Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Reformasi pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai
pengembangan good governance. Sebab, pertama, pelayanan publik menjadi
ranah interaksi antara negara yang diwakili pemerintah dan lembaga-lembaga
non-pemerintah (masyarakat sipil dan mekanisme pasar). Dan, kedua, berbagai
aspek good governance dapat diartikulasikan secara lebih mudah pada ranah
pelayanan publik, sekaligus lebih mudah dinilai kinerjanya.
Pelayanan publik dewasa ini menjadi isu yang kian strategis karena
kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi luas pada berbagai
aspek kehidupan masyarakat. Perbaikan kinerja pelayanan birokrasi di bidang
ekonomi misalnya, akan mendorong terciptanya iklim kondusif bagi kegiatan
usaha dan investasi, yang pada gilirannya akan membuka kesempatan kerja lebih
luas. Secara politis, perbaikan kinerja pelayanan birokrasi akan berdampak
tumbuhnya kepercayaan (trust), dan legitimasi terhadap pemerintah sehingga
mendorong partisipasi masyarakat. Pelayanan publik yang berkualitas merupakan
salah satu indikator terjadinya perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang
berpihak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan
publik yang prima bagi semua penduduknya sesuai yang telah diamanatkan dalam
Undang-Undang. Dalam Pasal 1 (Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik, 2009) disebutkan pengertian pelayanan publik sebagai
berikut :
“Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan /atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.”

Pelayanan publik merupakan suatu usaha yang dilakukan kelompok atau


seseorang birokrasi untuk memberikan bantuan kepada Masyarakat dalam rangka
mencapai suatu tujuan tertentu. Peningkatan kualitas pelayanan publik adalah

1
2

salah satu isu yang sangat penting. Hal ini terjadi karena disatu sisi tuntutan
masyarakat terhadap kualitas pelayanan semakin besar sementara praktek
penyelenggara pelayanan tidak mengalami perubahan yang berarti. Masyarakat
setiap waktu menuntut pelayanan publik yang berkualitas, meskipun tuntutan
tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena pelayanan publik yang terjadi
selama ini masih berbelit-belit, lambat, mahal, dan melelahkan. Oleh sebab itu,
dibutuhkan suatu terobosan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, yaitu
melalui sebuah upaya yang dimaksud dengan reinventing government.
David Osborne dan Ted Gaebler menggagas konsep reinventing
government sebagai saran untuk membantu pencarian solusi pemerintah Amerika
Serikat pada tahun 1993 yang menanggung beban berat sebagai akibat
ditanganinya seluruh kegiatan atau kebutuhan negara oleh pemerintah federal.
Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisi Negara Indonesia pada saat
ini, dimana pemerintahan telah dilaksanakan dengan pendelegasian Sebagian
kewenangan dan pemberian otonomi kepada pemerintah daerah. Tujuan
pemberian otonomi daerah adalah agar pemerintah daerah di seluruh wilayah
NKRI mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan arti bahwa daerah
dengan optimal dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, mampu mandiri
dalam pelaksanaan pemerintahan dan memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat.
Reinventing Government atau wirausaha birokrasi, pemerintah dengan
bergaya wirausaha ini menjadi cara yang efisien dan efektif untuk menghindari
kebangrutan suatu birokrasi. Bagi Osborne dan Gaebler, organisasi birokrasi
publik yang dijalankan berdasarkan peraturan tidak akan efektif dan kurang
efisien, karena kinerjanya akan berjalan lamban dan terkesan bertele-tele. Akan
tetapi, birokrasi yang digerakkan oleh misi sebagai tujuan dasarnya, akan lebih
efektif dan efisien. Dengan mendudukkan misi organisasi sebagai tujuan, mereka
dapat mengembangkan sistem anggaran dan peraturan sendiri yang memberi
keleluasaan kepada karyawannya untuk mencapai misi organisasi tersebut.
Osborne dan Gaebler memberikan posisi yang berhadapan antara misi dan
peraturan dalam birokrasi organisasi publik. Birokrasi organisasi publik harus
memilih salah satunya. Pilihan tersebut mengandung konsekuensi mengedepankan
salah satu aspek akan mengabaikan aspek yang lain
3

1.2 Identifikasi Masalah


Adapun identifikasi masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apa pengertian Reinventing Government ?
2. Apa saja prinsip-prinsip Reinventing Government ?
3. Apa strategi Reinventing Government ?
4. Bagaimana praktek penerapan prinsip Reinventing Government dalam
layanan administrasi publik?
5. Bagaimana perbandingan penerapan prinsip Reinventing Government
dalam administrasi publik ?

1.3 Tujuan Makalah


Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan dari
makalah ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui pengertian Reinventing Government
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Reinventing Government
3. Untuk mengetahui strategi Reinventing Government ?
4. Untuk mengetahui bagaimana praktek penerapan prinsip Reinventing
Government dalam layanan administrasi publik
5. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan penerapan prinsip
Reinventing Government dalam administrasi publik
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reinventing Government


Menurut David Osborne dan Peter Plastrik (1997) dalam bukunya
“Memangkas Birokrasi”, Reinventing Government adalah transformasi sistem dan
organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan
dramatis dalam efektifitas, efesiensi, dan kemampuan mereka untuk melakukan
inovasi. Transformasi ini dicapai dengan mengubah tujuan, sistem insentif,
pertanggungjawaban, struktur kekuasaan dan budaya sistem dan organisasi
pemerintahan. Pembaharuan adalah dengan penggantian sistem yang birokratis
menjadi sistem yang bersifat wirausaha. Pembaharuan dengan kata lain membuat
pemerintah siap untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam hal pelayanan
terhadap masyarakat, menciptakan organisasi-organisasi yang mampu
memperbaiki efektifitas dan efisiensi pada saat sekarang dan di masa yang akan
datang.
Reinventing government merupakan cara birokrasi mengubah sistem atau
pengaturan agar pelaksanaan pemeritahan dapat berjalan secara akuntabilitas,
resposif, inovatif, professional, dan entrepreneur. Entrepreneur dimaksudkan agar
pemerintah daerah yang telah diberikan otonomi memiliki semangat
kewirausahaan untuk lebih inovatif dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat dan dapat menjawab tuntutan masyarakat di era globalisasi. Sehingga
mewirausahakan birokrasi bukan berarti birokrasi melakukan wirausaha untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya melainkan memberdayakan
institusi agar produktivitas dan efisiensi kerja dapat dioptimalkan.

2.2 Prinsip-Prinsip Reinventing Government


Konsep reinventing government harus dikuasai oleh aparat birokrasi
pemerintah daerah, pimpinan instansi/ dinas di daerah dan terutama Bupati/
Walikota. Osborne dan Gaebler (1992) dalam buku mereka yang berjudul
Reinventing Government: How the enterpreneurial spirit is transforming the

5
6

public sektor mengemukakan sepuluh cara untuk membentuk birokrasi-wirausaha,


yaitu:
1. Prinsip Pertama: Pemerintah yang katalis (Catalytic Government). Konsep
yang pertama ini maksudnya ialah mengarahkan ketimbang mengayuh
(steering rather than rowing). Harus ada pemilah antara yang mengatur
dan yang melaksanakan. Pemerintah harus tegas membedakan antara siapa
pemerintah yang semestinya mengarahkan dan siapa yang semestinya
melaksanakan. Dengan kata lain, pemerintah harus lebih fokus terhadap
pengarahannya. Tidak mungkin pemerintah mengawasi atau mengayuh
secara langsung proses pelayanan publik. Dengan demikian konsep di atas
guna untuk memisahkan dengan tegas bahwa seharusnya pemerintah bisa
fokus untuk menjadi pemikir dan pengarah.
2. Prinsip kedua: Pemerintah milik rakyat (Community Government). Prinsip
ini maksudnya ialah memberdayakan atau memberi wewenang ketimbang
melayani (Empowering rather than serving). Dalam hal ini pemerintah
diharapkan mampu memberdayakan rakyatnya. Dengan kata lain,
pemerintah juga bisa memberikan wewenang kepada masyarakat. Guna
menjamin terselenggaranya pelayanan yang efisien dan efektif; serta
produk pemerintah bisa mencoba mengalihkan pemilikannya ke
masyarakat. Akhirnya, pelayanan tersebut bergeser ke pemberdayaan
masyarakat dari suatu komunitas. Sehingga ada kemungkinan besar kelak
bisa mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah. Lalu
terciptalah masyarakat yang handal dengan kreasinya dan menjadi lebih
mandiri.
3. Prinsip ketiga: Pemerintah yang kompetitif (Competitive Government).
Pemerintah yang kompetetif dengan cara menyuntikkan persaingan dalam
pemberian pelayanan (Injecting Competition into service Delivery). Suatu
pelayanan yang kompentitif dianggap suatu hal yang sehat. Berbeda
dengan cara monopoli, bila dibiarkan akan timbul kembali ketergantungan
pada satu pemilik. Pemerintah yang kompetitif disini lebih diartikan
pemerintah wirausaha yang mampu bersaing dengan organisasi bisnis.
Sehingga semuanya dapat mengembangkan krativitas inovasi yang sangat
menguntungkan bagi Negara dan masyarakatnya. Dengan pemberian
7

penghargaan dan pembiayaan kepada suatu Lembaga-lembaga pemerintah


yang berhasil maju di suatu wilayah akan sangat diperhatikan oleh
masyarakatnya. Di sanalah letak kompetisi yang akan mebuat masyarakat
dan pemerintahnya semangat seperti layaknya dalam sebuah perlombaan.
4. Prinsip keempat: Pemerintah yang digerakkan misi (Mission Driven
Government). Dalam prinsip ini diharapkan pemerintah bisa mengubah
organisasi yang digerakkan oleh peraturan (Transforming Rule-Driven
Organizations) menjadi digerakkan oleh misi (mission-driven). Seringkali
terjadi peristiwa di mana pemerintah tidak dapat dan tidak mampu
mengambil langkah-langkah strategis tertentu karena belum adanya
peraturan-peraturan yang mengaturnya. Sementara di pihak lain, kerap
terjadi kasus dimana pemerintah tidak berani melakukan sebuah tindakan
karena cenderung bertentangan dengan peraturan yang berlaku (walaupun
peraturan yang bersangkutan sudah tidak cocok lagi diterapkan pada
kondisi saat ini). Akibat budaya ini, seringkali banyak peluang-peluang
kemajuan yang lewat dan terbuang begitu saja karena ketidakmampuan
pemerintah dalam memanfaatkan situasi tersebut. Dalam dilema tersebut
seharusnya pemerintah berjalan dengan sebuah misi, dan menjadikan
peraturan sebagai jalan atau cara untuk mencapai sebuah misi tersebut.
5. Prinsip kelima: Pemerintah yang berorientasi hasil (Result Oriented
Government). Maksudnya ialah pemerintah haru lebih fokus Membiayai
hasil bukan masukan (Funding outcomes, Not input). Dalam pembahasan
prinsip ini, sebaiknya kita sadari terlebih dahulu bahwa hal yang paling
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sebagai customer dari pemerintah
adalah hasil keluaran dari setiap inisiatif. Yang masyarakat nilai sebagai
keberhasilan adalah keluaran atau hasil dari pekerjaan tersebut yang
diharapkan dapat segera mendatangkan manfaat tertentu. Dengan kata lain,
pemerintah harus yakin bahwa berbagai usahanya akan melahirkan sebuah
produk yang berkualitas dan bermutu tinggi, dan target inilah yang akan
menentukan jenis proses dan sumber daya yang perlu dilibatkan (input);
serta pemerintah harus meninggalkan pemerintah yang memfokuskan pada
masukan tanpa memperhatikan hasil, yang cenderung pemborosan.
8

6. Prinsip keenam: Pemerintah yang berorientasi pelanggan (Customer


Driven Government). Maksudnya ialah Memenuhi kebutuhan pelanggan,
bukan birokrasi (Meeting the Needs of Customer, not be Bureaucracy).
Masyarakat adalah pelanggan. Pemerintah harus meletakkan pelanggan
sebagai hal paling depan. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan diletakkan
sebagai sasaran penyampaian tujuan, dengan mendengarkan suara
pelanggan. Dengan memperhatikan kebutuhan dasar pelanggan dan
memperhatikan hukum pelanggan, pemerintah lebih responsif dan
inovatif.
7. Prinsip ketujuh: Pemerintah wirausaha (Enterprising Government). Intinya
ialah Menghasilkan ketimbang membelanjakan (Earning Rather than
Spending). Pemerintah wirausaha ialah pemerintah yang memfokuskan
energinya terhadap hasil kinerjanya bukan hanya membelanjakan uangnya.
Pada kenyataanya bahwa hampir seluruh perangkat pemerintahan
merupakan sebuah pusat harga yang dibiayai oleh anggaran belanja
negara. Secara tidak langsung dapat terlihat bahwa keberadaan sistem
birokrasi pemerintahan merupakan sebuah beban dari anggaran belanja
Negara. Dalam hal ini pemerintah harus menemukan sumber-sumber
penghasilan selain penghasilan yang telah disepakati, yaitu pajak.
Sehingga tidak terlalu menggantungkan pada penerimaan pajak. Pajak
yang tinggi pada suatu keadaan tertentu akan ditentang masyarakatnya.
8. Prinsip kedelapan: Pemerintah yang antisipasi (Anticipatory Government).
Mencegah ketimbang Mengobati (Preventon Rather than Cure). Pepatah
lama mengatakan bahwa “mencegah lebih baik dari mengobati”. Hal yang
sama berlaku pula dalam kepemerintahan. Yaitu pemerintah harus lebih
berfokus pada upaya mencegah terhadap masalah yang timbul ketimbang
memusatkan penyediaan jasa demi mengurangi masalah (mengobati).
Dalam hal ini, pemerintah harus mempunyai strategi ampuh yang dapat
meraih peluang tidak tarduga, serta dapat mencegah krisis yang tidak
terduga. Intinya pemerintah harus lebih proaktif.
9. Prinsip Kesembilan: Pemerintah yang desentralis (Decentralized
Government). Dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja (From
Hierarchy to Participation and Teamwork), Artinya, peranan komando
9

dan hierarki ditinggal. Selain itu, jika jika melihat perkembangan zaman
yang semakin maju dan teknologi semakin mengglobal dan pendidikan
semakin maju, sudah semestinya pemerintah menurunkan wewenang
kepada Lembaga-lembaga di bawahnya serta mendorong mereka untuk
berurusan langsung dengan pelanggan untuk lebih bisa membuat
keputusan. Lalu menciptakan kerja sama yang solid dengan cara melihat
mereka sama rata dan sudah sebanding dengan pemerintahnya. Melahirkan
partisipasi dengan tim kerja, Bukan dengan pengkomandoan yang
umumnya terlihat kaku. Dengan kata lain, pemerintah memberi ruang
gerak kepada mereka agar bisa bersama-sama menciptakan strategi kreatif.
10. Prinsip kesepuluh: Pemerintah yang berorientasi pasar (Market Oriented
Government). Mendongkrak perubahan melalui pasar (Leveraging change
throught the Market). artinya pemerintah mendongkrak perubahan melalui
cara pasar. Mekanisme pasar memiliki banyak keunggulan ketimbang
mekanisme administrasi. Pasar pada dasarnya adalah desentralis. Harga
ditentukan oleh yang paling di atas. Namun dalam pasar bisa bersaing
dengan sehat, lebih kompetitif. Jika kita sadari, sebenaranya dalam pasar
memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk menentukan pilihannya.

2.2 Strategi Reinventing Government


Strategi dalam penerapan Reinventing Government diantaranya :
1. Strategi inti (the core strategy)
Strategi ini menentukan tujuan (the purpose) sebuah sistem dan organisasi
publik. Jika sebuah organisasi tidak mempunyai tujuan yang jelas atau
mempunyai tujuan yang banyak atau saling bertentangan, maka organisasi
itu tidak dapat mencapai kinerja yang tinggi. Dengan kata lain, sebuah
organisasi publik akan mampu bekerja secara efektif jika ia mempunyai
tujuan yang spesifik. Oleh karena itu, adalah penting bagi para pemimpin
organisasi-organisasi publik untuk menetapkan terlebih dahulu tujuan
organisasinya secara spesifik.
2. Strategi konsekuensi (the consequences strategy)
Strategi ini menentukan insentif-insentif yang dibangun ke dalam sistem
publik. Birokrasi memberikan para pegawainya insentif yang kuat untuk
10

mengikuti peraturan-peraturan, dan sekaligus, mematuhinya. Pada model


birokrasi lama, para pegawai atau karyawan memperoleh gaji yang sama
terlepas dari yang mereka hasilkan. Dalam rangka reinventing
government, seperti diungkapkan oleh Osborne dan Plastrik, mengubah
insentif adalah penting dengan cara menciptakan konsekuensi-konsekuensi
bagi kinerja. Jika perlu, organisasi-organisasi publik perlu ditempatkan
dalam dunia usaha (market place), dan membuat organisasi tergantung
pada konsumennya untuk memperoleh penghasilan. Namun, jika hal ini
tidak layak untuk dilakukan, maka perlu dibuat kontrak atau perjanjian
guna menciptakan persaingan antara organisasi-organisasi publik dan
swasta (atau persaingan antar organisasi publik). Hal ini karena pasar dan
persaingan menciptakan insentif-insentif yang jauh lebih kuat sehingga
organisasi publik terdorong untuk memberikan perbaikan-perbaikan
kinerja yang lebih besar. Insentif dan persaingan ini dapat mempunyai
bentuk yang beragam, seperti tunjangan kesehatan, kenaikan gaji, atau
memberikan penghargaan bagi organisasi-organisasi publik yang
mempunyai kinerja yang lebih tinggi.
3. Strategi pelanggan (the customers strategy)
Strategi ini terutama memfokuskan pada pertanggungjawaban
(accountability). Berbeda dengan birokrasi lama, dalam birokrasi model
baru, tanggung jawab para pelaksana birokrasi publik hendaknya
ditempatkan pada masyarakat, atau dalam konteks ini dianggap sebagai
pelanggan. Dengan demikian, tanggung jawab tidak lagi semata-mata
ditempatkan pada pejabat birokratis di atasnya, tetapi lebih didiversifikan
kepada publik yang lebih luas. Model pertanggungjawaban seperti ini
diharapkan dapat meningkatkan tekanan terhadap organisasi-organisasi
publik untuk memperbaiki kinerja ataupun pengelolaan sumber-sumber
organisasi. Selanjutnya, dengan memberikan pertanggungjawaban kepada
masyarakat/konsumen, akan dapat menciptakan informasi, yaitu tentang
kepuasan para konsumen terhadap hasil-hasil dan pelayanan pemerintahan
tertentu. Dengan kata lain, penyerahan pertanggungan jawab kepada para
konsumen berarti bahwa organisasi-organisasi publik harus mempunyai
11

sasaran yang harus dicapai, yaitu meningkatkan kepuasan konsumen


(customers satisfaction).
4. Strategi Pengawasan (the control strategy)
Strategi ini menentukan di mana letak kekuasaan membuat keputusan itu
diberikan. Dalam sistem birokrasi lama, sebagian besar kekuasaan tetap
berada di dekat puncak hierarkhi. Dengan kata lain, wewenang tertinggi
untuk membuat keputusan berada pada puncak hierarkhi. Perkembangan
birokrasi modern yang semakin kompleks telah membuat organisasi
menjadi tidak efektif. Hal ini karena proses pengambilan keputusan harus
melalui jenjang hierakhi yang panjang sehingga membuat proses
pengambilan keputusan cenderung lamban, dan jika hal ini dipaksakan,
maka jika dilewati akan membawa dampak terjadinya bureaucracy
barierrs. Pada akhirnya, secara keseluruhan, sistem kinerja birokrasi
dalam menangani masalah dan memberikan pelayanan kepada masyarakat
akan berlangsung lamban karena bawahan tidak diberi ruang yang cukup
untuk mengambil inisiatif dalam memecahkan masalah. Lebih lanjut,
dalam model birokrasi lama, para pengelola atau manajer mempunyai
pilihan-pilihan yang terbatas, dan keleluasan atau fleksibilitas mereka
dihimpit oleh ketentuan-ketentuan anggaran yang terinci, peraturan-
peraturan perorangan, sistem pengadaan (procurement sistems), praktek-
praktek audit, dan sebagainya. Karyawan hampir tidak mempunyai
kekuasaan untuk membuat keputusan. Akibatnya, organisasi-organisasi
pemerintah lebih menanggapi perintah-perintah baru dibandingkan dengan
situasi yang berubah atau kebutuhan-kebutuhan pelanggan. Oleh karena
itu, adalah penting mendesentralisasikan pembuatan keputusan kepada
pejabat-pejabat dan karyawan atau pegawai birokrasi di bawahnya karena
hal ini akan mendorong timbulnya rasa tanggung jawab dikalangan para
pegawai birokrasi, dan dalam konteks yang luas mendorong keterlibatan
masyarakat dalam proses implementasi kebijakan.
5. Strategi budaya (the culture strategy) Strategi ini menentukan budaya
organisasi publik yang menyangkut nilai, norma, tingkah laku, dan
harapan-harapan para karyawan. Budaya ini akan dibentuk secara kuat
oleh tujuan organisasi, insentif, sistem pertanggungjawaban, dan struktur
12

kekuasaan organisasi. Dengan kata lain, mengubah tujuan, insentif, sistem


pertanggungan jawab, dan struktur kekuasaan organisasi akan mengubah
budaya.

2.3 Praktek Penerapan Prinsip Reinventing Government Dalam Pelayanan


Administrasi Publik
1. Pemerintahan yang digerakkan oleh misi
Pemerintah berorientasi misi melakukan deregulasi internal,
menghapus banyak peraturan dan ketentuan internal yang tidak efektif,
dan secara radikal menyederhanakan sistem administratif yang
terlampau panjang panjang dan menghambat, seperti misalnya di
bidang anggaran, perizinan, kepegawaian, dan pengadaan barang.
Mereka mensyaratkan setiap badan pemerintah untuk mendapatkan
misi yang jelas, kemudian memberikan kebebasan kepada pimpinan
(manajer) untuk menemukan cara terbaik mewujudkan misi tersebut
dalam batas-batas legal dan sah. Seorang camat harus mampu
rnenganalisis ataran-aturan yang bisa menghambat proses perbaikan
atau peningkatan kinerjanya dan masyarakatnya, yang pada gilirannya
disampaikan kepada atasannya untuk diperbaiki.
Kesulitan yang dihadapi dalam penyusunan misi, biasanya sesuai
dengan sifat dari pemimpinnya kadangkala penyusunan misi tersebut
mengandung kepentingan politik/golong yang ingin mencari
keuntungan, sehingga menyebabkan terjadinya sehingga menyebabkan
terjadinya penyalahgunaan wewenang.
2. Pemerintahan yang berorientasi pada hasil
Pemerintah yang berorientasi berorientasi hasil (result-oriented)
mengubah fokus dari input (misalnya kepatuhan kepada peraturan dan
membelanjakan anggaran sesuai dengan ketentuan) menjadi
akuntanbilitas pada keluaran (output) atau hasil. Para pimpinan
organisasi pemerintah mengukur kinerja instansi pemerintah,
menetapkan target, memberi imbalan kepada instansi-instansi
pemerintah yang mencapai atau melebihi target, dengan menggunakan
anggaran untuk mengungkapkan tingkat kinerja yang diharapkan
13

dalam bentuk besarnya anggaran. Di atas diterangkan bahwa kinerja


carnat yang baik dan berciri wiraswasta ini adalah senantiasa
berorientasi berorientasi pada hasil. Berapa produksi produksi
pertanian pertanian yang dihasilkan oleh masyarakatnya ditotal setiap
bulannya atau tahunnya atau setiap semesteran, atau setiap musimnya.
Kesulitan yang dihadapi dalam penerapannya, yaitu Pemerintah
kurang bisa menghargai hasil pekerjaan masyarakat karena
tidak seimbangnya penghargaan yang diterima dengan jerih payah
yang telah dikeluarkan oleh masyarakat, misalnya dalam pemenuhan
bahan-bahan kebutuhan pokok sehari-hari,cenderung impor dari
negara lain.
3. Pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan
Dalam hal ini pemerintah pemerintah memperlakukan masyarakat
yang dilayani siapa saja, termasuk pelajar, orang tua, pembayar pajak,
orang yang mengurus KTP, pelanggan telepon,listrik, dan lain-lainnya
sebagai pelanggan pelanggan yang harus diutamakan. Pimpinan
organisasi pemerintah melakukan survei kepada pelanggan apa yang
diinginkan dan dibutuhkan ketika berhubungan dengan instansi
pemerintah. Dengan masukan dan insentif dari masyarakat itu
kemudian dirancang suatu pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
yang diinginkan. Contoh setiap orang yang meminta pelayanan ke
kantor Kecamatan harus didahulukan kepentingannya, diurus dan
segera diselesaikan urusannya. Gunakanlah target pelayanan “tiga
menit selesai”. Target atau standar ini harus konsekuen dilaksanakan.
Semua urusan di kecamatan selesai dalam tiga menit.
Kesulitan dalam penerapannya, yaitu didalam melakukan
pelayanan yang dapat memberikan kepuasaan pada pelanggan tentu
memerlukan bantuan teknologi yang dapat membuat sistem
pelayanan menjadi efektif dan efisien, namun permasalahannya dalam
hal ini tidak semua bagian pemerintah di setiap daerah yang memiliki
pemerintah di setiap daerah yang memiliki sistem dan fasilitas yang
sudah canggih, serta sumber daya yang mumpuni dalam
menyelenggarakan sistem pemerintahan yang modern. Oleh karena itu
14

efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pelaksanaan pelayanan publik


layanan publik dalam setiap dalam setiap daerah masih berbeda-beda.

2.4 Perbandingan Penerapan Prinsip Reinventing Government dalam


Administrasi Publik
1. Pemerintahan yang berorientasi hasil yakni membiayai hasil, bukan
masukkan. Artinya, bila lembaga pemerintah dibiayai berdasarkan
masukan (income), maka sedikit sekali alasan mereka untuk berusaha
keras mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi jika mereka
dibiayai berdasarkan hasil (outcome), mereka menjadi menjadi obsesif
pada prestasi. Sistem penggajian dan penghargaan, misalnya,
seharusnya didasarkan atas kualitas hasil kerja bukan pada masa kerja,
besar anggaran dan tingkat otoritas, Karena tidak mengukur hasil,
pemerintahan-pemerintahan yang birokratis jarang sekali mencapai
keberhasilan.
2. Pemerintahan berorientasi pelanggan yakni memenuhi kebutuhan
pelanggan, bukan birokrasi. Artinya, pemerintah harus belajar dari
sektor bisnis dimana jika tidak fokus dan perhatian pada pelanggan
(customer), maka warga negara tidak akan puas dengan pelayanan
yang ada atau tidak bahagia. Oleh karena itu, pemerintah harus
menempatkan rakyat sebagai sebagai pelanggan yang harus
diperhatikan kebutuhannya. Pemerintah harus mulai mendengarkan
secara cermat para pelanggannya, melalui survei pelanggan, kelompok
fokus dan berbagai metode yang lain. Tradisi pejabat birokrasi selama
ini seringkali berlaku kasar dan angkuh ketika melayani warga
masyarakat yang datang masyarakat yang datang keistansinya
3. Pemerintahan wirausaha yakni menghasilkan daripada
membelanjakan. Artinya, sebenarnya pemerintah mengalami masalah
yang sama dengan sektor bisnis, yaitu keterbatasan akan keuangan,
tetapi mereka berbeda dalam respon yang diberikan. Daripada
menaikkan pajak atau memotong program publik, pemerintah
wirausaha wirausaha harus berinovasi bagaimana menjalankan
15

program publik dengan program publik dengan sumber daya


keuangan yang sedikit tersebut.
4. Pemerintahan antisipatif yakni mencegah daripada mengobati.
Artinya, pemerintahan tradisional yang birokratis memusatkan pada
penyediaan jasa untuk memerangi masalah. Misalnya, untuk
menghadapi sakit, mereka mendanai perawatan kesehatan. Untuk
menghadapi kejahatan, mereka mendanai lebih banyak polisi. Untuk
memerangi kebakaran, mereka membeli lebih banyak truk pemadam
kebakaran. Pola pemerintahan semacam ini harus diubah dengan lebih
memusatkan atau berkonsentrasi pada pencegahan. Misalnya,
membangun sistem air dan pembuangan air kotor, untuk mencegah
penyakit, dan membuat peraturan bangunan, untuk dan membuat
peraturan bangunan, untuk mencegah kebakaran.
5. Pemerintahan desentralisasi yakni dari hierarki menuju partisipasi dan
tim kerja. Artinya, pada saat teknologi masih primitif, komunikasi
antar berbagai lokasi masih lamban, dan pekerja publik relatif belum
terdidik, maka sistem sentralisasi sangat diperlukan. Akan tetapi,
sekarang abad informasi dan teknologi sudah mengalami
perkembangan pesat, komunikasi antar daerah yang terpencil bisa
mengalir seketika, banyak pegawai negeri yang terdidik dan kondisi
berubah dengan kecepatan yang luar biasa, maka pemerintahan
desentralisasilah yang paling diperlukan. Tak ada waktu lagi untuk
menunggu informasi naik ke rantai komando dan keputusan untuk
turun.
6. Pemerintahan berorientasi pasar : mendongkrak perubahan melalui
pasar. Artinya, dari pada beroperasi sebagai pemasok masal barang
atau jasa tertentu, pemerintahan atau organisasi publik lebih baik
berfungsi sebagai fasilitator dan pialang dan menyemai pemodal pada
pasar yang telah ada atau yang baru tumbuh. Pemerintahan
entrepreneur merespon perubahan lingkungan bukan dengan
pendekatan tradisional lagi, seperti berusaha mengontrol lingkungan,
tetapi lebih kepada strategi yang inovatif untuk membentuk lingkungan
yang memungkinkan kekuatan pasar berlaku. Pasar di luar kontrol dari
16

hanya institusi politik, sehingga strategi yang digunakan adalah


membentuk lingkungan sehingga pasar dapat beroperasi dengan efisien
dan menjamin kualitas hidup dan kesempatan ekonomi yang sama.
BAB III
STUDI KASUS

3.1 Penerapan Reinventing Government di Pemerintah Kota Bandung

3.1.1 Pemerintah yang Kompetitif (Competitive Government)


Pada tahun 2018 diadakan kompetisi inovasi pelayanan publik di
lingkungan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, badan usaha milik negara
dan badan usaha milik daerah yang duadakan oleh Kementerian PAN RB. Dua
inovasi Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, E-SATRIA (Self Assessment Tax
Reporting Application) dan program Mini Lab Food Security berhasil masuk TOP
99 Inovasi Pelayanan Publik tahun 2018 Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
1. Program Mini Lab Food Security dari Dinas Pengan dan Pertanian Kota
Bandung. Ini merupakan inovasi untuk memberikan keamanan dan
kenyamanan konsumen dalam mengkonsumsi bahan pangan segar. Mini
Lab Food Security untuk menguji keamanan pangan. Dibutuhkan waktu
satu menit. Sebelumnya, membutuhkan waktu sampai empat hari

2. E-Satria (Self Assessment Tax Reporting Application) merupakan aplikasi


online berbasis web yang berfungsi memfasilitasi wajib pajak untuk
membayar kewajibannya tanpa perlu datang ke kantor Badan Pengelolaan
Pendapatan Daerah (BPPD). Aplikasi e-SATRiA diharapkan mengubah
budaya interaksi langsung antara wajib pajak dengan petugas menjadi
tidak ada lagi interaksi/pertemuan. Dengan demikian tidak memberikan
celah interaksi tawar menawar antar petugas dengan masyarakat,
memberikan multiplier effect yang akan mendorong percepatan

17
18

peningkatan pelayanan publik sebagai wujud reformasi birokrasi. Dalam


implementasinya, e-SATRiA meminimalisir potensi kehilangan
Pendapatan Asli Daerah, sehingga pembangunan berkontribusi langsung
secara optimal dalam meningkatkan kualitas hidup Masyarakat.

3.1.2 Pemerintah yang berorientasi hasil (Result oriented Government)


Tahun 2016, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bandung
mulai melayani permohonan perekaman KTP elektronik ke rumah-rumah yang
dikhususkan untuk orang sakit, disabilitas dan lansia yang tidak mampu
melakukan perekaman ke kantor Disduk, kecamatan atau lokasi-lokasi pelayanan
lainnya. Saat itu pelayanan masih menggunakan alat perekaman portable serta
mobil dinas pejabat untuk mencapai lokasi pemohon.
Namun seiring dengan semakin banyaknya permohonan perekaman KTP
elektronik untuk orang sakit, disabilitas dan lansia, maka pada awal tahun 2018,
Kepala Dinas kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bandung bersama pejabat
struktural di Lingkungan Disdukcapil Kota Bandung mulai mencari cara untuk
menyiapkan sarana prasarana serta tim khusus untuk melayani perekaman ke
rumah-rumah ini.
Berbekal kreatifitas dan dana yang ada, 2 (dua) mobil pelayanan tidak
berbasis IT yang awalnya hanya digunakan untuk sarana tambahan mobil
pelayanan keliling (Mepeling) akhirnya disulap menjadi mobil pelayanan khusus
perekaman KTP elektronik bagi orang sakit, disabilitas dan lansia.
19

Maka pada tanggal 4 Oktober 2018, Wali Kota Bandung meresmikan


mobil pelayanan baru yang diberi nama Bi EHa (Bisa Euy Hebat) dan Mang Udin
(Mengga Urus Identitas Kependudukanna). Diharapkan dengan adanya 2 mobil
ini, hak memiliki dokumen kependudukan bagi warga berkebutuhan khusus
(lansia, difabel, sakit keras) terpenuhi.

3.1.3 Pemerintah yang berorientasi pelanggan (Customer Driven


Government)
Pelayanan Akta Kelahiran sangat banyak diminati oleh masyarakat,
sementara itu kapasitas di kantor Disdukcapil Kota Bandung terbatas. Karenanya
dibuatlah inovasi Mepeling yang merupakan kepanjangan dari Memberikan
Pelayanan Keliling. Mepeling adalah program pelayanan keliling (jemput bola)
yang bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Mepeling
beroperasi menggunakan mobil berbasis IT. Mobil Mepeling berjumlah 6 unit
diluncurkan pada April 2017.

Selain itu Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil Kota Bandung juga


membuat aplikasi Bernama SALAMAN (Selesai Dalam Genggaman). Dengan
adanya aplikasi ini warga tak perlu lagi antri dan menunggu lama untuk mengurus
20

layanan administrasi kependudakan, namun bisa langsung diakses secara online


melalui website dinas kependudukan dan pencatatan sipil kota bandung.
Selain itu, aplikasi ini mampu mengurangi antrian pengurusan administrasi
di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Guna melayani masyarakat Kota
Bandung sangat aktif berselancar di dunia maya, Disdukcapil Kota Bandung
meluncurkan Aplikasi Salaman pada Desember 2018. Kini mengurus dokumen
Akta Kelahiran, Akta Kematian, KIA, dan Surat Pindah Keluar Kota Bandung
dapat dilakukan sambil bersantai di rumah kapanpun dimanapun melalui aplikasi
Salaman yang bisa di unduh melalui playstore.

Untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses pelayanan,


Kecamatan Cibiru meluncurkan layanan Whatsapp Terpadu Berbasis Layanan
Umum Elektronik atau disingkat Waterblue. Waterblue merupakan layanan
hotline komunikasi antar warga dengan admin atau operator untuk melayani
tentang pelayanan administrasi seperti E-KTP, Kartu Keluarga (KK) ataupun
layanan berbentuk pengaduan dari warga. Selanjutnya, admin akan
menindaklanjuti serta berkoordinasi langsung dengan kepala seksi yang
bersangkutan. Bagi Masyarakat yang akan membuat KTP tinggal menghubungi
hotline waterblue dan mengirimkan persyaratan melalui whatsapp. Setelah KTP
selesai, pemohon akan dihubungi oleh admin waterblue dan KTP pun bisa
diantarkan langsung kepada pemohon atau dapat langsung datang mengambil ke
kelurahan.
21

Selain itu dalam rangka optimalisasi partisipasi pemilih, Kecamatan Cibiru


melakukan weekend service berupa perekaman KTP elektronik bagi pemiliih
pemula sehingga pelajar atau remaja yang sudah genap berusia 17 tahun saat
pemilu 2024 bisa ikut berpartisipasi dalam menyalurkan hak pilihnya.
22

3.2 Penerapan Reinventing Government di Pemerintah Kabupaten


Bandung

3.2.1 Pemerintah yang Kompetitif

Pada tahun 2023, Kabupaten Bandung di bawah kepemimpinan Dr. H. M.


Dadang Supriatna, S.P., M.Si meraih sebanyak 122 Penghargaan dengan rincian
100 Piagam, 1 Lencana dan Instansi Lainnya sebanyak 21.
Salah satunya pada Desember 2023, Kabupaten Bandung telah meraih tiga
pengahragaan bergengsi yaitu Top Digital Awards 2023. Kategori yang
dimenangkan adalah Top Digital Implementation 2023 untuk Pemkab Bandung,
Top Leader in Digital Implementation 2023 untuk Bupati Dadang Supriatna, serta
Top CIO on Digital Implementation 2023 untuk Kepala Dinas Komunikasi dan
Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bandung.
Hal ini tentunya sejalan dengan prinsip Reinventing Government yang mana
pemerintah dapat berkompetensi dengan baik untuk mewujudkan daerah yang
lebih maju dan sejahtera.
23

3.2.2 Pemerintah yang berorientasi pelanggan (Customer Driven


Government)

Pemerintah Kabupaten Bandung meluncurkan aplikasi Bedas Digital


Services, yang mana aplikasi ini dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat
dari telepon genggam masing-masing karena tersedia pada Google Play Store.
Layanan Digital BEDAS merupakan sistem pelayanan satu pintu yang
terintegrasi dengan seluruh aplikasi yang ada di Kabupaten Bandung, dengan
tujuan untuk memudahkan masyarakat Kabupaten Bandung dalam mendapatkan
akses pelayanan tanpa perlu mengunduh banyak aplikasi.
Masyarakat dapat mengajukan permohonan layanan, serta dapat mengetahui
status permohonan kapanpun dan dimanapun. Layanan yang tersedia di Layanan
Pintar BEDAS meliputi layanan Administrasi Kependudukan, seperti layanan
Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Kartu Identitas Anak, Pindah Datang,
Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Perceraian dan layanan lainnya.
24

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Reinventing Government yang digagas oleh David Osborne dan Ted
Gaebler menemukan titik relevansinya dalam konteks peningkatan kualitas
pelayanan publik. 10 prinsip yang terkandung di dalamnya, yakni pemerintah
seharusnya lebih berfungsi mengarahkan ketimbang mengayuh, memberi
wewenang ketimbang melayani, menyuktikkan persaingan (kompetisi) dalam
pemberian pelayanan, digerakkan oleh misi bukan peraturan, berorientasi pada
hasil (outcome) bukan masukan (income), berorientasi pada pelanggan bukan pada
birokrasi, menghasilkan ketimbang membelanjakan, mencegah ketimbang
mengobati, desentralisasi dan pemerintah berorientasi pasar, seharusnya
diterapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pelayanan publik kepada
masyarakat. Pelaksanaan 10 prinsip Reinventing Government, tentu harus
disesuaikan dengan sosio-kultur kita, bisa menjadi solusi alternatif yang efektif
untuk menghilangkan patologi-patologi birokrasi peradilan kita selama ini.
25

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pub. L.


No. 25 (2009). https://peraturan.bpk.go.id/Details/38748/uu-no-25-tahun-
2009
Osborne, D. dan Gaebler. T. 1996. Reinventing Reinventing Government:
Government: How The Entrepreneurial Sp Entrepreneurial Spirit Is irit Is
Transforming The Transforming The Public Sector. Sector. Rosyid, A.
(penerjemah). Mewirausahakan Birokrasi : mentranformasi semangat
wirausaha ke dalam sektor publik jilid 2 (terjemahan), Seri manajemen
strategi. PPM, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai