Anda di halaman 1dari 9

Judul Buku:

Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the


Public Sector (Menemukan Kembali Pemerintahan: Bagaimana Semangat
Kewirausahaan Mengubah Sektor Publik)
Pengarang: David Osborne dan Ted Gaebler

 Buku "Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the


Public Sector" adalah sebuah buku yang ditulis oleh David Osborne dan Ted Gaebler.
Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1992 oleh penerbit Addison-Wesley
(sekarang bagian dari Penguin Random House).
Osborne dan Gaebler membahas bagaimana prinsip-prinsip ini diaplikasikan dalam
kebijakan dan praktik sektor publik, termasuk perubahan yang telah berhasil
dilakukan di beberapa wilayah atau negara bagian di Amerika Serikat. Berbagai
contoh kasus praktis dari berbagai sektor turut dipaparkan sebagai bukti dan
inspirasi bagi para pembaca.
Salah satu kelemahan dalam buku ini adalah bahwa beberapa argumen dan contoh
yang diberikan mungkin terasa agak usang, mengingat buku ini pertama kali
diterbitkan pada awal 1990-an. Namun demikian, prinsip-prinsip dasar yang
disampaikan masih relevan untuk saat ini dan menjadi acuan bagi para pembuat
kebijakan dan praktisi sektor publik dalam menghadapi tantangan yang timbul di
era digital dan globalisasi saat ini.
Secara keseluruhan, "Reinventing Government" adalah buku yang sangat informatif
dan bermanfaat, dengan banyak contoh dan kasus yang diuraikan untuk membantu
pembaca memahami prinsip-prinsip yang diajukan dan bagaimana mereka telah
diaplikasikan dalam praktek. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang cara-
cara mengubah pemerintahan untuk menjadi lebih efisien, berorientasi pada hasil,
dan responsif terhadap masyarakat, kita dapat berharap bahwa pemerintah di
seluruh dunia akan semakin mampu menghadirkan nilai yang lebih baik bagi
warganya dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

 Osborne dan Gaebler menyajikan berbagai contoh konkret bagaimana pemerintah di


Amerika Serikat dan di tempat lain berusaha memodernisasi cara kerja mereka agar
lebih sesuai dengan dinamika masyarakat yang sedang berubah. Penekanan utama
buku ini adalah pergeseran paradigma, di mana pemerintah bertransformasi dari
struktur birokratis yang kaku dan hierarkis menjadi organisasi yang fleksibel dan
berorientasi pada hasil.
Osborne dan Gaebler menekankan pentingnya perubahan mental dan budaya di
dalam pemerintahan agar dapat beradaptasi dengan tuntutan zaman. Mereka
berpendapat bahwa inovasi dan reformasi dalam sektor publik akan menjadi hal
yang penting untuk mencapai tujuan-tujuan strategis pemerintah yang lebih baik
dan melayani kepentingan masyarakat secara lebih luas.
 Meskipun beberapa contoh dan argumen dalam buku ini mungkin sudah usang,
prinsip-prinsip dasar yang disampaikan masih relevan hingga saat ini. Buku ini tetap
menjadi referensi penting bagi para pembuat kebijakan, peneliti, dan praktisi dalam
mencari ide dan solusi baru untuk mengoptimalkan pelayanan publik dan tata kelola
pemerintahan.
 Dalam buku "Reinventing Government", Osborne dan Gaebler menggunakan
berbagai studi kasus dan contoh konkret tentang pemerintah yang telah berhasil
menerapkan prinsip-prinsip tersebut untuk mengubah sektor publik mereka
menjadi lebih efisien, hemat, dan berfokus pada pelayanan. Meski beberapa contoh
mungkin sudah usang, prinsip-prinsip das
 "Reinventing Government" memanggil para pembuat kebijakan, pengelola sektor
publik, dan pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan introspeksi dan
berinisiatif dalam melakukan perubahan. Buku ini memberikan panduan dan
inspirasi bagi mereka yang ingin menghadirkan pelayanan publik yang lebih baik
dan efisien, dan mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi pemerintah di era
globalisasi dan digital saat ini.
 Selain itu, Osborne dan Gaebler juga mengajak pembaca untuk memahami bahwa
proses reinventing government bukanlah proses dengan hasil instan. Perubahan
yang mendasar memerlukan waktu, komitmen, dan konsistensi dalam penerapan
prinsip-prinsip yang diusung. Mereka juga menekankan pentingnya kolaborasi
antara sektor publik, swasta, dan masyarakat dalam menghadirkan solusi yang lebih
inklusif, inovatif, dan berdampak positif bagi kepentingan masyarakat luas.

 Latar Belakang: Pada awal 1990-an, ketidakpuasan publik terhadap birokrasi


pemerintahan dan ketidakefisienan dalam penyelenggaraan layanan publik semakin
meningkat. Masyarakat merasa bahwa pemerintah tidak responsif, tidak efisien, dan
menghamburkan sumber daya. Osborne dan Gaebler menyadari bahwa perubahan
diperlukan dalam cara pemerintah bekerja dan mengelola sumber daya.
 Tujuan: Osborne dan Gaebler menulis "Reinventing Government" dengan tujuan
untuk memberikan gagasan dan strategi baru bagi pemerintah dalam menghadapi
tantangan baru dan meningkatkan kualitas layanan publik yang diberikan kepada
masyarakat. Buku ini merumuskan sepuluh prinsip perubahan yang mendorong
pembaharuan dalam sektor publik, dengan aplikasi prinsip-prinsip bisnis dan
manajemen yang berhasil dalam sektor swasta.
 "Reinventing Government" diakui sebagai buku yang telah membantu menginspirasi
gerakan reformasi sektor publik di seluruh dunia. Pemikiran Osborne dan Gaebler
telah mempengaruhi pembuatan kebijakan, perubahan manajemen, dan inovasi
dalam pemerintahan di berbagai negara dan tingkat pemerintahan
 "Reinventing Government", ditulis oleh David Osborne dan Ted Gaebler, merupakan
buku yang mengeksplorasi cara mengubah pemerintahan supaya lebih efisien,
hemat, dan berfokus pada pelanggan. Buku ini menjadi salah satu rujukan dalam
reformasi administrasi publik dan pemerintahan di seluruh dunia. Konsep
reinventing government pada dasarnya merupakan representasi dari paradigma
New Public Management. Di mana dalam New Public Management (NPM), negara
dilihat sebagai perusahaan jasa modern yang kadang-kadang bersaing dengan pihak
swasta, tapi di lain pihak dalam bidang-bidang tertentu memonopoli layanan jasa,
namun tetap dengan kewajiban memberikan layanan dan kualitas yang maksimal.
Segala hal yang tidak bermanfaat bagi masyarakat dianggap sebagai pemborosan
dalam paradigma NPM. Apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia konsep ini
berarti menginventarisasikan lagi kegiatan pemerintah. Pada awalnya, gerakan
reinventing government diilhami oleh beban pembiayaan birokrasi yang besar,
namun dengan kinerja aparatur birokrasi yang rendah. Pressure dari publik sebagai
pembayar pajak mendesak pemerintah untuk mengefisiensikan anggarannya dan
meningkatkan kinerjanya. Pengoperasian fungsi pelayanan publik yang tidak dapat
diefisiensikan lagi dan telah membebani keuangan Negara diminta untuk dikerjakan
oleh sektor non-pemerintah. Dengan demikian, maka akan terjadi proses
pereduksian peran dan fungsi pemerintah yang semula memonopoli semua bidang
pelayanan publik, kini menjadi berbagi dengan pihak swasta, yang semula
merupakan “big government” ingin dijadikan “small government” yang efektif,
efisien, responsive, dan accountable terhadap kepentingan publik.
 Pada era demokrasi seperti sekarang ini, sangat diperlukan adanya tata kelola dan
system pemerintahan yang demokratis pula, hal ini biasa disebut dengan New Public
Management, yaituseluruh pemimpin dalam pemerintahan khususnya diharapkan
dapat menciptakan suatu system atau cara-cara baru yang lebih inovatif dalam
pencapaian tujuan secara maksimal dan melakukan privatisasi terhadap fungsi-
fungsi pemerintahan. Agar New Public Management ini dapat berjalan dengan
maksimal maka perlu didukung oleh adanya penerapan reinventing government
dalam pemerintahan. reinventing government merupakan pemikiran membarukan
administrasi publik dengan memadukan prinsip-prinsip bisnis dalam birokrasi
pemerintah. sepuluh prinsip reinventing government.
 10 prinsip reinventing government yang pernah diungkapkan oleh Osborne dan
Gaebler, yaitu :
1. Pemerintahan Katalis (Catalytic Government : Steering Rather Than Rowing):
Mengarahkan ketimbang mengayuh. Hal ini dimaksudkan bahwa pemerintah
diibaratkan sebuah perahu, peran pemerintah bisa sebagai pengemudi yang
mengarahkan jalannya perahu atau sebagai pendayung yang mengayuh untuk
membuat perahu bergerak.
2. Pemerintahan milik masyarakat (Community-Owned Government : Empowering
Rather Than Serving): Lebih baik memberikan kewenangan pada masyarakat
untuk melayani sendiri dari pada pemerintah sendiri yang memberikan
pelayanan.
3. Pemerintahan yang kompetetif (Competitive Government : Injection Competition
Into Service Delivering). Menyuntikkan Persaingan ke dalam pemberian
pelayanan. Pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi seolah-olah atau akan
berkembang adanya persaingan, sehingga birokrasi dapat memberikan
pelayanan yang baik.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi (Mission-Driven Government :
Transforming rules-Driven Organizations). Mengubah organisasi yang digerakkan
oleh peraturan menjadi organisasi yang berorientasi pada kegiatan. Apa yang
dilakukan oleh pemerintah sebaiknya berorientasi pada pelayanan. Aturan-
aturan tidak kaku dan tidak mengganggu pada misi.
5. Pemerintah yang berorientasi pada hasil (Result-oriented Government : Funding
Outcomes, Not Inputs). Pembiayaan pemerintah diharapkan mempunyai hasil
(outcomes) dan tidak hanya berorientasi pada input atau output semata.
6. Pemerintah yang berorientasi pada pelanggan. Orientasi pelayanan pemerintah
sebaiknya pada apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan bukan berorientasi
pada birokrasi (Costumer-Driven Government : Meeing The Need of The Costumer,
Not The Bureaucracy). Misalnya membuat prosedur pelayanan yang orientasinya
pada birokrasi.
7. Pemerintaha Wirausaha (Entreprising Government : Earning Rather Than
Spending). Orientasi pada menghasilkan ketimbang membelanjakan, yang artinya
pemerintah dapat menciptakan sumber-sumber pendapatan baru dan tidak
hanya berorientasi pada bagaimana menghabiskan uang.
8. Pemerintah antisipatif ( Anticipatory Government : Prevention Rather Than Cure).
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Membentuk pemerintah yang selalu
berorientasi pada masa yang akan datang, pemecahan masalah tidak berjangka
pendek.
9. Pemerintahan desentralisasi. Birokrasi yang mempunyai kedekatan dengan
masyarakat (Decentralized Government : From Hierarchy to Participatory and
Team Work), mengurangi jalur birokrasi sehingga dapat mengurangi biaya tinggi.
10. Pemerintahan yang berorientasi pada pasar (Market-oriented Government :
Leveraging Change Through the Market). Melalukan perubahan melalui pasar,
sehingga pemerintah tidak selalu memonopoli pelayanan yang diberikan atau
mengurangi captive market
Penerapan secara tepat prinsip-prinsip di atas yang apabila didasarkan atas
kepentingan masyarakat, Insya Allah dapat bermanfaat dalam mengefektifkan dan
mengefisiensikan fungsi-fungsi pelayanan dan kepemerintahan

 Meskipun keberhasilan penerapan prinsip "Reinventing Government" bervariasi di


berbagai negara, Amerika Serikat adalah salah satu negara yang paling terkenal
mengadopsi pendekatan ini. Pada tahun 1990-an, pemerintahan Presiden Bill
Clinton dan Wakil Presiden Al Gore sangat dipengaruhi oleh buku ini dan
mendorong kebijakan reformasi yang dikenal sebagai National Performance Review
(NPR) atau kemudian disebut "Reinventing Government Initiative".
Cara penerapan: Pemerintahan Clinton-Gore mencoba menerapkan prinsip-prinsip
yang dijelaskan dalam "Reinventing Government" dalam berbagai cara, termasuk:
a. Desentralisasi otoritas dan keputusan: Pemerintah Clinton-Gore mendorong
pemindahan keputusan dan tanggung jawab dari tingkat federal ke tingkat
negara bagian dan lokal, memungkinkan tindakan yang lebih cepat dan lebih
fleksibel dalam mengatasi masalah lokal.
b. Penggunaan teknologi: Pemerintahan ini menekankan pentingnya teknologi
untuk meningkatkan efisiensi dan ketersediaan layanan publik.
c. Fokus pada hasil: Clinton-Gore menuntut agar agensi pemerintah mengukur
kinerja dan fokus pada pencapaian hasil yang nyata bagi masyarakat.
d. Kompetisi antara penyedia layanan: Mereka mendorong penggunaan mekanisme
pasar seperti tender dan persaingan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi
layanan publik.
e. Meningkatkan akuntabilitas: Pemerintah Clinton-Gore berusaha membuat agensi
dan pelayan publik lebih akuntabel kepada publik dengan menetapkan standar
kinerja yang jelas dan mengukur hasil.
Dampak yang dihasilkan: Dampak penerapan prinsip "Reinventing Government" di
Amerika Serikat bervariasi, tetapi beberapa contoh dampak positif mencakup:
a. Penurunan biaya operasional pemerintah: Melalui penggunaan teknologi dan
upaya efisiensi, beberapa agensi berhasil mengurangi biaya operasional mereka,
sementara kualitas layanan mungkin tetap sama atau meningkat.
b. Peningkatan kinerja: Fokus pada hasil dan akuntabilitas dapat mendorong
perbaikan kinerja dalam beberapa agensi, dengan pencapaian target yang lebih
baik dan kepuasan publik yang lebih tinggi.
c. Pendorong inovasi dan adaptasi: Penggunaan teknologi dan kompetisi antara
penyedia layanan dapat merangsang inovasi dan adaptasi kepada kebutuhan
yang selalu berubah.
Namun, pendekatan "Reinventing Government" juga menghadapi kritik dan
tantangan, seperti berpegang teguh pada anggapan bahwa mekanisme pasar selalu
lebih efisien daripada sektor publik, atau bahwa kultur perusahaan dapat dengan
mudah ditransfer ke lingkungan pemerintahan. Meski demikian, buku ini tetap
dikenang sebagai penyumbang penting bagi perubahan dalam cara pemerintah
bekerja di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.

 Meskipun banyak negara yang telah mengadopsi pendekatan "Reinventing


Government", salah satu contoh paling terkenal adalah Selandia Baru. Pada tahun
1980-an dan 1990-an, negara ini secara sistematis menerapkan reformasi dalam
struktur dan fungsi pemerintahannya, yang lebih dikenal sebagai "New Public
Management" (NPM)
Cara penerapan di Selandia Baru
a. Reorganisasi dan restrukturisasi departemen pemerintah: Selandia Baru
memisahkan fungsi pengaturan dan penyediaan layanan publik dalam
departemen pemerintah. Beberapa badan publik diubah menjadi perusahaan
negara, yang membuatnya beroperasi dengan prinsip komersial dan memiliki
tanggung jawab yang jelas dalam mencapai tujuan yang diatur.
b. Pengukuran kinerja: Selandia Baru melakukan perubahan sistem pengukuran
kinerja di semua sektor pemerintahan, dengan penekanan lebih pada hasil
(output) daripada input. Sistem kontrak kinerja diperkenalkan, mempertajam
akuntabilitas manajerial dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
c. Desentralisasi pengambilan keputusan: Pemerintah Selandia Baru memindahkan
banyak keputusan dari tingkat pusat ke tingkat lokal, memberikan otonomi
kepada manajer dan birokrasi lokal untuk mengelola anggaran, sumber daya, dan
kebijakan.
d. Penggunaan kompetisi: Selandia Baru menerapkan prinsip kompetisi antara
penyedia layanan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang lebih baik.
Sejumlah layanan publik di-outsource ke sektor swasta atau diberikan dalam
bentuk kemitraan publik-swasta.
Dampak yang dihasilkan:
Peningkatan efisiensi: Dalam beberapa kasus, reformasi di Selandia Baru berhasil
mencapai peningkatan efisiensi birokrasi, dengan biaya operasional yang lebih
rendah dan pemanfaatan sumber daya yang lebih baik.
a. Responsivitas yang lebih tinggi: Dalam beberapa sektor, seperti transportasi dan
telekomunikasi, reformasi NPM memungkinkan pemerintah untuk beradaptasi
lebih cepat terhadap perubahan teknologi dan kebutuhan masyarakat.
b. Kualitas layanan: Terdapat peningkatan kualitas layanan dalam beberapa sektor
akibat mekanisme kompetisi dan akuntabilitas yang diterapkan.
Namun demikian, beberapa dampak negatif juga ditemukan, seperti:
a. Pengabaian kepentingan sosial: Fokus pada efisiensi dan kompetisi terkadang
menyebabkan kepentingan sosial yang lebih luas diabaikan.
b. Pertumbuhan ketidaksetaraan: Adanya kekhawatiran bahwa reformasi NPM
telah menyebabkan peningkatan ketidaksetaraan di Selandia Baru, menyebabkan
kesenjangan antara kelompok yang lebih kaya dan lebih miskin.
c. Secara keseluruhan, Selandia Baru menerapkan sejumlah prinsip "Reinventing
Government" dan mencetak beberapa keberhasilan, terutama dalam hal efisiensi
dan inovasi. Namun, pendekatan ini juga menimbulkan kekhawatiran seputar

 Meskipun tidak ada negara tertentu yang dapat diklaim sebagai "paling
mengaplikasikan" buku "Reinventing Government", beberapa negara telah
mengadopsi prinsip-prinsip yang dijelaskan dalam buku ini untuk menerapkan
reformasi pemerintahan mereka. Selain Amerika Serikat yang telah dicontohkan
sebelumnya, beberapa negara lain yang telah mengadopsi konsep ini di beberapa
tingkatan pemerintahan adalah Australia, Kanada, dan Inggris.
a. Australia: Pada tahun 1990-an, pemerintah Australia mengadopsi beberapa
prinsip "Reinventing Government" untuk meningkatkan akuntabilitas dan
efisiensi pelayanan publik. Contohnya melalui penerapan Competition Policy
Reform Act pada tahun 1995 dan reformasi dalam pelayanan publik. Australia:
Pemerintah Australia telah menerapkan berbagai reformasi dalam pelayanan
publik, termasuk mendorong desentralisasi kekuasaan, meningkatkan efisiensi,
dan fokus pada penggunaan teknologi dalam penyediaan layanan publik.
Cara menerapkan:
 Mereka menerapkan privatisasi, di mana beberapa fungsi pemerintah
diberikan kepada pihak swasta untuk meningkatkan efisiensi dan layanan.
 Penggunaan teknologi informasi dan jaringan era digital memungkinkan
pemerintah untuk memudahkan akses barang dan jasa publik kepada
warganya.
Dampak:
 Penurunan beban birokrasi dan peningkatan efisiensi dalam beberapa bidang
pelayanan publik.
 Kemudahan akses terhadap layanan publik dengan memanfaatkan teknologi.
b. Kanada: Pada tahun 1990-an, Kanada juga mengadopsi beberapa prinsip
"Reinventing Government" dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan
akuntabilitas pelayanan publik serta mempermudah bisnis. Kanada: Pada tahun
1990-an, Kementerian Keuangan Kanada memulai program "Laporan Prestasi
Program" (Departmental Performance Reports) yang mengharuskan setiap
departemen untuk melaporkan kinerja mereka dalam bidang keuangan,
operasional, dan layanan kepada publik.
Cara menerapkan:
 Mereformasi layanan publik dengan mengurangi tingkatan birokrasi dan
menggabungkan beberapa departemen pemerintah menjadi badan-badan
yang lebih efisien dan terpadu.
 Menerapkan pendekatan yang berorientasi pada hasil dan pelanggan dalam
penyediaan layanan publik.
Dampak:
 Peningkatan efisiensi dalam pelayanan publik, mengurangi redundansi, dan
birokrasi pada pemerintah.
 Peningkatan kepuasan publik dengan beberapa layanan pemerintah.

c. Inggris: Di Inggris, pemerintah mengadopsi prinsip "Reinventing Government"


dalam "New Public Management", sebuah konsep yang melibatkan reformasi
sektor publik pada tahun 1980-an dan 1990-an. Inggris: Di bawah
kepemimpinan Perdana Menteri Tony Blair, Inggris meluncurkan inisiatif
"Modernising Government" pada akhir 1990-an dan awal 2000-an. Inisiatif ini
menekankan peningkatan efisiensi dan kinerja pemerintah, serta layanan yang
responsive dan terpusat pada warga.
Cara menerapkan:
 Menerapkan model agensi dan pengaturan kontrak dalam penyediaan
layanan publik.
 Membagi peran pengendali dari peran pelaksana untuk membagi tanggung
jawab dan mengurangi beban birokrasi.
Dampak:
 Pengurangan pemborosan sumber daya dan peningkatan efisiensi dalam
operasional pemerintah.
 Perbaikan dalam beberapa layanan publik berkat pengenalan standar kinerja
dan akuntabilitas yang lebih tinggi.

d. Selandia Baru: Pada tahun 1980-an dan 1990-an, Selandia Baru menjalani
reformasi sektor publik yang signifikan melalui pendekatan yang dikenal sebagai
"New Public Management". Reformasi ini dibangun di atas prinsip efisiensi,
akuntabilitas, serta pemisahan antara pengaturan kebijakan dan penyediaan
layanan.
e. Swedia: Pada tahun 1990-an, Swedia melangsungkan reformasi sektor publik
yang dikenal sebagai "Model Sektor Publik Swedia". Reformasi ini mencakup
perubahan dalam struktur organisasi, alokasi sumber daya, dan penggunaan
peraturan.

 Penerapan prinsip-prinsip "Reinventing Government" di Indonesia bisa dilihat


dalam beberapa kebijakan dan program reformasi yang telah dilakukan pemerintah.
Walaupun mungkin tidak sepenuhnya menyeluruh, sejumlah inisiatif yang
dijalankan mencerminkan penerapan sebagian dari prinsip-prinsip yang diajukan
Osborne dan Gaebler:
1. Pemerintah Katalis: Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan yang
menciptakan sinergi antara sektor publik, swasta, serta masyarakat, seperti
program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk merangsang perusahaan
melakukan investasi sosial di daerah tempat mereka beroperasi.
Pemerintah Indonesia menciptakan kerjasama dengan sektor swasta melalui
program Public-Private Partnership (PPP) dalam pembangunan infrastruktur,
seperti pembangunan jalan tol, bandara, dan sektor-sektor lainnya. Program ini
memungkinkan pemerintah untuk mengalokasikan risiko dan pendanaan, serta
memanfaatkan keahlian dan efisiensi sektor swasta dalam penyediaan layanan
publik.

2. Pemerintah Berbasis Masyarakat: Program desentralisasi yang diterapkan sejak


era reformasi 1998 telah memberikan otonomi yang lebih besar kepada
pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya dan mengambil kebijakan
yang lebih responsif terhadap kebutuhan lokal.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang melibatkan
perwakilan dari masyarakat, LSM, dan sektor swasta dalam menjaring aspirasi
dan menyusun prioritas pembangunan daerah merupakan salah satu contoh
pemberdayaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan pada tingkat
lokal.

3. Pemerintah yang Kompetitif: Pemerintah Indonesia telah mulai memberlakukan


pengadaan barang dan jasa melalui sistem e-procurement untuk meningkatkan
transparansi dan efisiensi pengadaan serta mengurangi praktik korupsi.
Penerapan sistem e-procurement di berbagai instansi pemerintah bertujuan untuk
menciptakan sistem pengadaan yang kompetitif, transparan, dan akuntabel, sekaligus
menekan angka korupsi dalam pengadaan barang dan jasa.

4. Pemerintah Berorientasi Misi: Penerapan Nawacita dan RPJMN oleh


pemerintahan Presiden Joko Widodo mencerminkan visi dan misi yang jelas
dalam pembangunan nasional, dengan fokus pada pembangunan infrastruktur,
penyederhanaan birokrasi, peningkatan pelayanan publik, serta pemberdayaan
ekonomi kerakyatan.
5. Pemerintahan Wirausaha: Kebijakan dan program untuk mendukung UKM dan
startup seperti program KUR, kredit UMi (Ultra Mikro) dan teknopreneurship
menunjukkan adanya semangat untuk mendorong inovasi dan kewirausahaan
dalam sektor publik.
6. Pemerintahan yang Desentralisasi: Kebijakan Otonomi Daerah yang
mencerminkan prinsip desentralisasi telah diterapkan dalam rangka
memberdayakan pemerintah daerah dan mengikutsertakan masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan.
7. Pemerintahan Berbasis Pasar: Deregulasi dan debirokratisasi dalam berbagai
sektor, termasuk melalui paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh
pemerintah, mencerminkan upaya untuk membuat lingkungan bisnis yang lebih
kondusif dan berorientasi pasar.
8. Pemerintahan yang Berorientasi Kinerja: Pemerintah Indonesia telah
meluncurkan sistem Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja instansi
pemerintah.
9. Pemerintahan yang Tanggap: Pencanangan program seperti pengadaan Kartu
Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Prakerja
menegaskan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
10. Pemerintahan Berorientasi Pencegahan: Pemerintah Indonesia juga telah
memperkenalkan berbagai kebijakan dan strategi untuk mencegah masalah
sosial dan lingkungan sebelum terjadi,

Anda mungkin juga menyukai