Anda di halaman 1dari 6

Bab 3 Pembagian Kekuasaan ke Daerah (Aerial Division of Power)

Sejak zaman Yunani Kuno terutama Aristoteles telah menempatkan ilmu politik sebagai
kajian yang lebih memusatkan perhatian pada distribusi dan pembagian kekuasaan pemerintahan.
Para penulis buku teks terkemuka dewasa ini tentang pemerintahan konstitusional dan demokrasi
menyatakan bahwa pembagian kekuasaan merupakan dasar bagi pemerintahan yang beradab.
Dengan kata lain bahwa pembagian kekuasaan akan menciptakan keseimbangan kekuasaan antar
lembaga sehingga terhindar dari pemusatan kekuasaan secara mutlak pada satu pihak.
Pemerintahan yang beradab menempatkan adanya saling kontrol kekuasaan di antara beberapa
lembaga sekaligus pembagian pekerjaan dan tanggung jawab. Tirlisan pada bab ini berkenaan
dengan tipologi pembagian kekuasaan pemerintahan yang didasarkan pada karya Arthur Maas yang
berjudul Area and Power: theory of local government (1959).

Alasan Perlunya Pembagian Kekuasaan

Menyadari tuiuan dari pembagian kekuasaan akan sangat membantu pemahaman tentang
arti pentingnya pembagian kekuasaan. Pembagian kekuasaan pemerintahan, seperti halnya lembaga
pemerintahan itu sendiri pada umumnya, merupakan alat atau instrumen untuk mencapai nilai-nilai
atau tujuan masyarakat. Selain itu, bentuk pembagian kekuasaan pada dasarnya mencerminkan nilai
yang dianut oleh masyarakat pada kurun waktu tenentu. Setiap kurun waktu yang berbeda,
masyarakat memiliki preferensi nilai yang berbeda pula yang selanjutnya akan memengaruhi pilihan
bentuk pembagian kekuasaan pemerintahan.

Selanjutnya, nilai-nilai dasar apakah yang melandasi negara demokrasi modern sehingga ia
harus melakukan pembagian kekuasaan di negara tersebut? Secara umum dapatlah dikatakan
bahwa nilai-nilai dasar yang dianut oleh Negara-negara modern adalah liberty (kebebasan), equality
(persamaan), dan welfare (kesejahteraan). Untuk meningkatkan kebebasan, kekuasaan pemerintah
dapat dibagi sedemikian rupa guna melindungi individu dan kelompok dari tindakan pemerintah
yang sewenang-wenang dan dari konsentrasi kekuasaan politik dan ekonomi yang sangat besar. Hal
ini merupakan efek konstitusional yang bersifat mengendalikan kekuasaan. Untuk meningkatkan
persamaan, kekuasaan pemerintahan dapat dibagi sedemikian rupa guna memberikan peluang
besar bagi partisipasi warga dalam kebiiakan publik. Hal ini merupakan efek demokratis. Dan untuk
meningkatkan keseiahteraan, kekuasaan pemerintahan dapat dibagi sedemikian rupa guna
meniamin tindakan pemerintah akan efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Untuk mencapai tiga nilai tersebut sekaligus melalui pembagian kekuasaan tentu bukanlah sesuatu
hal yang mudah. Tentu saja tak satu pun nilai dapat dimaksimalkan jika semuanya harus dicapai
dalam tingkatan yang tinggi sekaligus. Untuk mengoptimalkannya dalam suatu kombinasi tertentu
merupakan tantangan besar bagi negara demokrasi konstitusional.

Gambar. Tipologi Pembagian Kekuasaan


Cara Pembagian Kekuasaan

Kekuasaan pemerintahan dapat dibagi dalam berbagai cara. Makna kekuasaan


pemerintahan adalah kapasitas menyeluruh untuk memerintah yang diialankan atau dapat
dijalankan oleh masyarakat politik tertentu. Yang perlu diperhatikan di sini adalah kekuasaan
pemerintahan dan masyarakat politik, bukannya snukur kekuasaan masyarakat yang ada saat ini.
Dengan kata lain, pembahasan berikutnya berasumsi adanya keseimbangan kekuasaan di dalam
masyarakat dan berkaitan dengan cara membagi kekuasaan pemerintahan. Hubungan antara
pembagian kekuasaan pemerintahan dengan non-pemerintahan luga termasuk yang akan dibahas.

Kemampuan menyeluruh untuk memerintah dapat dibagi di antara peiabat dan lembaga
pemerintahan (misalnya badan legislatif) di tingkat ibu kota Negara tertentu. Cara ini dapat disebut
sebagai capital division of power (disingkat Cdp). Istilah lain untuk cara tersebut adalah horizontal
division of power yakni pembagian kekuasaan secara horizontal karena cara ini berarti adanya
pembagian kekuasaan pada jeniang yang sama di tingkat pusat atau nasional. Pejabat atau lembaga
yang terbentuk sebagai hasil pembagian kekuasaan sama-sama lembaga nasional yang sederajat
dengan jenis kekuasaan yang sama atau berbeda. Pejabat atau lembaga pemerintahan yang
dihasilkan melalui cara ini misalnya adalah presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan
Mahkamah Agung.

Selain itu, kekuasaan dapat pula dibagi antara Negara dan area atau wilayah yang ada atau
yang dibentuk di Negara tersebut. Cara ini disebut sebagai areal division of power (disingkat Adp).
Pembagian kekuasaan dilakukan antara pusat dan daerah atau pemerintahan nasional dengan
pemerintahan wilayahnya. Istilah lain untuk cara ini adalah uertical diuision of pouer yakni
pembagian kekuasaan secara vertikal karena pembagian kekuasaan berlangsung antara jenjang
pemerintahan yang berbeda. Ada jenjang pemerintahan yang lebih tinggi (nasional) dan ada jenjang
pemerintahan yang lebih rendah (daerah). Selanjutnya, pembagian kekuasaan dapat dilakukan di
antara lembaga Negara di ibu kota dan di antara jenjang pemerintahan melalui seiumlah cara yang
berbeda, baik berdasarkan proses, fungsi maupun konstituensi. Cara pembagian kekuasaan dapat
dijelaskan melalui diagram berikut yang dapat diterapkan secara terpisah baik untuk pembagian
kekuasaan secara horizontal (Cdp) maupun vertical (Adp). kekuasaan secara vertikal karena
pembagian kekuasaan berlangsung antara jenjang pemerintahan yang berbeda. Ada jenjang
pemerintahan yang lebih tinggi (nasional) dan ada jenjang pemerintahan yang lebih rendah (daerah).
Selanjutnya, pembagian kekuasaan dapat dilakukan di antara lembaga Negara di ibu kota dan di
antara jenjang pemerintahan melalui seiumlah cara yang berbeda, baik berdasarkan proses, fungsi
maupun konstituensi. Cara pembagian kekuasaan dapat dijelaskan melalui diagram berikut yang
dapat diterapkan secara terpisah baik untuk pembagian kekuasaan secara horizontal (Cdp) maupun
vertical (Adp).

Gambar. Diagram Pembagian Kekuasaan


Sebagaimana ditandai dalam kolom (1), kekuasaan dapat dibagi berdasarkan proses
penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan pembagian kekuasaan secara horizontal (Cdp), proses
legislasi UU dapat ditugaskan kepada satu badan (misalnya DPR), proses pelaksanaan dan
administrasi UU kepada badan yang lain (misalnya Presiden), dan proses yudisial kepada pihak yang
lain lagi (misalnya MA). Jika menggunakan pembagian kekuasaan secara vertical (Adp) maka proses
legislasi UU dapat ditugaskan kepada pemerintah pusat, sementara administrasi UU kepada
pemerintah provinsi. Contoh lainnya adalah proses legislasi UU termasuk pengawasan legislatif
dapat ditugaskan kepada pemerintah pusat di ibu kota, sementara proses administrasi secara efekif
diberikan kepada unit pemerintah pusat yang didesentralisisasi (dengan cara delegasi) dalam bidang
tertentu (misalnya the Tennessee Valley Authority (TVA) di Amerika Serikat atau Otorita Batam di
Indonesia).

Mengacu pada kolom (2), pembagian kekuasaan dapat dilakukan berdasarkan fungsi atau
aktivitas pemerintahan. Jadi untuk mencapai Adp, fungsi tertentu (misalnya pembuatan koin mata
uang dan penyelenggaraan hubungan luar negeri) dapat ditugaskan kepada pemerintah pusat,
sementara yang lainnya kepada pemerintah negara bagian atau provinsi, serta fungsi lainnya kepada
pemerintah kota atau daerah. Pada tingkat lokal, fungsi dapat ditugaskan secara beragam kepada
special purpose districts dengan batas wilayah yang khas. Demikian pula halnya untuk mencapai Cdp,
fungsi dapat ditugaskan kepada badan atau departemen pemerintah yang memiliki derajat
kemandirian yang nyata satu sama lain. Dalam banyak hal, pembagian fungsi di antara departemen
dan badan akan menjadi persoalan besar administrasi dalam hal spesialisasi dan pembagian tenaga
kerja, dan akan tetap menjadi persoalan administrasi sampai fungsi dapat disusun kembali bila
ditemukan kebutuhan unruk alasan tersebut. Ketika suatu departemen atau badan meniadi otonom
baik secara hukum maupun politik, pembagian fungsi di ibu kota menjadi jauh lebih penting.
Berkaitan dengan hal ini, seseorang harus mencatat kecenderungan di AS bahwa badan eksekutif
dan komite Kongres yang memiliki pokok persoalan yang sama akan bekerja sama dalam suatu cara
seperti pusat pengambilan keputusan fungsional dan semi-otonom.

Kekuasaan pemerintahan selaniutnya dapat dibagi berdasarkan konstituensi (kolom 3).


Untuk mencapai Cdp, suatu badan (bila sistemnya adalah bikameral, kamar yang lebih senior dalam
legislatif) dapat dibenruk untuk mewakili satu konstituensi (kelompok tertentu dalam masyarakat);
dan presiden mewakili konstituensi lainnya (yakni masyarakat sebagai mayoritas pemilih yang
memenuhi syarat). Dengan demikian, kekuasaan pemerintahan dibagi berdasarkan penugasan
kepada unit pemerintahan yang berbeda yang bertanggung lawab mewakili konstituensi yang
berbeda. Hal ini bertentangan dengan kerangka Hobbesian ketika semua konstituensi terwakili
secara sempurna dalam penguasa tunggal.

Umumnya telah menjadi aksioma bahwa dalam Adp, berbagai jenjang pemerintahan
merupakan perwakilan dari konstituensi yang berbeda-beda. Terlebih lagi, efektivitas Adp
berdasarkan konstituennya akan bergantung pada luas konstituensinya. Umumnya jenjang
pemerintahan yang lebih tinggi disusun berdasarkan jenjang pemerintahan yang lebih rendah.
Bahkan leniang pemerintahan yang lebih tinggi dapat mandiri dari jenjang pemerintahan lokalnya.
Dalam banyak hal, jenjang pemerintahan yang lebih tinggi akan menjadi lebih kuat apabila ia mandiri
dan jika pemerintahnya diseleksi dan dikendalikan oleh konstituennya sendiri secara langsung
daripada diseleksi dan dikendalikan oleh organ konstituen jenjang pemerintahan yang lebih rendah.
Misalnya, Dewan Perwakilan Provinsi dan Peiabat Pemerintah Provinsi yang dipilih secara langsung
oleh para pemilih konstituennya akan lebih mandiri dan efektif daripada Dewan Perwakilan dan
Pejabat Pemerintah Provinsi yang dibentuk oleh urusan dan organ daerah bawahannya. Dengan
alasan inilah Yvisaker untuk Adp yang dibagi berdasarkan Konstituensi membutuhkan syarat bahwa
jenjang pemerintahan yang lebih rendah bukanlah konstituen bagi jenjang pemerintahan yang lebih
tinggi sehingga kemandiriannya meningkat.

Proses, fungsi, dan konstituensi terkait saru sama lain sebagai metode membagi kekuasaan.
Fungsi dapat dibagi di antara unit pemerintahan yang pada saat bersamaan mewakili konstituensi
uniknya sendiri; serta ada pula variasi kombinasi yang tak terbatas, seperti yang ditunjukkan oleh
pengalaman Amerika. Dengan demikian, perlu dipahami bahwa kehadiran tiga metode dalam kolom
diagram yang terpisah tidak dimaksudkan untuk menyarakan kemandirian. Ketiga metode tersebut
dapat dipakai secara bersamaan dan saling mengisi satu sama lain untuk mencapai tujuan-tujuan
pemerintahan.

Beralih sekarang ke garis (a) dan (b) dalam diagram tersebut, pembagian kekuasaan
penierintahan berdasarkan proses, fungsi dan konstituensi baik kepada lembaga pemerintahan di
ibu kota (Cdp) dan kepada area (Adp) dapat dilakukan secara eksklusif atau berbagi. Eksklusif artinya
pembagian kekuasaan atas proses, fungsi, atau konstituensi tertentu meniadi kekuasaan mutlak dari
lembaga atau jenjang pemerintahan tertentu yang tidak dimiliki oleh lembaga atau jenjang
pemerintahan lainnya. Berbagi artinya bahwa kekuasaan atas proses, fungsi, atau konstituensi
kepada lembaga atau ienjang pemerintahan tertentu dibagi bersama atau dijalankan bersama
lembaga atau jenjang pemerintahan lainnya. Tentu terdapat koordinasi dan pembagian tugas
kembali dalam kekuasaan yang berbagi tersebut dengan criteria tambahan misalnya akuntabilitas
dan eksternalitas. Misalnya, fungsi pembuatan mata uang dapat diberikan secara eksklusif kepada
pemerintah pusat, sementara fungsi kesejahteraan publik dapat dibagi bersama oleh pemerintah
pusar dan provinsi atau daerah. Pada saat yang bersamaan proses eksekusi atau administrasi dapat
diberikan secara eksklusif kepada city manager, atau ia dapat dibagi bersama antara city council
dengan departemen pelaksana. Dan seperti yang kita lihat, suatu konstituensi dapat terwakili secara
eksklusif oleh satu unit pemerintahan seperti yang teriadi jika distrik pemilihan untuk Senat AS
disusun kembali dengan tanpa melihat negara bagian atau batas-batas politik lainnya; atau ia dapat
disaling-kaitkan dalam lebih dari satu unit seperti halnya dalam kasus ketika Senator AS dipilih oleh
legislatif negara bagian.

Banyak elaborasi yang dimungkinkan dari dua perbedaan pada pembagian yang sederhana
ini. Dengan mengacu pada kekuasaan yang berbagi, ada alternatif yang dijalankan dari kerjasama
dan koordinasi yang berhati-hati di satu sisi sekaligus untuk membuka kompetisi di sisi lainnya.
Penugasan kekuasaan kepada unit atau wilayah dengan berbagi fungsi, proses, atau konstituensi
dapat diterjemahkan dengan hati-hati sehingga meminimalkan tumpang-tindih dan perselisihan,
atau bahkan dapat dipergunakan untuk memicu atau meningkatkan kompetisi dan konflik. Yvisaker
memilih kriteria untuk berbagi kekuasaan dirancang secara khusus untuk meningkatkan kompetisi
dan konflik antarlembaga pemerintahan.

Selain itu, pembagian kekuasaan baik secara eksklusil atau berbagi dapat dilakukan melalui
pendelegasian (delegation) yang berproses dari suatu sumber tunggal (selain konstitusi) dan akan
dibatalkan oleh sumber itu juga; atau dapat dilakukan melalui ketentuan konstitusional
(constitutional provision) yang dapat diubah secara formal hanya melalui amandemen konstitusi.
Dalam hal yang kedua tersebut, alokasi kekuasaan tentu saja dapat dimodifikasi dalam batas-batas
tertentu berdasarkan penafsiran konstitusi. Selaniutnya, pembagian kekuasaan baik secara eksklusif
maupun berbagi, baik melalui pendelegasian maupun ketentuan konstitusi, dapat dilakukan untuk
memilih pejabat atau menuniuk pejabat pemerintahan tertentu. Misalnya, Ketua MA dapat secara
eksklusif ditentukan oleh DPR atau secara berbagi ditentukan oleh DPR dan Presiden.
Dengan demikian, teknik analisis pembagian kekuasaan pemerintahan dapat dengan mudah
dielaborasi unruk diterapkan bagi negara federal maupun kesatuan. Perbedaannya bagi negara
kesatuan adalah Adp berdasarkan pendelegasian; sementara bagi negara federal berdasarkan
ketentuan konstitusi. Ia dapat mengatasi situasi kompleks sepetti departements-nya Prancis ketika
pelabat yang dipilih secara lokal bertindak menjalankan fungsi yang dilegislasi pemerintah pusat di
satu sisi dan pada sisi lainnya melegislasi fungsi yang ditugaskan kepadanya oleh hukum organik
Perancis. Ia juga dapat memberi andil untuk mengklarifikasi hubungan yang lebih kompleks dalam
sistem federal AS dan Kanada; seperti berbagi fungsi melalui grants-in-aid, atau penggunaan
pengadilan negara bagian oleh pemerintah federal untuk menegakkan undang-undang federal
seperti halnya pengendalian harga di masa perang.

Beberapa penulis lainnya menulis adanya kekuasaan umum untuk memerintah sebagai
lawan dari kekuasaan parsial, terpecah, atau terbagi. Dalam kerangka analisis kami, kekuasaan
umum haruslah mencakup rentang fungsi pemerintahan yang luas, kapasitas untuk mempergunakan
semua proses pemerintahan, dan konstituensi yang otonom dari pemerintahan atau unit
pemerintahan lainnya.

Akhirnya, meski telah dikonstruksi untuk diterapkan di negara demokrasi konstitusional,


dengan sedikit perubahan model tersebut dapat dipergunakan dalam pemerintahan yang memiliki
nilai dasar yang berbeda. Hal ini dapat dimengerti karena kategorinya bersifat mendasar bagi
organisasi seluruh pemerintahan dan tidak dengan sendirinya berisi konotasi nilai yang nyata.

Cdp dan Pemisahan Proses

Dengan mempergunakan model tersebut, mari kita memusatkan perhatian pada bagaimana
Adp dapat disusun meniadi suatu instrumen yang efektif guna mewuiudkan nilai-nilai dasar negara
demokrasi (kebebasan, persamaan, dan kesejahteraan). Namun kita bahas terlebih dahulu Cdp.
Meski Huntington menunjukkan suatu jenis Cdp berdasarkan konstituensi (pemerintahan campuran)
mendominasi pembahasan pembagian kekuasaan di Eropa di abad ke delapan belas, teori yang
paling populer bagi para mahasiswa pemerintahan konstitusional dewasa ini adalah yang
mengemukakan pembagian kekuasaan berdasarkan proses yang dipergunakan dalam memerintah.
Hal ini biasanya disebut sebagai teori pemisahan kekuasaan (separution of powers theoryl, namun
seperti yang kita saksikan, satu-satunya cara yang lebih tepat untuk memisah atau membagi
kekuasaan di ibu kota yakni berdasarkan proses.

Tentu saja, pembagian kekuasaan berdasarkan proses tidak diberikan secara eksklusif
kepada lembaga pemerintahan. Bahwa sering kali Presiden yang memiliki kekuasaan eksekutif juga
memainkan peran penting dalam proses legislatif, Dan sebagai suatu kenyataan, teori pemisahan
kekuasaan selalu dikaitkan dengan teori pelengkapnya (atau lebih tepatnya adalah lawannya) yakni
checks and balances. Secara bersama-sama teori pemisahan kekuasaan dan checks and balances
merupakan pembagian kekuasaan di ibu kota (Cdp) berdasarkan proses dan secara berbagi. Hal ini
berada ada pada kotak 1b dalam diagram pembagian kekuasaan di atas.

Adp dan Pembagian Fungsi

Untuk pembagian kekuasaan secara kewilayahan (Adp), teori yang paling populer bagi
mahasiswa ilmu pemerintahan dan administrasi publik adalah yang mengemukakan pembagian
berdasarkan fungsi (sering kali disebut pula sebagai urusan). Pembagian kekuasaan seperti ini sering
kali dilakukan melalui ketenruan konstitusi, seperti yang terjadi di AS, daripada dilakukan melalui
cara pendelegasian. Cara ini umumnya dikenal sebagai federalisme, meski faktanya istilah
federalisme dapat diterapkan pada metode dan kombinasi metode Adp lainnya yang dipengaruhi
oleh ketentuan konstitusional. Huntington menuniukkan bahwa Madison dan sejawatnya di
Constitutional Conuention lebih memerhatikan pembagian kekuasaan berdasarkan konstituensi
daripada fungsi dalam menyusun suafu Adp, namun kenyataannya pembagian kekuasaan
berdasarkan fungsi telah mendominasi pemikiran dalam sistem pemerintahan di Amerika dan
Indonesia.

Sejauh ini para pembentuk federalisme di AS yang bermaksud bahwa fungsi dijalankan
secara ekslusif (bukannya berbagi bersama) oleh pemerintah federal dan negara bagian belumlah
jelas benar. Namun yang pasti sistem federal, seperti yang dilihat oleh para perancang konstitusi dan
para penafsirnya di Mahkamah Agung pada waktu Perang Sipil, jaruh pada kotak 2a daripada 2b
dalam diagram' pembagian kekuasaan di atas. Fungsi tertentu, misalnya pembuatan mata uang, tak
diributkan lagi bersifat eksklusif. Adapun fungsi perdagangan menimbulkan pertanyaan tersulit.
Meski kritik dilontarkan, Pengadilan Curtis mengizinkan negara bagian untuk berbagi fungsi ini dalam
doktrinnya 'selectiue exclusiueness' (Cooley v. Board of Wardens, 1851). Doktrin ini menentukan
bahwa Pemerintah Federal akan memiliki yurisdiksi eksklusif kairan saja Kongres memilih untuk
menjalankan ini. Bahkan ketika Kongres berdiam diri, kekuasaan federal bersifat eksklusif jika ruang
perdagangan memerlukan peraturan yang seragam di seluruh negeri.

Secara bertahap sejak Perang Sipil sampai tahun 1933 pembagian kekuasaan telah berubah
di AS dari kotak 2a ke kotak 2b, dari eksklusif ke partisipasi berbagi. Doktrin Cooley telah terlaksana
pada hakikatnya, dan pemerintah federal telah melakukan pemanfaatan yang lebih besar atas
ketentuan konstitusionalnya tentang yurisdiksi eksklusif, Tetapi pada saat bersamaan pemerintah
pusat, dengan menjalankan kekuasaan kepolisian federal di bawah klausa perdagangan sebagai
pengganti dan pelengkap kekuasaan kepolisian negara bagian dan dengan menggunakan kekuasaan
pengeluarannya yang terkenal dengan 'grants-in-aid' telah berbagi dengan pemerintah negara
bagian dan daerah dalam susunan fungsi atau urusan yang sangat luas. Faktanya, berbagi kekuasaan
ini telah berjalan begitu jauh sehingga beberapa sarjana telah menyebutnya sebagai 'federalisme
baru.' Federalisme lama yang ada dalam konstitusi mengupayakan pemisahan fungsi secara eksklusif
dan oleh karenanya bersifat kaku dan statis secara alamiah. Sebaliknya, federalisme baru bersifat
dinamis, suatu mekanisme ketika fungsi diserahkan dan diserahkan kembali kepada beberapa
jenjang pemerintahan baik secara eksklusif maupun berbagi bersama bergantung pada tuntutan
jaman. Federalisme lama sebagian dibentuk oleh persyaratan untuk menghubungkan dan
mempersatukan komunitas bebas sebelumnya. Profesor Macmahon menyebutnya 'kemunculan
federalisme', sementara Ylvisaker menyebutnya 'federalisme sebagai alat dalam masa perkenalan'.
Federalisme baru telah matang dan berasumsi penyatuan yang berhasil untuk mendirikan negara
yang bahagia.

Anda mungkin juga menyukai