mencakup mastoid (mastoiditis), meningitis, atau abses
otak (jarang).
c. Kehilangan pendengaran, selama fase otitis media akut bila ada efusi, terdapat
kehilangan pendengaran kondusif yang biasanya sembuh sempurna pada
penderita yang diobati dengan memadai.Selama fase otitis media akut bila ada
efusi, terdapat kehilangan pendengaran kondusif yang biasanya sembuh sempurna
pada penderita yang diobati dengan memadai
d. Perforasi Membran Timpani (MT), perforasi membran timpani (MT) menetap
dan nekrosis osikula, Keduanya menyebabkan kehilangan pendengaran kondusif
yang memerlukan koreksi bedah dengan timpanoplasti.
e. Kolesteatom
f. Paralisis saraf kranial
g. Labirinitis
h. Mastoiditis
i. Meningitis
j. Hidrosefalus Otitis

10. Penatalaksaan
a. Dengan terapi antibiotik spektrum luas sejak dini dan tepat, otitis media dapart
hilang tanpa menyisakan sekuela yang serius. Jika terdapat drainase, sediaan
antibiotik otik dapat diresepkan
b. Hasil akhir bergantung pada efektivitas terapi (dosis antibiotik oral yang
diresepkan dan durasi terapi), virulensi bakteria, dan status fisik pasien
c. Miringotomi (Timpanotomi), jika kasus otitis media ringan ditangani secara
efektif, tindakan miringotomi mungkin tidak diperlukan. Jika miringotomi perlu
dilakukan, akan dibuat insisi menuju membran timpani untuk meredakan gejala
dan mengalirkan cairan serosa atau cairan purulen dari telinga tengah. Prosedur
yang tidak terasa nyeri ini biasanya dilakukan kurang dari 15 menit. Jika episode
otitis

2
media akut terjadi kembali dan tidak ada kontraIndikasi, slang ventilasi atau slang
penyeimbang tekanan dapat dimasukkan
d. Pengisapan dan pembersihan telinga yang cermat dapat dilakukan di bawah
panduan mikroskop.
e. Antibiotik tetes dimasukkan atau antibiotik serbuk digunakan untuk mengatasi
rabas purulen
f. Prosedur timpanoplasti (miringoplasti dan jenis yang lebih ekstensif) dapat
dilakukan untuk mencegah infeksi berulang, mengembalikan fungsi telinga
tengah,menutup perforasi, dan memperbaiki pendengaran
g. Osikuloplasti mungkin dilakukan untuk merekonstruksi tulang telinga
tengalhguna mengembalikan fungsi pendengaran
h. Mastoidektomi dapat dilakukan untuk mengeluarkan kolesteatoma, membuka
akses ke struktur yang mengalami penyakit, dan membuat telinga tetap
kering(tidak terinfeksi) dan sehat.

11. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes Audiometri: adalah pemeriksaan fungsi untuk mengetahui sensitivitas
(mampu mendengarkan suara) dan perbedaan kata (kemampuan membedakan
bunyi kata-kata)
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran:
a) Normal : 10 - 15 dB
b) Tuli kecil : 16 – 25 dB Tuli ringan : 26 - 40 dB
c) Tuli sedang : 41 - 55 dB
d) Tuli sedang berat : 56 - 70 dB
e) Tuli berat : 71 - 90 dB
f) Tuli total : > 90 dB.
2) X ray mastoid: adalah pemeriksaan penunjang yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi patologi, Misal: Cholesteatoma, kekaburan mastoid.
Apabila sudah ada mastoiditis, X ray mastoid akan tampak sklerotik atau
adanya rongga yang berisi kholeastoma
c. Pemeriksaan Telinga (Otoskopi)
1) Nampak secret dari M.A.E yang dikeluarkan dari lubang perforasi.

2
2) Didapatkan perforasi membrane timpani dengan berbagai variasi besar
dan macamnya.
3) Mukosa kavum timpani dapat menebal berbentuk granulasi atau polip
atau didapatkan koleastoma.

C. Konsep Penyakit Vertigo


1. Definisi
Vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa
berputar atau badan yang berputar. Vertigo bisa mengenai semua golongan umur,
dengan jumlah insidensi 25% pada pasien usia lebih dari 25 tahun, dan 40% pada
pasien usia lebih dari 40 tahun. Dizziness dilaporkan sekitar 30% pada populasi
berusia lebih dari 65 tahun.
Vertigo merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien pasca mengalami
trauma pada kepala, leher atau craniovertebral junction. Trauma bisa terjadi karena
cedera akibat jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera kontak saat olah raga
dan trauma akibat ledakan. Telinga bagian dalam dan otak rentan terhadap benturan
sehingga gejala bisa timbul walaupun tanpa cedera yang substansial. Vertigo pasca
trauma diklasifikasikan menjadiperifer dan sentral tergantung pada struktur yang
terkena. (EB, 2016)

2. Anatomi dan Fisiologi


Sistem vestibular terdiri dari tiga bagian utama yaitu labirin, nervus vestibular dan
nucleus vestibular dibagian batang otak, dari ketiga bagian ini sangat berperan
penting salah satunya dalam sistem keseimbangan tubuh (Zamis, 2020 cit Masruroh,
2021). Sistem vestibular bertanggung jawab untuk menghubungkan rangsangan
antara pancar indra dengan gerakan tubuh agar objek tetap berada didalam satu titik
fokus ketika tubuh akan bergerak (Faturachaman, H et al, 2021).
Labirin terdapat dibagian telinga dalam sedangkan sistem vestibular berada
didalam labirin. Di labirin ada dua organ sensorik yang yakni reseptor pendengar dan
reseptor keseimbangan tubuh, reseptor ini adalah sel-sel rambut. Dua jenis organ ini
berada dalam cairan endofilm akibat rangsangan bunyi atau gerakan, maka sel
rambut ini akan menekuk kearah tertentu dan mengubah transmisi implusi sensorik
(Surya, M., 2019). Organ yang berfungsi sebagai pendengaran yaitu corti vestibulum.
Vestibulum terbagi

2
menjadi dua yaitu crista dan macula yang masing-masing sangat sensitif terhadap
rangsangan gerakan sirkuler dan linier (Masruroh, 2021).

Keterangan: 1. daun telinga 2. saluran telinga 3. tulang martil 4. tulang landasan 5.


saluran setengah lingkaran 6. Saraf pendengaran 7. Rumah siput 8. Saluran eustacius
9. Tulang sanggurdi 10. Gendang telinga 11. Telinga luar 12. Telinga tengah 13.
Telinga dalam
Keseimbangan tubuh manusia yang kurang stabil dibandingkan dengan binatang,
dikarenakan manusia berdiri atau berjalan dengan dua tumpuan yaitu dua kaki
sedangkan binatang berdiri atau berjalan dengan empat kaki meskipun ada binatang
yang memiliki dua kaki. Maka sistem keseimbangan tubuh memerlukan suatu
informasi posisi tubuh relatif dengan lingkungan sekitarnya dan informasi gerakan
untuk dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan disekitarnya. Informasi
gerakan ini diperoleh untuk sistem keseimbangan tubuh. Semua sistem ini saling
berhubungan dan saling mempengaruhi, maka informasi yang didapatkan akan
disusunan saraf pusat (Masruroh, 2021).

3. Klasifikasi
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan non-
vestibular. Vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh gangguan sistem
vestibular, sedangkan vertigo non vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh
gangguan sistem visual dan somatosensori.
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-vestibular
Waktu Episodik Konstan

2
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor pencetus Gerakan kepala, perubahan Stress, hiperventilasi
posisi
Gejala Penyerta Mual, muntah, tuli, tinnitus Gangguan mata, gangguan
somatosensorik

Vertigo vestibular selanjutnya dapat dibedakan menjadi vertigo vestibular perifer


dan sentral. Vertigo vestibular perifer adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan
alat keseimbangan tubuh di labirin (telinga dalam) atau di ganglion vestibular atau di
saraf kranial VIII (Saraf Vestibulokoklear) divisi vestibular. Contoh penyakit-
penyakit di labirin adalah BPPV, penyakit peniere, fistula perilymph, obat-obat
ototoksiksik dan labirintitis. Obat-obat ototoksik mencakup: streptomisin, kinine,
berbiturat, alcohol, aspirin, caffeine, antikonvulsan, antihipertensi, tranquilizer,
psikotropik dan obat hipoglikemik. Contoh penyakit di nervus vestibularis adalah
neuritis vestibularis dan neuroma akustikus.
Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh di sistem saraf pusat, baik di pusat integrasi (serebelum dan
batang otak) ataupun di area persepsi (korteks). Penyebab vertigo sentral antara lain
adalah perdarahan atau iskemik di serebelum, nukleus vestibular, dan koneksinya di
batang otak, tumor di sistem saraf pusat, infeksi, trauma, dan sklerosis multiple.
Vertigo yang disebabkan neuroma akustik juga termasuk dalam vertigo sentral.
Vertigo akibat gangguan di korteks sangat jarang terjadi, biasanya menimbulkan
gejala kejang parsial kompleks.
Perbedaan Vertigo Sentral dan Perifer sebagai berikut:
a. Vertigo perifer beronset akut, sedangkan vertigo sentral beronset kronis atau
perlahan (gradual). Dengan kata lain, durasi gejala pada vertigo perifer terjadi
dalam hitungan menit, harian, mingguan, namun berulang(recurrent)
b. Penyebab umum vertigo perifer adalah infeksi (labyrinthitis), Ménière's,
neuronitis, iskemia, trauma, toksin. Penyebab umum vertigo sentral adalah
vaskuler, demyelinatin, neoplasma
c. Intensitas vertigo perifer sedang hingga berat, sedangkan vertigo sentral ringan
hingga sedang

2
d. Mual (nausea) dan muntah (vomiting) umumnya terjadi pada vertigo perifer dan
jarang terjadi pada vertigo sentral.
e. Vertigo perifer umumnya berhubungan dengan posisi (positionally
related),sedangkan vertigo sentral jarang berhubungan dengan posisi.
f. Kehilangan pendengaran (hearing loss) hingga ketulian (deafness) umumnya
terjadi pada vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo sentral.
g. Tinnitus (telinga berdenging) seringkali menyertai vertigo perifer. Pada vertigo
sentral, biasanya tidak disertai tinnitus.
h. Pada vertigo perifer tidak ada defisit neurologis. Defisit neurologis (neurologic
deficits) umumnya terjadi pada vertigo sentral.
i. Sifat nistagmus pada vertigo perifer adalah fatigable, berputar (rotary)atau
horisontal, dan dihambat oleh fiksasi okuler, sedangkan sifat nystagmus pada
vertigo sentral adalah nonfatigable,banyak arah(multidirectional), dan tidak
dihambat oleh fiksasi okuler.

Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral


Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Onset Tiba-tiba, onset Perlahan, onset gradual
mendadak
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah Ya Kadang tidak berkaitan
perubahan posisi
kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya Usia lanjut
muda
Gangguan status Tidak ada atau kadang- Biasanya ada
mental kadang
Defisit nervi Tidak ada Kadang disertai ataxia
cranial atau
cerebellum

2
Pendengaran Seringkali berkurang atau Biasanya normal
dengan tinnitus
Nistagmus Nistagmus horizontal Nistagmus horizontal atau
dan rotatoar; ada vertikal; tidak ada nistagmus
nistagmus fatique
fatique 5-30 detik
Penyebab Meniere’s disease Massa Cerebellar / stroke
Labyrinthitis Encephalitis/ abscess otak
Positional vertigo Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple
(Setiawati M. & Susianti, 2016)

4. Etiologi
Penyebab vertigo dapat diklasifikasikan menjadi penyebab sentral (melibatkan
otak) dan penyebab perifer (melibatkan jaringan saraf). Penyebab vertigo yang paling
umum adalah penyebab perifer yang melibatkan telinga dalam. Benign Paroxysmal
Positional Vertigo adalah bentuk paling umum dari vertigo dan ditandai dengan
sensasi bergerak yang dimulai dengan pergerakan tiba-tiba dari kepala atau
menggerakkan kepala ke arah tertentu. Vertigo juga dapat disebabkan oleh labirinitis
(peradangan pada telinga dalam), yang ditandai dengan onset vertigo yang tiba-tiba
dan mungkin berhubungan dengan ketulian.
Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain akibat
kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit
atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. (Sielskiet al., 2015).

5. Patofisiologi
Vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh ysng sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh
sususan saraf pusat. Jika ada kelainan pada lintasan informasi dari indera
keseimbangan yang dikirim kesistem saraf pusat, atau kelainan pada pusat
keseimbangan, maka proses adaptasi yang normal tidak akan terjadi tetapi akan
menimbulkan reaksi alarm. Keadaan ini berhubungan dengan serat-serat di formasio

2
retikularisbatang otak yang berhubung dengan aktivitas sistem kolinergik dan
adrenergik.
Teori-teori yang dapat menjelaskan tentang terjadinya vertigo adalah :
a. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebab kan
hiperemi kanalis semisir kularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya
akantimbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
b. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidak cocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioceptif,
atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan
kanan. Ketidak cocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral
sehingga timbul respons yang dapat berupa nnistagmus (usaha koreksi bola mata),
ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,serebelum) atau rasa melayang,
berputar (berasal dari sensasikortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,
teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
c. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori
iniotak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga
jikapada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan
yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan
yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akanterjadi mekanisme adaptasi
sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
d. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usahaadaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim
simpatisterlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai
berperan.
e. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
f. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai
perananneurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi

3
padaproses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres
yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor),peningkatan kadar
CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan sarafsimpatik yang selanjutnya
mencetuskan mekanisme adaptasi berupameningkatnya aktivitas sistim saraf
parasimpatik.
Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat,
berkeringat di awalserangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang
menjadi gejalamual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasiaktivitas susunan saraf parasimpatis
Vertigo akan timbul bila terdapat gangguan pada alat-alat vestibular atau pada
serabut-serabut yang menghubungkan alat/nuklei vestibular dengan pusat-pusat di
cerebellum dan korteks cerebri. Vertigo ini akan timbul bila terdapat ketidakcocokan
dalam informasi yang oleh susunan-susunan aferen disampaikan kepada kesadaran
kita. Sususnan aferen yang terpenting dalam hal ini adalah susunan vestibular atau
keseimbangan yang secara terus-menerus menyampaikan impuls-impuls ke
serebellum. Namun demikian susunan-susunan lain, seperti misalnya susunan optik
dan susunan proprioseptif dalam hal ini pula memegang peranan yang sangat
penting. Penting pula sususnan yang mrnghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N.III, IV, dan VI, sususnan vestibulo-retikularis susunan vestibulo-spinalis
dll. (Setiawati
M. & Susianti, 2016)

6. Manifestasi Klinis
a. Gejala Umum
Secara garis besar, gejala vertigo dimulai dengan sensasi rasa pusing yang
disertai dengan kondisi kepala yang berputar-putar atau kliyengan. Selain itu,
biasanya penderita juga akan merasakan sensasi lain saat kepala mereka terasa
berputar-putar, seperti:
1) Pusing
2) Kepala terasa sakit disertai dengan berputar-putar atau kliyengan
3) Mual
4) Rasa ingin muntah
5) Berkeringat
6) Pergerakan arah pandangan yang tidak normal
7) Hilangnya pendengaran

3
8) Tinnitus atau telinga berdenging
b. Gejala Tambahan:
1) Anggota tubuh yang mulai terasa lemas
2) Penglihatan yang mulai ada bayang-bayangnya
3) Kesulitan untuk bicara
4) Disertai demam
5) Kesulitan untuk berdiri atau bahkan berjalan
6) Respon yang lambat
7) Penurunan kesadaran
8) Pergerakan mata yang mulai tidak
normal (EB, 2016)

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-
30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya
(misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan
vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi
garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap
tegak. Sedangkan pada kelainan serebral badan penderita akan bergoyang baik
pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait, Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya
akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger, Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan
dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.
Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke arah
lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram yaitu kepala dan badan
berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi
lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase
lambat ke arah lesi.
d. Uji Tunjuk Barany (past-ponting test), Penderita diinstruksikan mengangkat
lengannya ke atas dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini

3
dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
e. Uji Babinsky-Weil, Penderita berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke
belakang selama setengan menit dengan mata tertutup berulang kali. Jika ada
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk
bintang. (Setiawati M. & Susianti, 2016)

8. Penatalaksanaan
a. Vertigo posisional Benigna (VPB)
1) Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada
sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan
merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir
tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya untuk
membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali
keposisi duduk \semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah
atau mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak
didapatkan lagi respon vertigo.
2) Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat
digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau jika
muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menekan rasa enek (nausea)
dan rasa pusing. Namun ada penderita yang merasa efek samping obat lebih
buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan
ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan membatasi
perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.
b. Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian
anti biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis vestibuler
lebih meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan
nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau
benda.
c. Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere.
Tujuan dari terapi medik yang diberi adalah:
1) Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat dilakukan
upaya: tirah baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti vertigo. Pemberian

3
penjelasan bahwa serangan tidak membahayakan jiwa dan akan mereda dapat
lebih membuat penderita tenang atau toleransi terhadap serangan berikutnya.
2) Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh menjadi lebih
jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli ada yang
menganjurkan diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat anti histamin dan
vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan yang baik.
3) Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat diredakan
oleh obat atau tindaka konservatif dan penderita menjadi infalid tidak dapat
bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
d. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat
supresan vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan mobilisasi.
Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita ini latihan vertibuler
dan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri tongkat agar rasa percaya diri
meningkat dan kemungkinan jatuh dikurangi. (Setiawati M. & Susianti, 2016)

9. PATHWAY

D. Konsep Penyakit Katarak


1. Definisi
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa katarak akibat penuaan merupakan

3
penyebab umum gangguan penglihatan.gangguan penglihatan di seluruh dunia pada
tahun 2010 adalah 285 juta orang dan 39 juta orang diantaranya menderita kebutaan.
Katarak merupakaaan penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia
kedua ( 33%) setelah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi ( 42% ). Berbagai studi
cross-sectional melaporkan jumlah prevalensi katarak pada individu berusia 65-74
tahun sebanyak 50%. Jumlah prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu
diatas 75 tahun (Vaughan, 2017) Katarak terjadi sekitar usia 65-74 tahun.( Vaughan,
2017).
Katarak berasal dari Yunani katarrhakies, dalam bahasa inggris cataract dan
dalam bahasa latin cataracta yang berarti air terjun.Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi ( penambahan cairan ) lensa,
denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan terjadi pada
kedua mata dan berjalan progresif.( Ilyas Sidarta,2015).
Katarak berasal dari bahasa Yunani “kataarrhakies” yang berartibair terjun.
Dalam bahasa indonesia, katarak disebut bular,yaitu penglihatan seperti tertutup air
terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
atau akibat keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
(Tamsuri, 2011).

2. Klasifikasi
Katarak terbagi menjadi jenis menurut perkembangan (Katarak Konginital) dan
menurut proses degenerative (Katarak Primer)
a. Katarak Kongenital
Katarak konginetal adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat
pembentukan lensa atau katarak yang sudah terlihat pada usia kurang dari 1
tahun. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, diabetes
melitus, toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, galaktosemia. Adapula yang
menyertai kelainan bawaan pada mata itu sendiri seperti mikroftalmus, aniridia,
kolobama, keratokonus, ektopia lentis, megalokornea, heterokronia iris.
Kekeruhan dapat dijumpai dalam bentuk arteri hialoidea yang persisten, katarak
polaris anterior, posterior, katarak aksialis, katarak zonularis, katarak stelata,
katarak totalis dan katarak kongineta membranasea.

3
b. Katarak Primer

3
Katarak primer, menurut umur ada tiga golongan yaitu katarak juvenilis (umur
<20 tahun), katarak presinilis (umur sampai 50 tahun) dan katarak senilis (umur
>50 tahun).
Katarak primer dibagi menjadi 4 stadium :
1) Stadium insipien
Jenis katarak ini adalah stadium paling dini. Visus belum terganggu,
dengan koreksi masih bisa 5/5-5/6. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian
perifer berupa bercak-bercak seperti jari-jari roda.
2) Stadium Imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa, terutama terdapat
dibagian posterior dan baian belakang nukleus lensa. Shadow test positif. Saat
ini mungkin terjadi hidrasi korteks yang menyebabkan lensa menjadi
cembung sehingga indeks refraksi menjadi berubah dan mata menjadi miopia.
Keadaan ini disebut instrumensensi. Cembungnya lensa akan mendorong iris
ke depan, menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi sempit dan
menimbulkan komplikasi glaukoma.
3) Stadium Matur
Pada stadium ini terjadi pengeluaran air sehingga lensa akan berukuran
normal kembali. Saat ini lensa telah keruh seluruhnya sehingga semua sinar
yang masuk pupil dipantulkan kembali. Shadow test negatif. Di pupil tampak
lensa seperti mutiara.
4) Stadium Hipermatur (Katarak Morgagni)
Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nukleus lensa
turun karena daya beratnya. Melalui pupil, nukleus terbayang sebagai
setengah lingkaran dibagian bawah dengan warna berbeda dari yang atasya
yaitu kecoklatan. Saat ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa yang menjadi
lebih permeabel sehingga isi korteks dapat keluar dan lensa menjadi kempis
yag dibawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan ini disebut katarak
Morgagni. (Wijaya, 2013)
Menurut tamsuri, 2011 katarak juga dibagi lagi berdasarkan penyebabnya,
yaitu:
a) Katarak Traumatika
katarak terjadi akibat rudapaksa atau trauma baik karena trauma
tumpul maupun tajam. Rudapaksa ini dapat mengakibatkan katarak pada
satu mata

3
(katarak monokular). Penyebab katarak ini antara lain karena radiasi sinar-
x, radioaktif, dan benda asing
b) Katarak Toksika
Merupakan katarakyang terjadi akibat adanya pajanan dengan bahan
kimia tertentu. Selain itu, katarak ini dapat juga karena penggunaan obat
seperti kortikosteroid dan chlorpromazine
c) Katarak Komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari
penyakit lain.
Penyebab katarak jenis ini adalah :
 Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa, glaukoma, ablasio
retina yang sudah lama, uveitis, miopia maligna.
 Penyakit sistemik, diabetes melitus, hipoparatiroid, sindrom down,
dermatitis atopik.
Merokok meningkatkan risiko berkembangnya katarak, demikian pula dengan
pemium berat. Kadang-kadang katarak terjadi lagi setelah operasi jika kapsul lensa
ditinggalkan utuh selama operasi katarak.

3. Faktor Resiko
Adapun faktor resiko penderita katarak, yaitu :

a. Usia lanjut diatas 40 tahun

b. Riwayat keluarga

c. Kelainan sistematik (seperti diabetes atau kencing manis dan kelainan metabolic
lainnya)

d. Penggunaan tetes mata secara rutin, yang mengandung steroid

e. Kebiasaan merokok

f. Paparan sinar UV

3
4. Etiologi
Penyebab pertama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat mengalami katarak
yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan didalam kehamilan,
keadaan ini disebut sebagai katarak congenital. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit
seperti diabetes mellitus dapat menyebabkan katarak komplikata (ilyas, 2003).
Katarak dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Fisik
Dengan keadaan fisik seseorang semakin tua (lemah) maka akan
mempengaruhi keadaan lensa, sehingga dapat mengakibatkan katarak baik pada
orang yang fisiknya semakin tua atau karena sakit
b. Kimia
Apabila mata terkena cahaya yang mengandung bahan kimia atau akibat
paparan sinar ultraviolet matahari pada lensa mata dapat menyebabkan katarakk
c. Usia
Dengan bertambahnya seseorang, maka fungsi lensa juga akan menurun dan
mengakibatkan katarak. Katarak yang didapatkan karena faktor usia tua biasanya
berkembang secara perlahan. Penglihatan kabur dapat terjadi setelah trauma dari
gejala awal dapat berkembangan kehilangan penglihatan. Hilangnya penglihatan
tergantung pada lokasi dan luasnya kekeruhan.
d. Infeksi virus masa pertumbuhan janin
Jika ibu pada masa mengandung terkena atau terserang penyakit yang
disebabkan oleh virus. Maka infeksi virus tersebut akan mempengaruhi tahap
pertumbuhan janin, misal ibu yang sedang mengandung menderita rubella.
e. Penyakit
Meliputi penyakit diabetes dan trauma mata seperti uveitis.

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien katarak antara lain :
a. Rasa silau karena terjadi pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh
b. Penglihatan akan berkurang secara perlahan
c. Pada pupil terdapat bercak putih
d. Bertambah tebal nucleus dengan perkembangnya lapisan korteks lensa
e. Penglihatan kabur
f. Rasa nyeri pada mata

3
``Katarak hipermatur akan meimbulkan penyakit, mata menjadi merah disertai rasa
sakit yang kemudian akan berakhir dengan kebutaan. Secara klinis proses ketuaan
sudah tampak daam pengurangan kekuatan akomodasi lensa, akibat mulai terjadinya
sclerosis lensa yang dimanifikasikan dalam bentuk presbiopi.

6. Patofisiologi
Lensa berisi 65% air, 35% protein dan mineral penting. Katarak merupakan
kondisi penurunan ambilan oksigen, penurunan air. Peningkatan kandungan kalsium
dan berubahnya protein yang dapat larut menjadi tidak dapat larut. Pada proses
penuaan, lensa secara bertahap kehilangan air dan mengalami peningkatan dalam
ukuran dan densitasnya. Peningkatan densitas di akibatkan oleh kompresi sentral serat
lensa yang lebih tua. Saat serat lensa yang baru di produksi di korteks, serat lensa di
tekan menuju sentral. Serat-serat lensa yang padat lamalama menyebabkan hilannya
transparansi lensa yang tidak terasa nyeri dan sering 13 bilateral. Selain itu, berbagai
penyebab katarak diatas menyebabkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada
di dalam lensa yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan lensa. Kekeruhan lensa
dapat berkembang di berbagai bagian lensa atau kapsulnya. Pada gangguan ini sinar
yang masuk melalui kornea dihalangi oleh lensa yang keruh atau buram. Kondisi ini
mengaburkan bayangan semu yang sampai pada retina. Akibatnya otak
menginterprestesikan sebagai bayangan yang berkabut. Pada katarakyang tidak di
terapi, lensa mata menjadi putih susu, kemudian berubah kuning, bahkan menjadi
coklat atau hitam dan klien mengalami kesulitan dalam membedakan warna.
(Istiqomah, 2012).

4
7. WOC

8. Komplikasi
a. Glaukoma
Kelainan yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intra okuler didalam bola
mata, sehingga lapang pandang mengalami gangguan dan visus mata menurun.
b. Kerusakan retina
Kerusakan retina ini dapat terjadi setelah pasca bedah, akibat ada robekan
pada retina, cairan masuk ke belakang dan mendorong retina atau terjadi
penimbunan eksudat dibawah retina terangkat
c. Infeksi
ini bisa terjadi seelah pasca bedah karena kurangnya perawatan yang tidak
adekuat.

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Visus

4
visus normal : 6/6
visus 5/6-6/60 atau 1/300 : tergantung jenis katarak dan stadiumnya
b. Pemeriksaan Lapang pandang: lapang pandang biasanya berkurang
c. Uji pencetatan signal untuk melihat adanya gelombang listrik dalam otak
d. Kartu nama snellen/mesin telebinokuler ( tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akveus atau
vitreus humor, kesalahan refraksi atau penyakit sistem saraf atau penglihatan
keretina atau jalan optik.
e. Lapang penglihatan. Penurunan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro
vasikuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri serebral,
glaukoma
f. Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intraokuler (TIO) normalnya 12- 25
mmHg
g. Pemeriksaan oftalamoskopi, mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan
pemeriksaan belahan lampu, memastikan diagnosa katarak.
h. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED), menunjukkan anemia sistemik atau infeksi
i. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis
j. Tes toleransi glukosa (FBS). Menunjukkan adanya atau kontrol diabetes.
(Marilyn E Doengos, 2002)

10. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan laser.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk
bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam pengihatan
yang terbaik dicapai 20/50 atau lebih buruk lagi. Pembedahan katarak paling serng
dilakukan pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Dengan menggunakan anesthesia
lokal. macam pembedahannya ada 2 macam yaitu :
a. Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler: Intra catarax ectraction (ICCE) mengeluarkan
lensa secara utuh
b. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler: Ekstra capsular catarax extaction (ECCE) :
mengeluarkan lensa dengan merobek kapsul bagian anterior dan meninggalkan
kapsul bagian posterior.
Fakoemulsifikasi merupakan penemuan terbaru pada EKEK, tehnik ini

4
memerlukan penyembhan yang paling pendek dan penurunan insidensi astigmatisme
pasca operasi. Kedua tehnik irigasi-aspirasi dan fakoemulsifikasi dapat
mempertahankan kapsula posterior yang nantinya digunakan untuk penyangga IOL.
Pengangkatan lensa dapat dilakukan dengan salah satu dari 3 metode: kacamata
apakia, lensa kontak, implant IOL.
Penanganan tindakan pembedahan dengan mengangkat lensa merupakan
penanganan katarak yang sering dilakukan, biasanya disertai dengan pemasangan
lensa intraokuler. Jika pemasangan lensa intraokuler tidak dilakukan, pasien perlu
mengunakan kacamata dengan lensa yang tebal untuk menggantikan fungsi lensa
yang sudah diangkat tersebut. Perkembangan dramatis telah terjadi dalam tindakan
pengangkatan lensa pada saat sekarang ini, karena tindakan ini merupakan prosedur
bedah untuk pasien rawat jaan dan dapat dikerjakan selama 3-4 jam. Ada 2 jenis
ekstraksi lensa yaitu intracapsuler extraction adalah pengangkatan keseluruhan lensa
dan extracapsuler extraction adalah pengangkatan lensa tanpa kapsul.

4
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal, juga
pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang
diterima. Persepsi juga melibatkan kognitif fan emosional terhadap interpretasi onjek
yang diterima organ sensori (indra). Adanya gangguan persepsi mengindikasikan adanya
gangguan proses sensori pada organ sensori yaitu: penglihatan, pendengaran, perabaan,
penciuman, dan pengecapan.
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus atau jamur menyebabkan area di belakang gendang telinga
meradang,
Vertigo adalah kondisi di mana seseorang mengalami pusing dan merasakan bahwa
lingkungan atau benda-benda yang ada di sekitarnya bergerak, melayang, dan seolah-olah
berputar. Yang gejalanya sendiri bisa datang tiba-tiba atau bisa juga berlangsung dalam
jangka waktu yang lama
Katarak adalah suatu kondisi dimana lensa mata mengalami kekeruhan sehingga
menyebabkan menurunnya kemampuan penglihatan sampai kebutaan. Sebagian besar
katarak disebabkan oleh proses penuaan.

B. Saran
Menyadari bahwa kami sebagai tim penulis masih jauh dari kata sempurna, dengan
demikian sebagai tim penulis makalah ini, kami meminta saran dan kritik karena masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki agar teman-teman mahasiswa yang membaca
ataupun dosen yang membimbing dapat memberikan masukan demi kesempurnaan
penulisan makalah ini.

4
DAFTAR PUSTAKA

Arya, I. P. et al. (2019) ‘Gambaran Penderita Otitis Media Supuratif Kronik Di Rsup Sanglah
Denpasar Tahun 2014-2016’, E-Jurnal Medika, 8(4).

Bahrudin & Muslim, A. (2018). Modul Pembelajaran Keperawatan Medikal Bedah III. Icme
Press. SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG

Bourne RR, Jonas JB, Flaxman SR, Keeffe J, Leasher J, Naidoo K dkk Prevalensi dan
penyebab kehilangan penglibatan di negara-negara berpenghasilan tinggi dan di Eropa
Timur dan Tengah: 1990-2010 Br J Oftalmol 2014; 98 (5): 629-638

Brunner, Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC.

DARSINI, D., ELIZA, Z. Z., & ELLY, R. (2019). MODUL PEMBELAJARAN


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III.

EB, B. (2016). posttraumatic Vertigo Treatment and Management. Otolaryngology and


Facial Plastic Surgery, medscape.

Edwar, Y., & Rosa, Y. (2014). Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).
Jurnal kesehatan Andalas.

Farida. (2017). PENGARUH BRANDT DAROFF EXERCISE TERHADAP KELUHAN.


Publikasi Ilmiah, 1-8.

Hashemi H. Rezvan F, Yekta A, Ostadimoghaddam H. Soroush S, Dadbin N dkk. Prevalensi


dan penyebab, gangguan penglibatan dan kebutaan, pada populasi poden di Iran utara
Kesehatan Masyarakat Iran J2015; 44 (6): 855-864

Kandidat EAMP Kandidat EAMP Mahmoud Jabbaryand M, Kandidat EAMP Sahar Sobhani
M, Kandidat EAMP Farzadfar, F. Beban gangguan penglibatan nasional dan sub-
nasional, di Iran 1990-2013; Protokol Studi Lengkungan Iran Med 2014; 17 (12): 810

Nafi'ah. Q.M, Fitriana. N.V, Hartanto. D. 2022. Otitis Media Suporatif Kronik. Continuing
Medical Center. Surakarta.

Pascolini D, Mariotti SP. Perkiraan, global mengenai, gangguan, penglihatan: 2010 Br J


Oftalmol 2011; 96(5): 614-618

4
Setiawati, M., & Susianti. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Majority, 91-95.

Sielski, G., Sielska, M., Podhorecka, M., Gebka, D., Szymkowiak S Marta.,Ciesielka, N.,
Rolka, L., Porzych, K dan Kornatowska S Komelia. 2015. Dizziness In Older People

Anda mungkin juga menyukai