Anda di halaman 1dari 10

Nama : Raikhan Al-Yafi Syamsuddin

NRP : 12-2019-011

Kelas : AA

UJIAN TENGAH SEMESTER PENGUKURAN TEKNIK


SOAL :

1. a. Gambarkan dan Jelaskan cara kerja potensiometer

b. Gambarkan dan jelaskan prinsip pegukuran level air menggunakan potensiometer

2. a. Gambarkan dan jelaskan prinsip kerja LVDT

b. Gambarkan dan jelaskan prinsip pengkuran level air menggunakan LVDT

3. a. Gambarkan dan jelaskan prinsip kerja strain gauge

b. gambarkan dan jelaskan prinsip jembatan wheatstone ½ jembatan dan ¼ jembatan

4. Jelaskan dan gambarkan prinsip kerja pemutus dan penghubung arus listrik otomatis pada
setrika listrik menggunakan bimetal

5. Jelaskan apakah yang disebut negative temperature coefficient dan posistif temperature
coefficient pada thermistor

6. a. Gambarkan skema thermokopel

b. Sebutkan jenis atau type thermokopel, bahan dan range temperature pengukurannya
JAWAB :

1. A. – Gambar Potensiometer

- Potensio bekerja seperti resistor dengan semakin besar tahanan maka output (volt)
semakin kecil, dan sebaliknya semakin kecil tahanan (ohm) maka output (volt)
semakin besar. Sebuah Potensiometer (POT) terdiri dari sebuah elemen resistif yang
membentuk jalur (track) dengan terminal di kedua ujungnya. Sedangkan terminal
lainnya (biasanya berada di tengah) adalah Penyapu (Wiper) yang dipergunakan
untuk menentukan pergerakan pada jalur elemen resistif (Resistive). Pergerakan
Penyapu (Wiper) pada Jalur Elemen Resistif inilah yang mengatur naik-turunnya
Nilai Resistansi sebuah Potensiometer

B. – Gambar pengukuran level air menggunakan potensiometer

Cara kerja Potensiometer pada pengukuran level air sebagai sensor resistif, potensiometer
digunakan sebagai sensing element, pelampung yang memiliki massa jenis diantara air,
dihubungkan ke potensiometer menggunakan lengan, perubahan ketinggian air akan
merubah posisi pelampung yang akan memutar potensiometer. Potensiometer ini akan
terhubung oleh ADC sebagai konverter. Dimana setiap putaran dari potensiometer akan
mengeluarkan tegangan VDC dan akan dikonversi menjadi tegangan digital oleh ADC.
Pada dasarnya ketika potensiometer ini diputar penuh, maka tegangan keluarannya adalah
0 - 5 VDC. Akan tetapi pada perancangan sistem ini, potensiometer tidak di putar penuh,
oleh karena itu untuk menghasilkan akuisisi data yang diinginkan yaitu 0 - 255
bit/putaran, maka pada ADC kita harus meiakukan setting pada tegangan referensinya.

2. A. – Gambar LVDT

- Arus bolak-balik AC mengalir melalui kumparan (coil) primer, sebagai akibat dari
adanya tegangan eksitasi Eeks. Arus terinduksi melalui pasangan kumparan sekunder.
Frekuensi arus AC yang terinduksi ini sama dengan frekuensi eksitasi. Namun,
amplitudo arus yang terinduksi pada setiap kumparan sekunder tergantung dari
posisi/lokasi batang inti (magnet) yang dapat berpindah/bergerak. Perubahan
amplitudo akibat pergeseran batang inti ini kemudian di proses untuk melakukan
indikasi terhadap peubahan posisi. sehingga dengan memanfaatkan konsep ini, LVDT
dapat dibuat sebagai sensor.
B. – Gambar Pengukuran level air menggunakan LVDT

- Alat tersebut dibangun dari komponen Linear Variable Differential Transformer


(LVDT) sebagai penguat tegangan dan PLC sebagai unit pembacaan. Selain untuk
mengetahui level level air, alat ini juga dapat digunakan sebagai sistem backup
pengaturan penggunaan pemanas sehingga diperoleh efesiensi daya listrik pada
pemanas.
3. A. Gambar Strain Gauge

- Strain Gauge adalah komponen elektronika yang biasa digunakan untuk mengukur
suatu deformasi maupun strain. Alat ini mempunyai bentuk foil berupa logam yang
mempunyai sifat isolasi yang ditempelkan pada benda uji yang akan diukur
tekanannya, dan tekanan yang dihasilkan didapat dari pembebanan. Cara kerjanya
adalah jika tekanan yang terjadi pada benda mengalami perubahan, maka kawat
logam akan mengalami deformasi, dan nilai tahanan pada alat pun berubah.
Perubahan pada tahanan selanjutnya dimasukkan ke dalam rangkaian listrik berupa
jembatan Wheatstone. Setelah itu akan diketahui berapa besarnya tahanan pada Strain
Gauge.
B. Gambar jembatan wheatstone ½ jembatan dan ¼ jembatan

- Terdapat dua kondisi : 1. Kondisi Jembatan tidak seimbang (Bridge balanced)


2. Kondisi Jembatan seimbang( Bridge unbalanced)
Rangkaian jembatan ¼ Hanya menggunakan satu hambatan
sebagai gage aktif, sementara hambatan lainnya passive
4. – Gambar pemutus dan penghubung arus listrik otomatis pada setrika listrik
menggunakan bimetal

- siklus on/off setrika listrik yang menggunakan bimetal sebagai sensor suhunya:
1. Ketika setrika dingin, panjang logam bagian bawah masih pendek sehingga
bimetal melengkung kebawah menyebabkan terjadinya kontak listrik.
2. Setrika menjadi panas, sehingga logam pada bagian bawah dengan cepat memuai
dan memanjang, hingga bimetal melengkung ke atas, lalu menyebabkan rangkaian
sirkuit terputus dan setrika mati sehingga suhunya bisa turun lagi, dan demikian
seterusnya.

5. • Thermistor NTC (Negative Temperature Coefisien) adalah resistor dengan koefisien


temperatur negatif yang sangat tinggi. Termistor jenis ini dibuat dari oksida dari
kelompok elemen transisi besi ( misalnya FE2O3, NiO CoO dan bahan NTC yang lain).

• Thermistor PTC (Positive Temperatur Coefficient) adalah suatu resistor yang


mempunyai koefisien temperatur positif yang sangat tinggi. Dimana nilai resistansi PTC
akan semakin tinggi pada saat perubahan suhu disekitar PTC semakin tinggi.
6. A. Gambar skema thermokopel

1.  Termokopel Tipe E (Nikel – Chromel / Constantan (Cu-Ni alloy))

Termokopel tipe E terdiri dari  nikel dan kromium  pada sisi positif
(Thermocouple Grade) sedangkan sisi negatif negatif (Extension Grade) nikel dan
tembaga. Thermocouple ini memiliki output yang besar (68 µV/°C) membuatnya
cocok digunakan pada temperatur antara  -200˚C – 900˚C. Properti lainnya tipe E
adalah tipe non magnetik.

2. Termokopel Tipe J (Iron / Constantan)

Termokopel tipe J terdiri dari Besi pada sisi positif (Thermocouple Grade)
sedangkan sisi negatif negatif (Extension Grade) sekitar nikel dan tembaga.
Rentangnya terbatas (0 hingga +750 °C) membuatnya kurang populer dibanding tipe
K. thermocouple tipe J ini memiliki sensitivitas sekitar ~52 µV/°C.

3. Termokopel Tipe K (Nikel – Chromel / Nikel – Alloy)

Termokopel tipe K terdiri dari;   nikel dan kromoium pada sisi positif
(Thermocouple Grade) sedangkan sisi negatif negatif (Extension Grade) terdiri dari
nikel dan alumunium. Thermocouple jenis ini sering dipakai pada  tujuan umum
dikarenakan cenderung lebih murah. Tersedia untuk rentang suhu -200˚C – 1250˚C.
4. Termokopel Tipe N (Nicrosil (Ni-Cr-Si alloy) / Nisil (Ni-Si alloy))

Termokopel tipe N terdiri dari   nikel , 14 kromium dan 1.4 silikon pada sisi positif
(Thermocouple Grade) sedangkan sisi negatif negatif (Extension Grade) nikel, silicon
dan magnesium. Stabil dan tahanan yang tinggi terhadap oksidasi membuat tipe N
cocok untuk pengukuran suhu yang tinggi tanpa platinum. Dapat mengukur suhu
antara 0˚C – 1250˚C.

5. Termokopel Type T (Copper / Constantan)

Termokopel tipe T terdiri dari Tembaga dan pada sisi positif (Thermocouple Grade)
sedangkan sisi negatif negatif (Extension Grade) Constanta. Cocok untuk pengukuran
antara −200 to 350 °C. Konduktor positif terbuat dari tembaga, dan yang negatif
terbuat dari constantan. Sering dipakai sebagai alat pengukur alternatif sejak
penelitian kawat tembaga. Type T memiliki sensitifitas ~43 µV/°C.

6. Termokopel Type B (Platinum-with 30% Rhodium /Platinum-with 6% Rhodium)

Termokopel tipe B terdiri dari Rhodium dan platinum 30% pada sisi positif
(Thermocouple Grade) sedangkan sisi negatif negatif (Extension Grade) platinum.
Cocok mengukur suhu di atas 1800 °C. Tipe B memberi output yang sama pada suhu
0 °C hingga 42 °C sehingga tidak dapat dipakai di bawah suhu 50 °C.

7. Termokopel Type R (Rhodium with Platinum 13% / Platinum )

Termokopel tipe R terdiri dari Rhodium dan platinum 13% pada sisi positif
(Thermocouple Grade) dan sisi negatif negatif (Extension Grade) Platinum. Cocok
mengukur suhu di atas 1600 °C. sensitivitas rendah (10 µV/°C) dan biaya tinggi
membuat mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan umum.

8. Termokopel Type S (Platinum with 10% Rhodium/Platinum )

Termokopel tipe S terdiri dari Rhodium dan platinum 10% pada sisi positif
(Thermocouple Grade) dan sisi negatif negatif (Extension Grade) nikel dan tembaga.
Cocok mengukur suhu di atas 1600 °C. sensitivitas rendah (10 µV/°C) dan biaya
tinggi membuat mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan umum. Karena stabilitasnya
yang tinggi Tipe S digunakan untuk standar pengukuran titik leleh emas (1064.43).
°C).

Anda mungkin juga menyukai